Anda di halaman 1dari 136

MAKALAH ILMU KEDOKTERAN GIGI KLINIK 4 SKENARIO 1

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
Anisa Savitri

1206207804

Dela Medina

1206208025

Dwiseptia Nadiantari

1206240051

Farahdillah

1206237183

I Gusti Ayu Bella

1206238614

Haula Rahmah

1206256522

Hastinefia Putri

1206207823

Liza Noah Febriana

1206244365

Syifa Adinda

1206249864

Winasih

1206207621

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA


2014
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah scenario 1 untuk mata kuliah IKGK 4 ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini
merupakan hasil diskusi kelompok PBL 9 yang berisi tentang penyakit/kelainan darah, ekstraksi
gigi, infeksi non spesifik beserta tata laksananya. Terimakasih kepada seluruh narasumber dan
fasilitator mata kuliah Ilmu Kedokteran Gigi Klinik 4, secara khusus kepada drg. Dewi Fatma S,
PhD selaku fasilitator kelompok PBL 3 atas bimbingannya selama diskusi berlangsung sehingga
diskusi dapat berjalan dengan terarah sesuai dengan learning issues yang dimaksud.
Penyusun sadar makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya
dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 13 Februari 2015

Penyusun

ii

DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................................................5
1. LATAR BELAKANG ........................................................................................................5
2. TUJUAN .............................................................................................................................5
3. KASUS ...............................................................................................................................5
4. RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................6
5. SPIDER WEB .....................................................................................................................8
6. LEARNING ISSUES ..........................................................................................................8
7. HIPOTESIS ........................................................................................................................9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................10
A. PROSEDUR DIANGNOSIS.............................................................................................10
B. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI EKSTRAKSI GIGI ...........................................14
C. INFEKSI NON SPESIFIK ................................................................................................18
D. INFEKSI PERIAPIKAL ..................................................................................................23
E. GAMBARAN RADIOGRAF INFEKSI NON SPESIFIK ...............................................27
F. GAMBARAN RADIOGRAF PADA PENDERITA KELAINAN SISTEMIK................37
G. INSTRUMEN EKSTRAKSI GIGI SEDERHANA...........................................................40
H. TEKNIK EKSTRAKSI GIGI............................................................................................50
I. PERDARAHAN PASCA EKSTRAKSI...........................................................................65
J. KLASIFIKASI PENYAKIT/KELAINAN DARAH.........................................................69
K. IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN GANGGUAN PERDARAHAN............................89

L. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SEBELUM EKSTRAKSI GIGI PASIEN


DENGAN KELAINAN DARAH.....................................................................................94
M. PERAWATAN DENTAL YANG DISESUAIKAN DENGAN KONDISI
SISTEMIK.......................................................................................................................100
N. OBAT-OBATAN.............................................................................................................104
BAB III. PENUTUP ...................................................................................................................135
1. KESIMPULAN ...............................................................................................................135
2. DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................136

BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Penatalaksaan penyakit di area oromaksilofasial merupakan salah satu kompetensi
seorang dokter gigi. Termasuk di dalamnya adalah penatalaksaan kasus ekstrasi dan infeksi
non spesifik pada pasien dengan atau tanpa kompromis medis. Untuk dapat menjalankan
penatalaksanaan dengan benar, maka seorang dokter gigi harus memahami prosedur
diagnosis melalui analisa anamnesis,

pemeriksaan klinis,

dan pemeriksaan penunjang.

Setelah mendapatkan diagnosis yang tepat, dokter gigi perlu memahami penatalaksanaan
kasus beserta peresepan obat-obatan yang rasional dan sesuai dengan indikasi.
2. TUJUAN
1. Mengetahui prosedur untuk
komprehensif termasuk

memperoleh informasi diagnostic yang sistematis dan

pemeriksaan penunjang sebagai dasar pertimbangan dalam

memilih tindakan yang sesuai.


