Anda di halaman 1dari 25

BIDANG ILMU PERIODONSIA

LAPORAN KASUS
CROWN LENGTHENING SEBELUM PERAWATAN PROSTETIK
MAHKOTA

Disusun Oleh:
Julius Anthony K.
G4B018009

Supervisor Klinik:
drg. Inneke C., M. DSc, Sp Perio

Komponen Diskusi Resume Psikomotor


Pembelajaran
Daring
Nilai

Tanda Tangan DPJP

drg. Inneke C., M. drg. Inneke C., M.


DSc, Sp Perio DSc, Sp Perio

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PROGRAM PROFESI DOKTER GIGI
PURWOKERTO

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Gambaran Umum
Konsep estetis gigi telah berkembang baik pada praktisi maupun

masyarakat. Pada umumnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi saat ini

pun telah menyadari dan menginginkan penampilan gigi-geligi yang lebih

menarik dan senyum yang lebih estetis (Dewi & Leessang, 2009).

Senyum adalah ekspresi wajah paling penting dan paling esensial dalam

menunjukkan pertemanan, persetujuan, dan penghargaan. Sebuah senyuman

biasanya terjadi apabila seseorang menunjukkan rasa senang atau rasa humor.

Apapun emosi yang terkandung di dalamnya, senyum mempunyai peran

sosial yang sangat penting dan ditinjau secara psikologis, senyuman

memberikan efek yang baik dan positif bagi yang memberikan maupun yang

menerimanya (Dewi & Leessang, 2009).

Kerusakan atau kelainan pada jaringan keras atau lunak pada rongga

mulut manusia seperti karies, diastema, gigi yang hilang, pewarnaan gigi,

hipoplasia email, gingiva yang berubah warna, dan lain sebagainya dapat

membuat seseorang secara sadar ataupun tidak sadar untuk menyembunyikan

senyumannya. Secara umum, salah satu alasan pasien datang ke dokter gigi

adalah untuk memperbaiki senyum mereka (Dewi & Leessang, 2009).

Komponen gingiva pada senyum meliputi warna, kontur, tekstur,

ketinggian gingiva, Inflamasi, papila yang tumpul, embrasur gigi yang

terbuka (black triangle), dan margin gingiva yang tidak seimbang akan

mengurangi kualitas estetika senyuman. Perawatan yang dilakuakan akan

terkait dengan hubungan erat antara jaringan periodontal dengan masalah


estetis dan restorasi dalam bidang kedokteran gigi (Dewi & Leessang, 2009).

Penampilan jaringan gingiva disekitar gigi memegang peranan penting

secara estetis. Abnormalitas dalam simetris dan kontur akan memiliki efek

harmonisasi penampilan gigi-geligi. Salah satu prosedur yang dapat

memberikan solusi untuk masalah estetik, periodontal dan restoratif ini adalah

crown lengthening (Dewi & Leessang, 2009).

Gingiva merupakan salah satu jaringan periodontal yang terlihat dari

luar. Gingiva sehat mempunyai ciri berwarna coral pink, tekstur stipling,

berbentuk tajam seperti kerah baju dan konsistensi kenyal (Newman dkk,

1996).

Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang paling luas

penyebarannya pada manusia (Manson dan Eley, 1993). Salah satu penyakit

periodontal yang sering dijumpai adalah pembesaran gingiva. Pembesaran

gingiva ditandai dengan penambahan ukuran gingival dan dapat

menimbulkan efek negatif berupa gangguan fungsi (Newman dkk, 1996).

Pembesaran gingiva merupakan keadaan dimana terjadi pertumbuhan

yang berlebih dari jaringan gingiva, pada beberapa kasus dapat juga disebut

hiperplasi gingiva. Pembesaran ini sering dijumpai pada penyakit gingiva.

