DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
Anisa Savitri
1206207804
Dela Medina
1206208025
Dwiseptia Nadiantari
1206240051
Farahdillah
1206237183
1206238614
Haula Rahmah
1206256522
Hastinefia Putri
1206207823
1206244365
Syifa Adinda
1206249864
Winasih
1206207621
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah scenario 1 untuk mata kuliah IKGK 4 ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini
merupakan hasil diskusi kelompok PBL 9 yang berisi tentang penyakit/kelainan darah, ekstraksi
gigi, infeksi non spesifik beserta tata laksananya. Terimakasih kepada seluruh narasumber dan
fasilitator mata kuliah Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 4, secara khusus kepada drg. Dewi Fatma S,
PhD selaku fasilitator kelompok PBL 3 atas bimbingannya selama diskusi berlangsung sehingga
diskusi dapat berjalan dengan terarah sesuai dengan learning issues yang dimaksud.
Penyusun sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya
dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................................................5
1. LATAR BELAKANG ........................................................................................................5
2. TUJUAN .............................................................................................................................5
3. KASUS ...............................................................................................................................5
4. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................6
5. SPIDER WEB .....................................................................................................................8
6. LEARNING ISSUES ..........................................................................................................8
7. HIPOTESIS ........................................................................................................................9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................10
A. PROSEDUR DIANGNOSIS.............................................................................................10
B. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI EKSTRAKSI GIGI ...........................................14
C. INFEKSI NON SPESIFIK ................................................................................................18
D. INFEKSI PERIAPIKAL ..................................................................................................23
E. GAMBARAN RADIOGRAF INFEKSI NON SPESIFIK ...............................................27
F. GAMBARAN RADIOGRAF PADA PENDERITA KELAINAN SISTEMIK................37
G. INSTRUMEN EKSTRAKSI GIGI SEDERHANA...........................................................40
H. TEKNIK EKSTRAKSI GIGI............................................................................................50
I. PERDARAHAN PASCA EKSTRAKSI...........................................................................65
J. KLASIFIKASI PENYAKIT/KELAINAN DARAH.........................................................69
K. IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN GANGGUAN PERDARAHAN............................89
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Penatalaksaan penyakit di area oromaksilofasial merupakan salah satu kompetensi
seorang dokter gigi. Termasuk di dalamnya adalah penatalaksaan kasus ekstrasi dan infeksi
non spesifik pada pasien dengan atau tanpa kompromis medis. Untuk dapat menjalankan
penatalaksanaan dengan benar, maka seorang dokter gigi harus memahami prosedur
diagnosis melalui analisa anamnesis,
pemeriksaan klinis,
Setelah mendapatkan diagnosis yang tepat, dokter gigi perlu memahami penatalaksanaan
kasus beserta peresepan obat-obatan yang rasional dan sesuai dengan indikasi.
2. TUJUAN
1. Mengetahui prosedur untuk
komprehensif termasuk
kali ke dokter gigi dekat rumah dan diberi obat akan tetapi tidak kembali lagi untuk control.
Dua tahun yang lalu dokter gigi di puskesmas pernah mencabut gigi atas kiri pasien dan
pasien harus kembali keesokan harinya karena perdarahan yang tidak berhenti.
Pemeriksaan ekstra oral tidak ada kelainan. Pemeriksaan intra oral :
-
Kebersihan mulut buruk, kalkulus subgingiva dan supra gingiva pada hampir
seluruh region
Gigi 15 nekrosis pulpa dengan perkusi dan palpasi peka. Terdapat fistula pada
daerah mukosa bukalnya.
Anak laki-lakinya berusi 6 tahun, mengeluh terdapat gigi yang tajam dan melukai bibir
atas. Sebelumnya gusi di area gigi tersebut sering bengkak hilang timbul. Pemeriksaan
ekstraoral: tidak ada kelainan. Pemeriksaan intraoral : gigi 51 radiks, terdapat perforasi pada
gingiva di area ujung akarnya.
4. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perjalanan terjadinya nekrosis pulpa pada gigi 15 dari karies hingga
terdapat fistula?
2. Bagaimanakah penatalaksanaan kasus fistula?
3. Mengapa gusi pasien sering berdarah?
4. Obat apa yang diberikan pada pasien tersebut sehingga pasien tidak kembali untuk
kontrol? (analgesik, antibiotik, antiinflamasi,anastesi,antiseptik,obat untuk
menghentikan perdarahan)
5. Bagaimana penggolongan dan pemilihan obat untuk pasien tersebut? (perbedaan pada
anak dan dewasa)
6. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat tersebut?
7. Bagaimana efek samping, interaksi obat, dan dosis dari obat tersebut?
8. Bagaimana cara penulisan resep?
9. Apa yang menyebabkan perdarahan tidak berhenti pasca pencabutan gigi?
10. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada saat anastesi dan pencabutan?
5. SPIDER WEB
6. LEARNING ISSUES
1. Menjelaskan prosedur diagnosis dan pemeriksaan radiologi penunjang
2. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi tetap dan gigi sulung
8
7. HIPOTESIS
1. Pasien 35 tahun mengalami nekrosis pulpa pada gigi 15 sehingga membutuhkan
pemberian obat antibiotik.
2. Pasien
35
tahun
mempunyai
riwayat
penyakit
sistemik
yang menyebabkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PROSEDUR DIAGNOSIS
Format rekam medis untuk pemeriksaan lengkap mencakup data biografis, keluhan utama
beserta riwayatnya, riwayat medis, riwayat medis keluarga, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
penunjang berupa laboratoris ataupun radiograf.
-
Data Biografis
Berisikan nama, alamat, umur, jenis kelamin dan pekerjaan pasien. Dapat dilengkapi pula
dengan nama dan alamat dari dokter pribadi pasien untuk memudahkan dan memastikan
kevalidan data medis pasien sebelumnya.
-
Keluhan Utama
Keluhan utama perlu ditanyakan secara rinci kepada pasien. Jawabannya dapat membantu
dokter gigi untuk menentukan prioritas selama pengisian rekam medis dan menentukan rencana
perawatan.
-
Riwayat Medis
Bisa didapatkan dari kuesioner yang diisikan oleh pasien. Berisi data-data mengenai
pengalaman pasien dirumah sakit sebelumnya, operasi, injuri traumatik dan penyakit serius yang
pernah diderita oleh pasien, gejala atau penyakit yang belum lama ini dialami, obat-obatan yang
sedang diminum, riwayat alergi obat, deskripsi mengenai kebiasaan yang berpengaruh pada
kesehatan seperti merokok, dan data-data mengenai medical check-up atau kunjungan ke dokter
terakhir.
Selain itu, akan sangat membantu juga apabila pasien ditanyakan mengenai masalah
kesehatan lain yang seringkali ada dan memerlukan modifikasi dalam perawatan dental. Seperti
angina, infark miokard, kelainan perdarahan, asma, hepatitis, diabetes, dan penyakit menular
seksual. Kemudian ditanyakan lebih spesifik mengenai alergi terhadap anastesi lokal dan
antibiotik tertentu. Jika pasiennya perempuan maka ditanyakan apakah sedang hamil atau tidak.
10
Riwayat medis keluarga fokus pada penyakit keturunan yang relevan seperti misalnya
hemofili. Riwayat medis ini harus diperbaharui paling tidak setahun sekali.
-
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis selalu dimulai dengan pengukuran tanda vital, seperti tekanan darah dan
denyut nadi. Hal tersebut dilakukan sebagai alat screening untuk masalah kesehatan yang belum
terdeteksi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstraoral dan intraoral.
Pemeriksaan ekstraoral :
Bentuk, profil, dan simetri wajah
Simetri, ukuran, reaktivitas pupil, warna sklera dan konjungtiva, serta pergerakan mata
Ukuran dari kelenjar tiroid dan nodus limfa
Krepitasi, ada tidaknya clicking, dan tenderness dari TMJ
Mukosa dan septum hidung
Keberadaan lesi kulit atau diskolorasi di bagian wajah dan leher
Pemeriksaan intraoral :
Pemeriksaan menyeluruh mulai dari oropharing, lidah, dasar mulut, mukosa oral, dan gigi geligi
beserta penyangganya. Periksa pula kuantitas dan kualitas saliva.
Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan pengambilan data rekam medis, dokter gigi
dapat menyimpulkan diagnosa dan rencana perawatan. Apabila ditemukan gejala klinis dari
suatu penyakit tertentu atau suatu temuan penyakit mulut yang perlu pemeriksaan lanjutan, maka
diperlukan pemeriksaan lanjutan yang sesuai untuk kondisi pasien, dapat berupa pemeriksaan
laboratoris maupun radiografis.
Jenis pemeriksaan laboratoris disesuaikan dengan temuan dari anamnesa dan pemeriksaan
klinis. Apabila ditemukan pasien dengan kompromis medis untuk mendapatkan sehingga dapat
menimbulkan komplikasi dalam perawatan dental, maka perlu dirujuk terlebih dahulu.
-
Pemeriksaan Radiograf
11
Evaluasi detail kelainan periapikal (abses, kista dan lesi lainnya) didalam tulang alveolar
Terdapat 2 macam teknik periapikal yaitu Parallel dan Biseksi. Untuk kasus ini dipilih teknik
parallel karena
Mahkota gigi dapat tampak dengan jelas sehingga karies proksimal dapat terdeteksi
Sudut vertical dan horizontal , sudah ditentukan oleh cone pada film holder
Keluhan utama : jika pasien mengeluhkan sakit, tanyakan semua yang berhubungan
dengan rasa sakit tersebut seperti durasi, tipe rasa sakit, pemicunya, dan lain sebagainya.
Riwayat dental : perawatan sebelumnya, waktu erupsi dan perkembangan gigi, tindakan
pencegahan yang telah dilakukan, dan metode kontrol rasa sakit yang telah dilakukan
sebelumnya.
12
Riwayat medis : sistem kardiovaskular (lesi jantung, tekanan darah), sistem saraf pusat,
sistem endokrin (diabetes), gastrointestinal, pernafasan (asma, bronkitis, infeksi saluran
nafas atas), kecenderungan perdarahan (termasuk riwayat keluarga), alergi, serta riwayat
operasi atau perawatan
Riwayat kandungan : berat lahir, masalah antenatal dan perinatal, prematuritas dan
perawatan khusus pada saat neonatal
Perawatan medis yang sedang berlangsung : pengonsumsian obat, perawatan yang sedang
berjalan, dan imunisasi
Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan ekstraoral seharusnya merupakan penilaian umum terhadap sang pasien anak.
Dokter gigi harus mengamati mulai dari cara jalan anak, interaksi umum anak dengan orang
tuanya, atau dengan dokter giginya. Penilaian terhadap tinggi dan berat badan anak juga berguna,
terlebih jika dilakukan pengukuran berkala dan diamati dalam sebuah growth chart. Pada
pemeriksaan ekstraoral yang harus dinilai :
-
Sendi TMJ
Pemeriksaan Intraoral
-
13
Karies, merupakan alasan pencabutan gigi yang paling sering karena lesi karies sudah
sangat parah sehingga tidak dapat direstorasi lagi. Pertimbangan gigi masih dapat
direstorasi lagi atau tidak perlu dikomunikasikan antara dokter gigi dengan pasien.
Nekrosis Pulpa, biasanya gigi yang telah mengalami nekrosis pulpa atau pulpitis
irreversible tetapi tidak bisa dilakukan perawatan endodontik. Perawatan tersebut tidak
dapat dilakukan karena pasien menolak melakukan perawatan endodontik atau saluran
akar yang berliku, telah terkalsifikasi dan tidak dapat dilakukan perawatan. Selain itu
dapat juga gigi yang telah dirawat endodontik tetapi tidak berhasil meredakan rasa nyeri
atau menyediakan drainase dan pasien menolak untuk dirawat ulang.
Penyakit Periodontal, severe periodontitis yang sudah berlangsung cukup lama dapat
menyebabkan
kehilangan
tulang
yang luas
irreversible, pada keadaan ini gigi yang sangat goyang perlu diekstraksi.
-
Keperluan Ortodontik, pasien yang sedang menjalani perawatan ortodontik karna posisi
giginya yang crowding terkadang memerlukan ekstraksi gigi untuk menyediakan ruang
bagi gigi geligi lainnya. Gigi yang paling sering dicabut untuk keperluan ortodontik
adalah premolar rahang atad dan bawah atau insisif rahang bawah.
Gigi yang Malposisi, beberapa situasi gigi malposisi yang diindikasikan untuk ekstraksi
adalah gigi malposisi yang melukai jaringan lunak tidak dapat direposisi dengan
perawatan orto. Contohnya gigi M3 yang erupsi ke buccal sehingga menyebabkan trauma
pada pipi bagian dalam atau gigi yang ekstrusi parah karena kehilangan gigi
antagonisnya.
Cracked Tooth, mahkota yang retak atau fraktur akar dapat menyebabkan sakit dan tidak
dapat ditangani dengan teknik yang lebih konservatif, terkadang perawatan endodontik
disertai dengan prosedur restorasi yang kompleks tidak dapat menghilangkan rasa sakit.
Gigi Impaksi, apabila sudah dapat dipastikan bahwa gigi tersebut tidak dapat erupsi
sempurna mencapai fungsi oklusi karena tidak cukupnya ruangan, gangguan dari gigi
sebelahnya, atau hal-hal lain.
Terapi Radiasi, pasien yang akan menerima terapi radiasi untuk kanker di area mulut,
kepala, dan leher dapat dipertimbangkan untuk diekstraksi gigi-giginya yang ada di area
radiasi. Namun dapat juga dipertahankan dengan perawatan yang sesuai.
Gigi yang terlibat dalam Fraktur Rahang, pasien yang mengalami fraktur mandibula atau
prosesus alveolaris terkadang harus diekstraksi gigi geliginya. Dalam beberapa kasus,
gigi dapat dipertahankan, tetapi gigi yang injuri, terinfeksi, atau luksasi parah akan lebih
baik jika diekstraksi.
Masalah Finansial, jika keadaan finansial pasien tidak mendukung untuk melakukan
perawatan untuk mempertahankan gigi geliginya.
Kontraindikasi Sistemik
Severe Uncontrolled Metabolic Diseases, misalnya pasien yang rentan diabetes dan
penyakit ginjal tahap akhir. Pasien dengan diabetes ringan atau well-controlled dapat
dirawat seperti pasien pada umumnya. Jika tidak terkontrol, maka ekstraksi gigi harus
ditunda sampai kondisi diabetes menjadi controlled.
Leukemia dan limphoma tidak terkontrol, karena memiliki potensi komplikasi seperti
infeksi akibat dari tidak berfungsinya sel darah putih dan perdarahan berlebih akibat
kurangnya jumlah platelet. Ekstraksi gigi harus ditunda sampai penyakit terkontrol dan
kondisi pasien memungkinkan untuk dilakukan tindakan ekstraksi.
Penyakit jantung tidak terkontrol, seperti angina pectoris dan sebelumnya terkena infark
miokardia. Tindakan ekstraksi gigi harus ditunda.
Malignant hypertension, bisa terjadi perdarahan menerus, pecahnya pembuluh darah otak
akibat stress pra ekstraksi gigi.
15
Kehamilan pada trimester awal dan terakhir, tetapi ekstraksi gigi tanpa komplikasi dapat
dilakukan pada takhir trimester awal, trimester kedua, dan awal-awal dari trimester akhir.
Apabila ekstraksi yang dilakukan lebih ekstensif seperti memerlukan obat-obat tertentu
selain anastesi lokal, maka ekstraksi harus ditunda sampai sang anak lahir.
