Anda di halaman 1dari 8

AMBIGUS GENITALIA

I. DEFINISI
 Ambiguous genitalia adalah suatu keadaan tidak terdapatnya kesesuaian
karakteristik yang menentukan jenis kelamin seseorang, atau bisa juga
(1)
disebutkan sebagai seseorang yang mempunyai jenis kelamin ganda.
Dicurigai ambiguous genitalia, apabila alat kelamin kecil, disebut penis
terlalu kecil sedangkan klitoris terlalu besar, atau bilamana scrotum melipat
pada garis tengah sehingga tampak seperti labium mayor yang tidak normal dan
gonad tidak teraba

Gambar 1. Pasien dengan Ambiguous Genitalia

Penamaan dan Klasifikasi


Dewasa ini, The Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society (LWPES)
danThe European Society for Paediatric Endocrinology (ESPE) telah
mengumumkan usulan perubahan nama dan definisi berdasarkan gangguan
(3)
perkembangan kromosam, gonad, atau fenotip yang bersifat atipik.
Istilah  Disorders of Sexual Development  (DSD) pun diusulkan
untuk merujuk kondisi kongenital tersebut.(4)
Tabel 1. Istilah yang digunakan sebelumnya dan penamaan hasil revisi dari
 Disorders of Sexual Development (DSD)(3)

Terminologi lama Terminologi baru

Female pseudohermaphrodite 46,XX DSD

Male pseudohermaphrodite 46,XY DSD


True hermaphrodite Ovotesticular DSD

XX male 46,XX testicular DSD


1
XY sex reversal 46,XY complete gonadal dysgenesis
II. INSIDEN
Ambigus genitalia merupakan ketidaksesuaian karakteristik yang
menentukan jenis kelamin seseorang, secara umum tingkat kejadiannya
untuk mendapatkan penyakit ini adalah 1: 2000.(8. Data mengenai insidens dan
prevalensi penyakit ambiguous genitalia sangat terbatas.(2)
Meskipun tidak ada jumlah pasti prevalensi penyakit ambiguous genitalia,
(5)
pada akhir tahun 2006, di Jerman telah ditemukan 2 kasus dari 10.000 kelahiran.
Kasus DSD secara umum dapat dialami baik laki-laki, maupun perempuan
(3)
dan biasanya didiagnosis pada kelahiran bayi dengan ambiguous genitalia.

III. ETIOLOGI
Ketika genitalia eksternal tidak mempunyai penampakan anatomik yang
sesuai dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan secara normal, maka
dikenal sebagai ambiguous genitalia. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
berbagai DSD. Akan tetapi, tidak semua DSD berupa ambigus genitalia
eksternal, beberapa DSD memiliki genital ekterna yang normal (seperti Turner
sydrome [45,XO] dengan fenotip wanita, Klinefelter syndrome [47,XXY]
dengan fenotip pria).(2)

IV. PATOGENESIS
Untuk mengetahui patofisiologi ambiguous genitalia, harus memahami
diferensiasi seksual normal dan abnormal yang merupakan pengertian dasar
pada kelainan.
 Embriologi diferensiasi seksual
Penentuan fenotip seks dimulai dari seks genetik yang kemudian diikuti
oleh kaskade: kromosom seks menentukan seks gonad, akhirnya menentukan
fenotip seks. Tipe gonad menentukan diferensiasi/regresi duktus internal
(mulleri dan wolfili). Identitas gender tidak hanya ditentukan oleh fenotip
individu, tetapi
 juga oleh perkembangan otak prenatal dan postnatal.
 Diferensiasi gonad 
Dalam bulan kedua kehidupan fetus, gonad indeferen dipandu menjadi
testes oleh informasi genetik yang ada pada lengan pendek kromosom Y disebut
Testes Determining Factor  (TDF), merupakan rangkaian 35-kbp dalam subband
11.3, area ini disebut daerah penentu seks pada kromosom Y (SRY). Bilamana
daerah ini tidak ada atau berubah, maka gonad indeferen menjadi ovarium. Gen

