Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN DST

RESTORASI RESIN KOMPOSIT KAVITAS KLAS IV PADA GIGI 11

Oleh :
Atika Rahmayeni
2041412023

Pembimbing :
DR. drg. Deli mona, Sp.KG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
BAB I

LITERATURE REVIEW

1.1 Karies
Kata “caries” diperoleh dari bahasa latin yang artinya sebuah pembusukan. Karies gigi
merupakan penyakit infeksi mikrobiologik yang mengakibatkan destruksi atau kerusakan lokal
pada jaringan keras gigi dan ditandai dengan proses demineralisasi yang lebih besar daripada
proses remineralisasi. Demineralisasi adalah proses kimia berupa peluruhan mineral gigi
(hydroxyapatite) sebagai akibat hasil fermentasi karbohidrat berupa asam oleh bakteri penyebab
karies. Kandungan mineral yang sedikit akan melemahkan struktur gigi sehingga rentan mengalami
kerusakan dan membentuk kavitas.

1.2 Klasifikasi Karies


a. Klasifikasi karies menurut GV Black :
Klas I : Karies/kavitas dibagian oklusal gigi posterior atau lingual gig anterior

Klas II : Karies/kavitas pada proksimal gigi posterior

Klas III : Karies/kavitas pada proksimal gigi anterior dan tidak meluas ke bagian insisal
edge.
Klas IV : Karies/kavitas pada proksimal gigi anterior dan meluas ke insisal edge.

Klas V : Karies/kavitas pada 1/3 servikal bagian fasial atau lingual gigi anterior

Klas VI : Kavitas pada ujung cusp gigi posterior atau ujung insisal edge.

b. Klasifikasi karies karies menurut G.J Mount


Lokasi (site)
 Site 1 : Karies terdapat pada bagian oklusal (pit, fissure, permukaan halus, groove).
 Site 2 : Karies terdapat pada bagian proksimal gigi.
 Site 3 : Karies terdapat pada bagian servikal hingga mengenai akar.
Ukuran (size)
 Size 0 : Lesi awal (white spot), belum ada karies
 Size 1 : Karies minimal baru mengenai lapisan email atau bagian pit
 Size 2 : Karies sedang mengenai lapisan email dan dentin tapi belum meluas hingga
ke cusp insisal edge,jaringan yang tersisa masih cukup kuat untuk menahan beban
kunyah, masih cukup kuat untuk menyokong restorasi, dapat beroklusi dengan
normal.
 Size 3 : Karies meluas hingga mengenai cusp / insisal edge, sudah menghilangkan 1
bagian cusp, jaringan gigi yang tersisa lemah untuk menahan beban kunyah, kurang
kuat untuk menyokong restorasi, dan tidak beroklusi dengan normal.
 Size 4 : Karies meluas sangat besar, telah terjadi kehilangan lebih dari 1 cusp, karies
hampir mengenai pulpa atau sudah mengenai pulpa.
c. menurut ICD
c. International Caries Detection and Assestment System (ICDAS) mengklasifikasikan karies
sebagai berikut :
D0 : Tidak terdapat karies atau gigi masih sehat

D1 : Pada lapisan email terjadi perubahan, dapat terlihat jika gigi dikeringkan
D2 : Pada lapisan email terjadi perubahan, dapat terlihat jelas walau kondisi gigi dalam
keadaan basah

D3 : Terjadi kerusakan email, tanpa melihat dentin (karies email)

D4 : Terlihat bayangan dentin pada kavitas, tetapi karies tersebut belum mencapai
dentin, baru sampai dentino-enamel junction.