Pembesaran gingiva dapat menimbulkan ketidaknyamanan, terutama jika

sudah mempengaruhi fungsi bicara dan mastikasi, dapat menimbulkan

halitosis, dan mengganggu estetik (Newman dkk, 1996)


.
Gambar 1. Pembesaran gingiva

Menurut Carranza (1990) pembesaran gingiva dapat diklasifikasikan

berdasarkan faktor etiologinya:

1. Pembesaran gingiva karena inflamasi

 inflamasi kronis

 inflamasi akut

2. Pembesaran gingiva hiperplastik non inflamasi (gingival hiperplasi)

 Hiperplasi gingiva karena obat-obatan (Phenytoin, cyclosporin,

nifedipine, dilitiazem)

3. Pembesaran gingiva hiperplastik idiopatik

4. Pembesaran gingiva kombinasi

5. Pembesaran gingiva kondisional

 Pembesaran gingiva karena hormon

 Pembesaran gingiva karena leukimia

 Pembesaran gingiva berhubungan dengan defisiensi vitamin c

 Pembesaran gingiva nonspesifik (granuloma pyogenicum)

6. Pembesaran gingiva neoplastik (tumor gingiva)

 Tumor jinak gingiva

 Tumor maligna gingiva


7. Pembesaran gingiva yang bersifat developmental

Berdasarkan lokasi dan distribusi pembesaran gingiva dibedakan:

 Terlokalisasi : terbatas pada gingiva cekat pada satu gigi atau lebih

 General: melibatkan seluruh gingiva pada rongga mulut

 Marginal: terjadi pada gingiva tepi

 Papilary: terjadi pada papila interdental

 Diskret: pembesaran yang terisolasi (seperti tumor)

Pembesaran gingiva merupakan suatu manifestasi umum penyakit

gingiva (penyakit periodontal). Penyakit yang menyebabkan kondisi gingiva

enlargement dapat bersifat inflamasi atau non inflamasi dan kombinasi

keduanya. Tanda klinis pembesaran gingiva karena proses inflamasi, secara

umum menampakkan adanya perubahan pada kontur gingiva menjadi

membengkak di daerah interdental dan margin gingiva, sehingga tampak

membulat tumpul dengan warna memerah. Tekstur gingiva menjadi halus dan

licin mengkilat dengan konsistensi lunak, edema, fibrotik, biasanya disertai

tendensi perdarahan, terbentuknya poket bisa juga tampak adanya eksudat

inflamasi. Pada kondisi akut dan akut eksaserbasi biasanya terdapat rasa sakit,

sedangkan pada kondisi kronis tidak tampak. Tanda klinis pembesaran

gingiva noninflamasi, misalnya pembesaran karena obat-obatan (phenytoin,

cyclosporin, nifedipine, diltiazem) memiliki kesamaan tanda klinis yaitu

adanya pembesaran menyeluruh pada interdental dan margin yang

menyebabkan terjadinya poket gingiva, gingiva tampak keras, fibrotik, merah

muda pucat, kenyal, sedikit tendensi perdarahan dan mempunyai permukaan

yang menonjol (Carranza. 1990).


Faktor-faktor yang menyebabkan enlargement gingiva diklasifikasikan

menjadi dua:

1. Faktor lokal (ekstrinsik)

a. Faktor iritasi

b. Faktor fungsional (maloklusi, malposisi gigi, mouth breathing, dll)

2. Faktor sistemik (intrinsik)

antara lain: endokrin obat-obatan, psikologis, penyakit metabolik.

Tanda-tanda klinis yang tampak pada enlargement gingiva adalah

sebagai berikut:

1. Pembengkakan secara general pada margin dan interdental gingiva

terutama pada daerah anterior.

2. Jaringan yang membengkak tampak keras, fibrotik, pucat, dan kenyal.

3. Tendensi perdarahan gingiva tanpa rasa sakit.

Pada keadaan yang parah gingiva hampir menutupi seluruh gigi dan

pembengkakan menempati vestibulum, stipling tidak tampak (Carranza.

1990).