2
lain yang penting dalam perkembangan testes antara lain DAX 1 pada
kromosom X, SF1 pada 9q33, WT1 pada 11p13, SOX9 pada 17q24-q25, dan
AMH pada 19q13.3.
 Diferensiasi duktus internal
Perkembangan duktus internal akibat efek parakrin gonad ipsilateral.
Penelitian klasik Jost pada tahun 1942 dengan kelinci menjelaskan dengan
sangat baik peran gonad dalam mengendalikan perkembangan duktus internal
dan fenotip genitalia eksterna. Bila ada jaringan testes, maka ada dua substansi
produk untuk perkembangan duktus internal laki-laki dan fenotip laki-laki,
yaitu testosteron dan substansi penghambat mulleri (MIS) atau hormon anti-
mulleri (AMH).
Testosteron diproduksi sel Leydig testes, merangsang duktus wolfii
menjadi epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis. Struktur wolfii
terletak paling dekat dengan sumber testosteron, duktus wolfii tidak berkembang
seperti yang diharapkan bila testes atau gonad disgenetik sehingga tidak
memproduksi testosteron. Kadar testosteron lokal yang tinggi penting untuk
diferensiasi duktus wolfii namun pada fetus perempuan androgen ibu saja
yang tinggi tidak menyebabkan diferensiasi duktus internal alki-laki, hal ini jug
atidak terjadi pada bayi perempuan dengan Congenital Adrenal Hyperplasia
(CAH).
MIS diproduksi oleh sel Sertoli testes, penting untuk perkembangan
duktus internal laki-laki normal, merupakan suatu protein dengan berat molekul
15.000, yang disekresi mulai minggu ke delapan. Peran utamanya adalah represi
perkembangan pasif duktus mulleri (tuba falopii, uterus, vagina atas).
Testosteron dan estrogen tidak mempengaruhi peran MIS
 Diferensiasi genitalia eksterna
Genitalia eksterna kedua jenis kelamin masih identik sampai 7 minggu
pertama masa gestasi. Tanpa hormon androgen (testosteron dan
dihidrotestosteron-DHT), genitalia eksterna secara fenotip perempun. Bila ada
gonad laki-laki, diferensiasi terjadi secara aktif setelah minggu ke-8 menjadi
fenotip laki-laki. Diferensiasi ini dipengaruhi oleh testosteron, yang berubah
menjadi DHT karena pengaruh enzim 5-alfa reduktase dalam sitoplasma sel

genitalia eksterna dan sinus urogenital. DHT berikatan dengan reseptor


androgen dalam sitoplasma kemudian ditranspor ke nukleus, menyebabkan
translasi dan transkripsi material genetik, akhirnya menyebabkan perkembangan
genitalia eksterna laki-laki normal, bagian primordial membentuk scrotum , dari
pembengkakan genital membentuk batang penis, dari lipatan tuberkel
membentuk glans penis, dari sinus urogenitalis menjadi prostat. Maskulinisasi tidak
sempurna bila testosteron gagal berubah menjadi DHT atau DHT gagal bekerja
dalam sitoplasma atau nukleus sel genitalia eksterna dan sinus urogenital. Kadar
testosteron tetap tinggi sampai minggu ke-14. Setelah minggu ke-14, kadar
testosteron fetus menetap pada kadar yang lebih rendah dan dipertahankan oleh
stimulasi human chorionic gonadotrophin (hCG) maternal daripada oleh LH.
Kemudian pada fase gestasi selanjutnya testosteron bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan falus yang responsif terhadap testosteron dan DHT.

Bagan 1. Ilustrasi perkembangan sistem reproduksi normal pada manusia.