D5 : Karies sudah mencapai lapisan dentin (karies dentin)

D6 : Karies mengenai pulpa


d. Berdasarkan kedalaman karies
Karies Superfasialis : karies baru sampai email

Karies Media : karies sudah sampai dentin

Karies Profunda : karies mencapai pulpa

1.3 Preparasi Kavitas


Preparasi kavitas adalah semua pekerjaan yang dilakukan untuk menghilangkan jaringan
gigi yang rusak disebabkan karena karies dengan tujuan untuk dibuat suatu tumpatan supaya di
dapatkan kembali bentuk anatominya, kekuatannya, dan untuk mencegah terjadi karies gigi.
1.4 Prinsip – Prinsip Preparasi Kavitas
1. Outline form : Pola untuk menentukan bentuk luar dari suatu preparasi kavitas. Membuang
semua jaringan karies dan jaringan email yang tidak di dukung dentin.
2. Resistance form : Membuat bentuk resistensi, bertujuan untuk membentuk preparasi
kavitas sedemikian rupa sehingga gigi dan tumpatan cukup kuat menerima tekanan serta
menahan daya kunyah.
3. Retention form : bertujuan membentuk kavitas sedemikian rupa sehingga tumpatan
tersebut memperoleh pegangan yang kuat dan tidak mudsh bergeser terhadap daya kunyah.
Tumpatan tidak lepas ketingga gigi berfungsi.
4. Convenience form : upaya membentuk cavitas sedemikian rupa sehingga memudahlan
untuk bekerja dengan alat-alat, baik dalam hal preparasi maulun memasukkan bahan
tumpatan ke dalam kavitas.
5. Removal of Caries : Membuang jaringan karies atau yang diduga akan karies digunakan
ekskavator atau bur bulat kecepatan rendah.
6. Finishing of enamel wall : Membuat dinding kavitas yang halus dan rata dengan tujuan
mendapatkan kontak marginal yang baik.
7. Toilet of Cavity : Membersihkan kavitas dari debris, cairan darah, saliva dll yang akan
meningkatkan adaptasi bahan restorasi.

1.4 Klasifikasi bevel menurut daerah yang terlibat


1. Ultrashort / partial bevel :
- Bevel kurang dari 2/3 ketebalan email
- Digunakan untuk merapikan email dari batas preparasi
- tidak digunakan pada restorasi rigid kecuali untuk memangkas jaringan email dari batas
margin
2. Short bevel :
- Bevel pada seluruh dinding email, tetapi tidak melibatkan dentin
3. Long bevel :
- Meliputi seluruh dinding email dan setengah atau kurang dari ketebalan dentin (DEJ)
- Melindungi resistance dan retention form
- digunakan pada preparasi resin komposit terutama karena memberikan fracture toughness
yang baik, selain itu lebih estetik karena memberikan gradasi warna yang baik antara
tambalan dan gigi.
4. Full bevel :
- Melibatkan seluruh dinding email dan dentin
- Menghilangkan internal resistance
- Biasanya digunakan pada preparasi inlei
5. Counter bevel :
- digunakan saat ada penutupan cusp (pembuatan crown) untuk melindungi dan mendukung
cusp
- bevel yang condong ke arah gingiva yang dibuat berlawanan dengan dinding aksial dari
perparasi (pada permukaan fasial atau lingual dari gigi)
6. Hollow ground bevel (Concave) :
- bukan merupakan bevel dalam arti sebenarnya, dan sangat jarang digunakan
- dahulu digunakan pada teknik penambalan resin komposit pada gigi anterior karena
fungsinya untuk memberikan massa material yang cukup untuk menerima beban kunyah yang
diterima tambalan
7. Reverse / inverted bevel :
- berbentuk inverted atau terbalik dengan bagian tajam menghadap gingiva / mengarah ke
akar gigi.
- pada gigi posterior biasanya digunakan pada preparasi MOD untuk restorasi logam tuang,
untuk mencegah bergeraknya restorasi tuang dan meningkatkan resistensi dan retensi.

Gambar 1.1 Jenis – Jenis Bevel


Ada 2 jenis bevel yang baru diperkenalkan oleh Fahl(6) yaitu infinity bevel (Gambar 3) dan
starburst bevel (Gambar 4). Preparasi infinity bevel dimulai 0,5 mm ke dalam dentin dan dilakukan
2 – 2,5 mm melewati garis fraktur. Sedangkan starburst bevel adalah bevel yang berbeda panjang,
kedalaman, dan volumenya pada setiap bevel, bentuknya mirip dengan sinar dari bintang.