2. Memahami patofisiologi penyakit infeksi non spesifik.
3. Menentukan adanya penyakit sistemik yang perlu dikonfirmasi.
4. Menentukan indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi tetap dan gigi sulung.
5. Menjelaskan tentang kegawatdaruratan medis yang mungkin terjadi dalam praktik
kedokteran gigi.
6. Mengetahui instrumentasi dan teknik ekstraksi gigi.
7. Memahami jenis-jenis obat-obatan yang dipakai dalam praktik kedokteran gigi seperi
analgesic, antibiotic, antiinflamasi, antipiretik, anastesi, antiseptic, dan disinfektan.
3. KASUS
Serorang perempuan usia 35 tahu dating ke RSKGM dengan membawa anak lakilakiya. Ibu tersebut mengeluh gigi belakang atas kanannya sering sakit. Gusi di area tersebut
terdapat bisul. Gusi di bagian lain juga sering berdarah. Sebelumnya pasien pernah beberapa
5

kali ke dokter gigi dekat rumah dan diberi obat akan tetapi tidak kembali lagi untuk control.
Dua tahun yang lalu dokter gigi di puskesmas pernah mencabut gigi atas kiri pasien dan
pasien harus kembali keesokan harinya karena perdarahan yang tidak berhenti.
Pemeriksaan ekstra oral tidak ada kelainan. Pemeriksaan intra oral :
-

Kebersihan mulut buruk, kalkulus subgingiva dan supra gingiva pada hampir
seluruh region

Gigi 15 nekrosis pulpa dengan perkusi dan palpasi peka. Terdapat fistula pada
daerah mukosa bukalnya.

Tampak bekuan darah pada gingiva region 45,46,47

Anak laki-lakinya berusi 6 tahun, mengeluh terdapat gigi yang tajam dan melukai bibir
atas. Sebelumnya gusi di area gigi tersebut sering bengkak hilang timbul. Pemeriksaan
ekstraoral: tidak ada kelainan. Pemeriksaan intraoral : gigi 51 radiks, terdapat perforasi pada
gingiva di area ujung akarnya.
4. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana perjalanan terjadinya nekrosis pulpa pada gigi 15 dari karies hingga
terdapat fistula?
2. Bagaimanakah penatalaksanaan kasus fistula?
3. Mengapa gusi pasien sering berdarah?
4. Obat apa yang diberikan pada pasien tersebut sehingga pasien tidak kembali untuk
kontrol? (analgesik, antibiotik, antiinflamasi,anastesi,antiseptik,obat untuk
menghentikan perdarahan)
5. Bagaimana penggolongan dan pemilihan obat untuk pasien tersebut? (perbedaan pada
anak dan dewasa)
6. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat-obat tersebut?
7. Bagaimana efek samping, interaksi obat, dan dosis dari obat tersebut?
8. Bagaimana cara penulisan resep?
9. Apa yang menyebabkan perdarahan tidak berhenti pasca pencabutan gigi?
10. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pada saat anastesi dan pencabutan?

11. Bagaimana cara mengatasi komplikasi anastesi dan pencabutan? (terutama


perdarahan tidak berhenti)
12. Bagaimana pengaruh penyakit sistemik terhadap perdarahan yang terjadi?
13. Apa saja penyakit sistemik yang berkaitan dengan pembekuan darah?
14. Apa yang menyebabkan terdapatnya bekuan darah pada gingiva regio 45, 46 dan 47?
manifestasi klinis penyakit sistemik di rongga mulut
15. Apakah pemeriksaan klinis dan laboratoris yang diperlukan sebelum ekstraksi gigi
pada pasien dengan riwayat perdarahan berserta interpretasinya?
16. Bagaimana pengaruh perforasi radiks terhadap jaringan di sekitarnya? (gingiva)
17. Apa penyebab gusi di area gigi tersebut sering bengkak hilang timbul?
18. Bagaimana penatalaksanaan untuk gigi 51?
19. Apa saja kegawatdaruratan yang mungkin terjadi pasca pencabutan gigi?
20. Bagaimana cara menangani kegawatdaruratan pada kasus pencabutan?
21. Bagaimana persarafan pada rongga mulut?
22. Bagaimana persiapan dan posisi operator sebelum melakukan cabut gigi?
23. Apa saja alat dan bahan yang diperlukan untuk pencabutan gigi?
24. Bagaimana teknik anastesi untuk pencabutan gigi? (perbedaan pada anak dan dewasa)
25. Bagaimana teknik pencabutan gigi? (perbedaan pada anak dan dewasa)
26. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi pencabutan gigi sulung dan tetap?
27. Apa saja pemeriksaan lengkap dan penunjang yang dibutuhkan sebelum melakukan
tindakan pencabutan gigi?
28. Bagaimana gambaran radiograf abses dan interpretasinya?
29. Teknik radiograf apa yang digunakan untuk melihat gambaran abses?
30. Apa yang dimaksud dengan infeksi dan apa saja jenis jenis infeksi? (klasifikasi,
etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, pemeriksaan, penatalaksanaan)
31. Bagaimana penatalaksanaan untuk kasus pasien tersebut?
32. Apa yang dimaksud dengan perforasi radiks?
33. Bagaimana perjalanan terjadinya perforasi radiks mulai dari gusi bengkak?
34. Apa penyebab terjadinya perforasi radiks?