Penampilan jaringan gingiva disekitar gigi memegang peranan penting

secara estetis. Abnormalitas dalam simetris dan kontur akan memiliki efek

harmonisasi penampilan gigi-geligi. Salah satu prosedur yang dapat

memberikan solusi untuk masalah estetik, periodontal dan restoratif ini adalah

crown lengthening dan gingivektomi.

B. Crown Lengthening
Crown lengthening adalah prosedur bedah yang bertujuan dalam

pengambilan dari jaringan periodontal untuk peningkatan panjang klinis

mahkota gigi. Konsep dari crown lengthening ini diperkenalkan oleh D.Cohen
pada tahun 1962. Prosedur ini dapat dilakukan dengan atau tidak reseksi

tulang. Crown lengthening memilki dua tipe yaitu esthetic crown lengthening

dan functional crown lengthening (Murali dkk., 2012).

Crown lengthening merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk

menambahkan ukuran mahkota klinis untuk keperluan restorative atau estetis.

Penyebab umum mahkota klinis yang pendek antara lain karies, erosi,

malformasi gigi, fraktur, atrisi, disharomoni erupsi, serta variasi genetic. Oleh

karena itu, mahkota klinis perlu dilakukan pemanjangan ketika karies atau

fraktur mahkota berada di subgingiva. Hal ini bertujuan untuk memberikan

dimensi mahkota gigi memadai untuk penempatan margin restoratif, sehingga

mendapatkan marginal seal terbaik dan restorasi akhir yang estetis. Pada

prosedur crown lengthening terdapat risiko ketika dilakukan pengurangan

kelebaran attached gingival sehingga perlu dilakukan diagnosis dan rencana

perawatan secara hati-hati (Pawar dkk., 2017)

Biological width merupakan dimensi fisiologis dari epitel junctional dan

jaringan ikat yang berada di antara alveolar crest dan sulkus gingival dengan

ukuran rata-rata 2.04 mm.

Gambar 1. Anatomi gingiva


Studi yang dilakukan Ingber et al. menyatakan bahwa 2 mm dari

dentogingival junction merupakan jarak optimal antara alveolar crest tepi

restorasi, untuk memungkinkan penyembuhan dan pemulihan yang tepat.

Selain itu, selama prosedur crown lengthening pengurangan ketinggian tulang

merupakan hal yang perlu diperhatikan. Klasifikasi crown lengthening

meliputi (Lee, 2004):

1. Tipe I, yaitu jaringan lunak cukup untuk membuka jaringan gingiva pada

crest alveolar atau melewati biologic width. Tipe ini dapat dilakukan oleh

dokter gigi restorasi.

2. Tipe II, yaitu jaringan lunak cukup memungkinkan eksisi gingiva tanpa

membuka pada crest alveolar tapi melewati biologic width.

3. Tipe III, yaitu eksisi gingiva untuk panjang mahkota klinis yang

diinginkan akan mengekspos atau memapar tulang alveolar.

4. Tipe IV, yaitu eksisi gingiva yang akan menghasilkan ketidakadekuatan

perlekatan gingiva.

Indikasi crown lengthening meliputi (Danesh, 2012):

1. Kerusakan gigi pada atau di bawah margin gingiva

2. Fraktur gigi di bawah margin gingiva, dengan dukungan periodontal

3. Gigi dengan ruang interoklusal yang tidak mencukupi untuk prosedur

restoratif

4. Mengoreksi posisi marginal restorasi ketika terdapat invasi

pada biologic width.

5. Altered passive eruption

6. Untuk membuat kesimetrisan gingiva pada garis senyum atau smile line
7. Gummy smile atau hiperplastis gingiva

8. Perforasi permukaan akar

9. Resopsi akar eksternal

Kontraindikasi crown lengthening meliputi (Danesh, 2012):

1. Rasio mahkota-akar tidak memadai

2. Furkasi tinggi

3. Tidakan bedah yang menyebabkan hasil yang tidak estetis

4. Ruang restoratif yang tidak memadai

Crown lengthening dapat dilakukan dengan atau tanpa pembedahan.