Severe bleeding diathesis, contohnya pasien dengan hemofilia atau kelainan platelet yang
parah tidak boleh diekstraksi sampai kelainan koagulasi darah dapat dikoreksi dengan
pengaturan faktor-faktor
Pasien yang meminum obat antikoagulan, minum obat harus dihentikan beberapa hari
sebelum dilakukan ekstraksi oleh karena itu harus konsultasikan dengan dokter penyakit
dalam.
Pasien yang sedang meminum obat-obatan tertentu, harus mendapatkan perhatian khusus
sebelum
melakukan
tindakan
bedah.
Contohnya
obat-obat
yang
mengandung
Kontraindikasi Lokal
Ekstraksi pada area dengan riwayat terapi radiasi, dapat menyebabkan terjadinya
osteoradionekrosis, oleh karena itu apabila perlu ekstraksi harus dilakukan dengan ekstra
hati-hati.
Gigi yang berada pada area tumor, terutama tumor ganas, tidak boleh diekstraksi.
Prosedur bedah dapat menyebarkan sel-sel malignan dan menyebabkan metastasis.
Pasien dengan perikoronitis yang parah disekitar gigi M3 yang impaksi, tidak boleh
diekstraksi
dan
harus
ditunda
sampai
perikoronitisnya
dirawat,
karena
dapat
Acute dentoalveolar abcess, karena pasien dapat kesulitan membuka mulut, atau sulit
memberikan anastesi lokal.
Sehingga
dan dilakukan
Gigi sulung yang mengalami prolonged retention karena resorpsi akar yang tidak wajar
atau karena ankylosis
Gigi impaksi
Supernumerary teeth, bisa menyebabkan resorpsi dan displacement dari gigi tetapnya
Jika gigi mengalami karies yang tidak dapat direstorasi; jika karies telah mencapai
bifurkasi atau jika sulit untuk membentuk margin gingiva.
Jika gigi sulung bertabrakan dengan erupsi normal gigi permanen suksesornya.
hematologist.
3. Pada penderita penyakit akut atau kronik rheumatic heart disease, congetial heart
disease, dan penyakit ginjal yang memerlukan antibiotic profilaksis.
4. Perisementitis
5. Infeksi akut sistemik karena resistensi tubuh yang rendah dan dapat menyebabkan
kemungkinan infeksi sekunder.
6. Keganasan. Trauma pada ekstraksi cenderung mengakibatkan peningkatan pertumbuhan
dan penyebaran tumor.
7. Gigi dengan tulang yang menjalani perawatan radiasi. Pada banyak kasus, tulang dengan
infeksi diikuti dengan ekstraksi setelah terapi antibiotik, karena avaskularitas akibat
radiasi. Infeksi tulang ini akan diikuti oleh osteomyelitis yang sangat menyakitkan dan
tidak dapat dikontrol kecuali oleh reseksi yang luas pada tulang yang diradiasi.
8. Diabetes mellitus. Konsultasi dengan dokter yang merawat pasien sangat diperlukan
karena pada pasien ini penyembuhan lukanya agak sukar.
Gambaran radiograf gigi yang akan diekstraksi sehingga dokter gigi dapat mengobservasi
ukuran dan kontur akar gigi sulung tersebut, jumlah dan tipe resorpsi yang terjadi,
kondisi akar dengan gigi tetap penggantinya, dan penyebaran penyakit
DEFINISI
Infeksi dapat diartikan sebagai proses invasi mikroorganisme dan berproliferasi di
dalam tubuh sehingga menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi nonspesifik adalah
infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang tidak
mikroorganisme.
Salah satu Infeksi yang sering terjadi di dalam rongga mulut & sulit diatasi adalah
infeksi odontogenik. Infeksi ini berasal dari gigi dan disebabkan oleh flora normal dalam
mulut. Flora normal tersebut terdiri dari beberapa macam bakteri, oleh karena itu itu infeksi
odontogenik di golongkan sebagai infeksi non spesifik.
merupakan ineksi awal yang dapat menyebar hingga prosesus alveolaris dan jaringan wajah
yag lebih dalam, rongga mulut, kepala bahkan leher. Ketika infeksi terjadi, maka dapat
18
menyebar lewat tulang hingga jaringan lunak di atasnya. Untuk itu diperlukan pengetahuan
mengenai jalur penyebaran infeksi dari gig hingga jaringan sekitarnya untuk menentukan
rencana perawatan yang tepat.
2.
ETIOLOGI
Bakteri yang menyebabkan infeksi odontogenik biasanya merupakan flora normal mulut
yang bisa ditemukan di permukaan mukosa, sulkus gingiva. Bakteri-bateri tersebut utamanya
adalah bakteri aerob cocci gram positif, anaerob batang gram negatif. Bakteri-bakteri tersebut
menyebabkan enyakit umum seperti karies gigi, gingivitis dan periodontitis. Ketika bakteri
tersebut mendapatkan akses menuju jaringan yang lebi dalam lewat pulpa nekrotik atau lewat
poket periodontal yng dalam, maka akan menyebabkan infeksi odontogenik. Selama infeksi
berlanjut lebih dalam, flora-flora yang berbeda dari flora awal penyebab infeksi tersebut
mendapatkan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan mereka.
Berbagai studi mikrobiologi telah dilakukan untuk mempelajari mikrobiologi dari infeksi &
beberapa faktor penting telah ditemukan. Pertama, hampir semua infeksi odontogenik
disebabkan oleh multipel bakteri. Oleh karena itu penting bagi klinisi untuk memahami
variasi bateri yang biasa menyebabkan infeksi. faktor terpenting kedua ialah, toleransi
oksigen yang dimiliki bakteri yang menyebakan infeksi odontogenik. Karena daam mulut
bakterinya ialah kombinasi bakteri aerob dan anaerob , maka kebanyakan infeksi
odontogenik disebabkan oleh kombinasi bakteri aerob dan anaerob
Penyebab Infeksi Odontogenik
Bakteri Aerob
6%
Kelompok
Predominan
(65%
kasus)
Streptococcus milleri
Terdiri dari :
Bakteri Anaerob
44%
S. anginosus
S. intermedius
S. constellatus
Streptococcus
19
Peptostreptococcus
Prevotella
Porphyromonas spp.
dan
Anaerob
3. PATOGENESIS
Inoculation
Hari ke 3 5
stage Cellulitis stage
Hari ke 5 7
Abscess stage
Resolution stage
(edema)
20
Durasi
0 3 hari
1 5 hari
4 10 hari
Nyeri
Ringan, menyebar
Menyebar
Terlokalisir
Terjadi
Ukuran
Bervariasi
Warna
Konsistensi
Pus
Besar
Normal
Merah
Jellylike
Boardlike
Tidak ada
Lebih kecil
abses
setelah
mengalami
(baik
pada drainase
secara
spontan
bagian tengah
ataupun surgical).
Lunak
pada Kemudian sistem
Mengkilap
Tidak ada
bagian tengah
imun
Ada
menghancurkan
akan
Aerob
Aerob
Anaerob
dan
Anaerob
terjadilah
healing
proses
dan
repair.
Tingkat
keparahan
Rendah
Lebih tinggi
Berkurang
infeksi
4. PENJALARAN
Sumber infeksi odontogenik :
a. Periodontal
Bakteri berasal dari pocket periodontal yang menjadi gerbang masuknya bakteri ke
jaringan lunak di bawahnya.
b. Periapikal
Dibanding
dengan
periodontal,
periapikal
lebih
sering
menjadi
sumber
infeksi
odontogenik. Infeksi yang bemula dari karies, berujung ke nekrosis pulpa yang
memberikan jalan untuk bakteri menginvasi jaringan periapikal. Infeksi menjalar ke
seluruh arah, namun paling cepat menjalar pada area yang lebih tidak resisten. Infeksi
menjalar hingga tulang kanselus, kemudian mencapai lempeng kortikal, lempeng kortikal
terkikis, dan masuk ke jaringan lunak. Perawatannya tidak cukup hanya memberikan
antibiotic, namun harus dilakukan PSA atau ekstraksi. Apabila hanya diberikan antibiotic
21
tanpa dilakukan tindakan, maka infeksi akan muncul lagi. Lokasi penyebaran infeksi
ditentukan oleh dua faktor utama
1. Ketebalan tulang yang melapisi apeks gigi
2. Hubungan perforasi tulang terhadap perlekatan otot maksila dan mandibula
Gambar 1.
Infeksi akan memasuki jaringan lunak dengan mengikis tulang (lempeng kortikal) yang
tertipis. Gambar 1A. Bagian tulang di labial lebih tipis daripada tulang di palatal, sehingga
infeksi perfor melalui tulang di labial. Gambar 1B. Sebaliknya.
Gambar 2.
Titik perforasi infeksi pada tulang juga dipengaruhi oleh letak perlekatan otot pada tulang
tersebut. Gambar 2A. Apabila apeks akar lebih rendah daripada perlekatan otot, abses akan
terbentuk di vestibulum. Gambar 2B. Apabila apeks akar terletak lebih tinggi daripada
perlekatan otot, maka akan terbentuk abses pada area fasial.
22
Terjadinya diskolorasi enamel menjadi warna coklat akibat infeksi kronis (Turners
hypoplasia)
D. INFEKSI PERIAPIKAL
1. Infeksi Periapikal/Abses Periapikal
Proses Perkembangan Infeksi
Infeksi dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu periapikal yang berasal dari nekrosis
pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal, periodontal yang berasal dari
akumulasi bakteri pada poket, dan perikoronal yang berasal dari makanan yang
terkumpul dibawah operculum (hanya terjadi pada gigi yang belum tumbuh
sempurna)
Infeksi Periapikal dapat menyebar melalui 3 jalur yaitu kontinuitas ruang
jaringan, system limfatik, dan sirkulasi darah. Namun jalur yang paling umum adalah
yang pertama.
Pada awalnya pus terbentuk di tulang cancellous dan menyebar ke berbagai arah
yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal,
lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan
tulang, dan jarak perjalanan
pus.
23
berbagai
peranan
otot
penting
juga
memainkan
dalam
penyebaran pus.
mandibula
yang
atas
otot
mylohyoid
menyebar secara
dan
biasanya
dasar
mulut.
Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus
menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral.
24
Infeksi yang berasal dari gigi incisor dan canines mandibula akan menyebar ke
buccal atau lingual dikarenakan tulang alveolar yang tipis pada area tersebut.
Biasanya akan terlokalisasi ke buccal apabila puncak apeks berada di atas perlekatan
otot mentalis. Namun terkadang akan tersebar ke extraoral apabila puncak apeks ada
di bawah perlekatan otot.
Pada mandibula, perlekatan otot buccinators cukup penting. Saat puncak apeks
dari premolar dan molar maxilla berada di bawah perlekatan otot buccinators, maka
pus akan tersebar ke intraoral. Namun apabil apuncak apeks berada di bawah
perlekatan otot maka akan tersebar ke atas/ekstroral. Begitu juga dengan mandibula.
Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses
dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar,
(2) subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory cervicofacial
(Gambar 4 dan 5).
Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar
yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi
perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses
subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan
periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah
melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di
25
bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui
jaringan ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut
abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk
abses serous yang disebut Fascial Space Abscesses.
Abses Intralveolar
a.
b.
Abses Subperiosteal
c.
d.
e.
Abses Submukosa
26
Abses Subkutan
Demam Terutama pada anak kecil. Denyut nadi cepat, respiratori cepat dan
dangkal
Peningkatan jumlah sel darah putih terutama neutrofil. Apabila infeksi serius dan
lama seperti osteomyelitis dapat menyebabkan anemia.
Dehidrasi
disebabkan
kehilangan
dan
kekurangan cairan intake. Gejala dan symptom dari sistemik lainnya adalah
anorexia, diare, dan rasa sakit pada region abdominal.
27
Pada keadaan nekrosis pulpa, respon inflamasi baik akut maupun kronis dapat terjadi pada
jaringan apical. Respon inflamasi ini terjadi karena adanya stimulus toksik. Berikut adalah
cardinal signs dari inflamasi akut:
P
embengkakan tumor
K
emerahan-rubor
P
anas-color
N
yeri-dolor
K
ehilangan fungsi- functio laesa
Pada jaringan apical, eksudat inflamasi berakumulasi di ruang ligament periodontal apical
menyebabkan adanya pembengkakan yang kemudian dikarakteristikkan sebagai periodontitis
apical akut. Gigi yang mengalami hal ini akan menjadi peka terhadap tekanan (menyebabkan
rasa nyeri), dan pasien akan menghindari menggunakan gigi tersebut untuk menggigit atau
mastikasi (menyebabkan hilangnya fungsi gigi tersebut). Panas dan kemerahan tidak
terdeteksi secara klinis. Tanda-tanda tersebut diikuti oleh kerusakan dan resorpsi tulang disekitar
gigi, seringkali juga akar gigi tersebut, kemudian terbentuk abses periapikal
dan secara
28
Kondisi Inflamasi
Perubahan
Berkaitan
dengan
Inflamasi
Inflamasi akut awal (initial Eksudat
acute inflammation)
inflamasi Pelebaran
berakumulasi
pada
ruang ruang
awal
(initiap
spread
inflammation)
Penyebaran
lanjut
socket
radiolusen
ligamen
bahkan
periodontal
tidak
ada
garis
garis
radiopak
periapikal
inflamasi
(further
lebih Resorpsi dan destruksi lebih Area bone loss pada apeks
spread
gigi
inflammation)
Inflamasi
awal
kronis
low-grade Destruksi
(initial
minimal
pada Tidak
terlihat
chronic inflammation)
tubuh
menempatkan
adanya
tulang
namun
bagian
apeks
gigi
(sclerosing osteitis)
Inflamasi
lanjut
kronis
(Latter
stages
chronic inflammation)
bone
loss
pada
yang
apeks
periapikal
kista radikular.
atau dikelilingi
oleh
tulang
sklerotik
padat
(dense
sclerotic bone)
29
Whaites, Eric. 2002. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. China: Churchill Livingstone.
Whaites, Eric. 2002. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. China: Churchill Livingstone.
Pada gambar A diatas, terlihat area radiolusen dengan batas yang jelas pada apeks gigi 31
(seperti yang ditunjuk panah). Tulang yang mengelilingi area radiolusen tersebut relative padat
dan opak yang menandakan adanya granuloma periapikal kronis atau kista.radikular. Gambar B
menunjukkan gigi 31 yang telah diekstraksi yang memiliki granuloma yang menempel pada
apeks akarnya.
30
Whaites, Eric. 2002. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. China: Churchill Livingstone.
Pada gambar C diatas , area difuse dari kerusakan tulang pada gigi 12 dan area yang lebih kecil
pada apeks akar gigi 11 menunjukkan adanya abses periapikal (ditunjukkan panah hitam). Pada
gambar D, terlihat area destruksi tulang dengan batas yang jelas pada gigi 41 (abses periapikal,
granuloma, atau kista).
Lokasi:
Lesi ini biasanya berpusat pada apeks gigi, dimulai pada bagian apical ruang ligament
periodontal
Pada sepanjang akar lateral , disebabkan oleh adanya kanal aksesore, fraktur akar, atau
iatrogenic perforasi
Batas lesi:
Pada kebanyakan kasus, batas lesi periapikal sulit dibedakan , sebab menunjukkan
perubahan secara bertahap dari pola trabekula yang normal menuju pola trabekula abnormal.
Namun terkadang batas lesi dapat terlihat jelas
Struktur interna lesi:
31
Pada inflamasi periapikal awal pola tulang normal,reaksi tulang sklerotik belum
terlihat.
demineralisasi.