 MIS=Mullerian Inhibiting Substance, TDF=Testes Determining Factor(2)

V. GAMBARAN KLINIS
Gejala dari kelamin ganda (ambigous genitalia), pada bayi yang secara
genetika seorang perempuan (kedua chromosome XX), maka:
1. Terlihat clitoris yang membesar yang sering dikira sebagai penis
2. Bibir bawah yang tertutup atau seperti lipatan hingga dikira sebagai
scrotum
3. Benjolan dibawah kelamin yang dikira sebagai testis.
Pada bayi yang secara genetis adalah laki laki, maka gejalanya adalah:
1. Saluran kencing tidak sampai ke depan penis (berhenti dan keluar
ditengah atau dipangkal penis)
2. Penis sangat kecil dengan lubang saluran kencing dekat dari scrotum
3. Testis tidak ada atau hanya ada satu buah.

Gambar 2. Ambiguous genitalia, diantaranya adalah true hermaphrodite (A)


dan congenital virilizing adrenal hyperplasia (B-E)

VI. DIAGNOSIS
Untuk menentukan penyebab terjadinya interseksualitas atau ambiguos
genitalia tidak mudah, diperlukan kerja sama interdisipliner/intradisipliner,
tersedianya sarana diagnostik dan sarana perawatan. Pada pemeriksaan medis
perlu perhatian khusus kepada hal-hal tertentu. (1)
Anamnesis(1)
Pada ananmnesis perlu diperhatikan mengenai:
1. Riwayat kehamilan; adakah pemakian obat-obatan seperti homonal
atau alkohol, terutama pada trimester I kehamilan.
2. Riwayat keluarga; adakah anggota keluarga dengan kelainan jenis
kelamin.

3. Riwayat kematian neonatal dini


4. Riwayat infertilitas dan polikistik ovarii pada saudara sekandung
orangtua penderita.
5. Perhatikan penampilan ibu; akne, hirsustisme, suara kelaki-lakian.
Pemeriksaan Fisik (1)
1. Khusus terhadap genitalia eksterna/status lokalis: tentukan apakah
testes teraba keduanya, atau hanya satu, atau tidak teraba. Bila
teraba di mana lokasinya, apakah di kantong skrotum, di inguinal
atau di labia mayora. Tentukan apakah klitoromegali atau
mikropenis, hipospadia atau muara uretra luar. Bagaimana bentuk
vulva dan adakah hiperpigmentasi.
2. Tentukan apakah ada anomali kongenital yang lain.
3. Tentukan adakah tanda-tanda renjatan.
4. Bagia anak-anak periksalah status pubertas, tentukan apakah ada
gagal tumbuh atau tidak.
Pemeriksaan Penunjang(1)
1. Laboratorium
a. Analisis kromosom
b. Pemeriksaan hormonal disesuaikan dengan keperluannya seperti
testosteron, uji HCG, 17-OH progesteron.
c. Pemeriksaan elektrolit seperti natrium dan kalium.
2. Pencitraan
a. USG pelvis; untuk memeriksa keadaan genital interna
b. Genitografi; untuk menetukan apakah saluran genital interna
perempuan ada atau tidak. Jika ada, lengkap atau tidak.
Jadi pencitraan ini ditujukan terutama untuk menentukan ada/tidaknya
organ yang berasal dari saluran Muller.

VII. PENATALAKSANAAN
a. Pengobatan endokrin(6)
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah
mendorong perkembangan maskulisasi dan menekan berkembangnya
tanda- tanda seks feminisasi (membesarkan ukuran penis,
menyempurnakan distribusi rambut dan massa tubuh) dengan
memberikan testosteron.
Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan pengobatan adalah
mendorong secara simultan perkembangan karakteristik seksual ke arah
feminin dan menekan perkembangan maskulin (perkembangan payudara
dan menstruasi yang dapat timbul pada beberapa individu setelah
pengobatan estrogen).
Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam.
Glukokortikoid dapat membantu pasien mempertahankan reaksi bila
terjadi stres fisik dan menekan perkembangan maskulinisasi pada
pasien perempuan.
Pengobatan dengan hormon seks biasanya mulai diberikan pada saat
pubertas dan glukokortikoid dapat diberikan lebih awal bila dibutuhkan,
biasanya dimulai pada saat diagnosis ditegakkan. Bilamana pasien
diberikan hormon seks laki-laki, hormon seks perempuan atau
glukokortikoid, maka pengobatan harus dilanjutkan selama hidup.
Misalnya, hormon seks laki- laki dibutuhkan pada saat dewasa untuk
mempertahankan karakteristik maskulin, hormon seks perempuan untuk
mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler, dan
glukokortikoid untuk mencegah hipoglikemia, dan penyakit-penyakit yang
menyebabkan stres.
b. Pengobatan pembedahan(6)
Tujuan pembedahan rekonstruksi pada genitalia perempuan adalah agar
mempunyai genitalia eksterna feminin, sedapat mungkin seperti normal
dan mengkoreksi agar fungsi seksualnya normal. Tahap pertama adalah
mengurangi ukuran klitoris yang membesar dengan tetap
mempertahankan persarafan pada klitoris dan menempatkannya tidak
terlihat seperti posisi

pada wanita normal. Tahap kedua menempatkan vagina keluar agar berada
di luar badan di daerah bawah klitoris.
Tahap pertama biasanya dilakukan pada awal kehidupan. Sedangkan
tahap kedua mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan pada saat pasien
siap memulai kehidupan seksual.
Pada laki-laki, tujuan pembedahan rekonstruksi adalah meluruskan
penis dan merubah letak urethra yang tidak berada di tempat normal ke
ujung penis. Hal ini dapat dilakukan dalam satu tahapan saja. Namun
demikian, pada banyak kasus, hal ini harus dilakukan lebih dari satu
tahapan, khususnya bilamana jumlah jaringan kulit yang digunakan
terbatas, lekukan pada penis terlalu berat dan semua keadaan-keadaan
tersebut bersamaan sehingga mempersulit teknik operasi.
Bilamana pengasuhan seks sudah jelas ke arah laki-laki, maka dapat
dilakukan operasi rekonstruksi antara usia 6 bulan sampai 11,5 tahun.
Secara umum, sebaiknya operasi sudah selesai sebelum anak berusia dua
dua tahun , jangan sampai ditunda sampai usia pubertas.
Bilamana pengasuhan seks sudah jelas ke arah perempuan, bilamana
pembukaan vagina mudah dilakukan dan klitoris tidak terlalu besar, maka
rekonstruksi vagina dapat dilakukan pada awal kehidupan tanpa koreksi
klitoris. Bilamana maskulinisasi membuat klitoris sangat besar dan vagina
tertutup (atau lokasi vagina sangat tinggi dan sangat posterior), maka
dianjurkan untuk menunda rekonstruksi vagina sampai usia remaja.
Namun hal ini masih merupakan perdebatan, beberapa ahli menganjurkan
agar rekonstruksi dilakukan seawal mungkin atau setidaknya sebelum
usia dua tahun, namun ahli yang lain menganjurkan ditunda sampai usia
pubertas agar kadar estrogennya tinggi sehingga vagina dapat ditarik ke
bawah lebih mudah.
c. Pengobatan psikologis(6)
Sebaiknya, semua pasien interseks dan anggota keluarganya harus
dipertimbangkan untuk diberikan konseling. Konseling dapat dibnerikan
oleh ahli endokrin anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama (ustadz,
pastur

atau pendeta), konselor genetik atau orang lain dimana anggota keluarga
lebih dapat berbicara terbuka. Yang sangat penting adalah bahwa yang
memberikan konseling harus sangat familier dengan hal-hal yang
berhubungan dengan diagnosis dan pengelolaan interseks. Sebagai
tambahan, sangat membantu bilamana konselor mempunyai latar
belakang terapi seks atau konseling seks.
Topik yang harus diberikan selama konseling adalah pengetahuan
tentang keadaan anak dan pengobatannya, infertilitas, orientasi seks,
fungsi seksual dan konseling genetik. Bilamana pada suatu saat di
sepanjang hidupnya, pasien dan orangtuanya mempunyai masalah dengan
topik tersebut, maka dianjurkan untuk berkonsultasi. 

Anda mungkin juga menyukai