Oleh :
Atika Rahmayeni
2041412023
Pembimbing :
DR. drg. Deli mona, Sp.KG
LITERATURE REVIEW
1.1 Karies
Kata “caries” diperoleh dari bahasa latin yang artinya sebuah pembusukan. Karies gigi
merupakan penyakit infeksi mikrobiologik yang mengakibatkan destruksi atau kerusakan lokal
pada jaringan keras gigi dan ditandai dengan proses demineralisasi yang lebih besar daripada
proses remineralisasi. Demineralisasi adalah proses kimia berupa peluruhan mineral gigi
(hydroxyapatite) sebagai akibat hasil fermentasi karbohidrat berupa asam oleh bakteri penyebab
karies. Kandungan mineral yang sedikit akan melemahkan struktur gigi sehingga rentan mengalami
kerusakan dan membentuk kavitas.
Klas III : Karies/kavitas pada proksimal gigi anterior dan tidak meluas ke bagian insisal
edge.
Klas IV : Karies/kavitas pada proksimal gigi anterior dan meluas ke insisal edge.
Klas V : Karies/kavitas pada 1/3 servikal bagian fasial atau lingual gigi anterior
Klas VI : Kavitas pada ujung cusp gigi posterior atau ujung insisal edge.
D1 : Pada lapisan email terjadi perubahan, dapat terlihat jika gigi dikeringkan
D2 : Pada lapisan email terjadi perubahan, dapat terlihat jelas walau kondisi gigi dalam
keadaan basah
D4 : Terlihat bayangan dentin pada kavitas, tetapi karies tersebut belum mencapai
dentin, baru sampai dentino-enamel junction.
Resin Komposit
Dalam ilmu kedokteran gigi istilah resin komposit secara umum mengacu pada penambahan
polimer yang digunakan untuk memperbaiki enamel dan dentin. Resin komposit digunakan untuk
mengganti struktur gigi dan memodifikasi bentuk dan warna gigi sehingga akhirnya dapat
mengembalikan fungsinya. Resin komposit dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu resin matriks,
partikel bahan pengisi, dan bahan coupling.
Indikasi Resin Komposi
Untuk restorasi kelas ringan sampai sedang klas I dan klas II dari semua gigi.
Restorasi klas III, IV dan V gigi terutama untuk kepentingan estetika.
Restorasi gigi klas VI, tidak terdapat tekanan oklusal yg tinggi
Untuk memperbaiki erosi atau abrasi di area serviks dari semua permukaan gigi premolar,
caninus, dan gigi insisivus dimana estetika menjadi perhatian utama.
Sebagai core yang dibuat untuk gigi yang rusak parah dan gigi yang dirawat secara endodontik.
Untuk sementasi restorasi indirect seperti inlay, onlay dan crown.
Sebagai pit and fissure sealant
Untuk splintig pada gigi yang mobility gigi
Untuk memperbaiki ceramic crown yang retak
Untuk bonding alat ortodontik.
Desain Kavitas
Faktor lain penyebab kegagalan restorasi Kelas II resin komposit adalah kurangnya
pemahaman dan keterampilan operator atau dokter gigi dalam membuat suatu desain
kavitas yang tepat, khususnya pada daerah gingival floor. Beberapa peneliti telah
menggunakan bermacam-macam desain kavitas Kelas II, mulai dari variasi desain kavitas
preparasi Kelas II amalgam yang meluas melalui groove oklusal seperti yang digambarkan
oleh GV Black, desain kavitas berbentuk slot (hanya box proksimal), sampai ke desain
kavitas dengan preparasi minimal berbentuk saucer.
A B
Gambar 2.16 Bentuk oklusal pada preparasi kavitas Kelas II gigi molar mandibula.
A. Desain kavitas untuk restorasi amalgam; B. Desain kavitas untuk
resin komposit (Ben-Amar dkk.,1987)
Gambar 2.17 Dinding gingival preparasi kavitas Kelas II resin komposit.
Groove retensi ditempatkan pada dentin dan tepi email
di-bevel (Ben-Amar dkk.,1987)
Gambar 2.18 Pandangan proksimal preparasi Kelas II resin komposit (Ben-Amar dkk.,1987)
Setelah preparasi selesai, dilakukan etsa pada permukaan email dan aplikasi
bahan bonding, kemudian ditumpat dengan bahan resin komposit (Gambar 2.21).
Teknik penempatan bahan dilakukan secara incremental dengan ketebalan 1-2 mm
dan setiap increment dipolimerisasi melalui penyinaran (Nordbo dkk., 1993).