Perubahan yang terdeteksi paling awal terdapat penurunan tulang pelebaran ruang
ligament periodontal pada apeks gigi melibatkan tulang sekitar dengan diameter yang
lebih besar
Pada inflamasi lebih lanjut terbentuk campuran antara tulang sklerotik dan rarefaction
(fig 18-4) . presentase campuran tulang ini bervariasi. Apabila lesi terlihat lebih lusen ,
maka disebut periapical rarefying osteitis.
Pada pemeriksaan lanjut, daerah sklerotik menunjukkan adanya peningkatan baik jumlah
maupun ketebalan trabekula
32
Lesi inflamasi periapikal dapat menstimulasi resorpsi atau deposisi tulang sekitar
Reaksi sklerotik pada tulang cancellous dapat terbatas pada area kecil sekitar gigi atau
meluas
Reaksi periosteal juga dapat terjadi pada permukaan bukal atau lingual prosesus alveolar
atau pada inferior mandibula.
33
Resorpsi internal atau eksternal pada akar , kalsifikasi dan pelebaran pulp chamber dapat
terjadi
2. Osteomielitis
34
Osteomielitis adalah inflamasi pada tulang dapat meluas melibatkan sumsum tulang, periosteum
korteks, dan tulang cancellous.
Lokasi :
Biasanya pada tulang alveolar mandibula , jarang pada maksila
Ukuran lesi: tergantung perluasan abses dan destruksi tulang
Batas: tidak berbatas tegas (diffuse)
Struktur internal:
Pada inflamasi awal, terjadi sedikit penurunan densitas tulang dan kehilangan kejelasan
trabekula
Pada destruksi tulang lebih lanjut menghasilkan daerah radiolusen pada suatu fokal area
atau tersebar pada tulang yang terlibat
White, Stuart C. Pharoah, M ichael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: M osby.
Terjadi deposisi tulang baru dan terlihat dari adanya lapisan-lapisan tulang yang baru
35
White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: Mosby.
3. Osteoradionecrosis
Ditemukan pada pasien yang menggunakan bisphosphonates untuk kemoterapi atau phosamax
untuk osteoporosis. Gambaran radiograf menyerupai sclerosing osteomielitis kronis.
Lokasi: terutama pada posterior mandibula, namun dibeberapa kasus terdapat pada maksila
Batas: tidak berbatas tegas
Struktur internal:
Adanya pembentukan tulang yang lebih banyak dibanding destruksi tulang, sehingga
keseluruhan tampak sklerotik atau radiopak. Area radiolusen tersebar dengan atau tanpa central
sequestra.
White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: Mosby
36
Penipisan gambaran tulang cancelous trabekular dan tulang kortikal pada tulang vertebra,
tengkorak dan rahang
Pada tulang tengkorak terjad pelebaran ruang diploic (diploic space) dengan penipisan
inner dan outer table. Pada beberapa kasus outer table tidak terlihat (hair on end)
Pada bagian yang terjadi penyumbatan pembuluh darah, pada radiograf terlihat sebagai
sclerosis localize
Gambaran tulang rahang tampak seperti osteoporosis pada umumnya yaitu penurunan
dan penipisan tulang trabekula
Pada beberapa kasus , terjadi pembesaran dan hyperplasia tulang sum-sum serta protusi
pada alveolar ridge maksila
37
Thalassemia
Memiliki gambaran radiograf yang mirip dengan penderita sickle cell anemia
Hyperplasia pada tulang mencegah pneumatisasi pada sinus maksila sehingga terjadi
retraksi pada maksila
Gambaran tulang dengan penebalan trabekula, penipisan tulang kortikal dan pembesaran
rongga tulang
38
White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: Mosby
Mutiple Myeloma
Leukemia
Daerah periapical mengalami rarefaksi osteitis
39
Desmotom
Instrumen ini digunakan untuk memutuskan perlekatan jaringan lunak, berbentuk lurus atau
melengkung. desmotom lurus digunakan untuk gigi anterior rahang atas dan desmotom
lengkung
untuk sisa gigi rahang atas serta semua gigi rahang bawah.
40
Retractor
Retractor digunakan untuk mengangkat pipi dan flap periosteal selama prosedur bedah.
Retractor yang paling sering digunakan adalah retractor Farabeu, Kocher-Langenbeck, and
Minnesota. Selain itu ada juga retractor lidah untuk mengangkat lidah ke arah media menjauhi
area bedah
Forsep ekstraksi
ekstraksi intra-alveolar sederhana dapat dilaksanakan dengan bantuan forsep ekstraksi dan
elevator. Komponen forsep ekstraksi terdiri dari handle, engsel dan paruh. Handle berguna
sebagai tempat menggenggam instrumen, paruh merupakan bagian ungsional dari forsep
untuk menggenggam gigi pada region servikal dan mengangkatnya dari kantung alveolar.
Karena anatomi gigi, berbagai forsep ekstraksi dengan desain spesial dibuat sehingga dapat
digunakan secara spesiik untuk masing- masing gigi.
- Forsep ekstraksi maksila untuk enam gigi anterior maksila
41
Paruh forsep sejajar dengan handle dan paruhnya konkav dan tidak tajam
-
42
Forsep mandibula untuk gigi anterior dan premolar/forsep universal mandibula/forsep no.
151
Paruh dan handle pada forsep ini menghadap arah yang sama, membentuk busur. Ketika
forsep dipegang di tangan, bagian konkav menghadap telapak tangan sedangkan paruhnya
menghadap ke bawah. Ujung paruhnya konkav dan tidak runcing
43
untuk
kedua
sisi
rahang,
memiliki handle
lurus
sementara
paruhnya
melengkung. Kedua paruhnya memiliki ujung yang runcing yang sesuai dengan bifurkasi
akar bukal dan lingual. Digunakan untuk ekstrakasi molar satu dan dua mandibula
44
forsep Surgical-anatomic
Forsep bedah digunakan untuk menjahit luka, menahan jaringan ketika jarum melewati
jaringan. Ada 2 tipe forsep: forsep bedah panjang standar digunakan untuk area posterior
dan forsep kecil, forsep Adson tajam digunakan untuk area interior.
45
elevator
Merupakan instrumen terpenting kedua (setelah forsep ekstraksi) untuk melakukan ekstraksi.
Berungsi untuk meluksasi gigi (melonggarkannya) dari tulang di sekitarnya. Hal ini akan
mempermudah melakukan ekstraksi menggunakan forsep. Dengan penggunaaan elevator ini
dapat menimimalisir insiden rusaknya akar, gigi dn tulang. Terdiri dari tiga bagian: handle,
shank, dan blade. Bentuk bladenya berbeda-beda tiap tipe dan digunakan sesuai kebutuhan.
Ada tida 3 elevator yang sering digunakan saat ini pada bedah mulut, yaitu:
-
Elevator lurus
Elevator yang paling umum digunakan untuk mengangkat gigi dan akar di kedua rahang.
Handlenya berbentuk pear-shaped, dan cukup besar. Shanknya sempit dan panjang
menghubungkan handle dengan blade. Blade memiliki dua permukaan: konveks dan
konkav. Permukaan konkav ditempatkan di bukal, bisa tegak lurus terhadap gigi atau
dengan sudut yang tepat. Elevator dipegang dengan tangan yang dominan dan jari telunjuk
ditempatkan sepanjang blade.
Hanya digunakan untuk mengangkat sebuah akar molar, setelah akar yang lain teah
diangkat dengan elevator lurus. Pertemuan shank dengan blade bersudut dan ujung blade
tajam. Blade pada pasangan elevator ini menghadap arah yang berlawanan. Elevator
pertama digunakan untuk megangkat akar mesial dan satu lagi, untuk akar distal, dapat
digunakan di kedua sisi rahang.
Pada kasus-kasus tertentu, elevator T-shaped dapat digunakan untuk mengangkat seluruh
molar ketiga pada rahang bawah. Ujung elevator ditempatkan ke bifurkasi akar.
Elevator jenis ini juga ada yang memiliki blade yang sempit dan
ujung yang sangat tajam untuk mempermudah mengangkat ujung akar yang rusak
Kuret periapikal
Merupakan isntrumen berujung ganda, dan berbentuk seperti sendok. Dengan bentuk tersebut
memudahkannya untuk memasuki area tulang yang rusak dan socket ekstraksi. Penggunaan
47
utama instrumen ini untuk mengangkat jaringan granulasi, kista kecil, serpihan tulang, benda
asing dll
Surgical suction
Ada beberapa variasi desain dan ukuran dari surgical suction yang digunakan untuk
menhilangkan darah, saliva dan larutan saline dari area bedah. Beberapa tipe surgical suction
didesain sedemikian rupa sehingga mereka memiliki lubang & mencegah luka terhadap
jaringan lunak selama prosedur bedah. Surgical suction standar memiliki satu lubang utama
untuk menghisap material sisa dan hanya memiliki satu lubang kecil pada handlenya. Orifis
ini biasanya tertutup ketika dibutuhkan suctioning cepat darah dan larutan salin
Towel clamp
Digunakan untuk mengencangkan handuk steril dan menempatkan pelindung pada kepala dan
dada pasien.
48
Needle holder
Needle holder digunakan untuk menjahit luka. Needle holder yang umum digunakan adalah
mayo-hegar dan Mathieu needle holder. Tipe pertama terlihat mirip dengan hemostat. berikut
ini adalah perbedaan hemostat dengan needle holder:
-
Paruh/ujung pendek hemostat lebih tipis dan panjang dibanding needle holder
Pada needle holder, permukaan internal dari paruh pendek memiliki groove dan
croshatched, membuat genggamannya menjadi lebih kuat dan stabil. Sementara paruh
pendek hemostat memiliki groove parallel yang tegak lurus terhadap sumbu panjang
instrumen
Needle holder dapat melepaskan jarum dengan tekanan sederhana, karena adanya celah di
pada handle yang paling ujung, sedangkan hemostat tidak memiiki celah tersebut
49
tahap,
menggunakan elevator lalu gigi dicabut dari soket dengan forsep. Setelah pelepasan perekatan
gigi dan jaringan lunak dilakukan, paruh forsep diposisikan pada cervical line gigi,sejajar dengan
sumbu, tanpa mengenai tulang ataupun gingival. Pergerakan awal dilakukan dengan lembut dan
menaikkan tekanan secara bertahap. Gerakan yang pertama kali dilakukan adalah gerakan ke
bukal karena tulang di area bukal/labial lebih tipis dan elastic. Oleh karena itu tekanan yang
diberikan harus lebih besar ke arah bukal. Jika anatomi akar gigi mendukung (berbentuk konus
dan tunggal) dapat dilakukan gerakan rotasi. Tarikan tidak diperbolehkan karena ada risiko rusak
terkait pencabutan tiba-tiba giginya. Gerakan akhir ekstraksi harus ke labial atau bukal dan
dalam arah yang melengkung, yaitu keluar dan ke atas untuk maksila, dan keluar dan ke bawah
untuk mandibula.
50
forsep
yang
sesuai
dengan
gigi
yang
akan diekstraksi.
Forsep
diadaptasikan seapikal mungkin dengan tujuan: untuk melebarkan tulang crestal pada
aspek bukal dan lingual dan untuk memindahkan fulcrum/pusat rotasi gigi menuju apeks
51
gigi sehingga dapat menghasilkan efektivitas ekspansi tulang dan mencegah fraktur pada
apikal gigi
4. luksasi gigi dengan forsep
menggunakan forsep yang sesuai dengan gigi yang akan diekstraksi. Tujuannya untuk
memperluas soket alveolar dan merobek perlekatan ligamen periodontal. Gaya luksasi
diarahkan ke arah tulang yang paling tipis dan paling lemah. Biasanya pada bagian bukal.
Dalam melakukan luksasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan operator:
1) forsep harus diposisikan seapikal mungkin diposisikan kembali secra periodik
selama ekstraksi
2) forsep diaplikasikan ke arah bukal dan lingual dengan gerakan yang lembut,
perlahan dan dengan tekanan dan tidak asal-asalan
3) gaya harus ditahan beberapa detik untuk memberikan waktu tulang untuk
ekspansi. Satu yang harus diperhatikan bahwa gigi tidak ditarik melainkan
diangkat dari soket ketika prosesus alveolar telah cukup ekspansi
5. pengangkatan gigi dari soket
ketika prosesus alveolar telah cukup ekspansi, dan gigi telah terluksasi. Dilakukan gaya
traksional/gaya tarik perlahan biasanya ke arah bukal.
Posisi
dan Gerakan
Instrumen
Insisif sentral maksila
Posisi operator :
Berdiri
di
kanan pasien
depan
- luksasi perlahan ke
arah labial lalu ke
palatal
- lalu
gerakan
lakukan
rotasi
perlahan
52
Posisi pasien:
Duduk di dental unit
dengan
bidang
soket
dengan
tarikan ringan
oklusal maksila 60
terhadap
lantai
setinggi
siku
operator
jari
memegang
prosesus
alveolaris
Instrumen:
Forseps
ekstraksi
maksila
(no. 150).
Insisif lateral maksila
Posisi
berdiri
operator
di
kanan pasien
depan
- Luksasi
perlahan
rotasi
53
Posisi pasien:
dihindari
terutama
jika
akarnya
condong ke distal
Duduk di dental unit
dengan
bidang
oklusal maksila 60
terhadap
lantai
setinggi
siku
dengan
tarikan ringan
operator
jari
memegang
prosesus
alveolaris
Instrumen:
Forseps
ekstraksi
maksila
(no. 150).
Caninus maksila
Posisi
berdiri
operator
di
depan
- Gerakan
awal di
dorong ke apikal
lalu ke aspek bukal
54
- Lalu
kanan pasien
dikembalikan
ke arah palatal
- Saat
tulang
Posisi pasien:
meluas/melebar
dengan
forsep
bidang
oklusal maksila 60
&
diposisikan
lebih ke apikal
terhadap
lantai
- Lakukan
setinggi
siku
rotasi
gerakan
untuk
memperluas soket
operator.
- Lakukan
tarikan
perlahan
dalam
arah labial-insisal
jari
memegang
alveolaris
Instrumen
Forseps
:
ekstraksi
maksila
(no. 150).
Premolar maksila
Posisi
operator: Ekstraksi p1 :
- Gerakan awal ke
55
kepala
pasien
mengarah
ke
berlawanan
gigi
arah
dengan
yang
akan
diekstraksi
dengan
tekanan
rendah
untuk
mencegah
fraktur akar
- Tarikan
dilakukan
secara perlahan ke
Posisi
pasien:
arah
oklusal
dengan sedikit ke
dengan
bukal
bidang
oklusal maksila 60
terhadap
lantai
setinggi
siku
operator.
pasien
kepala
menoleh ke
Ekstraksi p2 :
- Forsep
pada
diletakkan
area
paling
apikal gigi
arah operator
- Luksasi
kuat
dilakukan ke arah
bukal-palatal
Posisi tangan non
- Lakukan
rotasi
dominan :
gerakan
dan
traksional ke arah
Ekstraksi
gigi
bucooklusal
memegang
alveolaris
56
Ekstraksi
gigi
posterior kanan
jari
telunjuk
palatal,
di
ibu jari di
bukal
Instrumen
Forceps
:
universal
M1 dan M2 maksila
depan
kanan
pasien
- Forsep
ditempatkan
seapikal mungkin
- Luksasi
arah
Posisi
pasien:
bidang
oklusal maksila 60
terhadap
lantai
setinggi
siku
operator.
pasien
kuat
bukal
ke
dan
minimum ke arah
palatal
- Tarik gigi perlahan
ke
arah
bukooklusal
kepala
menoleh ke
arah operator
57
dominan :
Ekstraksi gigi kiri
jari telunjuk di
bukal,
ibu
jari di
prosesus
alveolaris
disebelah
gigi
yang
akan
diekstraksi.