Gambar 3: Infinity bevel

Gambar 4 : Starburst bevel

Resin Komposit
Dalam ilmu kedokteran gigi istilah resin komposit secara umum mengacu pada penambahan
polimer yang digunakan untuk memperbaiki enamel dan dentin. Resin komposit digunakan untuk
mengganti struktur gigi dan memodifikasi bentuk dan warna gigi sehingga akhirnya dapat
mengembalikan fungsinya. Resin komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin matriks,
partikel bahan pengisi, dan bahan coupling.
Indikasi Resin Komposi
 Untuk restorasi kelas ringan sampai sedang klas I dan klas II dari semua gigi.
 Restorasi klas III, IV dan V gigi terutama untuk kepentingan estetika.
 Restorasi gigi klas VI, tidak terdapat tekanan oklusal yg tinggi
 Untuk memperbaiki erosi atau abrasi di area serviks dari semua permukaan gigi premolar,
caninus, dan gigi insisivus dimana estetika menjadi perhatian utama.
 Sebagai core yang dibuat untuk gigi yang rusak parah dan gigi yang dirawat secara endodontik.
 Untuk sementasi restorasi indirect seperti inlay, onlay dan crown.
 Sebagai pit and fissure sealant
 Untuk splintig pada gigi yang mobility gigi
 Untuk memperbaiki ceramic crown yang retak
 Untuk bonding alat ortodontik.

Kontra Indikasi Resin Komposit


 Ketika isolasi daerah kerja sulit dilakukan.
 Terdapat tekanan oklusal yang didapat sangat tinggi.
 Kavitas klas V di mana estetika bukanlah yang utama.
 Kavitas yang meluas ke permukaan akar.
 Kavitas kecil di permukaan distal gigi caninus
 Ketika restorasi metal merupakan pilihan perawatan
 Pasien dengan kerentanan karies tinggi.
 Saat preparasi meluas ke subgingiva.
 Pasien dengan OH buruk

Desain Kavitas

Faktor lain penyebab kegagalan restorasi Kelas II resin komposit adalah kurangnya
pemahaman dan keterampilan operator atau dokter gigi dalam membuat suatu desain
kavitas yang tepat, khususnya pada daerah gingival floor. Beberapa peneliti telah
menggunakan bermacam-macam desain kavitas Kelas II, mulai dari variasi desain kavitas
preparasi Kelas II amalgam yang meluas melalui groove oklusal seperti yang digambarkan
oleh GV Black, desain kavitas berbentuk slot (hanya box proksimal), sampai ke desain
kavitas dengan preparasi minimal berbentuk saucer.

2.1.1 Desain Kavitas Menurut Ben-Amar dkk. (1987)


Ben-Amar dkk. (1987) menjelaskan prinsip-prinsip desain kavitas restorasi
Kelas II resin komposit yang harus berbeda dengan desain kavitas restorasi amalgam
dalam hal sebagai berikut :
1. Bentuk oklusal harus lebih sempit dan kedalaman kavitas harus lebih dangkal
(Gambar 2.16)
2. Perluasan proksimal (fasial dan lingual) harus ditempatkan pada daerah yang
dapat dilihat, diperiksa, dan di-polish
3. Garis sudut internal harus dibulatkan dan groove retensi ditempatkan pada
garis sudut proksimal (aksiofasial dan aksiolingual) dan dinding gingival
(Gambar 2.17)

4. Bevel direkomendasikan untuk margin proksimal, tetapi tidak untuk margin


oklusal (Gambar 2.18)

A B

Gambar 2.16 Bentuk oklusal pada preparasi kavitas Kelas II gigi molar mandibula.
A. Desain kavitas untuk restorasi amalgam; B. Desain kavitas untuk
resin komposit (Ben-Amar dkk.,1987)
Gambar 2.17 Dinding gingival preparasi kavitas Kelas II resin komposit.
Groove retensi ditempatkan pada dentin dan tepi email
di-bevel (Ben-Amar dkk.,1987)

Gambar 2.18 Pandangan proksimal preparasi Kelas II resin komposit (Ben-Amar dkk.,1987)

