Anda di halaman 1dari 15

RESUME KASUS KLINIK

BIDANG KEDOKTERAN GIGI ANAK


RESTORASI ANAK KLAS I DAN KLAS V

DPJP:
drg. Riski Amalia Hidayah, MPH.

Disusun Oleh:
Rizky Fazwi Mahardika
G4B017067

Komponen Pembelajaran
Resume Diskusi
Daring
Nilai

Tanda Tangan
DPJP
drg. Riski Amalia drg. Riski Amalia
Hidayah, MPH. Hidayah, MPH.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI
PURWOKERTO

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Karies Gigi
Karies adalah suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang meliputi email,
dentin dan sementum yang disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam
suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya
demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan
organiknya. Hal ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan
pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan dapat
menimbulkan rasa nyeri (Fejerskov dan Kidd, 2008).
Gigi sulung merupakan gigi yang paling mudah terserang karies. Hal ini
disebabkan oleh morfologi gigi anak yang memiliki ketebalan email yang
sangat tipis dibandingkan gigi permanen dewasa, juga diperparah akibat
kebiasaan anak anak dalam mengkonsumsi makanan-minuman manis dan
lengket sehingga proses demineralisasi berlangsung lebih lama dibandingkan
remineralisasi (Wala, dkk, 2014). Mekanisme terjadinya karies dimulai dengan
adanya substrat dan mikroorganime (Streptococcus mutans yang merupakan
flora normal rongga mulut berubah menjadi patogen oportunistik).
Mikroorganisme ini terakumulasi di permukaan gigi dalam bentuk plak dan
akan mengubah substrat menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam hasil
proses fermentasi tersebut dapat mengakibatkan demineralisasi, yaitu larutnya
jaringan keras gigi. Apabila proses demineralisasi ini berlangsung terlalu lama,
maka sejumlah mineral pembentuk jaringan keras gigi akan hilang dan
membentuk lubang pada permukaan gigi. (Fejerskov dan Kidd, 2008; Shafer,
2012). Kondisi karies yang semakin parah pada gigi sulung lama kelamaan akan
mengakibatkan kerusakan sampai menuju pulpa, untuk mencegah kerusakan
semakin lanjut dilakukan beberapa perawatan untuk mengatasi karies pada gigi
sulung (Baum, dkk, 1997).
Salah satu penanggulangan kondisi karies pada gigi diantaranya dengan
perawatan restorasi yaitu dengan membuang jaringan karies dan menggantikan
jaringan yang hilang dengan bahan tumpatan. Salah satu bahan restorasi yaitu
glass ionomer cement (GIC) (Nicholson, 2002). Restorasi gigi sulung dengan
bahan GIC ditujukan untuk mengembalikan fungsi gigi sulung baik secara
estetis maupun secara fungsional untuk mengunyah. Bahan restorasi berfungsi
untuk menggantikan struktur gigi yang rusak. Pada kasus karies gigi sulung,
bahan restorasi yang sering digunakan yaitu bahan glass ionomer cement (GIC)
(Cohn, 2011).