Ekstraksi
gigi
posterior kanan
jari
telunjuk
palatal,
di
ibu jari di
bukal
Instrumen
Forseps
:
ekstraksi
Anatomi
M3
di
memungkinkan
M3
depan
kanan
pasien
Posisi
dimana
pasien:
elevator diletakkan di
dengan
M3.
bidang
oklusal maksila 60
Gigi
diluksasi
berdasarkan
arah
58
terhadap
lantai
setinggi
siku
operator.
pasien
akarnya
kepala
menoleh ke
arah operator
jari telunjuk di
bukal,
ibu
jari di
prosesus
alveolaris
disebelah
gigi
yang
akan
diekstraksi.
Ekstraksi
gigi
kanan
telunjuk
di
jari
palatal,
Instrumen
Forseps
:
ekstraksi
molar tiga
Anterior mandibular
- Luksasi
di depan /disamping
arah
lingual
awal
labial
ke
lalu
dengan
59
belakang
pasien
dengan
tangan
melingkari
kiri
kepala
pasien
gigi
telah
terluksasi
goyang,
dilakukan
dn
dapat
gerakan
rotasi
Posisi pasien: duduk
tegak dengan bidang
oklusal sejajar lantai.
Tinggi
dental
- Tarikan
perlahan
dilakukan
dalam
arah labioinsisial
unit
mandibula
distabilisasi
dengan
jari
dan
diletakkan
dipermukaan
oklusal
gigi
Instrumen
Forseps
:
universal
- Forsep
diletakkan
seapikal mungkin
60
pasien
dengan
Ke
tangan
arah melingkari
kiri
kepala
pasien
- Luksasi ke bukal
dan lingual
- Lakukan
gerakan
rotasi
- Lalu
tarikan
dilakukan perlahan
dalam
Posisi pasien: duduk
arah
bucooklusal
dental
unit
operator.
Kepala
pasien
menghadap operator
posterior
mandibula
kiri
distabilisasi
dengan
dan
oklusal
61
Instrumen
Forseps
:
universal
mandibula
atau no.
151
M1 dan M2 mandibula
ke
belakang
mungkin
dengan
pasien
tangan
melingkari
kiri
apikal
- Luksasi
kepala
arah
pasien
sejauh
kuat
ke
buccolingual
untuk
meluaskan
soket gigi
Posisi pasien: duduk
- Gigi
perlahan
dental
dalam
arah buccooklusal
ditarik
unit
operator. Secara
pasien seperti
menghadap operator
umum
sama
ekstraksi
M1,
M2
dapat
namun
tekanan
kuat
ke
yang
lingual
dibanding bukal
Ekstraksi posterior
62
kiri
mandibula
distabilisasi
dengan
dan
gigi insisivus
kiri.
Ekstraksi posterior
Kanan posisi ibu
jari diletakkan pada
permukaan
oklusal
Instrumen
Forseps
molar
mandibula
- Gerakan
ekstraksi
di depan /disamping
lebih ditekankan ke
arah lingual
belakang
dengan
pasien
tangan
melingkari
kiri
kepala
- Gigi
diangkat
dalam
arah
linguooklusal
pasien
63
dental
unit
operator.
Kepala
pasien
menghadap operator
mandibula
distabilisasi
dengan
dan
gigi insisivus
kiri.
Ekstraksi posterior
Kanan posisi ibu
jari diletakkan pada
permukaan
oklusal
Instrumen
Forseps
:
molar
64
mandibula
: forsep maksila dan mandibula universal/forsep no. 150S dan forsep no.151S
Teknik :
-
Luksasi dilakukan perlahan dan dengan tekanan stabil ke arah bukal dan lingual
Dokter gigi harus memperhatikan arah yang paling tidak resisten sebagai jalan keluar
bagi gigi tersebut
Jika akar gigi molar sulung merangkul mahkota gigi premolar permanen maka dokter
gigi harus memperti,bangkan untuk melakukan sectioning gigi
Menurut Woodruff (1974), perdarahan adalah eluarnya arah dari sistem vaskular. Perdarahan
dikatakan normal jika terjadi 5-20 menit pasca pencabutan, meskipun beberapa jam setelahnya
masih bisa terjadi sedikit perdarahan. Sedangkan Pedlar & Frame (2001) menyatakan bahwa
perdarahan normal pasca ekstraksi akan berhenti < 10 menit
Perdarahan dibagi menjadi 3 macam:
1. Perdarahan primer: injuri pada suatu jaringan sebagai akibat langsung dari rusaknya
pembuluh darah
2. Perdarahan reaksioner: terjadi 48 jam setelah operasi, menurut Starshak (1980)
perdarahan ini terjadi karena teanan darah mengalami peningkatan lokal yang dapat
membuka paksa pembuluh darah. Sedangkan menurut Woodru (1974) perdarahan ini
terjadi 24 jam setalah injuri, terjadi akibat tergesernya benang jahit/pergeseran bekuan
darah dan terjadinya peningkatan tekanan darah yang menyebabkan terjadi perdarahan
3. Perdarahan sekunder: terjadi 7-10 hari setelah injuri. Terjadi akibat infeksi yang
menghancurkan bekuan darah/mengulserasi dinding pembuluh darah
Perdarahan merupakan komplikasi pasca ekstraksi yang paling ditakuti oleh dokter, dikarenakan
komplikasi ini dianggap dapat mengancam kehidupan.
Oleh karena itu pencegahan perdarahan merupakan hal terbaik yang bisa dilakukan. Salah satu
caranya dengan cara mengetahui riwayat kesehatan pasien, terutama tentang adanya riwayat
perdarahan, setelah luka atau prosedur bedah sebelumnya.
Dokter bedah juga harus menanyakan riwayat perdarahan pada keluarga pasien, jika ada
keluarga yang memiliki riwayat perdarahan, harus dicari tahu penyebabnya. Karena gangguan
perdarahan umumnya merupakan penyakit keturunan.
Setelah itu, pasien juga harus ditanyakan mengenai medikasi yang ia gunakan yang mungin saja
mengganggu proses koagulasi. Obat-obatan antikoagulan dapat memperlama perdarahan pasca
ekstraksi. Pasien yang menerima kemoterapi atau aspirin atau peminum alkohol atau memiliki
penyakit liver parah cenderung mengeluarkan darah lebih banyak.
66
Pasien yang dicurigai menderita koagulopathy harus dilakukan tes laboratorium sebelum
dilakukan tindakan bedah. Tes laboratoriumnya berupa protrombin time yang diukur dengan
skala International normalized ratio (INR). Normal: 2.0-3.0 INR.
Selanjutnya pada saat tindakan bedah, dokter gigi juga harus memperhatikan kebersihan area
bedah dan melakukannya dengan hati-hati jangan sampai melukai jaringan lunak, spikula tulang
yang tajam juga harus dihaluskan dan diangkat. Semua jaringan granulasi harus dikuretase dari
region periapikal dan dari sekitar gigi dan flap jaringan lunak. Luka harus diperiksa secara hatihati. Jika terlihat ada arteri di jaringan lunak, harus dikontrol dengan tekanan langsung, jika
dengan tekanan gagal dapat dilakukan dengan menjepit arteri dengan hemostat dan menjahitnya
dengan benang jahit resorbabel.
Dokter bedah juga harus memeriksa perdarahan dari tulang. Perdarahan dapat saja terjadi dari
pembuluh darah kecil yang ada di foramen tulang. Jika ini terjadi, foramen dapat dihancurkan
dengan ujung hemostat sehingga menyumbat pembuluh darah. Lalu soket ditutup dengan kain
kassa spons basah yang telah dilipat sehingga pas dengan area gigi yang telah diekstraksi. Pasien
harus menggigit kassa ini setidaknya selama 30 menit. Dokter bedah tidak boleh meninggalkan
pasien ini sampai hemostasis telah dicapai. Lalu setelah 30 menit, dokter dapat kembali
memeriksa soket ekstraksi. Setelah diperiksa kassa baru ditempatkan kembali di posisi
sebelumnya lalu pasien dapat meninggalkan ruangan setelah 30 menit berikutnya.
Jika perdarahan tetap berlangsung maka dapat dicurigai bahwa itu bukan berasal dari arteri,
dokter bedah harus mengambil langkah tambahan untuk mencapai hemostasis. Yaitu dengan
menggunkan material tambahan untuk koagulasi. Diantaranya adalah
absorbable gelatin sponge (gelfoam)
ditempatkan di soket dan dijahit diatas soket. Lalu gelfoam ini akan membantu
penggumpalan darah dan jahitan membantu menjaga spons dalam posisinya selama
terjadi koagulasi. Lalu kasa kemudian ditempatkan di atas soket dan ditekan.
67
68
semua darah, saliva, cairan harus disedot dari mulut. Pasien biasanya sering memiliki liver clot
(darah beku yang menyerupai hati) di dlam mulut mereka yang juga harus dikeluarkan. Jika
terlihat adanya aliran darah, area perdarahan ditutup dengan spons kasa lembab yang dilipat dan
ditekan kuat dengan jari dokter setidaknya selama 5 menit.
Jika selama 5 menit, perdarahan tidak dapat terkontrol juga, dokter bedah dapat memberikan
anastesi lokal sehingga soket ekstraksi dapat dirawat lebih agresif. Teknik anastesi blok lebih
dianjurkan dibanding infiltrasi lokal. Infiltrasi menggunakan epinefrin yang dapat menyebabkan
vasokontriksi dapat akan dpat mengontrol perdarahan sementara.
Setelah dilakukan anastesi lokal, dokter bedah harus melakukan kuretasi pada soket ekstraksi dan
hisap semua bekuan darah area spesifik perdarahan harus diidentifikasi, seperti perdarahan
primer jaringan lunak, jaringan tulang harus diperiksa apakah adanya perdarahan dari arteri
jaringan tersebut. Lalu dilakukan langkah-langkah kontrol perdarahan primer seperti yang telah
dijelaskan di atas dan penentuan apakah perlu menggunakan agen hemostatik untuk kontrol
perdarahan.
Setelah itu, pasien harus diberikan instruksi spesiik tentang cara menggunakan kassa basah
langsung pada area perdarahan ketika terjadi perdarahan. Sebelum pasien dengan perdarahan
sekunder diperbolehkan untuk pulang. Dokter bedah harus memonitor pasien setidaknya selama
30 menit untuk memastikan bahwa hemostatis telah tercapai.
Jika hemostasis tidak juga tercapai, dokter bedah harus mempertimbangkan untuk melakukan tes
screening laboratorium untuk memastikan apakah pasien ada gangguan hemostasis atau tidak.
Dokter gigi biasanya akan meminta rekomendasi dari ahli hematologi. Jika ada masalah
hemostatik maka harus dilakukan rujukan ke ahli hematologi
69
terbagi menjadi:
eritrositosis relative
massa sel darah merah normal, tapi volume plasma darah berkurang
disebabkan oleh kehilangan cairan jaringan dan intravascular yang
dapat diakibatkan oleh kondisi-kondisi seperti diabetic ketoacidosis
(keadaan dimana sel tubuh tidak dapat menerima glukosa), dehidrasi pasca
surgical, muntah dan diare berkepanjangan, rapid diuresis (produksi urin
meningkat) sebagai perawatan gagal jantung.
hemoglobin biasanya tidak meningkat lebih dari 25% dan tidak disertai
dengan adanya perubahan pada rongga mulut yang cukup besar
70% dari kasus yang terjadi, disertai pula dengan jumlah leukosit dan trombosit
ditandai dengan adanya sianosis (kebiruan pada kulit akibat sirkulasi darah yang
disertai dengan keluhan seperti sakit kepala, pusing, tinnitus (telinga berdengung),
yang tinggi
rasa penuh pada kepala dan wajah, dan pruritus (kulit terasa gatal)
70
manifestasi oral:
limpa)
diskolorasi berupa merah keunguan pada mukosa oral seperti lidah, pipi
dan bibir
b. Polycythemia
sekunder/erythrocytosis
(akibat
perubahan
konsentrasi
erythropoietin)
-
dapat juga terjadi dengan adanya tumor, karsinoma pada otak, ginjal dan paru-
paru
koagulasi
c. Polycythemia apparent/semu
-
ditandai dengan peningkatan konsentrasi Hb dan volume sel darah namun massa
eritrosit normal, yang disebabkan oleh berkurangnya volume plasma darah
71
biasanya terjadi pada pria middle-aged dengan obesitas dan hipertensi, memiliki
B. Anemia
-
a. Anemia defisiensi zat besi (blood loss anemia, hypochromic microcytic anemia)
-
manifestasi oral:
gejala: kuku yang retak atau robek, tubuh lemah, dyspnea (sesak nafas)
secara klinis: mukosa pucat, atrofi sel epithelial oral, loss of normal
keratinization,
lidah
tampak
halus
(akibat
atrofi
papilla
fungiformis
dan
72
b. Anemia hemolitik
-
diagnosis:
manifestasi oral:
mukosa pucat (terutama pada palatum lunak, lidah, jaringan sublingual), jaundice
(mukosa/kulit kekuningan akibat hyperbilirubin) pada palatum lunak dan dasar
mulut (tampak juga pada kulit dan sclera), hiperplasia elemen eritroid pada
sumsum tulang
radiograf dental
-
pertimbangan dental:
pada kasus yang parah, diperlukan transfusi darah sebelum perawatan dental,
hindari obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya hemolysis, analgesic dan
antibiotic dapat diberikan dengan dosis yang sesuai
73
glossitis dan glossodynia (Fig. 16-3), lidah inflamasi dan berwarna merah
daging beefy red dengan area erythematous kecil pada ujung dan tepi lidah,
hilangnya papillae filiform, pada kasus yang parah terjadi papillary atrofi
pada permukaan lidah disertai kehilangan tonus otot lidah, lesi erythematous
pada mukosa bukal dan labial, adanya keluhan disfagia dan taste aberration,
adanya sensasi terbakar.
Apabila dilakukan biopsy tampak atrofi epitel, pembesaran nucleus sel basal,
peningkatan mitosis pada epitel basal, dysplasia epitel infiltrasi limfosit, sel
plasma, dan PMN di lamina propria
o Diagnosis:
-
secara miskrokopis,
adanya
diagnosis
dilakukan
dengan
mendeteksi
perubahan
hematologis
manifestasi oral: angular cheilitis, pada kasus yang parah adanya stomatitis
ulseratif dan faringitis
Anemia aplastic
-
tulang
Pertimbangan dental: ada dua masalah utama yang terjadi pada pasien anemia
aplastic, yaitu
menimbulkan
risiko
trombositopenia
dan
perdarahan,
anestesi
C. Hemoglobinopathies
-
75
diagnosis:
lapisan
pembuluh
darah
biasanya
tampak
normocytic
perawatan:
perawatan yang dapat dilakukan hanya bersifat simtomatis (hanya menghilangkan
gejala, bukan etiologinya). Penggunaan antibiotic dan analgesic dapat dilakukan
bila diperlukan, hindari transfuse darah kecuali Hb pasien sangat rendah
pertimbangan dental:
prosedur dental yang melibatkan jaringan lunak tidak dilakukan pada penderita
kecuali sangat sangat dibutuhkan, karena dapat menimbulkan risiko terjadinya
komplikasi dan proses healing yang lama. Control infeksi harus diperhatikan,
anestesi general dilakukan dengan hati-hati pada penderita sickle cell disease
karena dapat menyebabkan thrombosis cerebral dan myocardial.