5. SPIDER WEB

6. LEARNING ISSUES
1. Menjelaskan prosedur diagnosis dan pemeriksaan radiologi penunjang
2. Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi ekstraksi gigi tetap dan gigi sulung
8

3. Menjelaskan definisi, etiologi, dan penjalaran infeksi non spesifik


4. Menjelaskan mengenai infeksi periapikal
5. Mengetahui gambaran radiograf infeksi non spesifik
6. Mengetahui gambaran radiograf terkait kelainan darah
7. Menjelaskan instrumentasi dan teknik ekstraksi gigi
8. Menjelaskan klasifikasi kelainan darah dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
9. Menjelaskan modifikasi pada perawaran dental sesuai kondisi sistemik
10. Menjelaskan kegawatdaruratan medis yang dapat terjadi pada praktik kedokteran gigi
beserta penanganannya.
11. Menjelaskan penggolongan, mekanisme kerja, efek samping, interaksi, penulisan resep,
dan dosis obat-obatan.

7. HIPOTESIS
1. Pasien 35 tahun mengalami nekrosis pulpa pada gigi 15 sehingga membutuhkan
pemberian obat antibiotik.
2. Pasien

35

tahun

mempunyai

riwayat

penyakit

sistemik

yang menyebabkan

perdarahan pasca sistemik sehingga membutuhkan persiapan dan pemeriksaan klinis


serta laboratoris sebelum dilakukannya ekstraksi gigi.
3. Pasien 6 tahun mengalami perforasi radiks sehingga memerlukan tindakan ekstraksi
gigi dengan mempertimbangkan persiapan dan teknik untuk anak-anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PROSEDUR DIAGNOSIS
Format rekam medis untuk pemeriksaan lengkap mencakup data biografis, keluhan utama
beserta riwayatnya, riwayat medis, riwayat medis keluarga, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
penunjang berupa laboratoris ataupun radiograf.
-

Data Biografis

Berisikan nama, alamat, umur, jenis kelamin dan pekerjaan pasien. Dapat dilengkapi pula

dengan nama dan alamat dari dokter pribadi pasien untuk memudahkan dan memastikan
kevalidan data medis pasien sebelumnya.
-

Keluhan Utama

Keluhan utama perlu ditanyakan secara rinci kepada pasien. Jawabannya dapat membantu

dokter gigi untuk menentukan prioritas selama pengisian rekam medis dan menentukan rencana
perawatan.
-

Riwayat Medis

Bisa didapatkan dari kuesioner yang diisikan oleh pasien. Berisi data-data mengenai

pengalaman pasien dirumah sakit sebelumnya, operasi, injuri traumatik dan penyakit serius yang
pernah diderita oleh pasien, gejala atau penyakit yang belum lama ini dialami, obat-obatan yang
sedang diminum, riwayat alergi obat, deskripsi mengenai kebiasaan yang berpengaruh pada
kesehatan seperti merokok, dan data-data mengenai medical check-up atau kunjungan ke dokter
terakhir.
Selain itu, akan sangat membantu juga apabila pasien ditanyakan mengenai masalah
kesehatan lain yang seringkali ada dan memerlukan modifikasi dalam perawatan dental. Seperti
angina, infark miokard, kelainan perdarahan, asma, hepatitis, diabetes, dan penyakit menular
seksual. Kemudian ditanyakan lebih spesifik mengenai alergi terhadap anastesi lokal dan
antibiotik tertentu. Jika pasiennya perempuan maka ditanyakan apakah sedang hamil atau tidak.
10

Riwayat medis keluarga fokus pada penyakit keturunan yang relevan seperti misalnya
hemofili. Riwayat medis ini harus diperbaharui paling tidak setahun sekali.
-

Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis selalu dimulai dengan pengukuran tanda vital, seperti tekanan darah dan

denyut nadi. Hal tersebut dilakukan sebagai alat screening untuk masalah kesehatan yang belum
terdeteksi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan ekstraoral dan intraoral.
Pemeriksaan ekstraoral :
Bentuk, profil, dan simetri wajah
Simetri, ukuran, reaktivitas pupil, warna sklera dan konjungtiva, serta pergerakan mata
Ukuran dari kelenjar tiroid dan nodus limfa
Krepitasi, ada tidaknya clicking, dan tenderness dari TMJ
Mukosa dan septum hidung
Keberadaan lesi kulit atau diskolorasi di bagian wajah dan leher
Pemeriksaan intraoral :
Pemeriksaan menyeluruh mulai dari oropharing, lidah, dasar mulut, mukosa oral, dan gigi geligi
beserta penyangganya. Periksa pula kuantitas dan kualitas saliva.

Setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan pengambilan data rekam medis, dokter gigi
dapat menyimpulkan diagnosa dan rencana perawatan. Apabila ditemukan gejala klinis dari
suatu penyakit tertentu atau suatu temuan penyakit mulut yang perlu pemeriksaan lanjutan, maka
diperlukan pemeriksaan lanjutan yang sesuai untuk kondisi pasien, dapat berupa pemeriksaan
laboratoris maupun radiografis.
Jenis pemeriksaan laboratoris disesuaikan dengan temuan dari anamnesa dan pemeriksaan
klinis. Apabila ditemukan pasien dengan kompromis medis untuk mendapatkan sehingga dapat
menimbulkan komplikasi dalam perawatan dental, maka perlu dirujuk terlebih dahulu.
-

Pemeriksaan Radiograf

11

Pada kasus skenario ini, membutuhkan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan


radiograf. Jenis proyeksi yang dibutuhkan adalah teknik periapikal dan panoramic. Teknik
Periapikal radiograf adalah tehnik foto intraoral yang menunjukkan satu gigi dan jaringan sekitar apikal.
Dan teknik panoramic adalah teknik foto ekstra oral yang menunjukkan struktur fasial diantaranya
maksila dan mandibula.

Teknik periapikal dipilih untuk pasien ini karena

Mendeteksi inflamasi/ infeksi kelainan periapikal (15)

Mempelajari morfologi akar sebelum pencabutan gigi (51)

Evaluasi detail kelainan periapikal (abses, kista dan lesi lainnya) didalam tulang alveolar

Terdapat 2 macam teknik periapikal yaitu Parallel dan Biseksi. Untuk kasus ini dipilih teknik
parallel karena

Gambar lebih geometris dan jelas

Alveolar crest dapat terlihat dengan jelas

Jaringan periapikal dapat tampak dengan jelas

Mahkota gigi dapat tampak dengan jelas sehingga karies proksimal dapat terdeteksi

Sudut vertical dan horizontal , sudah ditentukan oleh cone pada film holder

Adapun teknik panoramik dipilih untuk pasien ini karena

Melihat kelainan pada rahang

Melihat Struktur jaringan mulut secara keseluruhan

Prosedur Diagnosis Untuk Pasien Anak :


Anamnesis & pegambilan data rekam medik
-

Keluhan utama : jika pasien mengeluhkan sakit, tanyakan semua yang berhubungan
dengan rasa sakit tersebut seperti durasi, tipe rasa sakit, pemicunya, dan lain sebagainya.

Riwayat dental : perawatan sebelumnya, waktu erupsi dan perkembangan gigi, tindakan
pencegahan yang telah dilakukan, dan metode kontrol rasa sakit yang telah dilakukan
sebelumnya.

12

Riwayat medis : sistem kardiovaskular (lesi jantung, tekanan darah), sistem saraf pusat,
sistem endokrin (diabetes), gastrointestinal, pernafasan (asma, bronkitis, infeksi saluran
nafas atas), kecenderungan perdarahan (termasuk riwayat keluarga), alergi, serta riwayat
operasi atau perawatan

Riwayat kandungan : berat lahir, masalah antenatal dan perinatal, prematuritas dan
perawatan khusus pada saat neonatal

Perawatan medis yang sedang berlangsung : pengonsumsian obat, perawatan yang sedang
berjalan, dan imunisasi

Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan ekstraoral seharusnya merupakan penilaian umum terhadap sang pasien anak.
Dokter gigi harus mengamati mulai dari cara jalan anak, interaksi umum anak dengan orang
tuanya, atau dengan dokter giginya. Penilaian terhadap tinggi dan berat badan anak juga berguna,
terlebih jika dilakukan pengukuran berkala dan diamati dalam sebuah growth chart. Pada
pemeriksaan ekstraoral yang harus dinilai :
-