B. Klasifikasi Karies Gigi


1. Karies gigi diklasifikasikan menurut lokasi terjadinya dengan tingkat
kedalaman karies. Klasifikasi berdasarkan tingkat kedalamannya yaitu:
a. Karies superfisial: Karies yang terjadi hanya mengenai permukaan
email saja, belum mengenai permukaan dentin.
b. Karies media: Karies yang sudah mengenai permukaan dentin tetapi
tidak melebihi setengah ketebalan dentin.
c. Karies profunda: Karies yang sudah melewati setengah dari ketebalan
dentin bahkan sudah meluas hingga ke pulpa.
2. Klasifikasi karies gigi yang masih banyak digunakan sampai saat ini
menurut G.V. Black yaitu berdasarkan lokasi terjadinya yaitu:
a. Kelas I: Karies yang terdapat pada permukaan pit dan fissure gigi.
b. Kelas II: Karies yang terdapat pada gigi posterior yang meliputi
permukaan mesial, distal, maupun oklusal.
c. Kelas III: Karies yang terdapat pada gigi anterior yang melibatkan sisi
mesial atau distal gigi tanpa melibatkan permukaan insisal.
d. Kelas IV: Karies yang terdapat pada gigi anterior yang melibatkan sisi
mesial atau distal gigi yang melibatkan permukaan insisal.
e. Kelas V: Karies yang terdapat pada permukaan labial, bukal, atau
lingual gigi dan dapat terjadi pada gigi anterior maupun posterior.
f. Kelas VI: Karies yang terdapat pada permukaan insisal gigi insisivus
ataupun pada tonjol bukal gigi posterior.
3. Klasifikasi karies dari G.J. Mount mengklasifikasikan karies gigi ke dalam
tiga kelompok yaitu:
a. Berdasarkan tempat dan ukuran karies sebagai berikut:
1) Site 1: Defek pada pit, fisur dan email pada permukaan oklusal gigi
posterior atau permukaan halus lainnya
2) Site 2: Area proksimal email gigi.
3) Site 3: Bagian sepertiga servikal email, atau jika terjadi resesi,
bagian akar yang tampak tersebut.
b. Berdasarkan ukuran besarnya suatu kavitas karies adalah sebagai
berikut:
1) Size 0: Merupakan lesi awal demineralisasi. Perawatannya dengan
mengeliminasi penyebab dan tidak memerlukan perawatan lanjutan.
2) Size 1: Kavitas pada permukaan yang minimal, tidak melibatkan
dentin. Perawatan dengan remineralisasi, dan dapat digunakan
bahan restorasi untuk mencegah akumulasi plak lanjutan.
3) Size 2: Adanya keterlibatan dentin. Perawatan dengan preparasi
kavitas dimana gigi tersebut masih kuat untuk mendukung restorasi.
4) Size 3: Lesi yang lebih besar dimana cusp atau tepi insisal terbelah.
Perawatan dengan preparasi kavitas yang besar sehingga restorasi
dapat menyediakan dukungan yang cukup untuk struktur gigi yang
tersisa.
5) Size 4: Karies yang luas dengan kehilangan struktur gigi yang
sangan besar (seperti kehilangan satu cusp).
4. Klasifikasi karies berdasarkan keparahannya menurut ICDAS
(International Caries Detection and Assessment System) yaitu sebagai
berikut:
a. D0: gigi yang sehat.
b. D1: perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa dilihat
dengan cara mengeringkan permukaan gigi, dan tampak adanya lesi
putih di gigi tersebut.
c. D2: perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat lesi
putih pada gigi, walau gigi masih dalam keadaan basah.
d. D3: kerusakan email, tanpa keterlibatan dentin (karies email).
e. D4: terdapat bayangan dentin (tidak ada kavitas pada dentin). Karies
pada tahap ini sudah menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan
email (dentino-enamel junction).
f. D5: kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (karies
sudah mencapai dentin).
g. D6: karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa).
5. Klasifikasi lainnya mengenai karies menurut WHO yaitu:
a. D1: Karies pada email di permukaan gigi yang utuh, belum terbentuk
lubang
b. D2: Karies minimal pada dentin
c. D3: Karies pada email dan dentin
d. D4: Karies mencapai pulpa.
(Tarigan, 2014).

C. Prinsip Preparasi Gigi


Prinsip dari preparasi gigi dengan perawatan restorasi GIC menurut Ritter
dkk. (2019), adalah sebagai berikut:
1. Outline form
Outline form adalah garis terluar dari hasil preparasi kavitas yang
terdapat di permukaan gigi.
2. Resistance form
Resistance form adalah bentuk dan penempatan dinding kavitas pada
kedudukan yang tepat sehingga rstorasi dan jaringan gigi yang masih sehat
dan berfungsi sebagai tempat penahan dapat menahan tekanan tanpa
menimbulkan fraktur.
3. Retention form
Bentuk dari preparasi kavitas yang tahan terhadap pergeseran atau
hilangnya restorasi dari gaya dorong dan daya angkat.
4. Removal of caries
Pembuangan karies pada jaringan yang terinfeksi harus benar-benar
bersih untuk menghindari terjadinya kebocoran bakteri yang akan aktif dan
menimbulkan karies sekunder.
5. Finishing of the enamel wall
Membentuk dinding enamel margin yang halus dan rata agar
mendapatkan kontak marginal serta adaptasi tumpatan yang baik.
6. Convenience form
Membentuk kavitas sedemikian rupa untuk mempermudah pengerjaan
kavitas dan memasukkan bahan tumpatan ke dalam kavitas.
7. Toilet of the cavity
Tindakan terakhri dari prinsip preparasi kavitas bertujuan untuk
membersihkan kavitas dari debris atau sisa-sisa jaringan hasil preparasi.