Crown lengthening dengan pembedahan dapat dilakukan dengan teknik

gingivektomi, flap dengan pengurangan tulang, serta reposisi flap ke arah

apical dengan atau tanpa pengurangan tulang. Sedangkan crown lengthening

tanpa pembedahan dapat dilakukan dengan perawatan ortodontik.

C. Gingivektomi
Gingivektomi adalah prosedur bedah periodontal yang bertujuan

menghilangkan poket gingiva pada penyakit radang periodontal untuk

menciptakan suatu gingiva normal baik fungsi, kesehatan, dan estetika

(Newman, 2012). Sedangkan menurut Harty dan Ogston (1995),

gingivektomi adalah eksisi jaringan gingiva yang berlebih untuk menciptakan

gingiva margin yang baru. Gingivektomi dapat dilakukan dengan scalpel,

elektrode, ataupun laser.

Gingivektomi selalu diikuti dengan gingivoplasti. Gingivoplasti

merupakan prosedur pembentukan kembali gingival yang telah kehilangan

bentuk fisiologisnya. Selama prosedur gingivektomi dilakukan pemberian


anestesi local. Setelah dilakukan eksisi tepi gingival lakukan pembersihan

dengan saline dan lakukan penekanan dengan tampon untuk mendapatkan

hemostatis. Kemudian dilakukan pemasangan periodontal pack untuk

meningkatkan kenyamanan pasien, menghindari pembentukan jaringan

granulasi yang berlebihan, melindungi luka dari trauma mekanis dan kimia,

menjaga luka agar tetap bersih, serta mengontrol perdarahan. Pemasangan

periodontal pack harus menutupi daerah luka di sepanjang servikal gigi tanpa

menutupi permukaan oklusal dengan bentuk kerucut pada bagian interdental

agak tidak mengganggu selama fungsional (Suryono, 2014).

Gingivektomi dapat dilakukan dengan scalpel, elektrode, laser, maupun

kimia namun metode yang paling dianjurkan adalah operasi dengan scalpel

(Carranza, 2006).

Manson and Eley (1993) menyatakan bahwa indikasi gingivektomi

adalah:

1. Adanya poket supraboni dengan kedalaman lebih dari 4 mm, yang tetap

ada walaupun sudah dilakukan skaling dan pembersihan mulut yang

cermat berkali-kali, dan keadaan di mana prosedur gingivektomi akan

menghasilkan daerah perlekatan gingiva yang adekuat.

2. Adanya pembengkakan gingiva yang menetap di mana poket

‘sesungguhnya’ dangkal namun terlihat pembesaran dan deformitas

gingiva yang cukup besar. Bila jaringan gingiva merupakan jaringan

fibrosa, gingivektomi merupakan cara perawatan yang paling cocok dan

dapat memberikan hasil yang memuaskan.


3. Adanya kerusakan furkasi (tanpa disertai cacat tulang) di mana terdapat

daerah perlekatan gingiva yang cukup lebar.

4. Abses gingiva yaitu abses yang terdapat di dalam jaringan lunak.

5. Flap perikoronal.

Sedangkan kontraindikasi gingivektomi menurut Fedi, dkk (2004)

adalah:

1. Apabila kedalaman dasar poket berada pada atau lebih ke apikal dari

pertautan mukogingiva.

2. Apabila dinding jaringan lunak poket terbentuk oleh mukosaa alveolar.

3. Apabila frenulum atau perlekatan otot terletak di daerah yang akan

dibedah.

4. Apabila ada indikasi perawatan cacat infraboni.

5. Apabila gingivektomi tidak menghasilkan estetik yang baik.

6. Apabila gingiva cekat atau berkeratin tidak cukup tersedia (sehingga jika

gingivektomi dilakukan, tepi gingiva terbentuk dari mukosa alveolar).