2.1.2 Desain Kavitas Menurut Summitt dkk. (1994)


Summitt dkk. (1994) dalam penelitiannya membuat empat macam desain
kavitas Kelas II resin komposit untuk mengevaluasi beban yang diaplikasikan pada
marginal ridge masing-masing desain kavitas (Gambar 2.19), antara lain :
1. Desain kavitas mesio-oklusal dengan perluasan melalui groove oklusal
sampai fossa sentral
2. Desain kavitas slot mesio-oklusal (sedikit meluas ke dinding bukal dan
lingual, tegak lurus dengan permukaan gigi bagian luar) dan dengan
groove retensi pada gingival floor, garis sudut aksiobukal dan
aksiolingual.
3. Desain kavitas slot mesio-oklusal seperti No. 2, tetapi tanpa groove retensi
4. Desain kavitas slot-mesio-oklusal tanpa membuang email bagian bukal
dan lingual dan tanpa groove retensi
Gambar 2.19 Desain kavitas Kelas II resin komposit : a. Perluasan melalui groove oklusal,
b. Slot dengan groove retensi, c. Slot tanpa groove retensi,
d. Slot tanpa membuang email pada daerah proksimal dan tanpa groove retensi (Summitt dkk., 1994)

Hasilnya, rata-rata kegagalan yang terjadi pada kavitas kelompok 1 dan 2


tidak mempunyai perbedaan yang bermakna, dan lebih resisten terhadap terjadinya
kegagalan jika dibandingkan dengan desain kavitas kelompok 3 dan 4. Sementara
rata-rata kegagalan restorasi antara desain kavitas pada kelompok 3 dan 4 tidak
bermakna. Kegagalan restorasi pada marginal ridge dalam restorasi Kelas II resin
komposit yang diperluas melalui groove oklusal sampai ke fossa sentral tidak
bermakna lebih besar daripada rata-rata kegagalan yang terjadi pada restorasi bentuk
slot proksimal dengan groove retensi, namun restorasi bentuk slot dengan groove
retensi lebih resisten terhadap terjadinya kegagalan restorasi daripada bentuk slot
proksimal tanpa groove retensi (Summitt dkk., 1994).
Pada kavitas yang diperluas melalui groove oklusal sampai ke fossa sentral,
kegagalan restorasi terjadi berupa fraktur bahan resin komposit pada daerah isthmus,
yang disebabkan aksi pengunyahan dan pengaruh panas yang terutama ditujukan pada
permukaan oklusal restorasi, sehingga pemakaian resin komposit merupakan
kontraindikasi terhadap preparasi rutin pada kavitas yang diperluas melalui groove
oklusal. Dengan kata lain, restorasi Kelas II resin komposit lebih berhasil pada gigi
posterior yang lesi kariesnya terletak pada daerah aproksimal dan tidak meluas
sampai ke groove oklusal. Sedangkan pada restorasi bentuk slot, kegagalan restorasi
terjadi oleh karena terjadi fraktur pada struktur gigi dan displacement dari restorasi
(Summitt dkk., 1994).

2.1.3 Desain Kavitas Menurut Nordbo dkk. (1993)


Nordbo dkk. (1993) meneliti gigi-gigi premolar dan molar satu dengan lesi
karies Kelas II yang kecil, yang dipreparasi menurut prinsip-prinsip preparasi
minimal, yakni hanya membuang jaringan karies yang terlibat karies. Karies yang
mengenai dentin juga dibuang. Bevel 1 mm dibuat pada tepi email, dan tubulus
dentin yang terbuka dilapisi dengan kalsium hidroksida (Gambar 2.20).
Gambar 2.20 Outline form kavitas saucer. Daerah titik menandakan email
yang dipreparasi (Nordbo dkk., 1993)

Setelah preparasi selesai, dilakukan etsa pada permukaan email dan aplikasi
bahan bonding, kemudian ditumpat dengan bahan resin komposit (Gambar 2.21).
Teknik penempatan bahan dilakukan secara incremental dengan ketebalan 1-2 mm
dan setiap increment dipolimerisasi melalui penyinaran (Nordbo dkk., 1993).