D. Bahan Restorasi Gigi


Pemilihan bahan restorasi harus dipertimbangkan dan harus yang memiliki
sifat fluor release dan dapat diresorbsi. Bahan yang biasa digunakan pada
restorasi anak diantaranya:
1. Glass Ionomer Cement (GIC)
GIC muncul pertama kali dipasaran pada akhir 1970 dan sudah
dimodifikasi untuk meningkatkan sifatnya. Bahan GIC saat ini sudah sangat
berkembang dan memiliki kelebihan melebihi resin komposit. Terbuat dari
bahan glas dengan tinggi fluoride, GIC tidak hanya melepas fluor yang
berkelanjutan dalam waktu lama, tetapi juga bertindak sebagai reservoir
fluoride yang dapat diisi ulang, sehingga mampu melindungi permukaan
yang berdekatan dengan perkembangan karies.
GIC melekat pada enamel dan dentin tanpa perlu etsa asam, tidak
mengalami penyusutan polimerisasi, dan sekali setting, serta secara
dimensional stabil dalam kndisi kelembaban tinggi seperti pada mulut.
Seperti halnya resin komposit, penting untuk GIC diletakan pada
permukaan yang kering. GIC terlihat stabil namun menunjukkan hasil yang
kurang baik apabila digunakan untuk bahan restoratif proksimal dalam
kurung waktu lebih dari 12-24 bulan (Welbury, 2018). Beberapa tipe GIC
diantaranya:
a. Tipe I (Luting cements): GIC tipe luting semen digunakan untuk
sementasi permanen pada aplikasi crown, bridge, veneer dan lainnya
b. Tipe II (Restorative cements): GIC tipe restorasi digunakan untuk
mengembalikan struktur gigi yang hilang seperti abrasi servikal karena
kebiasaan menyikat gigi yang terlalu keras. Terdapat dua jenis GIC tipe
II, yaitu:
1) Tipe II a: estetik restoratif
2) Tipe II b: reinforced restoratif
c. Tipe III (Liner and bases): GIC tipe III diaplikasikan pada dasar kavitas
berperan sebagain reseptor bonding pada resin komposit.
d. Tipe IV (Fissure sealant): Pencampuran bahan GIC dengan konsistensi
cair, memungkinkan bahan akan mengalir ke pit dan fissure gigi
posterior yang sempit.
e. Tipe V (Orthodontic Cement): GIC memiliki kelebihan dalam sementasi
piranti ortodonsi yaitu memiliki ikatan langsung ke jaringan gigi oleh
interaksi ion poliakrilat dan kristal hidroksiapatit, dengan demikian
dapat menghindari penggunaan etsa asam.
f. Tipe VI (Core build up): Penggunaan GIC sebagai inti (core) memiliki
kelebihan berupa mudah dalam pengaplikasian, adesi, fluor yang
dihasilkan, dan baik dalam koefisien ekspansi termal.
g. Tipe VII (Flour release): GIC ini digunakan apabila diharapkan
pelepasan fluor selama proses perawatan karena GIC mampu
melepaskan fluor lima kali lebih tinggi daripada kompomer atau
komposit yang mengandung fluor.
h. Tipe VII (Atraumatic restorative treatment)
i. Tipe IX (Decidui restoration)
(Rao, 2012; Shankar dan Gurunathan, 2019).
2. Amalgam
Amalgam sudah digunakan sebagai bahan restorasi selama lebih dari
150 tahun dan meskipun tidak memiliki warna yang sama dengan gigi dan
masih diperdebatkan tentang keamanannya, amalgam masih banyak
digunakan. Amalgam relative mudah digunakan, toleran terhadap kesalahan
operator, dan lebih baik digunakan secara ekonomis untuk restorasi gigi
posterior. Restorasi amalgam telah terbukti memiliki umur Panjang untuk
dijadikan bahan restorasi gigi permanen bila ditempatkan pada kondisi yang
benar (Welbury, 2018).
3. Resin Komposit
Resin komposit telah muncul dipasaran pada akhir 1970 dan sudah
dikembangkan untuk meningkatkan sifat mekanisnya sejak saat itu.
Pengembangan dari etsa asam pada saat bahan ini diperkenalkan telah
menunjukkan resin komposit memiliki fungsi yang baik untuk melekatkan
bagian marginal. Resin komposit diaplikasikan pada permukaan yang
kering. Kelebihan resin komposit diantaranya kestabilannya di air dan
merupakan bahan terbaik karena memiliki filler anorganik yang maksimum
dan penyerapan air yang rendah, namun akan memburuk seiring berjalannya
waktu (Welbury, 2018).
BAB II
LAPORAN KASUS