Prinsip dan teknik gingivektomi yaitu setelah ditandai dengan poket

marker, jaringan gingiva kemundian dieksisi dengan sudut 45 o kemudian

gingiva dibentuk sesuai kontur gingiva normal. Gingivektomi selalu diikuti


dengan gingivoplasti untuk mendapatkan kontur dan bentuk ketajaman tepi

gingiva yang normal baik anatomis maupun fisiologis (Suproyo, 2005).

Menurut Fedi, dkk (2004) teknik gingivektomi adalah:

1. Melakukan anestesi lokal yang memadai dengan teknik

blok atau infiltrasi.

Anestesi lokal

2. Mengukur kedalaman poket di daerah operasi

menggunakan probe terkalibrasi. Kedalaman ini ditandai dengan

menusuk dinding luar jaringan gingiva dengan poket marker untuk

membuat titik-titik perdarahan. Apabila keseluruhan daerah operasi telah

diukur dan ditandai dengan lengkap, titik-titik perdarahan tersebut akan

membentuk ragangan (outline) insisi yang harus dilakukan.

menandai dasar poket dengan pocket marker

3. Membuat eksisi (insisi miring ke luar) awal sedikit lebih

ke apikal dari titik-titik tersebut dengan pisau bermata lebar seperti


Kirkland No. 15/16. Insisi dibevel pada sudut kurang lebih 45 derajat

terhadap akar gigi dan berakhir pada ujung atau lebih ke bawah dari

ujung apikal perlekatan epitel. Apabila gingiva cukup tebal, bevel

sebaiknya diperpanjang untuk menghilangkan bahu atau plato. Kadang-

kadang, akses sangat terbatas atau sulit dicapai sehingga bevel yang

cukup tidak dapat dibuat pada insisi awal. Pada keadaan ini, bevel dapat

diperbaiki nantinya, menggunakan pisau bermata lebar untuk mengerok

atau bur intan kasar.

(a) Garis Insisi (b) Pisau Kirkland

4. Mengeksisi jaringan di daerah interproksimal

menggunakan pisau bermata kecil seperti pisau Orban No. 1/2 .

Perhatikan bahwa sudut mata pisau tersebut kira-kira sama dengan sudut

mata pisau yang lebar ketika melakukan insisi awal.

Pisau Orban

5. Jaringan gingiva yang telah dieksisi dibuang.


(a) Pengambilan jaringan (b) Jaringan yang telah dieksisi

6. Membersihkan deposit yang menempel pada permukaan

akar dengan scaling dan root planing. Pada tahap ini, pembuangan

dinding jaringan lunak poket periodontal membuat permukaan akar lebih

mudah dicapai dan memperluas lapang pandang operator dibandingkan

pada tahap-tahap lain. Pembersihan permukaan akar pada tahap ini

menentukan keberhasilan seluruh prosedur bedah.

Skaling dan root planing

7. Menyempurnakan kontur gingiva seperti yang diinginkan

dengan bur intan atau pisau bermata lebar untuk mengerok jaringan.

8. Merapikan sobekan jaringan dengan gunting atau nipper.

9. Membilas daerah bedah dengan air steril atau larutan

saline steril untuk membersihkan pertikel-partikel yang tersisa.


10. Menekan daerah luka dengan kain kasa yang telah

dibasahi dengan air steril atau larutan saline steril selama 2-3 menit,

untuk menghentikan perdarahan.

11. Memasang dresing periodontal, mula-mula yang

berukuran kecil, bersudut di daerah interproksimal, menggunakan

instrumen plastik. Selanjutnya, pasang gulungan-gulungan yang lebih

panjang di bagian fasial, lingual, dan palatal serta hubungkan dengan

dresing yang telah terpasang di daerah interproksimal. Seluruh daerah

luka ditutup dengan dresing tanpa mengganggu oklusi atau daerah

perlekatan otot. Kesalahan yang sering terjadi adalah dressing yang

dipasang terlalu lebar sehingga terasa mengganggu.