Simetri wajah, dimensi, dan tipe wajah ortodonti dasar

Mata, termasuk penampakan bola mata, sklera, pupil, dan konjungtiva

Pergerakan bola mata yang dapat mengindikasikan ada tidaknya kelainan

Warna dan penampakan kulit

Sendi TMJ

Kelnjar limfa servikal, submandibular dan oksipital

Pemeriksaan Intraoral
-

Jaringan lunak, termasuk oropharing, tonsil dan uvula

Oral hygiene dan status periodontal

Jaringan keras gigi

Oklusi dan relasi ortodontik

Kuantitas dan kualitas saliva

13

B. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI EKSTRAKSI GIGI


Indikasi Ekstraksi Gigi :
-

Karies, merupakan alasan pencabutan gigi yang paling sering karena lesi karies sudah
sangat parah sehingga tidak dapat direstorasi lagi. Pertimbangan gigi masih dapat
direstorasi lagi atau tidak perlu dikomunikasikan antara dokter gigi dengan pasien.

Nekrosis Pulpa, biasanya gigi yang telah mengalami nekrosis pulpa atau pulpitis
irreversible tetapi tidak bisa dilakukan perawatan endodontik. Perawatan tersebut tidak
dapat dilakukan karena pasien menolak melakukan perawatan endodontik atau saluran
akar yang berliku, telah terkalsifikasi dan tidak dapat dilakukan perawatan. Selain itu
dapat juga gigi yang telah dirawat endodontik tetapi tidak berhasil meredakan rasa nyeri
atau menyediakan drainase dan pasien menolak untuk dirawat ulang.

Penyakit Periodontal, severe periodontitis yang sudah berlangsung cukup lama dapat
menyebabkan

kehilangan

tulang

yang luas

dan kegoyangan gigi yang sifatnya

irreversible, pada keadaan ini gigi yang sangat goyang perlu diekstraksi.
-

Keperluan Ortodontik, pasien yang sedang menjalani perawatan ortodontik karna posisi
giginya yang crowding terkadang memerlukan ekstraksi gigi untuk menyediakan ruang
bagi gigi geligi lainnya. Gigi yang paling sering dicabut untuk keperluan ortodontik
adalah premolar rahang atad dan bawah atau insisif rahang bawah.

Gigi yang Malposisi, beberapa situasi gigi malposisi yang diindikasikan untuk ekstraksi
adalah gigi malposisi yang melukai jaringan lunak tidak dapat direposisi dengan
perawatan orto. Contohnya gigi M3 yang erupsi ke buccal sehingga menyebabkan trauma
pada pipi bagian dalam atau gigi yang ekstrusi parah karena kehilangan gigi
antagonisnya.

Cracked Tooth, mahkota yang retak atau fraktur akar dapat menyebabkan sakit dan tidak
dapat ditangani dengan teknik yang lebih konservatif, terkadang perawatan endodontik
disertai dengan prosedur restorasi yang kompleks tidak dapat menghilangkan rasa sakit.

Gigi Impaksi, apabila sudah dapat dipastikan bahwa gigi tersebut tidak dapat erupsi
sempurna mencapai fungsi oklusi karena tidak cukupnya ruangan, gangguan dari gigi
sebelahnya, atau hal-hal lain.

Supernumerary Teeth, biasanya impaksi sehingga memerlukan ekstraksi


14

Terapi Radiasi, pasien yang akan menerima terapi radiasi untuk kanker di area mulut,
kepala, dan leher dapat dipertimbangkan untuk diekstraksi gigi-giginya yang ada di area
radiasi. Namun dapat juga dipertahankan dengan perawatan yang sesuai.

Gigi yang terlibat dalam Fraktur Rahang, pasien yang mengalami fraktur mandibula atau
prosesus alveolaris terkadang harus diekstraksi gigi geliginya. Dalam beberapa kasus,
gigi dapat dipertahankan, tetapi gigi yang injuri, terinfeksi, atau luksasi parah akan lebih
baik jika diekstraksi.

Masalah Finansial, jika keadaan finansial pasien tidak mendukung untuk melakukan
perawatan untuk mempertahankan gigi geliginya.

Kontraindikasi ekstraksi gigi :


Kadang kala pasien yang diindikasikan untuk ekstraksi gigi tidak boleh dilakukan tindakan
pencabutan karena faktor lain atau kontraindikasi ekstraksi. Namun dalam beberapa situasi
tertentu, kontraindikasi dapat dimodofikasi dengan perawatan tambahan tertentu, sehingga gigi
yang diindikasikan dapat diekstraksi. Secara umum, kontraindikasi dapat dibagi dalam 2
kelompok, yaitu sistemik dan lokal.