SKENARIO
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun diantar oleh ibunya ke RSGM untuk
memeriksakan gigi depannya yang kehitaman. Ibu pasien mengeluh malu dengan
kondisi gigi anaknya yang terlihat kehitaman. Pasien menyangkal adanya rasa nyeri
pada gigi tersebut. Pasien sudah pernah ke RSGM sebelumnya untuk dilakukan
menambal gigi belakang bawah. Hasil pemeriksaan intra oral terlihat area
kehitaman pada permukaan servikolabial gigi 62, kedalaman dentin, sondasi (-)
nyeri, perkusi (-), palpasi (-), mobilitas (-), tes vitalitas dengan CE (+). Terlihat pula
gigi 65 yang mengalami kehitaman pada permukaan oklusal dengan kedalaman
dentin, sondasi (-) nyeri, perkusi (-), palpasi (-), mobilitas (-), tes vitalitas dengan
CE (+).

A. Pemeriksaan Subjektif
1. Identitas pasien
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 5 tahun
2. Anamnesa
Chief complaint (CC) : Seorang anak perempuan berusia 5 tahun diantar
oleh ibunya ke RSGM untuk memeriksakan gigi
depannya yang kehitaman. Ibu pasien mengeluh
malu dengan kondisi gigi anaknya yang terlihat
kehitaman
Present Ilness (PI) : Pasien menyangkal adanya rasa nyeri
Past Dental History (PDH) : Pasien pernah ke RSGM untuk dilakukan
menambal gigi belakang bawah
Past Medical History (PMH) : Tidak disebutkan dalam kasus
Family History (FH) : Tidak disebutkan dalam kasus
Social History (SH) : Tidak disebutkan dalam kasus
B. Pemeriksaan Objektif
1. Pemeriksaan ekstraoral
Tidak disebutkan dalam kasus
2. Pemeriksaan intraoral
a. Terdapat area kehitaman pada permukaan servikolabial gigi 62,
kedalaman dentin, sondasi (-) nyeri, perkusi (-), palpasi (-), mobilitas (-
), tes vitalitas dengan CE (+).
b. Terdapat area kehitaman pada permukaan oklusal gigi 65, kedalaman
dentin, sondasi (-) nyeri, perkusi (-), palpasi (-), mobilitas (-), tes
vitalitas dengan CE (+).

C. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada

D. Diagnosa
Pulpitis reversible gigi 62 dan 65 (K04.0)

E. Rencana Perawatan
Restorasi GIC klas V G.V. Black gigi 62
Restorasi GIC klas I G.V. Black gigi 65

F. Tahapan Perawatan
1. Anamnesa
2. Menjelaskan rencana perawatan kepada orangtua dengan bahasa pasien
yang mudah dipahami dan memastikan pengisian informed consent kepada
orangtua.
3. Menjelaskan kepada anak melalui metode tell-show-do yaitu dengan cara
menjelaskan kepada anak apa yang akan dilakukan dengan menyesuaikan
bahasa terhadap usia anak. Mendemonstrasikan prosedur semisal
menggerakan handpiece secara perlahan pada jari, memperagakan kaca
mulut saat pemeriksaan di dalam rongga mulut, kemudian melakukan
perawatan sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
4. Persiapkan alat dan bahan
Operator dengan mengenakan alat pelindung diri (APD) berupa gown,
masker, nurse cap, handscoon, faceshield melakukan persiapan alat dan
bahan meliputi:
a. Alat
1) Diagnostic set (sonde, kaca mulut, pinset, ekskavator)
2) Handpiece low-speed
3) Handpiece high-speed
4) Bur pita biru dan bur pita kuning
5) Glass plate
6) Agate spatel
7) Ball applicator
8) Semen plugger
9) Plastik filling instrument
10) Wedges
11) Finishing dan polishing instrument
b. Bahan
1) Rubber dam 6) Dentin conditioner
2) Cotton roll 7) GIC tipe II atau tipe
3) Cotton pellet IX
4) Paper pad 8) Cocoa butter
5) Seluloid strip 9) Suction
5. Restorasi GIC klas V G.V. Black gigi 62
a. Isolasi
Isolasi area kerja gigi 62 dengan rubber dam atau dengan cotton roll
yang didampingi dengan suction. Isolasi disesuaikan dengan tingkat
kooperatif pasien.
b. Durante Treatment
1) Preparasi kavitas secara minimal intervensi dengan 7 prinsip
preparasi pada gigi 62.
2) Aplikasi dentin conditioner (asam poliakrilat 10%) pada gigi 62
menggunakan microbrush selama 10 detik. Kemudian dibilas
selama 10 detik dan keringkan hingga lembab (moist).
3) Manipulasi bahan GIC dengan cara mencampur bubuk dan liquid
(perbandingan bubuk:cairan = 2:1) menggunakan spatula plastik di
atas paper pad dan glass plate selama 20-30 detik.
4) Aplikasikan bahan GIC kedalam gigi 62 yang sudah di preparasi
disertai dengan membentuk anatomi gigi menggunakan platsik
filling instrument, kelebihan bahan segera dihilangkan (waktu
setting kurang lebih 2 menit).
5) Lakukan pengecekan oklusi dan pastikan tidak ada yang
mengganjal.
6) Aplikasikan bahan perlindungan permukaan pada bahan restorasi
yang baru diletakkan di kavitas gigi 62, dapat dilakukan dengan
menggunakan resin bonding agent, cocoa butter, petroleum jelly,
atau varnish.
7) Finishing dan polishing dilakukan minimal 24 jam setelah
penempatan GIC karena pada saat itu permukaan restorasi mencapai
keseimbangan ion. Restorasi yang telah dilakukan finishing dan
polishing diproteksi kembali dengan resin bonding agent, cocoa
butter, petroleum jelly, atau varnish.
(Garg dan Garg, 2015).
c. Post-Treatment
Setelah dilakukan perawatan dapat menginstruksikan kepada pasien
atau orang tua anak seperti berikut:
1) Tidak makan dan minum setelah kurang lebih 1 jam perawatan
2) Makan pada sisi rahang yang tidak dilakukan perawatan dalam waktu
24 jam.
3) Tetap menjaga kebersihan rongga mulut dengan menyikat gigi dengan
waktu dan cara yang benar.
4) Mengkonsumsi buah dan sayur serta berkumur air putih setelah makan
atau minum minuman manis.
5) Kontrol 24 jam kemudian dan 1 minggu kemudian.
6. Restorasi GIC klas I G.V. Black gigi 65
a. Isolasi
Isolasi area kerja gigi 65 dengan rubber dam atau dengan cotton roll
yang didampingi dengan suction. Isolasi disesuaikan dengan tingkat
kooperatif pasien.
b. Durante Treatment
1) Preparasi kavitas secara minimal intervensi dengan 7 prinsip
preparasi pada gigi 65.
2) Aplikasi dentin conditioner (asam poliakrilat 10%) pada gigi 65
menggunakan microbrush selama 10 detik. Kemudian dibilas
selama 10 detik dan keringkan hingga lembab (moist).
3) Manipulasi bahan GIC dengan cara mencampur bubuk dan liquid
(perbandingan bubuk:cairan = 2:1) menggunakan spatula plastik di
atas paper pad dan glass plate selama 20-30 detik.
4) Aplikasikan bahan GIC kedalam gigi 65 yang sudah di preparasi
disertai dengan membentuk anatomi gigi menggunakan platsik
filling instrument, kelebihan bahan segera dihilangkan (waktu
setting kurang lebih 2 menit).
5) Lakukan pengecekan oklusi dan pastikan tidak ada yang
mengganjal.
6) Aplikasikan bahan perlindungan permukaan pada bahan restorasi
yang baru diletakkan di kavitas gigi 65, dapat dilakukan dengan
menggunakan resin bonding agent, cocoa butter, petroleum jelly,
atau varnish.
7) Finishing dan polishing dilakukan minimal 24 jam setelah
penempatan GIC karena pada saat itu permukaan restorasi mencapai
keseimbangan ion. Restorasi yang telah dilakukan finishing dan
polishing diproteksi kembali dengan resin bonding agent, cocoa
butter, petroleum jelly, atau varnish.
(Garg dan Garg, 2015).
c. Post-Treatment
Setelah dilakukan perawatan dapat menginstruksikan kepada pasien
atau orang tua anak seperti berikut:
1) Tidak makan dan minum setelah kurang lebih 1 jam perawatan
2) Makan pada sisi rahang yang tidak dilakukan perawatan dalam
waktu 24 jam.
3) Tetap menjaga kebersihan rongga mulut dengan menyikat gigi
dengan waktu dan cara yang benar.
4) Mengkonsumsi buah dan sayur serta berkumur air putih setelah
makan atau minum minuman manis.
5) Kontrol 24 jam kemudian dan 1 minggu kemudian.
DAFTAR PUSTAKA