E. Thalassemia
-
gangguan kongenital yang ditandai dengan defisiensi sintesis rantai alfa dan/atau
beta pada globin pada molekul hemoglobin, menyebabkan eritrosit menjadi
microcytic dan hypochromic dengan morfologi yang lain dari biasanya
diagnosis:
anemia hemolitik dengan eritrosit hyppchromic microcytic yang bervariasi ukuran
dan bentuknya
manifestasi oral:
bimaxillary protrusion, abnormalitas pada dental dan wajah, poor spacing of teeth,
open bite, retraksi bibir atas menyebabkan wajah seperti tupai (chipmunk facies)
77
radiograf:
penipisan
tulang
alveolar,
kortikal,
trabekula kasar
-
pertimbangan dental:
proses healing yang lambat, adanya kemungkinan terjadinya hipoksia cerebral
atau cardiac apabila terjadi perdarahan
Granulositosis
Peningkatan jumlah leukosit dapat disebabkan oleh infeksi, nekrosis jariangan,
reaksi alergi, penyakit neoplastic, penyakit inflamatori, ataupun aktivitas tubuh
seperti stress/exercise.
Dapat terjadi tanpa atau disertai dengan supresi generalis sumsum tulang
yang juga memengaruhi eritrosit dan trombosit
Dapat juga disebabkan oleh defisiensi vitamin b12 dan asam folat
78
Manifestasi klinis: malaise general (sakit kepala, tidak nyaman, nyeri otot),
komplikasi yang sering terjadi berupa infeksi, tanda infeksi yang paling
umum terjadi adalah demam. Manifestasi lainnya berupa ulser mukosa,
tachycardia, faringitis akut, limfadenopati
pulpa,
bakterimia
yang
dan
dianggap
septicemia.
berbahaya
Penanganan
karena
berupa
dapat
menyebabkan
penggunaan antibiotic,
penggunaan
Cyclic neutropenia
Kelainan yang bersifat jarang yang terjadi akibat kegagalan stem cell pada
sumsum tulang, seringkali terjadi pada masa kanak-kanak.
Pertimbangan oral dan dental: seringkali ditemukan lesi oral, ulser mukosa,
dan penyakit periodontal yang bertahap dari marginal gingivitis hingga
rapidly advancing periodontal bone loss. Diperlukan perawatan dental secara
berkala untuk meminimalisasi penyakit periodontal, OH harus sangat dijaga.
b. Gangguan Kualitatif
1) Qualitative Leucocyte Disorders
a. Chediak-Higashi Syndrome
79
Kelainan autosom resesif yang langka karena mutasi gen infeksi rekuren dari bakteri gram
positif.
granul besar berwarna blue-grey di neutrophil, eosinophil, basophil dan platelet defek fungsi.
Manifestasi klinis:
Hipopigmentasi di kulit dan rambut pada masa anak-anak
Rambut memutih
Pada oral berupa destruksi periodontal serius dengan inflamasi gingiva akut dan ulser.
Sering terjadi karies
Perawatan:
Antibiotic untuk bakteri gram positif
Transplantasi sel hematopoietic
Kemoterapi
b. Chronic Idiopathic Neutropenia
Ditandai dengan penurunan produksi neutrofil di sumsum tulang
80
Manifestasi Klinis
-
Ulserasi.
Perawatan:
Kortikosteroid dan agen sitotoksik untuk meningkatkan jumlah neutrophil.
2) Leukemia
Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi leukosit dari sumsum tulang. Diandai
dengan diferensiasi dan proliferasi dari hematopoietic.
Sel-sel ganas mengganti dan mematikan elemen sumsum normal, menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan kekurangan berfungsi normal leukosit. Dalam waktu, sel-sel leukemia
menyusup organ tubuh lainnya, menghancurkan jaringan normal.
Klasifikasinya berupa acute myelogenous leukemia (AML), acute lymphocytic leukemia
(ALL), chronic myelogenous leukemia (CML), dan chronic lymphocytic leukemia (CLL).
Nilai hitung granulosit meningkat di leukemia kronis tapi tidak menentu pada leukemia akut.
Penyebab:
81
Terpapar radiasi sangat tinggi dan zat kimia industri tingkat risiko leukemia yang lebih
besar.
Pasien yang terkena virus leukemia sel-T manusia (HTLV-I/Human T-cell leukemia
virus-I) rentan
Genetika tertentu (misalnya sindroma Down) atau kelainan darah tertentu (seperti
sindroma myelodysplastic).
Gejala:
Demam atau keringat malam, Infeksi yang sering terjadi, merasa lemah atau letih, sakit
kepala, mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak keunguan di kulit, atau bintikbintik merah kecil di bawah kulit), nyeri di tulang atau persendian, pembengkakan atau rasa
tidak nyaman di perut (akibat pembesaran limpa), pembengkakan terutama di leher atau
ketiak dan kehilangan berat badan.
Manifestasi Klinis:
Perdarahan, cheilits, infeksi herpes dan kandida, lesi hemoragik dan mukositis.
Pembengkakan gingiva pada kasus AML, setelah dilakukan gingivectomy jaringan tidak sembuh
dan perdarahan berlanjut (Sumber: Burkets Oral Medicine: Diagnosis and Treatment)
82
3) Lymfoma
a. Hodgkins Lymphoma
WHO mengklasifikasikan limfoid neoplasma menjadi dua subtipe yaitu klasik dan
nodular. Pada HL jarang tampak massa ekstranodal di bagian kepala dan leher.
Staging pada Hodgkins dan Non Hodgkins Lymphoma (Sumber: Burkets Oral Medicine:
Diagnosis and Treatment)
b. Non Hodgkins Lymphoma
NHL merupakan sekelompok malignansi heterogen dari sistem limfoid. Manifestasi oral
berupa pembengkakan gingiva atau jaringan mukosa. Penampakan ini dapat terjadi pada
ekstraksi gigi dan kemudian berkembang tumor dari situs ekstrasi yang tidak sembuh.
Non-Hodgkins Lymphoma pada lokasi ekstraksi yang tidak sembuh (Sumber: Burkets Oral
Medicine: Diagnosis and Treatment)
c. Burkitts Lymphoma
83
BL merupakan limfoma yang agresif dan sering tampak berupa pembengkakan rahang.
Tumor rahang dapat berakibat pada mobilitas gigi dan rasa sakit, pembengkakan intraoral
dari maksila dan mandibula, serta open bite anterior. Terjadi pula resorpsi tulang alveolar,
kehilangan lamina dura, pembesaran folikel gigi.
d. Multiple Myeloma
MM merupakan neoplasma sel plasma di mana sumsum tulang mengalami plasmasitosis,
paraprotein abnormal, serta komplikasi penyakit tulang dengan destruksi skeleteal, gagal
ginjal, anemia, dan hiperkalsemia. Manifestasi oral berupa massa jaringan lunak yang
merupakan tumor ekstramedula plasmablastik rahang.
Tumor plasmablastik pada kasus multiple myeloma (Sumber: Burkets Oral Medicine: Diagnosis
and Treatment)
4) Leukopenia
Leukopenia merupakan kelainan sel darah putih (< 5000/L dengan berbagai
macam penyebab)
Hal ini dapat timbul sebagai bentuk manifestasi darah perifer dari keadaan
immunodeficiency. Leukopenia dapat tidak menimbulkan gejala sampai lama
84
kelamaan keadaannya
sering kali terjadi vascular purpura akibat kerusakan pada endotel kapiler
perdarahan biasanya bersifat ringan, terjadi pada kulit, mukosa dan gingiva
B. Gangguan trombosit
-
a. Kongenital
- jarang terjadi
85
bersifat jarang,
b. Acquired
- idiopathic/immune thrombocytopenia purpura (ITP)
- thrombotic thrombocytopenia purpura (TTP)
keduanya ditandai dengan petechiae dan purpura (bercak merah) pada dada,
leher dan lengan tangan kaki, perdarahan mukosa seringkali terjadi pada rongga
mulut dan saluran gastrointestinal (saluran pencernaan) dan genitourinary
terjadi ketika jumlah trombosit berkurang dan disebabkan oleh salah satu
dari ketiga mekanisme berikut:
b. trombositopati
86
C. Gangguan koagulasi
a. Congenital coagulopathies
o akibat defisiensi vWF dan beberapa faktor seperti pada Table 17-5 yang esensial
pada proses koagulasi
o tingkat perdarahan beragam dari ringan hingga parah
87
o Hemofilia A
Pada wanita, gambaran klinis tidak terlihat walapun pada sedikit orang
terdapat manifestasi berupa perdarahan ringan
o Hemofilia B
Disebabakan defisiensi F IX
o Defisiensi faktor XI
o Defisiensi faktor XII
o Defisiensi faktor X
o Defisiensi faktor V
o Defisiensi faktor XIII dan I
o Von Willebrands Disease
Heparin
Coumarin
o Disease-related coagulopathies
Liver disease
Defisiensi vitamin K
D. Gangguan fibrinolitik
dapat menyebabkan hemorrhage (apabila pembekuan tidak adekuat) ataupun menyebabkan
pembekuan berlebih dan thrombosis.
itu perlu juga mengetahui apakah pasien memiliki riwayat konsumsi alcohol berat atau tidak.
Perhatikan apabila pasien memiliki gejala-gejala seperti epistaksis, perdarahan spontan gingiva
atau mukosa oral, mudah memar, luka dengan perdarahan berkepanjangan, aliran darah
menstruasi berlebih,
dan hematuria.
menyebabkan terjadinya
pengeluaran darah ke jaringan epitel dan jaringan ikat pada kulit dan mukosa, sehingga terbentuk
titik-titik hemorrhage yang dinamakan petechiae, serta bercak yang lebih besar dinamakan
ecchymoses. Gangguan trombosit dan koagulasi yang parah menyebabkan perdarahan spontan
gingiva
dan pada
pasien leukemia
disertai hiperplastik
hiperemik
pembesaran gingiva.
90
B. Perawatan dental
Perawatan dental yang dilakukan pasien dengan gangguan perdarahan bergantung pada tipe
prosedur perawatan dental serta tipe dan tingkat keparahan gangguan perdarahan pasien.
Konsultasi dengan hematologist sebaiknya dilakukan.
o Gangguan trombosit
dengan
(menghambat
transfusi
fibrinolysis
darah
dengan
dan
penggunaan
menghentikan
proses
antifibrinolitik
perubahan
91
kontrok
rasa sakit
intramuscular
juga
perlu
dihindari
karena
adanya
risiko
terbentuknya hematoma
periodontitis
Terapi endodontic
o Penggunaan epinefrin intrapulpal terbukti efektif dalam proses hemostasis
o Tidak ada kontraindikasi untuk perawatan saluran akar
o Prosedur surgical endodontic memiliki prinsip yang sama dengan prosedur
oral surgical lainnya
Terapi pediatric
o Kadang-kadang hemorrhage dapat terjadi pada ekstraksi gigi sulung
o Hemorrhage dapat dikontrol dengan menggunakan kain kasa dengan
pemberian tekanan
o Perawatan non invasive seperti penggunaan fluoride dan pit fissure sealant
dapat dilakukan agar prosedur restorative menjadi minimal
Terapi orthodontic
o Harus diperhatikan adanya luka akibat penggunaan orthodontic bands,
brackets dan wires
o Perdarahan akibat luka kecil biasanya diatasi dengan pemberian tekanan
secara lokal
Penggunaan
agen
hemostatic
local
seperti micofibrillar
collagen,
oxidized
93
o Sering mimisan
o Hematoma
o Perdarahan spontan pada gingival
dan mucosa
Range Normal
150.000-450.000/mm3
< 150.000/ mm3
< 40.000-70.000/ mm3
- Spontaneous bleeding
dan
15-35 detik
(aPTT)
Thrombin Time (TT)
9-13 detik
94
Pertimbangan Dental
-
Deteksi dini Hb tidak boleh < 10g/dL. jika Hb < 10g/dL, tekanan oksigen yang
rendah mempengaruhi interaksi rheologic dari komponen darah lainnya seperti
trombosit dan endotel dan menyebabkan penurunan kemampuan trombosit untuk
membeku.
o Pada wanita, disebabkan karena proses fisilogis seperti menstruasi atau hamil
o
Pada pria, disebabkan karena penyakit seperti kanker kolon, peptic ulcer harus
dirujuk dahulu ke spesialis penyakit dalam.
Pertimbangan Dental
-
Hindari prosedur apapun yang dapat menghasilkan asidosis atau hipoksia (hindari
prosedur yang lama dan rumit).
3. APLASTIC ANEMIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-
Infeksi local
Bakterimia
Perdarahan
95
Infeksi
Pertimbangan Dental
-
jaringan perio, jaringan lunak, dan kelenjar saliva untuk mencegah penyebaran
infeksi.
-
trombositopenia dan
4. AGRANULOCYTIS
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
Necrotic ulcer pada pasien ini berisiko menyebabkan bakterimia dan septicemia
infeksi
Pertimbangan Dental
-
mulut
untuk
dikultur
guna
melihat organisme
predominan
-
5. CYCLIC NEUTROPENIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-
Bakterimia
Pertimbangan Dental
-
Antibiotic
96
Perlu dilakukan pemeriksaan oral dan perawatan secara rutin mengurangi risiko
keparahan penyakit periodontalnya. Perawatan dental baru bisa dilakukan bila level
leukosit >2.000/mm3
6. LEUKEMIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-
Infeksi
Perdarahan
Mucosiitis
Menghambat penyembuhan
Pertimbangan Dental
-
7. MULTIPLE MYELOMA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-
Risiko infeksi dan perdarahan pada pasien yang sedang dirawat kemoterapi/radiasi.
Pertimbangan Dental
-
Sebelum melakukan tindakan bedah, perhatikan hasil pemeriksaan lab seperti platelet
count, BT, PT, aPTT.
97
Jika terdapat hyperviskositas, perdarahan biasanya tetap terjadi walaupun hasil tes lab
normal. Oleh karena itu, perlu konsultasi dengan hematologist lebih lanjut.
Xerostomia
Pertimbangan Dental
-
Pemberian antibiotic profilaksis bila kadar leukosit < 2000/l atau neutrophil < 500
9. TROMBOCYTOPENIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-
Perdarahan spontan
Pertimbangan Dental
-
98
Secara umum, perawatan dental dapat dilakukan bila kadar trombosit pasien
30.000/l atau lebih
Ekstraksi dan bedah minor boleh dilakukan bila kadar trombosit 50.000/l atau lebih
Transfusi platelet harus dilakukan bila kadar trombosit pasien dibawah ketentuan di
atas
10. HEMOPHILIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-
Pertimbangan Dental
-
Interpretasi hasil pemeriksaan lab umumnya menunjukkan aPTT yang lebih lama
dari normal, sedangkan PT, TT dan PC normal.
Bedah boleh dilakukan apabila kadar F VIII setidaknya 50% (normalnya 60-100%).
Transfusi faktor dapat dilakukan dengan cara infusi konsentrat faktor VIII (bila
defisiensi parah).