Gambar 2.21 Convenience form kavitas saucer (Nordbo dkk., 1993)

Setelah tiga tahun pemeriksaan, 82% restorasi masih mempunyai kondisi yang
baik, dan sisanya 18% mengalami kegagalan oleh karena beberapa hal seperti terjadi
karies rekuren terutama pada tepi gingival bagian proksimal, kerusakan pada
marginal ridge, hilangnya kontak proksimal, dan adaptasi marginal yang tidak baik
(Nordbo dkk., 1993).
Modifikasi perluasan bevel di gingival floor dengan teknik penempatan secara
incremental dapat mengurangi terjadinya kebocoran mikro pada daerah ini (Gambar
2.22) (Nordbo dkk., 1993).

Gambar 2.22 Teknik penempatan secara incremental untuk mengisi kavitas saucer (Nordbo
dkk., 1993)

Di samping melindungi struktur gigi yang sehat, outline yang konservatif


pada kavitas bentuk saucer ini juga dapat mencegah migrasi gigi ke mesial yang
berasal dari pemakaian bahan restorasi di bagian aproksimal, karena hanya
membuang daerah kontak yang sedikit pada permukaan buko-oklusal. Bila
dibandingkan dengan preparasi konvensional Kelas II, preparasi bentuk saucer ini
juga dapat mengurangi pembuangan dentin dan resiko terkenanya gigi tetangga pada
saat melakukan preparasi kavitas (Nordbo dkk., 1993).
Preparasi kavitas bentuk saucer telah dapat mengatasi kekurangan-
kekurangan yang terdapat pada kavitas Kelas II tradisional yang ditumpat dengan
bahan resin komposit, seperti hilangnya jaringan sehat yang banyak, kontak oklusal
gigi antagonis yang besar, dan tepi email gingival yang kurang baik (Nordbo dkk.,
1993). Keefektifan kavitas bentuk saucer ini telah diteliti kembali oleh Nordbo dkk.
pada tahun 1998 dengan prosedur restorasi yang sama terhadap 59 kavitas dan
berhasil hingga 30% sampai 10 tahun. Keberhasilan ini mungkin disebabkan karena
pengalaman operator yang semakin meningkat dalam melakukan preparasi kavitas
dan prosedur restorasi (Nordbo dkk., 1998).

2.2 Sistem Matriks


Gigi-geligi manusia didesain sedemikian rupa sehingga gigi secara individu
mendukung dirinya sendiri serta secara kolektif mendukung sistem stomatognatik.
Setiap gigi tertanam dalam soket tulang alveolar dengan serat-serat periodontal yang
halus. Serat-serat ini berfungsi sebagai bantalan. Kontak antara gigi yang tidak baik
akan menambah beban pada membran periodontal dan tulang alveolar, yang
mungkin tidak mampu diatasinya (Sikri, 2008).
Kegagalan untuk mempertahankan hubungan ini tidak hanya akan
menyebabkan kegagalan prematur restorasi, tetapi juga masalah periodontal serta
permulaan karies di sekitar struktur gigi yang berdekatan. Pemahaman yang baik
tentang hubungan interproksimal ini akan membantu klinisi untuk mempertahankan
struktur gigi dengan baik. Untuk mencapai kontak yang ideal, seorang klinisi harus
memiliki pengetahuan yang memadai tentang bentuk gigi yang ideal. Kondisi yang
ideal ini sering dirusak oleh tegangan, pengausan, iritan lokal, bentuk gigi yang tidak
baik, dan prosedur dental yang tidak sempurna. Fungsi kontak proksimal yang paling
penting adalah perlindungan terhadap papila interdental (Sikri, 2008).
Suatu sistem matriks terdiri dari 3 komponen, yaitu : matriks, matrix retainer,
dan wedge. Matriks merupakan suatu alat yang digunakan untuk membentuk kontur
restorasi untuk menyerupai kontur struktur gigi yang digantikannya. Matriks harus
membentuk kontur restorasi yang akan dilakukan secara tiga dimensi dengan tepat
(termasuk daerah kontak). Matriks tidak hanya harus immobile ketika bahan restorasi
setting, tetapi matriks juga harus tidak bereaksi dengan bahan restorasi. Matriks juga
harus mudah dilepaskan setelah pengerasan bahan restorasi tanpa mengorbankan
kontak proksimal yang telah dibuat dan kontur bahan restorasi (Sikri, 2008).
Matrix retainer merupakan alat yang digunakan untuk mempertahankan
matrix band pada posisinya. Beberapa matriks tidak membutuhkan alat mekanis
khusus untuk mempertahankan posisinya. Beberapa matriks mungkin membutuhkan
retainer sederhana seperti benang sutra dan dental floss. Beberapa matriks
membutuhkan retainer mekanis khusus. Beberapa matrix retainer yang umum
digunakan adalah Ivory No. 1 dan 8, Siqveland, dan Tofflemire (Gambar 2.23 dan
2.24) (Sikri, 2008).