Baum, L., Philips, R.W., Lund, M.R. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Edisi
3. Jakarta: EGC.

Cohn, C. 2011. New Glass ionomer system and application in Children. Oral
Health Journal.

Fejerskov, O., Kidd, E., 2008. Dental caries: the disease and its clinical
managementsecond edition. Singapore : Markono Print Media Pte Ltd.

Garg, N., Garg, A., 2015, Textbook of Operative Dentistry, Jaypee Brothers
Medical Publishers, New Delhi.

Nicholson, J.W. 2002. Glass Ionomer Cements in Pediatric Dentistry: Revuew of


Literature. Pediatric Dentistry. 4(5): 425-429.

Rao, A., 2012. Principles and Practice of Pedodontics (3rd edition). Jaypee Brothers
Medical Publisher. New Delhi.

Ritter, A.V., Boushell, L.W., Walter, R., 2019, Sturdevant’s Art and Science of
Operative Dentistry, 7th Ed., Elsevier, Missouri.

Shafer, W. G., Hine, M. K., Levy, B. M. 2012. Textbook of Oral Pathology. India:
Elsevier, pp. 434.

Shankar, S., Gurunathan, D., 2019, Carious lesions and glass-ionomer cement
restorations, Drug Invention Today, Vol. 11(2): 226-231.

Tarigan, R. 2014. Karies Gigi. Jakarta: EGC.

Wala, H. C., Wicaksono, D. A., Tambunan, E. 2014. Gambaran status karies gigi
anak usia 11- 12 tahun pada keluarga pemegang jamkesmas di kelurahan
Tumatangtang I kecamatan Tomohon Selatan. Jurnal e-Gigi. 2(1):3

Welbury, R., Duggal, M. S., Hosey, M. T., 2018. Pediatric Dentistry (5th Edition).
Oxford University Press, UK.

Anda mungkin juga menyukai