(Desmopressin
Acetate)
oral/nasal,
antifibrinolisis
berupa
e-Aminocaproic
acid
99
M. PERAWATAN
DENTAL
YANG
DISESUAIKAN
DENGAN
KONDISI
SISTEMIK
Sebagai dokter gigi tidak bisa untuk memilih-milih pasien seperti apa yang ditangani dan
juga tidak bisa menghindari jika ada pasien sistemik. Oleh karena itu kita butuh untuk
mendeteksi terlebih dahulu penyakit sistemik sebelum melakukan perawatan agar:
1. Antisipasi dari reaksi yang tidak diinginkan seperti interaksi obat, efek samping obat,
dll
2. Melakukan
tindakan
kedokteran
gigi
sesuai
dengan
kondisi
medis
pasien
100
dan perawatan non invasif ringan yang dimodifikasi sedangkan untuk ASA 5 dan ASA 6
kontraindikasi untuk dilakukan perawatan dental.
Bleeding disorders
karena
keturunan,
untuk
menjaga
keamanan dan
mendapatkan perawatan yang tepat. Seperti sebelumnya, kita menilai dengan tingkatan risiko
yang mungkin terjadi dengan berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah mungkin terjadi pada pasien peristiwa buruk disebabkan oleh perawatan
dental?
2. Apa yang menjadi sifat dasar dan pemberat kejadian buruk tersebut?
3. Apa yang paling tepat dilakukan untuk merawat pasien?
Dari pertanyaan- pertanyaan tersebut kita bisa membagi jadi kelompok kecil peristiwa buruk
yang mungkin terjadi pada pasien seperti:
101
Itupun bisa terjadi dengan dua kemungkinan, minor dan mayor. Minor yaitu komplikasi
minor dengan kejadian buruk dapat diantisipasi dan Mayor yaitu komplikasi mayor dengan
kejadian buruk dapat diantisipasi namun butuh intervensi yang kuat.
Level hematokrit dan hemoglobin harus hampi sama dengan normal dan
konsultasikan pasien pada hematologist jika diperlukan
diperbolehkan.
b. Gerakan
penarikan
secara
tiba-tiba
karena
bisa
menyebabkan tulang
rahangnya patah.
-
Sejauh mungkin lokal anestesi dilakukan karena tidak ada kontraindikasi dengan
pasien anemia.
Modifikasi Leukemia
Leukemia adalah kondisi patologi dari neoplastik dengan karakteristik kuantitas dan kualitas
darah putih mengalami defekasi. Ada yang akut dan yang kronik sesuai dengan durasi waktu
penyakitnya, dan, dari jaringan leukopoetiknya yang terbawa sebagai myelogenous atau
lymphocytic.
Pasien leukemia harus dirawat khusus dan selalu dikonsultasikan dengan hematologis karena
pasien ini rentan infeksi ataupun ho\emoragik
postoperatif.
dibutuhkan adalah:
102
Hindari anestesi bloking saraf karena adanya kelainan sel darah, bisa jadi nanti
ada hematoma.
Tenangkan pasien
Beri anestesi lokal yang mengandung adrenalin, hilangkan jaringan yang tidak teratur,
lalu jahit
Batasi pendarahan sebisa mungkin dengan menekan kapas pada soket dan dengan
menopang rahang pasien
103
N. OBAT-OBATAN
1. Antiseptik dan Disinfektan
Untuk mencegah infeksi, digunakan suatu obat atau zat yang dapat mematikan kuman . Zat
atau obat ini disebut obat antiseptic dan obat disinfektan. Obat atau zat ini biasanya berbentuk
larutan (alcohol, aldehid, yodofor) yang digunakan secara topical di permukaan kulit,
membrane mukosa, atau untuk membunuh kuman pada suatu objek. Cara pemberiannya
dapat diusap, digosok, atau juga dengan berkumur-kumur.
Antiseptik dan disinfektan merusak kuman melalui kontak langsung. Antiseptik
biasanya ditujukan untuk membasmi atau menghambat pertumbuhan kuman di permukaan
jaringan. Disinfektan mengurangi risiko infeksi dengan membasmi kuman pathogen yang
terdapat pada benda, misalnya alat-alat kedokteran dan kedokteran gigi.
Antiseptik dan disinfektan membunuh kuman dengan mengganggu metabolism
kuman atau melalui denaturasi protein kuman. Antiseptik dan disinfektan menurunkan
tegangan permukaan dinding sel kuman sehingga sel membengkak dan lisis. Zat-zat yang
menyebabkan penurunan tegangan permukaan dinding sel kuman efeknya lebih cepat terlihat
dibanding yang bekerja merusak metabolisme kuman.
1. Antiseptik
Penggunaan antiseptic digunakan untuk irigasi luka, luka lecet, dan sterilisasi
tangan dokter yang akan melakukan prosedur operasi atau bedah. Antiseptik ideal
diharapkan dapat membunuh kuman dalam waktu membunuh kuman dalam waktu
tertentu tanpa menimbulkan iritasi atau sensitisasi kulit. Tujuan penggunaan
antiseptic sendiri adalah mengurangi kuman yang masuk ke tubuh. Zat/larutan
yang biasa digunakan sebagai antiseptic antaralain :
-
Yodium
Yodium merupakan antiseptic yang paling baik untuk kulit. Kerjanya cepat,
cukup efektif membunuh beberapa protozoa dan virus , tetapi sering
meninggalkan warna kecoklatan dan nyeri local. Salah satu senyawaan
104
Alkohol
Alkohol merupakan antiseptic yang digunakan tunggal atau dikombinasikan
dengan antiseptic lain. Alkohol berpenetrasi ke dalam kulit dengan baik, tetapi
juga dapat menimbulkan iritasi kulit. Senyawa alcohol yang sering digunakan
adalah etil-alkohol dan isopropyl-alkohol. Etil-alkohol adalah antiseptic yang
efektif pada kadar <70%. Isopropyl-alkohol adalah antiseptic yang bersifat
bakterisidal dan efektif pada kadar 50%-90%. Usapan isopropyl-alkohol
menimbulkan vasodilatasi local, sehingga harus hati-hati terhadap timbulnya
perdarahan pada saat melakukan suntikan intravena.
Heksaklorofen
Heksaklorofen merupakan antiseptic yang bersifat bakteriostatik dan efektif
untuk membunuh kuman gram-positif. Walaupun lebih selektif, obat ini
berguna untuk membersihkan kulit dan persiapan operasi karena kuman
pathogen yang banyak terdapat pada permukaan kulit adalah kuman grampositif.
Hidrogen-peroksida
Hidrogen-peroksida merupakan antiseptic yang bersifat oksidator, namun
penggunaannya terbatas karena penetrasi ke kulit lebih buruk dibanding
larutan antiseptic lain dan cepat terurai menjadi oksigen dan air. Larutan
standar yang merupakan antiseptic lemah mengandung hydrogen-peroksida
dalam air. Hidrogen-peroksida dianjurkan untuk kumur-kumur pada
pengobatan infeksi Vincents . Namun jika penggunaan terus menerus akan
menyebabkan hipertrofi papilla lidah yang dikena dengan hairy tongue. Efek
ini akan hilang jika pemakaian dihentikan.
Klorheksidin
Klorheksidin merupakan antiseptic yang bersifat bakterisidal dan digunakan
untuk persiapan tindakan operasi, juga digunakan untuk kumur-kumur pada
pengobatan ulkus apthous dan menurunkan jumlah plak gigi. Menurut
penelitian, klorheksidin dapat menembus oral biofilm dan aktif melawan
gram-positif dan negative termasuk beberapa jamur. Klorheksidin cukup aman
105
Minyak Esensial
Minyak esensial mengandung timol, mentol, dan eukaliptol yang dapat
mengurangi plak dan gingivitis. Perlu campuran alcohol untuk mengaktifkan
minyak esensial yang dikandungnya sehingga indikasinya terbatas. Pemakaian
jangka panjang sampai 6 bulan menunjukan hasil yang baik sama seperti
klorheksidin. Penetrasi ke dalam oral biofilm lebih cepat daripada klorhkesidin
dan efektif dalam mengurangi perdarahan interproksimal. Pemakaiannya
adalah berkumur dua kali sehari.
Triclosan
Triclosan merupakan bahan alami yang akhir-akhir ini diragukan
keamanannya. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat biosintesis
lipid membrane sel mikroba. Triclosan digunakan pada obat kumur antiseptic.
Perak-nitrat
Perak-nitrat merupakan larutan antiseptic yang mengandung logam berat.
Larutan ini biasa digunakan pada mata untuk mengurangiinfeksi kuman
gonokokus pada bayi baru lahir. Perak nitrat juga digunakan pada luka bakar,
tetapi sekarang telah digantikan perak-sulfadiazin karena penetrasinya lebih
baik dan tidak menyebabkan pewarnaan kulit. Larutan perak yang lain dapat
menyebabkan argiria (warna hitam pada kulit dan mukosa).
2. Disinfektan
106
Formaldehid
Formaldehid tidak digunakan sebagai antiseptic karena diperlukan kadar yang
tinggi untuk membunuh kuman dan pada kadar tersebut formaldehid akan
merusak jaringan. Toksisitas formaldehid biasanya berupa iritasi local, dan
reaksi alergi. Bila terjadi kontak berulang dapat menimbulkan eczema.
Yodofor
Penggunaan yodofor pada luka bakar meningkatkan penetrasi dan dapat
menimbulkan gangguan saluran cerna atau hipertiroid.
Hexaklorofen
Absorpsi hexaklorofen pada kulit dapat menimbulkan kejang dan berakibat
fatal. Oleh karena itu hexaklorofen jangan diberikan pada bayi serta pada pada
luka bakar. Bila diberikan secara oral, hexaklorofen dapat menimbulkan
anoreksia, muntah, kejang perut, keajang bahkan menimbulkan kematian.
Alkohol
Meskipun pada beberapa minuman mengandung alcohol, apabila etil-alkohol
murni (99%) diberikan secara oral dapat berakibat fatal. Etil-alkohol dan
isopropyl-alkohol tidak boleh diminum karena mengandung zat denaturasi,
metilisobutilkeleton, dan zat pewarna yang bersifat racun.
107
NO
OBAT/ZAT
KADAR
DISINFEKTAN
ANTISEPTIK
Larutan 40-70%
Disinfeksi alat-
Membersihkan
alat
kulit sebelum
ANESTETIK
1
Etil-alkohol
menyuntik
Isopropyl-alkohol
Larutan 70-90%
Benzalkonium
Larutan 0,02-0,5%
klorida
Pengawet alat-
Persiapan
alat, sarung
operasi kulit,
tangan, alat-alat
membrane
dari karet,
mukosa dan
disinfeksi ruang
irigasi luka
operasi
dalam, vagina,
pengobatan
acne topical,
pengawet
cairan lensa
kontak
Klorhexidin
glukonat
Larutan 1 %
---
Membersihkan
luka,
Emulsi 4 %
persiapan
operasi, cuci
tangan,
kumur-kumur
pada ulkus
apthous,
hindari pada
telinga dan
mata
Formaldehid
Larutan 10-37%
Sterilisasi dingin
Tidak
alat-alat, fiksasi
digunakan
108
jaringan,
untuk
pengawet mayat
antiseptic,
hindari kontak
dengan
membrane
mukosa
Glutaraldehid
Larutan 2%
Sterilisasi dingin
Hanya untuk
alat-alat,
benda
fumigasi kamar
bedah
6
Hidrogen-
Larutan 1,5-3%
Pembersih luka
peroksida
Kumur-kumur
pada infeksi
vincents,
penggunaan
berlebih
menyebabkan
hairy tongue
Yodium
Larutan 2%
---
Topikal di
kulit,
germisid,
memberi
warna pada
kulit
Povidone-iodine
Foam 0,5-10%,
Swab
Disinfektan alat-
Antiseptik
alat
sebelum
operasi, luka
Larutan
bakar, laserasi
kulit,
membersihkan
kulit sebelum
menyuntik
109
Perak-nitrat
Larutan 0,1-0,5%
----
Pengobatan
konjungtiva
dan luka bakar
Sumber : Dewi F, Sri Angky S, Azalia A. Farmakologi Kedokteran Gigi. Badan Penerbit
FKUI 2012.
Secara umum mekanisme kerja dari NSAIDs adalah dengan menghambat biosintesis
prostaglandin dengan mencegah terbentuknya enzim cyclooxygenase. Karena prostaglandin
merupakan senyawa yang menimbulkan rasa sakit seperti yang dapat dijelaskan pada bagan
berikut:
110
Oleh karena itu fungsi NSAIDs sendiri adalah untuk menghilangkan rasa sakit yang
ditimbulkan oleh prostaglandin tersebut dengan mekanisme yang dijelasakan pada bagan
berikut:
111
Di dalam lambung, COX-1 menghasilkan PG1 dan PG2 yang menstimulasi mukus
dan sekresi bikarbonat serta menyebabkan vasodilatasi, yang merupakan suatu aksi
untuk menjaga mukosa lambung. Khususnya NSAID non selektif inhibitor COX-1
menyebabkan
berkurangnya
efek
sitoprotektif
prostaglandin
dan
sering
menyebabkan efek yang serius pada lambung seperti perdarahan dan ulserasi
b. NSAIDs selektif
Khususnya celecoxib, memiliki insiden yang lebih rendah pada toksisitas lambung,
tetapi memiliki insiden infark miokard dan stroke yang lebih tinggi.
c. Nefrotoksisitas
PGE-2 dan PGI-1 merupakan vasodilator yang kuat yang disintesis di medula
ginjal dan glumerolus, dan terlibat dalam pengaturan aliran darah ke ginjal serta
ekskresi garam dan air. Adanya inhibitor dari NSAIDs mengakibatkan terjadinya
retensi natrium, penurunan darah ginjal bahkan menyebabkan gagal ginjal
Ada beberapa klasifikasi dari obat NSAIDs seperti yang ditunjukkan pada bagan
berikut:
Nama
Golonga
n
Nama
Gener
ik/
Dagan
g
Mekanis
me kerja
Indikas
i
Bentuk
Sediaan
Obat (BSO)
& dosis
Derivat
Asam
Salisilat
Aspiri
n
Mengham
bat sintesa
prostaglan
din
Analge
sik,
Antipir
etik,
Antiinfl
amasi
Generik
Tablet 80 mg,
500 mg
(Aspil
et,
Farma
sal,
Aptor)
Antipla
telet
agregas
Paten: Tab
salut enteric
50 mg, 80
mg, 100 mg,
160 mg, 500
Interaksi obat
ACE inhibotor:
menurunkan
efek
antihipertensi
Antasida:
menurunkan
konsentrasi
salisilat
Efek
Sampin
g Obat
(ESO)
Ganggua
n GIT
seperti
mual,
rasa
tidak
enak di
perut,
kram,
Perhatian
ADME
penggunaan
Hipersensitif
,
Gangguan
perdarahan,
Perdarahan
GIT,
A: cepat
dan baik
diabsorbsi
di GIT per
oral
daripada
per rektal
D: protein
binding
Gangguan
112
Derivat
Asam
Propion
at
Ibupro
fen
(Bufec
t,
bufect
forte,
Mengham
bat
siklooksig
enase scr
reversible
(mengham
bat sintesa
Fenris,
PG), scr
Proris, nonselekti
f pemb.
Dofen PG
200/40 &trombok
0)
san A2,
efek
bervariasi
pd sintesis
lipoksigen
ase &
produksi
leukotrien,
antiinflam
asi,
antipiretik,
aktivitas
analgetik,
mengham
bat
agregasi
mg
Dosis;
Kortikosteroid:
meningkatkan
risiko ulkus dari
GI dan
meningkatkan
ekskresi salisilat
Diltiazem:
meningkatkan
efek antiplatelet
Anak 10-15
mg/kg/dosis
Anikoagulan:
meningkatkan
risiko
perdarahan
Antiinfl
amasi
&
Analget
ik
Generik:
tablet
RA,
OA,
dismen
orhea
primer,
gout,
nyeri,
demam,
tokolisi
s pd
persalin
an
premat
ur,
menceg
ah
kognis
i, , Ca
colon,
fibrosis
kistik,
sakit
Childrens
motrin: syr
100
mg/5mlx60
ml
Aminoglikosida:
bersihan
aminog dgn
kadar
aminoglikosid &
potensi
toksisitasnya (tu
indometasin pd
bayi premature)
Dosis:
antiinflamasi
dewasa 34x400-800
mg. Maksimal
3200 mg/hari.