Pemasangan periodontal dressing

12. Mengganti dresing dan membuang debris pada daerah

luka setiap minggu sampai jaringan sembuh sempurna dan dengan mudah

dibersihkan oleh pasien. Epitel akan menutupi luka dengan kecepatan 0,5

mm per hari setelah hilangnya aktivitas mitosis awal dari epitel, 24 jam

setelah operasi.
Penyembuhan luka

13. Setelah dressing terakhir dilepas, poles gigi dan

instruksikan pasien untuk melakukan pengendalian plak dengan baik.

Dressing dilepas dan gigi dipoles

Penampakan klinis gingiva pasca gingivektomi

Setelah seluruh prosedur gingivektomi dilaksanakan, pasien perlu diberi

informasi yang lengkap tentang cara-cara perawatan pascaoperasi, yaitu:

1. Menghindari makan atau minum selama satu jam.

2. Dilarang minum minuman panas atau alkohol selama 24 jam. Dilarang

berkumur-kumur satu hari setelah operasi.


3. Dilarang makan makanan yang keras, kasar atau lengket dan mengunyah

makanan dengan sisi yang tidak dioperasi.

4. Minum analgesik bila merasa sakit setelah efek anestesi hilang. Aspirin

merupakan kontraindikasi selama 24 jam.

5. Menggunakan larutan kumur saline hangat setelah satu hari. Menggunakan

larutan kumur klorheksidin di pagi hari dan malam hari bila tidak dapat

mengontrol plak secara mekanis. Larutan ini dapat langsung digunakan

pada hari pertama setelah operasi asal tidak dikumurkan terlalu kuat di

dalam mulut. Menghindari teh, kopi, dan rokok bila menggunakan larutan

kumur klorheksidin untuk mengurangi stain.

6. Apabila terjadi perdarahan, dresing ditekan selama 15 menit dengan

menggunakan sapu tangan bersih yang sudah dipanaskan; dilarang

berkumur.

7. Sikat bagian mulut yang tidak dioperasi saja.

Pembedahan menyebabkan terputusnya kontinuitas sel-sel dan jaringan

tubuh. Penyembuhan adalah fase respons inflamasi yang menyebabkan

terbentuknya hubungan anatomi dan fisiologis yang baru di antara elemen-

elemen tubuh yang rusak. Secara umum, penyembuhan meliputi

pembentukan bekuan darah, pembentukan jaringan granulasi, epitelisasi,

pembentukan kolagen, regenerasi dan maturasi (Fedi dkk, 2004). Sel akan

menutupi luka dalam waktu 7-14 hari dan terkeratinisasi setelah 2-3 minggu.

Pembentukan perlekatan epitel yang baru berlangsung selama 4 minggu.

Kebersihan mulut yang baik sangat diperlukan selama periode pemulihan ini

(Manson dan Eley, 2003).


BAB II

LAPORAN KASUS

B. Laporan Kasus
1. Identitas Pasien : Ny. X
Usia : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
2. Pemeriksaan Subyektif
CC : Pasien ingin melanjutkan perawatan pembuatan gigi tiruan
cekat pada gigi atas depan sebelah kanannya
PI : Pasien tidak mengeluhkan rasa sakit pada gigi tersebut
PMH : Tidak disebutkan didalam jurnal
PDH : Tidak disebutkan didalam jurnal
FH : Tidak disebutkan didalam jurnal
SH : Tidak disebutkan didalam jurnal
3. Pemeriksaan Obyektif
a. Tensi : tidak disebutkan pada jurnal
b. Nadi : tidak disebutkan pada jurnal
c. Respirasi : tidak disebutkan pada jurnal
d. Suhu : tidak disebutkan pada jurnal
Pemeriksaan Ekstra Oral : tidak disebutkan pada jurnal
Pemeriksaan Intra Oral : gigi 13 memiliki margin gingiva ireguler dan
tidak ada mahkota klinis atau mahkota sub gingiva. Gigi 14 memiliki
margin gingiva ireguler dan mahkota klinik dengan tinggi 3 mm.
4. Pemeriksaan penunjang