Setelah tiga tahun pemeriksaan, 82% restorasi masih mempunyai kondisi yang
baik, dan sisanya 18% mengalami kegagalan oleh karena beberapa hal seperti terjadi
karies rekuren terutama pada tepi gingival bagian proksimal, kerusakan pada
marginal ridge, hilangnya kontak proksimal, dan adaptasi marginal yang tidak baik
(Nordbo dkk., 1993).
Modifikasi perluasan bevel di gingival floor dengan teknik penempatan secara
incremental dapat mengurangi terjadinya kebocoran mikro pada daerah ini (Gambar
2.22) (Nordbo dkk., 1993).
Gambar 2.22 Teknik penempatan secara incremental untuk mengisi kavitas saucer (Nordbo
dkk., 1993)
Gambar 2.23 Matrix retainer (a) Ivory No. 8, (b) Ivory No. 1 (c) Tofflemire (Sikri, 2008)
Cincin separasi yang berukuran lebih kecil ini memungkinkan tekanan yang
konstan bahkan apabila ruang embrasur antara kedua gigi lebih sempit seperti apabila
cincin tersebut ditempatkan di antara gigi-gigi premolar. Cincin ini dibuat dari nikel
titanium yang mempunyai memori elastis yang tinggi. Tine plastik berbentuk V
memungkinkan cincin separasi mudah ditempatkan di atas wedge. Lekukan pada
bagian dalam cincin separasi membuat cincin lebih stabil ketika dipegang dengan
forcep. Forcep mempunyai lekukan di bagian dalam untuk memungkinkan re-
tensioning dari cincin separasi. Matrix band tidak hanya didesain dengan kontur
membulat, tetapi juga dengan kontur ridge marginal, yang apabila ditempatkan pada
tinggi interproksimal yang tepat, akan membentuk embrasur oklusal sehingga mudah
di-finishing. Matrix band mempunyai lubang yang memungkinkannya mudah
ditempatkan dengan pin tweezer, dan juga terdapat lubang di bagian lateral untuk
memudahkan pengeluaran matrix band setelah restorasi (Gambar 2.26) (Boksman,
2010).
Gambar 2.26 Matrix band V3 Ring (Boksman, 2010)
BAB II
KASUS
d e
Gambar: Permukaan Labial (a), Palatal (b), Distal (c), Insisal (d), Mesial (e)
2. Prosedur Kerja
1) Preparasi kavitas sesuai prinsip preparasi
Buang semua karies dan email yang tidak didukung dentin dengan bur
metal bulat dan ratakan/haluskan permukaan yang tajam dengan bur
diamond silindris.
Haluskan permukaan yang telah dipreparasi dengan bur diamond silindris
Buat hollow ground bevel pada cavosurface margin email di labial
dengan menggunakan fissure dan short bevel di palatal dengan
menggunakan bur diamond silindris untuk perluasan perlekatan etsa dan
bonding atau untuk menambah permukaan retensi.
Cek hasil preparasi menggunakan sonde.
Bersihkan kavitas dan keringkan dengan cotton pellet.
2) Tentukan warna gigi dengan shade guide.
3) Isolasi daerah kerja menggunakan cotton roll.
4) Letakkan celluloid strip pada interproksimal gigi.
5) Aplikasikan etsa menggunakan microbrush pada permukaan email selama 15
detik dan 10 detik di dentin.
6) Bilas permukaan gigi yang dietsa dengan air kemudian keringkan dengan
cotton pellet lembab.
7) Ganti celluloid strip yang basah, kemudian letakkan kembali di
interproksimal gigi.
8) Aplikasikan bonding pada gigi yang telah dietsa menggunakan microbrush
kemudian light cure selama 20 detik.
9) Aplikasikan resin komposit layer by layer ke dalam kavitas menggunakan
plastic filling isntrument kemudian light cure selama 20 detik. Bentuk bagian
palatal terlebih dahulu, lalu bagian proksimal, lepas celluloid strip. Kemudian
lanjutkan pada bagian labial. Lakukan penyinaran pada sisi labial dan palatal
dengan menggunakan light cure.
10) Lakukan polishing dan finishing dengan enhanced bur.
11) Lakukan pengecekan hasil restorasi, jika terdapat kelebihan restorasi, kurangi
menggunakan finishing strips.
3. Kontrol Restorasi
Kontrol restorasi dilakukan 1 minggu setelah perawatan. Yang diperhatikan
saat kontrol yaitu :
1. Keluhan Pasien
2. Kondisi tambalan dan adaptasinya. Apakah ada tambalan yang bocor,
perubahan warna, trauma oklusi.
3. Pemeriksaan objektif kembali meliputi tes perkusi, tes palpasi dan tes termal
4. Perhatikan jaringan lunak disekitarnya
5. Dental Health Education (DHE)