Analgetik 34x200-400
mg,maksimal
1600 mg/hari.
Anak 20
mg/kgBB/
hari (<1600
mg/hari
analgetik,
Antikoagulan:
hipoprotrombi
nemia, agregasi
platelet dgn
perdarahan
lambung
heart
burn,
reaksi
alergi
fungsi hepar
& ginjal,
Hamil
trimester III,
Ulkus
peptikum,
80-90%
terdisitrib
usi luas
M: di
hepar
E: melalui
urine
Asma
T 2-3
jam.
CNS:ans
ietas,
bingung,
depresi,
dizzines
s,
mengant
uk,
lemah,
insomni
a, tremor
CV:
CHF,
disritmia
, HT,
edema
perifer,
takikardi
antiHT:
menghambat
efek antiHT obat
tsb
EENT:
pandang
corticosteroid:r
an
esiko ulkus GI
kabur,
siklosporin:nef kehilang
an
rotoksik
pendeng
litium:bersihan aran,
litium (mllPG)tinnitus
riwayat
penyakit
saluran
cerna bagian
atas, ulkus
peptikum,
kegagalan
fungsi
ginjal, gagal
jantung,
hipertensi &
keadaan lain
yg
berhubungan
dengan
retensi
cairan &
gangguan
koagulasi
intrinsik. Jgn
digunakan
pada
kehamilan
trimester 3
113
A: per oral
onset
jam,
puncak 1-2
jam
D
M: hepar
metaboli
t inaktif
dalam 24
jam
E: Tdk
dieksresi
ke ASI
T 2-4
jam
platelet.
kepala
>1600 mg/hr
inti inflamasi)
>kdr litium
serum toksik
MTX: sekresi
MTX dr
renalkadar
MTX
PPA: Rx HT
akut
K-sparing
diuretic:hiperk
alemi
Triamterene:
ARF bersama
dgn
indometasin.
GI:
anoreksi
a,
hepatitis
kolestasi
s,
konstipa
si,
keram,
diare,
mulut
kering,
flatulens
,
perdarah
an GI,
jaundice
, mual,
ulkus
peptik,
muntah
GU:
azotemia
,
hematuri
,
nefrotok
sisitas,
oliguria
Heme:
diskrasia
darah,
wkt
perdarah
an
Kulit:
pruritus,
purpura,
ruam,
berkerin
gat
114
nDeriva
t Asam
Fenama
t
Asam
mefen
amat
(Anals
pec,
Inhiibisi
Siklooksig
enase
reversible
(inh.sintes
is PG), scr
Lands
nonselekti
on,
f pemb.
Benost PG &
tromboksa
an,
n A2, efek
Asima bervariasi
t,
pd sint.
Lipooksig
Dolfen
enase&ppr
al,
oduksi
Mefin leukotrien;
antiinflam
al,
asi,
Molasi antipiretik,
c,
aktiv
analgetik,
Ponsta
mengham
n Pfi)
bat
agregasi
platelet
Dismen
orhea,
demam,
menorh
agia,
OA,
nyeri
LBP,
sindro
m
premen
strual,
rheuma
toid
arthritis
Tablet 500mg
kapsul 250
mg
Aminoglikosida:
bersihan
&kadar
aminoglikosida
& potensi
toksisitas
Dosis:
Dewasa: per
oral 500 mg
pc, kemudian
250 mg/6 jam
(tidak >7 hari)
Antikoagulan :
hipoprotrombine
mia, agregasi
platelet
dgnresiko
perdarahan
lambung
Anti HT:
inhibisi efek anti
HT
Corticosteroid:
ulserasi gaster
Siklosporin:res
iko nefrotoksik
Lithium:bersih
an litium
MTX:sekresi
MTX dr
renalkadar
MTX
PPA: Rx
hipertensif
K-sparing
diuretic:
potensi
CNS:
dizzines
s, sakit
kepala,
light
headedn
ess
Kehamilan,
Ulkus
peptikum
A:per
oral;
kadar
puncak 2-4
jam,
D:ikatan
protein
>90 %
CV:
nyeri
dada,
CHF,
disritmia
, edema,
HT,
hipotens
i,
palpitasi
,
takikardi
a
M: di liver
E: urin
(metabolit)
T 2-4
jam
ENT:
mata
kering,
ggn
pendeng
aran,
diare,
dyspepsi
a,
flatulenc
e, ukus
duodena
l/gaster,
hepatitis
, nausea,
adanya
115
hiperkalemi
Triamteren:
ARF +
indometasin
(hati-hati dgn
NSAID ) lain
darah
dlm
feses,
pancreat
itis,
muntah
GU:
ARF
Heme:ag
ranulosit
osis,
eusinofil
ia,
leucopen
ia,
neutrope
ni,
pansitop
eni,
trombosi
topeni
Metab:
hiperglik
emi,
hiperkal
emi,
hipoglik
emi,
hiponatr
emi
Resp:
bronkos
pasm.dis
pnea,
Kulit:
fotosensi
titvitas,
ruam
Derivat
Asam
Diklof
Mengham
bat sintesa
Antiinfl
Tablet 50 mg,
100 mg,
Aminoglikosida:
meningkatkan
Sakit
kepala,
Hipersensitif
116
A: onset
30 menit,
Fenilase
tat
enak
(Aclon
ac,
prostaglan
din
amasi,
Analge
sik ,
Diclo
mec,
Osteoar
thritis,
Nadife
n,
Rheum
atoid
arthritis
,
Voltad
ex)
Ankylo
sing
spondyl
itis,
Dysme
norrhea
,
Actinic
keratos
es
Derivat
Asam
Asetatinden/
indol
Indom
etasin
(Dialo
n,
Benoc
id)
Mengham
bat sintesa
prostaglan
din
Antiinfl
amasi,
Analge
sik
Tablet salut
selaput 25
mg, 50 mg,
75 mg, 100
mg
Tablet
dispersibel 50
mg, Kapsul
SR 100 mg,
Tetes 15
mg/mL,
Ampul 25
mg/3mL, 75
mg/3 mL
Dosis
Dewssa 50100 mg/23x/hari
konsentrasi
aminoglikosida
Antikoagulan:
meningkatkan
risiko
hipoprotrombine
mia,
menurunkan
aggregasi
platelet
Antihipertensi:
menurunkan
efek
antihipertensi
kortikosteroid:
meningkatkan
risiko gi
bleeding
Anak 2-3
mg/kg/hari
Kapsul 75
mg, 100 mg,
tablet 25 mg,
Dosis
Dewasa 100200
Aminoglikosida:
meningkatkan
konsentrasi
aminoglikosida
Antikoagulan:
meningkatkan
risiko
hipoprotrombine
kram
abdome
n, mual,
muntah,
konstipa
si, diare,
rash,
edema
perifer
atau
retensi
cairan,
ganggua
n
pengliha
tan,
overdose
ARF,
ulkus
peptiku
m,
perdarah
an GI,
jaundice
,
nephroti
xic
(hematur
ia,
dysuria,
proteinu
ria).
peak 2-3
jam, dan
durasi 8
jam
Ganggua
n GI,
diskrasia
darah,
reaksi
hipersen
sitif,
tinitus,
peningk
Ulkus
peptikum,
Diskrasia
darah
berat,Gangg
uan fungsi
hepar, ginjal,
& jantung
berat,
Porphyria,
Ulkus
peptikum,
Laktasi
Gangguan
fungsi hepar
& ginjal
D: protein
binding
99%,
distribusi
luas
M: di
hepar
E: melalui
urine
T1/2 1,2-2
jam
117
A : PO
baik di GI
D : protein
binding
92-99%
M: di
hepar
mg/2x/hari
Anak 1-2
mg/kg/hari
mia,
menurunkan
aggregasi
platelet
Antihipertensi:
menurunkan
efek
antihipertensi
kortikosteroid:
meningkatkan
risiko
perdarahan GIT
Derivat
Pirazolo
n
Fenilb
utazon
(Phen
ylbuta
-zon
Berlic
o,
Akrof
en,
Berliz
on)
Urikosurik
mengham
bat
reabsorpsi
as. Urat di
tub.prox.,
meningkat
kan
ekskresi
as.urat;me
nghambat
sekresi
tubulus
Urikosurik
Tx gout
Antiinflam
asi =efek
antiinflam
asi
salisilat
Antiremati
k>>>
Urikosurik
>>
Krn ES,
Hiperur
isemia
terkait
gout &
arthritis
gout,
adjuvan
t
ATB:
&mem
perpanj
ang
konsent
rasi
serum
penisili
n&ceph
alospho
rin;kals
inosis.
Kapl salut
selaput 125
mg
(Fenilbutazon
Berlico)
Dosis: RA
aktif, OA
akut,
Spond.ankilos
a aktif 300600 mg/hari
terbagi 3-4
dosis, dapat
diturunkan
200-300
mg/hari
dalam dosis
terbagi.
Berikan
bersama
makanan u/
cegah iritasi
Steroid anabolic,
kumarin,
insulin, obat
hipoglikemik
oral, alcohol,
asetosal atau
NSAID yg lain,
kortikosteroid
atan
kadar
BUN,
SGOT,
SGPT,
& ALP,
penurun
an
volume
urine,
mengant
uk,
palpitasi
.
Hipertensi,
Pankreatitis
berat,
Hipersensitif
,
Retensi
Na&Cl
&
diuresis
odem
avolu
me
plasma
payah
jantung
dizzines
s,sakit
kepala
Ggn GI,
karvas, ggn
hepar
(ikterus&he
patitis)
GI:
anoreksi
, mual,
muntah,
GU:
nyeri
costover
tebral,
hematur,
sindr.nef
rotik,
urinasi
Heme:
anemia,
Hamil
E: melalui
urine dan
empedu
dalam
bentuk
utuh dan
metabolitn
ya
T1/2 2-4
jam
A:
D:
KI: Px
riwayat
inflamasi pd
abdomen
dg/tanpa
ulkus/diskra
sia darah. Px
ulkus
peptikum.
Ggn
koagulasi
darah.HT
berat.
Penyakit
tiroid, sindr
Sjogren,
asma,
rhinitis akut
yg
diperburuk
dgn
asetosal/pen
ghambat
118
M:mikros
om hati
oksifenb
utazon&
J-OH fenil
butazon
E:T1/2 5065 jam
tdk
digunakan
u AG&AP
anemia
aplastik,
an.hemo
litik
(G6PD)
sintesa PG
yg lain. GGn
berat f/I
jantung, hati
& ginjal.
Pemakai
an
kronik
:anemi
a
aplastik
&
agranulo
sitosis
Derivat
Oksika
m
Piroks
ikam
(Felde
n)
memprod
uksi efek
analgetik
dan
antipireti
k dengan
mengham
bat
sintesis
prostagla
ndin
Rheum
atoid
artritis
akut
dan
kronis,
osteoar
tritis
Kapsul 10
mg, 20 mg
Dosis:
Dewasa 1020 mg/hari
dosis
tunggal.
Anak 0,2-0,3
mg/kgbb/har
i maksimum
15 mg/hari
Aminoglycosid
a,
Antikoagulan,
Antihipertensi,
kortikosteroid,
Siklosporin,
Lithium,
Methotrexate,
Phenilpropanol
amin,
triamterence
Dispepsi
, Mual,
Dizzines
, Diare,
Konstip
asi,Nyer
i
abdome
n dan
kram,
Stomati
tis,
Hiperte
nsi,
Urtikari
a,
Disuria,
Ecimosi
s,
Pandan
gan
kabur,
insomni
a
Ulkus
pepikum,
Inflamasi
kronis di
GIT,
Ulserasi
atau
perdarahan
GIT,
hipersensiti
f
119
3. Anestesi lokal
1) Definisi
obat
yang dapat
memblok
reversible,
menghilangkan sensasi nyeri bila digunakan pada bagian tubuh tertentu tanpa diikuti
hilangnya kesadaran
2) Penggolongan
Secara kimiawi, obat anestesi lokal dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu
golongan amida dan golongan ester. Perbedaan kimia ini direfeksikan dalam
perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh
enzim pseudo-kolinesterase, sedangkan golongan amida di metabolisme terutama
melalui degradasi enzimatis di hati. Perbedaan ini juga terkait dengan kemungkinan
terjadinya alergi, dimana golongan ester turunan dari p-amino-benzoi-acid memiliki
frekuensi kecendrungan alergi lebih besar. Obat anestesi lokal yang lazim digunakan
di Indonesia adalah prokain untuk golongan ester sedangkan lidokain dan bupivakain
untuk golongan amideGolongan amida
Suntikan
- Bupivakain
- Dibukain
- Mepivakain
- Etidokain
- Lidokain
- Prilokain
Topikal
- Lidokain
- Dibukain
Golongan ester
Suntikan
- Kloroprokain
- Prokain
- Tetrakain
Topikal
- Ester asam benzoat
- Benzokain
120
3) Mekanisme kerja
Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi) dengan
menghambat pengiriman ion natrium melalui kanal ion natrium selektif pada membran
saraf. Kanal natrium sendiri adalah reseptor spesifik molekul obat anestesi lokal.
Penyumbatan kanal ion yang terbuka dengan molekul obat anestesi lokal berkontribusi
sedikit sampai hampir keseluruhan dalam inhibisi permeabilitas natrium. Kegagalan
permeabilitas kanal ion natrium untuk meningkatkan perlambatan kecepatan depolarisasi
seperti ambang batas potensial tidak tercapai, sehingga potensial aksi tidak disebarkan.
Pada
saat
membran
saraf
istirahat,
kanal
natrium
di
distribusi
dalam
keseimbangan antara keadaan istirahat (tertutup) dan inaktif (tertutup). Dengan ikatan
yang selektif terhadap kanal natrium dalam keadaan inaktif, molekul anestesi lokal
menstabilisasi saluran dalam konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka menjadi
dalam keadaan istirahat dan aktif (terbuka) terhadap respon impuls saraf. Kanal natrium
dalam keadaan inaktif tidak permeable terhadap natrium sehingga konduksi impuls saraf
dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini diartikan bahwa
ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam
121
Metabolisme
pseudo-kolinesterase,
Ekskresi urin
5) Efek samping kelelahan, mengantuk, tremor, kejang-kejang, tidak sadar, henti napas,
aritmia jantung, hipertensi, henti jantung
6) Interaksi obat
Anestesi lokal meningkatkan potensi blokade otot non-depolarisasi. Suksinil
kolon dan anestesi lokal ester bergantung pada peseudokolinetase untuk metabolismenya.
Pemberiaan bersamaan dapat meningkatkan potensi masing- masing obat.
7) Dosis obat anestesi lokal
Prokain
Lidokain
Bupivakain
Golongan
Ester
Amida
Amida
15
Lama kerja
30-45 menit
45-90 menit
2-4 jam
Metabolisme
Plasma
Hepar
Hepar
12
Potensi
15
Toksisitas
10
122
4. Anti-Inflamasi
a. Anti-Inflamasi Steroid, Kortikosteroid
Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. menghambat enzim fospolifase sehingga
menghambat pembentukan prostaglandin maupun leukotrien. Adapun mekanisme kerja obat
dari
golongan
steroid
adalah
menghambat
enzim
fospolifase
sehingga
menghambat
obat
antiinflamasi
steroid
diantaranya,
hidrokortison,
deksametason,
metil
Sumber: Yagiela, Dowd, Neidle Pharmacology and therapeutics for dentistry, 6th ed. Elsevier Mosby
123
Efek Samping:
124
Sumber: Yagiela, Dowd, Neidle Pharmacology and therapeutics for dentistry, 6th ed. Elsevier Mosby
Efek samping dari glukortikoid dapat berupa insomnia, atrofi, katarak, gangguan metabolisme
dan lain-lain
Pada pasien tanpa kontraindikasi, penggunaan glukortikoid jangka pendek cukup aman. Efek
samping penggunaan kortikosteroid pada umumnya, merupakan reaksi lanjutan dari efek
fisiologinya
Indikasi kortikosteroid dalam kedokteran gigi
Kortikosteroid hanya boleh digunakan apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi maupun
kemungkinan infeksi berkembang, karena berpotensi untuk menimbulkan eksaserbasi akibat
penekanan sistim imun. Kondisi keadaan darurat (krisis adrenal, reaksi, anafilaktik, dan reaksi
alergi), pembengkakan pasca tindakan berat, trauma berat, periodontitis apikal akut, inflamasi
otot parah yang berhubungan dengan TMJ.
125
Dewasa : Awal, 0,75-9 mg/hr PO, terbagi dalam 2-4 dosis. Penyesuaian dapat
4 dosis.
5. Antibiotik
Sumber: Yagiela, Dowd, Neidle Pharmacology and therapeutics for dentistry, 6th ed. Elsevier Mosby
1. -laktam
Antibiotik Golongan Betha Laktam yang paling banyak digunakan di dunia. -Lactam terdiri
dari lima kelompok yang berbeda dari antibiotik, dengan inti -laktam sebagai fitur umum:
penisilin,
sefalosporin,
carbapenems,
monobactams,
dan
carbacephems.
Penisilin
dan
Antibiotik betalaktam bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi sintesis dinding
selnya. Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi reaksi transpeptidasi yang dikatalis oleh
enzim transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai peptida-glukan.
Enzim transpeptidase yang terletak pada membran sitoplasma bakteri tersebut juga dapat
mengikat antibiotik beta-laktam sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis
reaksi transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel yang terbentuk tidak
memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk tidak sempurna sehingga lebih lemah
dan mudah terdegradasi. Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di dalam sel bakteri
gram negatif dan di lingkungan akan membuat terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein
transpeptidase dan antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat
mendigesti dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding sel
maupun mengalami lisis akan mati.
a. Penicilin
Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam Penisilin alam dan Penisilin
semisintetik.
stafilokokal,
Penisilin
anti-stafilokokal
dikembangkan
pada
dll.
mengatasi S.
1) Reaksi hipersensitif, mulai ruam dan gatal sampai serum sickness dan reaksi alergi
sistemik yang serius
2) Nyeri tenggorokan atau lidah, lidah terasa berbulu lembut, muntah, diare
3) Mudah marah, halusinasi, kejang
Saat ini, penisilin V adalah antibiotik yang paling sering diresepkan untuk kemoterapi
infeksi asal gigi, tapi amoksisilin memiliki farmakokinetik secara signifikan lebih unggul.
Parenteral penisilin G sebagian besar disediakan untuk infeksi berat pada pasien atau
situasi di mana oral terganggu (seperti pada sindrom malabsorpsi dan muntah).
Pasien yang telah diperpanjang yang menerima terapi profilaksis dengan penisilin untuk
pencegahan
demam
rematik
umumnya
memerlukan
antibiotik
lain
jika
mereka
tahap
ketiga
dalam
rangkaian
reaksi
pembentukan
dinding
sel.
Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum
masing- masing derivat bervariasi.
-
Generasi ke I, yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin,
sefradin, sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram
positif,
tidak
berdaya terhadap
Generasi ke II, terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih
aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella,
gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak
kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (Staph dan Strep)
lebih kurang sama
Generasi
ke
III,
Sefoperazon,sefotaksim,
seftizoksim,
seftriaxon,
sefotiam,
lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides,
khususnya seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi
khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih rendah.
-
Generasi ke IV, Sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini sangat resisten terhadap
laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.
Indikasi
Sefalosporin digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau yang tidak dapat diobati
dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan
karena selain harganya mahal, potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan
hanya untuk hal tersebut diatas.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam lainnya. Sebelum
penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin test. Kontraindikasi
pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka. Karena mungkin ada
reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien yang didokumentasikan
hipersensitif
terhadap
antibiotik
beta-laktam
lain
(misalnya,
penisilin,
cefamycins,
carbapenems).
Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan pada pasien dengan septikemia, syok atau
penyakit berat lainnya sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan mungkin jauh
ditunda atau berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus digunakan untuk kasus ini.
Efek Samping
-Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema, pruritis, udema,
-Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Hematologi : pendarahan,
trombositopenia, anemia hemolitik
-Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja), nyeri lambung,
diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea, konstipasi.
-Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin K.
-Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi ginjal dan toksik
nefropati.
129
Sefalosporin memiliki aktivitas yang baik terhadap banyak patogen orofasial, tetapi
aktivitas yang terbatas terhadap anaerob oral. Antibiotik -laktam ini juga agen tanpa
efek pasca-antibiotik yang signifikan tergantung waktu, dan konsentrasi serum dan
jaringan sefalosporin harus tetap lebih besar dari mikroorganisme untuk setidaknya 60%
dari interval pemberian dosis untuk menghambat organisme pertumbuhan kembali
sebanyak mungkin .
3. Macrolide
Antibiotik makrolida digunakan untuk menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh bakteribakteri gram positif seperti Streptococcus Pnemoniae dan Haemophilus influenzae.
Penggunaannya merupakan pilihan pertama pada infeksi paru-paru. Digunakan untuk mengobati
infeksi saluran nafas bagian atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi saluran
nafas bagian bawah seperti pneumonia, untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk sifilis, dan
efektif untuk penyakit legionnaire (penyakit yang ditularkan oleh serdadu sewaan). Sering pula
digunakan untuk
sedikit lebih luas dibandingkan penisilin. Sekarang ini antibiotika Makrolida yang beredar di
pasaran obat Indonesia adalah Eritomisin, Spiramisin, Roksitromisin, Klaritromisin dan
Azithromisin.
Antibiotik makrolida dapat menghambat biosintesis protein bakteri dengan cara mencegah
peptidiltransferase melekatkan peptidil dengan tRNA pada asam amino berikutnya. Makrolida
juga dapat menghambat translokasi ribosom. Mekanisme lainnya adalah dengan berikatan
secara reversible dengan subunit 50S ribosom bakterisehingga mengganggu sintesis protein
atau menghambat
sintesis
protein bakteri.Antibiotik
makrolida bersifat
bakteriostatik
atau
Eritromisin memiliki sejarah panjang dan sukses digunakan melawan infeksi orofasial
akut, terutama pada pasien yang alergi antibiotik -lakta. Spektrum aktivitas yang baik
untuk sangat baik terhadap gram positif aerob / fakultatif cocci (streptokokus, beberapa
130
terkait
dengan
infeksi
orofasial,
termasuk
Prevotella,
Porphyromonas,
Azitromisin telah diamati efektif terhadap bakteri spirochetes dan bakteri anaerob. Dalam
pengelolaan abses akut periapikal, azitromisin, 500 mg / hari selama 3 hari, telah
menunjukkan efikasi yang sebanding dengan amoksisilin / asam klavulanat, 625 mg tiga
kali sehari selama 5-10.
Antibiotik ini juga berguna untuk profilaksis endokarditis. Azitromisin memiliki aktivitas
terbaik terhadap gram negatif anaerob (Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas,
Wolinella, Selenomonas, dan A. actinomycetemcomitans). Azitromisin lebih aktif terhadap
streptokokus dan staphylococci dari eritromisin dan klaritromisin dan memiliki lebih
sedikit kecenderungan untuk interaksi obat.
Penggunaan
jangka
panjang
eritromisin
dan
mungkin
makrolida
lainnya
dapat
Klaritromisin
yang
paling
aktif
terhadap
gram
positif
anaerob
(Actinomyces,
Propionibacterium, Lactobacillus),
Indikasi & Kontraindikasi
Makrolida kontraindikasi pada pasien dengan alergi terhadap obat pada pasien dengan
riwayat hepatitis. Dosis harian maksimum 4 g pada orang dewasa dengan fungsi ginjal
normal per hari dan 1,5 g per hari pada pasien dengan gangguan ginjal
Efek Samping
Efek sampingnya adalah iritasi saluran cerna (lebih jarang dibandingkan dengan iritasi
saluran cerna dan peningkatan enzim sementara di hati). Klaritromisin juga meningkatkan
kadar Teofilin dan Karbamazepin bila diberikan bersama obat-obat tersebut. Azitromisin
digunakan untuk mengobati infekti tertentu yang disebabkan oleh bakteri seperti bronkitis,
pneumonia, penyakit akibat hubungan seksual dan infeksi dari telinga, paru-paru, kulit dan
tenggorokan. Azitromisin tidak efektif untuk pilek, flu atau infeksi yang disebabkan oleh
virus.
131
4. Metronidazole
Metronidazol adalah salah satu obat antibiotika yang banyak diresepkan di Indonesia.
Metronidazol adalah antibiotik yang cukup baik untk bakteri anaerob, yakni bakteri yang
dapat hidup tanpa membutuhkan oksigen. Bakteri jenis ini biasanya hidup di dalam luka
tertutup atau di dalam organ tubuh, misal pada luka kaki penderita kencing manis (diabetes)
yang biasanya sudah terdapat nanah, pada infeksi perut bagian dalam, dan sebagainya.
Metronidazol juga baik untuk sejumlah parasit dan bakteri penyebab penyakit kelamin.
Selengkapnya, metronidazol digunakan untuk penyakit berikut:
Indikasi
- Infeksi yang diduga disebabkan oleh bakteri anaerob;
- Infeksi menular seksual; Infeksi bakterial vaginosis (penyakit infeksi tidak spesifik pada
vagina);
- Infeksi parasit trichomonas (misal pada diare atau keputihan akibat trichomonas); Infeksi
kuman amoeba (misal pada diare akibat amoeba).
Kontraindikasi
Metronidazol tidak boleh diberikan pada pasien yang pernah mengalami alergi terhadap
antibiotik ini. Metronidazol juga tidak boleh diberikan untuk wanita hamil trimester pertama
(hamil usia 0-3 bulan) dan saat menyusui.
Penggunaan dalam kedokteran gigi
Metronidazole sangat efektif terhadap gram negatif anaerob patogen yang berperan dalam
infeksi orofasial akut dan periodontitis kronis. Kombinasi metronidazole dengan antibiotik
-laktam untuk infeksi oral dapat diindikasikan untuk infeksi orofasial akut serius dan dalam
pengelolaan periodontitis agresif.
Efek samping
132
Efek
neutropenia
reversibel, urine berwarnargelap atau merah-coklat urine, ruam kulit, uretra atau sensasi
vagina terbakar, mual dan muntah.
Reaksi disulfiram bila dikombinasikan dengan etanol; dan toksisitas SSP yang terdiri dari
kejang, ensefalopati, disfungsi cerebellar, parestesia, kebingungan mental, dan depresi.
Reaksi neurologis umumnya terjadi hanya dengan dosis kumulatif berkepanjangan tinggi.
5. Tetraciclyn
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.Paling sedikit
terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotic ke dalam ribosom bakteri gram-negatif, pertama
yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik,ke dua ialah system transport aktif. Setelah
masuk maka antibiotic berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya komplek
tRNA asam amino pada lokasi asam amino.
Tetrasiklin bersifat bakteriostatik
dilakukan dengan cara mengikat unit ribosoma sel kuman 30 S sehingga t-RNA tidak
menempel pada ribosom yang mengakibatkan tidak terbentuknya amino asetil RNA.
Antibiotik ini dilaporkan juga berperan dalam mengikat ion Fe dan Mg. Meskipun tetrasiklin
dapat menembus sel mamalia namun pada umumnya tidak menyebabkan keracunan pada
individu yang menerimanya.
Ada 2 proses masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang
disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif. Setelah
masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNAasam amino pada lokasi asam amino.
Dalam kedokteran gigi penggunaan tetrasiklin dalam pengelolaan infeksi orofasial akut
secara luas dianggap tidak pantas karena aktivitas bakteriostatik dan resistensi mikroba yang
luas, namun dengan munculnya mikroba patogen oral semakin resisten terhadap -laktam,
makrolid, dan klindamisin, ini konsep mungkin harus dipertimbangkan kembali. Tetrasiklin
sistemik dalam pengelolaan periodontitis kronis harus hati-hati dievaluasi untuk rasio risiko
/ manfaat mengingat keberhasilan mereka yang terbatas. dan kecenderungan untuk
133
menginduksi mikroba ekspresi gen ketahanan dan stimulasi mekanisme penghabisan obat,
dan asosiasi umum dengan beberapa gen ketahanan terhadap antibiotik lain dalam unsur
berpindah.
Tetrasiklin efektif dalam pengelolaan periodontitis agresif lokal dan organ yang terkait.
actinomycetemcomitans.Tetrasiklin juga dapat digunakan subgingiva.
134
BAB III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
HIPOTESIS:
1. Pasien 35 tahun mengalami nekrosis pulpa pada gigi 15 sehingga membutuhkan
pemberian obat antibiotik.
2. Pasien
35
tahun
mempunyai
riwayat
penyakit
sistemik
yang menyebabkan
Apabila kondisi gigi 15 sudah tidak dapat dipertahankan maka dilakukan ekstraksi gigi
dengan mempertimbangkan kondisi sistemik pasien.
135
DAFTAR PUSTAKA
Cawson RA, Odell EW. Cawsons Esential of Oral Pathology and Oral Medicine 8th ed.
Churchill Livingstone.
Cameron AC, Widmer RP. Handbook of Pediatric Dentistry 4th ed. Mosby Elsevier. Edinburgh.
Dean JA, Avery DR, McDonald RF. McDonald and Averys Dentistry for Children and
Adolescent. Mosby Elsevier. 2011
Dewi F, Sri Angky, Azalia A. Farmakologi kedokteran gigi. Badan penerbit FKUI.2012
Ellis, Edward, James R Hupp, and Myron R Tucker. Contemporary Oral And Maxillofacial
Surgery. 5th ed. China: Mosby Elsevier.
Fragiskos, Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin: Springer, 2007.
Greenberg MS, Glick M, Ship JA. Burkets Oral Medicine: Diagnosis and Treatment 11th ed. BC
Decker. 2008.
Penggunaan
Kortikosteroid
diakses
pada
21.00
pada
11/02/2015
http://www.thoracic.org/clinical/copd-guidelines/for-patients/what-kind-of
dari
link:
medications-are-
there-for-copd/what-are-corticosteroid-anti-inflammatory- medications.php
Samodro, Ratno. Doso sutiyono, Hari Hendriarto S. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. Jurnal
anestesiologi Indonesia: Vol III nomor 1, 2011.
Whaites, Eric. 2002. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. China: Churchill
Livingstone. Page 121-125, 218-237
White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: Mosby. Page 76-86,
273-281, 346-354
Yagiela, Dowd, Neidle Pharmacology and therapeutics for dentistry, 6th ed. Elsevier Mosby
136