Kondisi klinis gigi 13 dan 14


5. Diagnosa: Gingival enlargement
6. Diagnosa Banding: Gingivitis kronis
7. Prognosis: Baik, karena kondisi sistemik pasien tidak ada kelainan,
kesehatan rongga mulut pasien baik
8. Planning/Rencana perawatan: Gingivektomi
Kunjungan 1: Gingivektomi
Kunjungan 2: Kontrol 1 minggu
Kunjungan 3: Kontrol 2 minggu
9. Treatment:
10. Alat dan bahan:

No Alat Bahan
1. Diagnostic set (kaca Periodontal dressing
mulut, sonde, pinset)
2. Pocket marker Pehacain/lidocain
3. Pisau kirkland Spuit
4. Pisau orban Blade no.15
5. Scaler Blade no. 12
6. Kuret Povidone iodine
7. Gunting jaringan
8. Diamond bur

11. Prosedur gingivektomi sebagai berikut.


a. Asepsis area kerja menggunakan povidone iodine
b. Anestesi infiltrasi pada nervus alveolaris superior anterior dan
nervus nasopalatina menggunakan lidocaine compositum masing
masing sebanyak 0.5 dan 0.3 cc
c. Mengukur kedalaman poket di daerah operasi menggunakan
probe terkalibrasi atau pocket marker. Kedalaman ini ditandai
dengan menusuk dinding luar jaringan gingiva dengan pocket
marker untuk membuat titik-titik perdarahan. Apabila
keseluruhan daerah operasi telah diukur dan ditandai dengan
lengkap, titik-titik perdarahan tersebut akan membentuk outline
insisi yang harus dilakukan menandai dasar poket dengan pocket
marker.
d. Insisi dengan bevel eksternal pada sudut kurang lebih 45 derajat
terhadap akar gigi dan berakhir pada ujung atau lebih ke bawah
dari ujung apikal perlekatan epitel. Terkadang akses sangat
terbatas atau sulit dicapai sehingga bevel yang cukup tidak dapat
dibuat pada insisi awal. Pada keadaan ini, bevel dapat diperbaiki
menggunakan pisau bermata lebar atau diamond bur.
e. Menyempurnakan kontur gingiva seperti yang diinginkan dengan
diamond bur atau pisau bermata lebar untuk mengerok jaringan.
f. Membilas daerah pembedahan dengan saline dan aquadestilata
untuk membersihkan jaringan-jaringan yang tersisa.
g. Menekan daerah pembedahan dengan kasa selama 2-3 menit,
untuk menghentikan perdarahan.
h. Memasang periodontal pack.
Prosedur manipulasi periodontal pack sebagai berikut:
Periodontal dressing yang dikemas dalam bentuk dua tube pasta
dipersiapkan dengan mencampur pasta basis dan pasta akselerator
(katalis) sama panjang, kemudian diaduk sampai didapatkan
warna yang merata. Setelah 2-3 menit pasta yang telah diaduk
dapat dibentuk dan ditempatkan di bagian yang luka. Periodontal
dressing yang diaduk maupun yang sudah siap pakai harus
dibentuk lebih dahulu menjadi batangan sepanjang luka bedah
yang hendak dibalut (Newman, 2015).
Seluruh daerah luka ditutup dressing tanpa mengganggu oklusi
atau daerah perlekatan otot agar tidak mengganggu ketika
fungsional dan tidak mudah lepas.
i. Setelah seluruh prosedur gingivektomi dilaksanakan, pasien perlu
diberi informasi yang lengkap tentang cara-cara perawatan
pascaoperasi, yaitu:
a. Medikasi berupa antibiotik (Amoxicillin 500mg 3 kali sehari
selama 5 hari) dan analgesik (Ibuprofen 400mg 3 kali sehari
selama 3 hari), serta aturan pemakaian obat yang tepat.
b. Segera minum analgesik bila merasa sakit setelah efek anestesi
hilang.
c. Menghindari makan atau minum yang panas selama satu jam
d. Dilarang makan makanan yang keras, kasar, dan lengket. Serta
mengunyah makanan dengan sisi yang tidak dioperasi.
e. Apabila terjadi perdarahan, dressing ditekan selama 15 menit
dengan menggunakan kapas atau kasa yang bersih dan dilarang
berkumur.
f. Sikat bagian mulut yang tidak dioperasi saja.
j. Kontrol pada hari ke-7, dilakukan pelepasan periodontal dressing
dan dilakukan irigasi pada bekas luka pembedahan menggunakan
saline sterile kemudian dibilas menggunakan aquadestilata.
Evaluasi gingival dan proses penyembuhan luka, serta DHE.
k. Kontrol 2 minggu pasca gingivektomi untuk mengevaluasi hasil
perawatan dan instruksikan pasien untuk menjaga oral hygiene
dengan baik.
l. Kontrol lagi setelah pembuatan crown selesai untuk melihat
jaringan.