Kontraindikasi Sistemik

Severe Uncontrolled Metabolic Diseases, misalnya pasien yang rentan diabetes dan
penyakit ginjal tahap akhir. Pasien dengan diabetes ringan atau well-controlled dapat
dirawat seperti pasien pada umumnya. Jika tidak terkontrol, maka ekstraksi gigi harus
ditunda sampai kondisi diabetes menjadi controlled.

Leukemia dan limphoma tidak terkontrol, karena memiliki potensi komplikasi seperti
infeksi akibat dari tidak berfungsinya sel darah putih dan perdarahan berlebih akibat
kurangnya jumlah platelet. Ekstraksi gigi harus ditunda sampai penyakit terkontrol dan
kondisi pasien memungkinkan untuk dilakukan tindakan ekstraksi.

Penyakit jantung tidak terkontrol, seperti angina pectoris dan sebelumnya terkena infark
miokardia. Tindakan ekstraksi gigi harus ditunda.

Malignant hypertension, bisa terjadi perdarahan menerus, pecahnya pembuluh darah otak
akibat stress pra ekstraksi gigi.

Severe uncontrolled cardia dysrhytmias

15

Kehamilan pada trimester awal dan terakhir, tetapi ekstraksi gigi tanpa komplikasi dapat
dilakukan pada takhir trimester awal, trimester kedua, dan awal-awal dari trimester akhir.
Apabila ekstraksi yang dilakukan lebih ekstensif seperti memerlukan obat-obat tertentu
selain anastesi lokal, maka ekstraksi harus ditunda sampai sang anak lahir.

Severe bleeding diathesis, contohnya pasien dengan hemofilia atau kelainan platelet yang
parah tidak boleh diekstraksi sampai kelainan koagulasi darah dapat dikoreksi dengan
pengaturan faktor-faktor

koagulasi atau transfusi platelet.

Maka perlu dilakukan

koordinasi dengan hematologis.


-

Pasien yang meminum obat antikoagulan, minum obat harus dihentikan beberapa hari
sebelum dilakukan ekstraksi oleh karena itu harus konsultasikan dengan dokter penyakit
dalam.

Pasien yang sedang meminum obat-obatan tertentu, harus mendapatkan perhatian khusus
sebelum

melakukan

tindakan

bedah.

Contohnya

obat-obat

yang

mengandung

kortikosteroid, agen imunosupresif, bisphosphonate, dan agen kemoterapeutik.

Kontraindikasi Lokal

Ekstraksi pada area dengan riwayat terapi radiasi, dapat menyebabkan terjadinya
osteoradionekrosis, oleh karena itu apabila perlu ekstraksi harus dilakukan dengan ekstra
hati-hati.

Gigi yang berada pada area tumor, terutama tumor ganas, tidak boleh diekstraksi.
Prosedur bedah dapat menyebarkan sel-sel malignan dan menyebabkan metastasis.

Pasien dengan perikoronitis yang parah disekitar gigi M3 yang impaksi, tidak boleh
diekstraksi

dan

harus

ditunda

sampai

perikoronitisnya

dirawat,

karena

dapat

menyebabkan komplikasi. Apabila perikoronitisnya ringan, maka dapat diiekstraksi.


-

Acute dentoalveolar abcess, karena pasien dapat kesulitan membuka mulut, atau sulit
memberikan anastesi lokal.

Sehingga

diperlukan terapi antibiotik

dan dilakukan

penjadwalan kembali untuk ekstraksi gigi.

Indikasi ekstraksi gigi sulung :


-

Karies yang sudah tidak dapat direstorasi lagi


16

Adanya penyakit apikal

Fraktur mahkota ataupun akar

Gigi sulung yang mengalami prolonged retention karena resorpsi akar yang tidak wajar
atau karena ankylosis

Gigi impaksi

Supernumerary teeth, bisa menyebabkan resorpsi dan displacement dari gigi tetapnya

Jika gigi mengalami karies yang tidak dapat direstorasi; jika karies telah mencapai
bifurkasi atau jika sulit untuk membentuk margin gingiva.

Jika terjadi infeksi pada daerah periapikal dan interradikular.

Pada kasus abses dentoalveolar akut dengan selulitis.

Jika gigi sulung bertabrakan dengan erupsi normal gigi permanen suksesornya.

Gigi sulung yang sudah waktunya tanggal

Untuk keperluan orthodonti

Pada kasus gigi supernumerer

Pada kasus gigi tidak tumbuh

Kontraindikasi ekstraksi gigi sulung :


Kontraindikasi untuk ekstraksi gigi anak pada dasarnya sama dengan kontraindikasi
untuk gigi dewasa.
1. Infeksi akut stomatitis, infeksi Vincents angina, atau herpetic stomatitis, serta lesi lain
yang hampir sama dengan lesi-lesi tersebut harus dihilangkan sebelum ekstraksi
dilakukan. Pengecualian pada abses dentoalveolar dengan selulitis, yang membutuhkan
untuk diesktraksi segera.
2. Blood dyscrasias atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan
dan infeksi setelah pencabutan.

Pencabutan dilakukan setelah konsultasi dengan

hematologist.
3. Pada penderita penyakit akut atau kronik rheumatic heart disease, congetial heart
disease, dan penyakit ginjal yang memerlukan antibiotic profilaksis.
4. Perisementitis

akut, abses dentoalveolar

dan selulitis harus diobati terlebih dahulu, dan

jika diindikasikan, harus dengan terapi preoperative dan postoperative.


17

5. Infeksi akut sistemik karena resistensi tubuh yang rendah dan dapat menyebabkan
kemungkinan infeksi sekunder.
6. Keganasan. Trauma pada ekstraksi cenderung mengakibatkan peningkatan pertumbuhan
dan penyebaran tumor.
7. Gigi dengan tulang yang menjalani perawatan radiasi. Pada banyak kasus, tulang dengan
infeksi diikuti dengan ekstraksi setelah terapi antibiotik, karena avaskularitas akibat
radiasi. Infeksi tulang ini akan diikuti oleh osteomyelitis yang sangat menyakitkan dan
tidak dapat dikontrol kecuali oleh reseksi yang luas pada tulang yang diradiasi.
8. Diabetes mellitus. Konsultasi dengan dokter yang merawat pasien sangat diperlukan
karena pada pasien ini penyembuhan lukanya agak sukar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dilakukan ekstraksi gigi sulung :


-

Order of erruption gigi sulung dan gigi tetap

Gambaran radiograf gigi yang akan diekstraksi sehingga dokter gigi dapat mengobservasi
ukuran dan kontur akar gigi sulung tersebut, jumlah dan tipe resorpsi yang terjadi,
kondisi akar dengan gigi tetap penggantinya, dan penyebaran penyakit

C. INFEKSI NON SPESIFIK


1.

DEFINISI
Infeksi dapat diartikan sebagai proses invasi mikroorganisme dan berproliferasi di

dalam tubuh sehingga menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi nonspesifik adalah
infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang tidak

spesifik, berbagai macam

mikroorganisme.
Salah satu Infeksi yang sering terjadi di dalam rongga mulut & sulit diatasi adalah
infeksi odontogenik. Infeksi ini berasal dari gigi dan disebabkan oleh flora normal dalam
mulut. Flora normal tersebut terdiri dari beberapa macam bakteri, oleh karena itu itu infeksi
odontogenik di golongkan sebagai infeksi non spesifik.

Karies, penyakit periodontal, pulpitis

merupakan ineksi awal yang dapat menyebar hingga prosesus alveolaris dan jaringan wajah
yag lebih dalam, rongga mulut, kepala bahkan leher. Ketika infeksi terjadi, maka dapat
18

menyebar lewat tulang hingga jaringan lunak di atasnya. Untuk itu diperlukan pengetahuan
mengenai jalur penyebaran infeksi dari gig hingga jaringan sekitarnya untuk menentukan
rencana perawatan yang tepat.

2.

ETIOLOGI

Bakteri yang menyebabkan infeksi odontogenik biasanya merupakan flora normal mulut
yang bisa ditemukan di permukaan mukosa, sulkus gingiva. Bakteri-bateri tersebut utamanya
adalah bakteri aerob cocci gram positif, anaerob batang gram negatif. Bakteri-bakteri tersebut
menyebabkan enyakit umum seperti karies gigi, gingivitis dan periodontitis. Ketika bakteri
tersebut mendapatkan akses menuju jaringan yang lebi dalam lewat pulpa nekrotik atau lewat
poket periodontal yng dalam, maka akan menyebabkan infeksi odontogenik. Selama infeksi
berlanjut lebih dalam, flora-flora yang berbeda dari flora awal penyebab infeksi tersebut
mendapatkan kondisi yang lebih baik untuk pertumbuhan mereka.
Berbagai studi mikrobiologi telah dilakukan untuk mempelajari mikrobiologi dari infeksi &
beberapa faktor penting telah ditemukan. Pertama, hampir semua infeksi odontogenik
disebabkan oleh multipel bakteri. Oleh karena itu penting bagi klinisi untuk memahami
variasi bateri yang biasa menyebabkan infeksi. faktor terpenting kedua ialah, toleransi
oksigen yang dimiliki bakteri yang menyebakan infeksi odontogenik. Karena daam mulut
bakterinya ialah kombinasi bakteri aerob dan anaerob , maka kebanyakan infeksi
odontogenik disebabkan oleh kombinasi bakteri aerob dan anaerob
Penyebab Infeksi Odontogenik
Bakteri Aerob