Gambar 2.23 Matrix retainer (a) Ivory No. 8, (b) Ivory No. 1 (c) Tofflemire (Sikri, 2008)

Gambar 2.24 Matrix retainer Siqveland (Sikri, 2008)

Wedge merupakan komponen ketiga sistem matriks. Akan tetapi, dengan


melihat sejumlah gambaran radiografis tambalan amalgam proksimal, overhanging
dilaporkan hingga 50 persen dari semua restorasi. Tekanan kondensasi yang
diperlukan untuk adaptasi gingiva yang tepat dari bahan restorasi menyebabkan
bahan restorasi yang berlebih jika wedge tidak digunakan (Sikri, 2008).
Secara umum, sebuah wedge harus berpenampang melintang segitiga atau
trapesium. Lebar bagian dasar harus sedikit lebih besar daripada ruang antara gigi
yang akan direstorasi dengan gigi tetangga untuk memisahkan gigi. Akan tetapi,
wedge tidak boleh terlalu tebal ke arah oklusal karena hal ini dapat mempengaruhi
kontur proksimal. Jika wedge tidak cukup tinggi, hanya titik kontak antara wedge dan
matriks yang tercapai. Hal ini dapat menyebabkan kontur yang buruk atau pergeseran
wedge selama kondensasi. Kehilangan titik kontak dapat terjadi jika tinggi
penampang melintang wedge terlalu besar (Sikri, 2008).
Pada restorasi kelas II resin komposit khususnya, kontak terbuka dapat
menyebabkan impaksi makanan pada daerah interproksimal sehingga terjadi
inflamasi dan penyakit periodontal (Padbury dkk., 2003) dan juga karies rekuren
(Ash, 2003). Tercapainya kontak interproksimal yang tepat dan kontur yang cembung
membutuhkan matriks yang dikontur dengan baik, yang distabilisasi dan diadaptasi
pada gingiva dengan wedge yang ditempatkan dengan baik (Varlan dkk., 2008).
Penggunaan sistem matriks sirkumferensial seperti matriks dan retainer logam
Tofflemire yang tidak dikontur dan apabila dikonturpun, hanya distabilisasi pada
gingiva dengan wedge dan tanpa separasi gigi, akan sering menghasilkan kontak
terbuka atau ringan (Wirshing dkk., 2008). Oleh sebab itu, saat ini telah
dikembangkan kombinasi sistem matriks seksional dengan cincin separasi yang dapat
menghasilkan kontak interproksimal yang lebih baik (Loomans dkk., 2006; Saber
dkk., 2010) dan tepi marginal yang lebih kuat (Loomans dkk., 2008). Salah satu
contoh sistem matriks seksional dengan cincin separasi adalah V3 Ring (Triodent).
Sistem matriks ini tersedia dalam 2 ukuran, universal dan narrow (Gambar 2.25)
(Boksman, 2010).
Gambar 2.25 Cincin separasi V3 Ring (Boksman, 2010)

Cincin separasi yang berukuran lebih kecil ini memungkinkan tekanan yang
konstan bahkan apabila ruang embrasur antara kedua gigi lebih sempit seperti apabila
cincin tersebut ditempatkan di antara gigi-gigi premolar. Cincin ini dibuat dari nikel
titanium yang mempunyai memori elastis yang tinggi. Tine plastik berbentuk V
memungkinkan cincin separasi mudah ditempatkan di atas wedge. Lekukan pada
bagian dalam cincin separasi membuat cincin lebih stabil ketika dipegang dengan
forcep. Forcep mempunyai lekukan di bagian dalam untuk memungkinkan re-
tensioning dari cincin separasi. Matrix band tidak hanya didesain dengan kontur
membulat, tetapi juga dengan kontur ridge marginal, yang apabila ditempatkan pada
tinggi interproksimal yang tepat, akan membentuk embrasur oklusal sehingga mudah
di-finishing. Matrix band mempunyai lubang yang memungkinkannya mudah
ditempatkan dengan pin tweezer, dan juga terdapat lubang di bagian lateral untuk
memudahkan pengeluaran matrix band setelah restorasi (Gambar 2.26) (Boksman,
2010).
Gambar 2.26 Matrix band V3 Ring (Boksman, 2010)