Gambar 2. Prosedur crown lengthening


Gambar 3. Kondisi gigi setelah perawatan
DAFTAR PUSTAKA

Carranza, F. A., 1990, Glickman’s Clinical Periodontology, 7th Ed., W.B.


Saunders Company, Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney,
Tokyo, h. 909
Danesh M., Surgical crown lengthening building a solid foundation for
restorative excellence, Australasian Dental Practice, 2012:58-60.
Dewi MH., Lessang R., 2009, Crown Lengthening As An Alternative Supporting
Theraphy In Orthodontics And Restorative Dentistry, KPPIKG, 352-362.
Fedi, P.F., Vernino, A.R., dan Gray, J.L., 2004, Silabus Periodonti, EGC, Jakarta.
Harty, F.J., Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Hempton, T, J., Dominici, J. T., 2010, A Review Contemporary Crown
Lengthening Therapy, Journal of American Dental Association, 141 (6):
647 – 655.
Lee E.A., 2004, Asthetic Crown Lengthening: Classification, Biologic rationale,
and Treatment Planning Considerations, New York, 16(10): 769-778
Manson, J.D. dan Eley, B.M., 1993, Buku Ajar Periodonti, ed 2, Hipocrates,
Jakarta.
Murali K.V., Shahabe S.A., Patil S.G., Ahmed B.M.N., Bhandi S., Esthetic Crown
Lengthening: Theorical Consepts and Clinical Prosedurs, IJCD, 2012,
3(3):33-7.
Newman, M.G., Takei, H.H., Carranza, F.A, 1996, Carranza’s Clinical
Periodontology, 9th ed., Saunders Comp., Phildelphia.
Newman, M.G., Takei, H.H., Carranza, F.A, 2012, Carranza’s Clinical
Periodontology, Saunders Comp., Phildelphia.
Newman, M.G., Takei, H.H., Carranza, F.A, 2015, Carranza’s Clinical
Periodontology, 12th ed., Saunders Comp., Phildelphia.
Pawar, S. B., Rakhewar, P. B., Chacko, L., Walkar, S. S., 2017, Crown
Lengthening Procedure: Various Techniques A Case Series, Journal of
Dental and Medical Sciences, 6 (8): 40-46.
Srivastava, R., Tandon, P., Gupta, K., Srivastava,A., 2008, Aesthetics
Enhancement of Crown Lengthening Procedure with Internal Bevel
Gingivectomy - a Case Report, Journal of Dental Science, 7 (1): 1-6.
Suryono, 2014, Bedah Dasar Periodonsia, Deepublish, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai