Anda di halaman 1dari 42

Polycystic Ovarian Syndrome

(PCOS)
Jessica Pandora Nio
(201806010085)

Pembimbing:
Dr. dr. Semuel, Sp.OG (K) MH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIKA ATMA JAYA
RS BHAYANGKARA TK. I R. SAID SUKANTO
PERIODE 19 OKTOBER – 12 DESEMBER 2020
OUTLINE
1. Definisi 5. Manifestasi klinis
2. Epidemiologi 6. Kriteria Diagnosis
3. Faktor resiko PCOS
4. Etiopatogenesis 7. Tatalaksana
8. Contoh kasus

2
DEFINISI
• Polycystic ovarian syndrome (PCOS)/ sindrom Stein-
Leventhal.

• kumpulan gejala, termasuk hirsutisme, virilisasi, anovulasi,


amenore, dan obesitas, peningkatan kejadian
hiperinsulinemia, berkurangnya sensitivitas insulin, dan
diabetes melitus tipe 2, resistensi insulin, dan produksi
androgen yang berlebihan.

3
DEFINISI
• endokrinopati umum  oligoovulasi atau anovulasi,
hiperandrogen, dan beberapa kista ovarium kecil.

• 2003: ESHRE/ASRM Rotterdam consensus, perlu dua dari


tiga kriteria diagnosis:
• oligo/anovulation
• gejala hiperandrogen (klinis / biokimia),
• gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG (12
atau lebih folikel-folikel dengan ukuran diameter antara 2-9 mm
dan/atau peningkatan volume ovarium (>10 ml).
4
EPIDEMIOLOGI
• wanita usia reproduksi (4-12 % dalam
populasi umum).
• pada populasi perempuan infertilitas dengan
kausa anovulasi didapatkan 75% disebabkan
PCOS.
• meta-analisis Tao Dong et al: prevalensi
terendah pada wanita Cina kemudian
Kaukasia, Timur Tengah dan perempuan
kulit hitam.

5
FAKTOR RESIKO
• Diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, dan diabetes gestasional.

• Resistensi insulin mempengaruhi 50% -70% wanita dengan PCOS yang mengarah ke
sejumlah komorbiditas : sindrom metabolik, hipertensi, dislipidemia, intoleransi
glukosa, dan diabetes.

• Riwayat keluarga  PCOS dianggap sebagai kelainan bawaan.

• Makanan cepat saji

• Faktor prenatal: termasuk berat badan lahir yang tinggi pada anak perempuan yang
lahir dari ibu yang memiliki kelebihan berat badan,

• pubertas prematur, pubertas dini sentral atipikal, sindrom obesitas, acanthosis


nigricans, dan sindrom metabolik.
6
ETIOPATOGENESIS
Peran Kehidupan In Utero dan Lingkungan Terhadap
Kejadian PCOS
• Kehamilan yang mengalami gangguan pada unit feto-plasenta 
pertumbuhan janin terhambat dan bayi yang kecil untuk masa gestasinya
 predisposisi mengalami resistensi insulin di kemudian hari.

• Selain itu, paparan androgen in utero secara berlebihan akan


memberikan gejala serupa PCOS (hipersekresi LH, hiperandrogenisme,
dan resistensi insulin).

• Androgen berlebih tersebut sangat mungkin berasal dari ovarium janin itu
sendiri (predisposisi genetik), karena androgen dari ibu akan diubah
menjadi estrogen oleh aromatase plasenta.
7
ETIOPATOGENESIS
Resistensi Insulin pada PCOS
Hiperinsulinemia

meningkatkan aktivitas aksis hipofisis- Hiperinsulinemia juga menurunkan produksi


pituitari-adrenal  meningkatkan aktivitas sex hormone binding globulin (SHBG) pada
enzim 17α-hydroxylase yang mengkonversi hepar sehingga kadar free testosteron akan
senyawa 17OH Pregnolone menjadi meningkat.
Dehydroepiandrosteronesulphate (DHEAS).

Pada pasien PCOS, hiperandrogen dapat bermanifestasi dalam bentuk hirsutisme,


alopesia androgenik, jerawat, dermatitis seboroik, dan akumulasi lemak visceral.
8
ETIOPATOGENESIS
Hipersekresi LH pada PCOS
• Kadar serum lutenizing hormon (LH) lebih tinggi pada pasien PCOS (40-60%).
Kelebihan LH disebabkan oleh pulsasi cepat pengeluaran Gonadotropin
Releasing Hormone (GnRH) pada hipotalamus yang mengakibatkan dominasi
sekresi hormon LH pada kelenjar hipofisis.

• Gangguan ovulasi pada PCOS diperkirakan disebabkan peningkatan kadar LH


dan penurunan kadar FSH.

• Pada pasien PCOS, hipersekresi LH dan insulin akan menyebakan luteinisasi


prematur dan terhentinya proses maturasi pada folikel ovarium. Terhentinya
proses maturasi folikel ovarium pada perkembanganya akan menghasilkan
peningkatan jumlah folikel dan menghasilkan morfologi ovarium polikistik.

9
MANIFESTASI KLINIS
oligomenorrhea Hirsutisme

obesitas Resiko penyakit


kardiovaskular
dan hipertensi

Hiperandrogenisme:
kulit berminyak, jerawat,
hirsutisme, obesitas sentral,
dan bahkan alopesia
androgenetik.

10
KRITERIA DIAGNOSIS
PCOS
• National Institutes of Health
• European Society of Human Reproduction and
Embryology / American Society for Reproductive
Medicine (ESHRE / ASRM): Kriteria Rotterdam
• Androgen Excess Society (AES)
KRITERIA DIAGNOSIS PCOS

12
KRITERIA DIAGNOSIS PCOS

13
KRITERIA DIAGNOSIS PCOS

14
KRITERIA DIAGNOSIS ROTTERDAM
paling sering digunakan.

15
1. Clinical Hyperandrogenism
Hirsutism
Sistem skoring Ferriman-
Gallwey Hirsutism

≥ 8 menandakan
petumbuhan rambut
abnormal.

8-15 = hirsutism ringan

16-24 = hirsutism sedang

> 24 = hirsutism berat

16
17
1. Clinical Hyperandrogenism
Jerawat
• Jerawat pada PCOS  manifestasi dari
hiperandrogenism.

• dijadikan sebagai salah satu indikator dari


hiperandrogenism apabila jerawat tetap ada setelah
masa remaja, muncul pada usia 20 – 30-an.

• Pada wanita dengan jerawat yang resisten dengan


terapi oral dan topikal, sebanyak 40% kemungkinan
memiliki PCOS.

18
1. Clinical Hyperandrogenism
Alopesia
• Pada siklus rambut normal, fase rambut anagen
berlangsung selama 2-3 tahun.

• Pada kasus PCOS, terjadi peningkatan androgen.


Folikel rambut yang sensitif terhadap androgen
merespon kondisi peningkatan androgen dengan
memendeknya fase anagen  rambut kepala
menjadi lebih tipis dan luas kulit kepala yang tertutup
rambut berkurang.

19
2. Biochemical Hyperandrogenism

Pengukuran 17-hydroxyprogesterone (17OHP) dan Anti


Mullerian Hormone (AMH) bermanfaat untuk menegakan
diagnosis Polycystic Ovary Morphology (PCOM).

Nilai 17OHP > 10 mg/mL = defisiensi 21-hydroxylase.

20
2. Biochemical Hyperandrogenism
• Nilai AMH >4,5 mg/mL dapat digunakan sebagai substitusi pemeriksaan
USG.

• Kadar AMH serum berhubungan dengan jumlah folikel antral pada


pemeriksaan USG, kadar testosteron dan volume ovarium.

• Kadar AMH serum lebih tinggi 2 – 3 kali lipat pada pasien dengan PCOS.

• kadar AMH dapat dijadikan prediktor dalam diagnosis PCOS sebagai


alternatif pemeriksaan gambaran ovarium polikistik dan kejadian PCOS
meningkat dengan peningkatan kadar AMH.

21
3. Gangguan Menstruasi
Gangguan menstruasi pada wanita dengan PCOS dapat
ditemukan menstruasi yang irregular, oligomenorrhea
atau amenorrhea. Gangguan menstruasi pada PCOS
dapat berbentuk oligomenorrhea.

Oligomenorrhea didefinisikan siklus menstruasi ≥ 35 hari.

22
4. Polycystic Ovaries
• ditemukan adanya banyak kista
pada ovarium. pembesaran
ovarium, penebalan kapsul ovarium,
dan hiperplasia lapisan theca-
stroma.

• Metode USG yang dipilih sebaiknya


adalah USG transvaginal.

• Guideline Rotterdam menyatakan


PCOM sebagai adanya ≥ 12 folikel
berukuran 2 – 9 mm atau ukuran
ovarium >10ml. 23
DIAGNOSIS PCOS PADA REMAJA
• Pemeriksaan lab yang paling
sensitif : peningkatan kadar
testosteron bebas.
• Sex Hormone Binding
Globulin (SHBG) yang
berkurang  PCOS. Nilai
SHBG juga akan berkurang
pada obesitas.
• Nilai testosteron total >55
mg/dL dan nilai testosteron
bebas > 9ng/ml menandakan
hiperandrogenemia
24
TATALAKSANA
26
FARMAKOLOGI
Regulasi haid
• Kontrasepsi kombinasi = menginduksi siklus haid teratur, mengurangi
sekresi LH, mengurangi produksi androgen, meningkatkan kadar SHBG
dan menekan pertumbuhan endometrium

Komponen estrogen  Komponen progestin


meningkatkan protein pengikat menekan kadar LH dan produksi androgen ovarium,
homon steroid sehingga memiliki efek antagonis pada reseptor androgen atau
mengurangi androgen bebas dan menghambat aktivitas 5-α reduktase dan melindungi
menurunkan kejadian kista endometrium dari reaksi hiperplasia sehingga
ovarium dan anovulatory- mengurangi kemungkinan terjadinya kanker
bleeding. endometrium yang meningkat pada perempuan dengan
27
PCOS.
FARMAKOLOGI
Clomiphene Citrate (CC)

• terapi lini pertama induksi ovulasi pada siklus anovulasi (angka


keberhasilan 70-80%).

• dosis 50 mg/hari per oral selama 5 hari pada hari ke-2 hingga ke-5 siklus
menstruasi.

• Dosis dapat ditingkatkan hingga 100 mg/hari jika tidak terdapat respons
atau dikurangi menjadi 25 mg/hari jika respons terlalu berlebihan.

28
FARMAKOLOGI
Metformin
• Metformin menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer serta menurunkan oksidasi lemak 
hiperinsulinemia dapat ditekan sehingga terjadi penurunan kadar androgen

• Dosis awal 250-500 mg/hari per oral dan ditingkatkan hingga dosis optimal
yaitu 1500-2250 mg yang dibagi dalam 3 kali pemberian.

29
FARMAKOLOGI
aromatase inhibitor
• untuk induksi ovulasi pada perempuan PCOS yang resisten terhadap
klomifen sitrat (Letrozol dan anastrozol).

• menekan biosintesis estrogen dengan cara menghambat proses


aromatisasi androgen menjadi estrogen sehingga menurunkan respon
umpan balik negatif hipotalamus-hipofisis.

• Dosis letrozol = 2.5-7.5 mg/hari ,selama lima hari, dimulai di hari ke-3 pada
siklus ovulasi.

30
NON- FARMAKOLOGIS

• penurunan berat badan

• penggunaan terapi diet dengan membatasi kalori


• normalisasi hiperandrogenemia
• perbaikan dalam hirsutisme
• Fungsi menstruasi meningkat pada beberapa wanita dengan
penurunan berat badan hanya 5-10%.

31
CONTOH KASUS
Kasus
• Anak perempuan usia 15 tahun.
• Keluhan utama: Amenore dan obesitas.
• anak ketiga dalam keluarganya.
• Orangtuanya memiliki berat badan normal, kedua orang tua menderita hipertensi,
hiperkolesterol, dan gangguan toleransi glukosa.
• Ibunya menderita diabetes mellitus gestasional selama kehamilannya. Dua saudara
perempuannya dalam keadaan sehat dan berat badan normal.
• Pasien mulai mengalami peningkatan berat badan sejak usia 8 tahun. Selama 7 tahun
berikutnya, berat badannya terus meningkat.
• TB = 160,8 cm, BB = 83,0 kg, IMT = 32,1 kg/m2, lingkar pinggang 85 cm, dan tekanan
darah 135/84. Pubertal stage pasien adalah Tanner B4, P4. Pasien hirsutisme
(Ferriman-Gallway skor 12) dan memiliki jerawat ringan, namun tidak terdapat
acanthosis nigricans.
33
Kasus

• Kadar testosteron serum dan LH meningkat, sementara kadar FSH, estradiol,


dan progesteron 17-OH tetap normal (Tabel 1). TSH serum baseline, kadar tiroksin
bebas, prolaktin, dan 24-h free urinary cortisol berada dalam batas normal.
Transaminase serum dan kreatin normal. Pasien mengalami sedikit peningkatan
glukosa darah puasa dengan peningkatan abnormal selama tes toleransi
glukosa oral (OGTT), menunjukkan gangguan toleransi glukosa. Dia juga
mengalami hiperinsulinemia parah selama tes (Tabel 2). Terdapat peningkatan
kolesterol total, kolesterol LDL, kadar trigliserida, dan kadar kolesterol HDL
yang rendah (Tabel 2).

• USG panggul transrektal menunjukkan ovarium polikistik bilateral (Gbr. 1).


34
35
36
Kasus
• Amenore sekunder dengan hirsutisme dan peningkatan kadar testosteron,
bersama dengan munculnya ovarium polikistik pada USG menegakkan
diagnosis PCOS.

• Pasien dievaluasi oleh ahli terapi nutrisi dan fisioterapis : perbaiki gaya
hidup untuk mengurangi berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik.

• Untuk meningkatkan toleransi glukosa dan menginduksi menstruasi,


metformin 1,5 g / hari (2 x 750 mg p.o.) dan dydrogesterone (hari 15-24
siklus menstruasi) dimulai untuk meningkatkan toleransi glukosa dan
memicu menstruasi.

37
Kasus
• Dalam waktu 6 bulan, terjadi penurunan berat badan 4,5 kg dan BMI-nya turun menjadi
30,3 kg/m2. Toleransi glukosa membaik, hiperinsulinemia membaik dan ada beberapa
perbaikan pada profil lipid (Tabel 2).
• Haid terjadi setelah dilakukan dydrogesterone-induced withdrawal; metformin
ditingkatkan menjadi 2,25 g/hari (3 x 750 mg p.o.).
• Setelah 1 tahun pengobatan, berat badannya 70,8 kg (45 persentil) dan BMI 27,3
kg/m2. Kadar glukosa dan insulin saat puasa normal dan profil lipid membaik. Ovarium
polikistik tetap ada namun siklus menstruasi ovulasi normal tanpa penggunaan
progesteron.
• Empat setengah tahun setelah presentasi awal, pasien tetap menggunakan terapi
metformin, namun masih obesitas dan kesulitan mengontrol berat badannya. Kadar
glukosa dan insulin tetap normal seperti yang dinilai oleh TTGO tahunan. Siklus
ovulasi normal dan menunjukkan morfologi ovarium normal pada pemindaian
ultrasound. 38
DAFTAR PUSTAKA
• Callahan, Tamara L, and Aaron B Caughey. Blueprints Obstetrics & Gynecology, 2018.
• William Hoffman, Barbara L, John O Schorge, Karen D Bradshaw, Lisa M Halvorson, Joseph I Schaffer, and
Marlene M Corton. Williams Gynecology, 2016. In.
• Azziz R. The Rotterdam 2003 Criteria for Defining PCOS-CON, J Clin Endocrinol Metab, 2006; 10 ; 2005-2153
• Santoso, Budi. “Sindroma Ovaroium Polikistik: Problem Reproduksi dan Tantangannya Terkait Dengan Gaya
Hidup Perempuan Indonesia.” ADLN - Perpustkaan Universitas Airlangga, n.d.,
• Ding T, Hardiman PJ, Petersen I, Wang FF, Qu F, Baio G. The prevalence of polycystic ovary syndrome in
reproductive-aged women of different ethnicity: a systematic review and meta-analysis. Oncotarget.
2017;8(56):96351-96358. Published 2017 Jul 12. doi:10.18632/oncotarget.19180.
• Saidunnnisa, Gulam, Atiqulla Shariff, Ghufran Alsalloum, Bana Mohammad, Raghad Housam, and Noura Khaled.
Assessment of Risk Factors for Development of Polycystic Ovarian Syndrome. Vol. 4, 2017.
• Sirmans SM, Pate KA. Epidemiology, diagnosis, and management of polycystic ovary syndrome. Clin Epidemiol.
2013;6:1-13. Published 2013 Dec 18. doi:10.2147/CLEP.S37559
• Konsensus Tatalaksana Sindrom Polikistik Ovarium. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2016
• Mohammad MB, Seghinsara AM. Polycystic ovary syndrome (PCOS), diagnostic criteria, and AMH. Asian Pacific
journal of cancer prevention: APJCP. 2017;18(1):17.
39
DAFTAR PUSTAKA
• ANDRADE VH, MATA A, Borges RS, Costa-Silva DR, Martins LM, FERREIRA PM, Cunha-Nunes LC, SILVA BB.
Current aspects of polycystic ovary syndrome: A literature review. Revista da Associação Médica Brasileira. 2016
Dec;62(9):867-71.
• Legro RS, Arslanian SA, Ehrmann DA, Hoeger KM, Murad MH, Pasquali R, et al. Diagnosis and treatment of
polycystic ovary syndrome: an Endocrine Society clinical practice guideline. J Clin Endocrinol Metab.
2013;98(12):4565–4592.
• Goodman NF, Cobin RH, Futterweit W, Glueck JS, Legro RS, Carmina E, et al. AMERICAN ASSOCIATION OF
CLINICAL ENDOCRINOLOGISTS, AMERICAN COLLEGE OF ENDOCRINOLOGY, AND ANDROGEN EXCESS
AND PCOS SOCIETY DISEASE STATE CLINICAL REVIEW: GUIDE TO THE BEST PRACTICES IN THE
EVALUATION AND TREATMENT OF POLYCYSTIC OVARY SYNDROME--PART 1. Endocr Pract Off J Am Coll
Endocrinol Am Assoc Clin Endocrinol. November 2015;21(11):1291–300
• Rosenfield RL. The Diagnosis of Polycystic Ovary Syndrome in Adolescents. Pediatrics. Desember
2015;136(6):1154–65.
• Williams T, Mortada R, Porter S. Diagnosis and treatment of polycystic ovary syndrome. Am Fam Physician. 15 Juli
2016;94(2):106–13.
• Wonggokusuma G. The pathophysiology and treatment of polycystic ovarian syndrome: a systematic review. CDK-
213. 2014;41:100–3.
40
DAFTAR PUSTAKA
• Pasquali R, Gambineri A, Cavazza C, Gasparini DI, Ciampaglia W, Cognigni GE, et al. Heterogeneity in the responsiveness
to long-term lifestyle intervention and predictability in obese women with polycystic ovary syndrome. Eur J Endocrinol. 1
Januari 2011;164(1):53–60.
• Kiddy DS, Hamilton-Fairley D, Bush A, Short F, Anyaoku V, Reed MJ, et al. Improvement in endocrine and ovarian function
during dietary treatment of obese women with polycystic ovary syndrome. Clin Endocrinol (Oxf). Januari 1992;36(1):105–11
• Legro RS, Arslanian SA, Ehrmann DA, Hoeger KM, Murad MH, Pasquali R, et al. Diagnosis and treatment of polycystic ovary
syndrome: an endocrine society clinical practice guideline. J Clin Endocrinol Metab. Desember 2013;98(12):4565–92.
• Pasquali R, Gambineri A, Cavazza C, Gasparini DI, Ciampaglia W, Cognigni GE, et al. Heterogeneity in the responsiveness
to long-term lifestyle intervention and predictability in obese women with polycystic ovary syndrome. Eur J Endocrinol. 1
Januari 2011;164(1):53–60.
• Florakis D, Diamanti-Kandarakis E, Katsikis I, Nassis GP, Karkanaki A, Georgopoulos N, et al. Effect of hypocaloric diet plus
sibutramine treatment on hormonal and metabolic features in overweight and obese women with polycystic ovary syndrome:
a randomized, 24-week study. Int J Obes 2005. April 2008;32(4):692–9.
• Escobar-Morreale HF, Botella-Carretero JI, Álvarez-Blasco F, Sancho J, San Millán JL. The Polycystic Ovary Syndrome
Associated with Morbid Obesity May Resolve after Weight Loss Induced by Bariatric Surgery. J Clin Endocrinol Metab. 1
Desember 2005;90(12):6364–9.
• Ojaniemi M, Pugeat M. An adolescent with polycystic ovary syndrome. European journal of endocrinology. 2006 Nov
1;155(suppl_1):S149-52.
41
TERIMA
KASIH
42

Anda mungkin juga menyukai