Wedge yang digunakan (Wave-Wedge) mempunyai bentuk


yang unik yang memungkinkan wedge tetap berada di daerah
interproksimal untuk beradaptasi dengan matrix band dan
melindungi jaringan dan rubber dam tanpa memberikan gaya
separasi (Gambar 2.27) (Boksman, 2010).

Gambar 2.27 Wave-Wedge (Boksman, 2010)

BAB II
KASUS

2.1 Foto kasus


a b c

d e

Gambar: Permukaan Labial (a), Palatal (b), Distal (c), Insisal (d), Mesial (e)

1.2 Alat dan Bahan Restorasi


Alat Bahan
Diagnostik set Cotton pellet
Highspeed handpiece + remover Cotton roll
Low speed handpiece + 4-hole Resin komposit
connector anterior
Bur diamond ( silindris dan fissure) Etsa 37%
Bur metal bulat Bonding
Plastic Filling Instrumen Celluloid strip
Microbrush Finishing strips
Light cure
Shade guide
Enhanced bur

2. Prosedur Kerja
1) Preparasi kavitas sesuai prinsip preparasi
 Buang semua karies dan email yang tidak didukung dentin dengan bur
metal bulat dan ratakan/haluskan permukaan yang tajam dengan bur
diamond silindris.
 Haluskan permukaan yang telah dipreparasi dengan bur diamond silindris
 Buat hollow ground bevel pada cavosurface margin email di labial
dengan menggunakan fissure dan short bevel di palatal dengan
menggunakan bur diamond silindris untuk perluasan perlekatan etsa dan
bonding atau untuk menambah permukaan retensi.
 Cek hasil preparasi menggunakan sonde.
 Bersihkan kavitas dan keringkan dengan cotton pellet.
2) Tentukan warna gigi dengan shade guide.
3) Isolasi daerah kerja menggunakan cotton roll.
4) Letakkan celluloid strip pada interproksimal gigi.
5) Aplikasikan etsa menggunakan microbrush pada permukaan email selama 15
detik dan 10 detik di dentin.
6) Bilas permukaan gigi yang dietsa dengan air kemudian keringkan dengan
cotton pellet lembab.
7) Ganti celluloid strip yang basah, kemudian letakkan kembali di
interproksimal gigi.
8) Aplikasikan bonding pada gigi yang telah dietsa menggunakan microbrush
kemudian light cure selama 20 detik.
9) Aplikasikan resin komposit layer by layer ke dalam kavitas menggunakan
plastic filling isntrument kemudian light cure selama 20 detik. Bentuk bagian
palatal terlebih dahulu, lalu bagian proksimal, lepas celluloid strip. Kemudian
lanjutkan pada bagian labial. Lakukan penyinaran pada sisi labial dan palatal
dengan menggunakan light cure.
10) Lakukan polishing dan finishing dengan enhanced bur.
11) Lakukan pengecekan hasil restorasi, jika terdapat kelebihan restorasi, kurangi
menggunakan finishing strips.

3. Kontrol Restorasi
Kontrol restorasi dilakukan 1 minggu setelah perawatan. Yang diperhatikan
saat kontrol yaitu :
1. Keluhan Pasien
2. Kondisi tambalan dan adaptasinya. Apakah ada tambalan yang bocor,
perubahan warna, trauma oklusi.
3. Pemeriksaan objektif kembali meliputi tes perkusi, tes palpasi dan tes termal
4. Perhatikan jaringan lunak disekitarnya
5. Dental Health Education (DHE)

Anda mungkin juga menyukai