6%

Kelompok

Predominan

(65%

kasus)

Streptococcus milleri
Terdiri dari :

Bakteri Anaerob

44%

S. anginosus

S. intermedius

S. constellatus

Gram negative anaerob coccus (65% kasus) :


-

Streptococcus
19

Peptostreptococcus

Gram negative anaerob batang :


-

Prevotella

Porphyromonas spp.

Gabungan Bakteri 50%


Aerob

dan

Anaerob

3. PATOGENESIS

4 Tahap Infeksi Odontogenik


Hari ke 0 3
Karakteristik

Inoculation

Hari ke 3 5
stage Cellulitis stage

Hari ke 5 7
Abscess stage

Resolution stage

(edema)

20

Durasi

0 3 hari

1 5 hari

4 10 hari

Nyeri

Ringan, menyebar

Menyebar

Terlokalisir
Terjadi

Ukuran

Bervariasi

Warna

Konsistensi

Pus

Besar

Normal

Merah

Jellylike

Boardlike

Tidak ada

Lebih kecil

abses

setelah
mengalami

(baik
pada drainase
secara
spontan
bagian tengah
ataupun surgical).
Lunak
pada Kemudian sistem
Mengkilap

Tidak ada

bagian tengah

imun

Ada

menghancurkan

akan

sisa bakteri dan


Bakteri

Aerob

Aerob

Anaerob

dan

Anaerob

terjadilah
healing

proses
dan

repair.

Tingkat
keparahan

Rendah

Lebih tinggi

Berkurang

infeksi

4. PENJALARAN
Sumber infeksi odontogenik :
a. Periodontal
Bakteri berasal dari pocket periodontal yang menjadi gerbang masuknya bakteri ke
jaringan lunak di bawahnya.
b. Periapikal
Dibanding

dengan

periodontal,

periapikal

lebih

sering

menjadi

sumber

infeksi

odontogenik. Infeksi yang bemula dari karies, berujung ke nekrosis pulpa yang
memberikan jalan untuk bakteri menginvasi jaringan periapikal. Infeksi menjalar ke
seluruh arah, namun paling cepat menjalar pada area yang lebih tidak resisten. Infeksi
menjalar hingga tulang kanselus, kemudian mencapai lempeng kortikal, lempeng kortikal
terkikis, dan masuk ke jaringan lunak. Perawatannya tidak cukup hanya memberikan
antibiotic, namun harus dilakukan PSA atau ekstraksi. Apabila hanya diberikan antibiotic
21

tanpa dilakukan tindakan, maka infeksi akan muncul lagi. Lokasi penyebaran infeksi
ditentukan oleh dua faktor utama
1. Ketebalan tulang yang melapisi apeks gigi
2. Hubungan perforasi tulang terhadap perlekatan otot maksila dan mandibula

Gambar 1.
Infeksi akan memasuki jaringan lunak dengan mengikis tulang (lempeng kortikal) yang
tertipis. Gambar 1A. Bagian tulang di labial lebih tipis daripada tulang di palatal, sehingga
infeksi perfor melalui tulang di labial. Gambar 1B. Sebaliknya.

Gambar 2.
Titik perforasi infeksi pada tulang juga dipengaruhi oleh letak perlekatan otot pada tulang
tersebut. Gambar 2A. Apabila apeks akar lebih rendah daripada perlekatan otot, abses akan
terbentuk di vestibulum. Gambar 2B. Apabila apeks akar terletak lebih tinggi daripada
perlekatan otot, maka akan terbentuk abses pada area fasial.

22

5. PERBEDAAN PENJALARAN INFEKSI ODONTOGENIK PADA ANAK ANAK DAN


ORANG DEWASA
Perbedaan penjalaran infeksi odontogenik pada anak - anak dan orang dewasa menurut
Sicher :
a. Bisa menjalar ke area wide marrow (sum sum)
b. Dapat memberi efek kepada benih gigi permanen, yaitu :
-

Terjadinya diskolorasi enamel menjadi warna coklat akibat infeksi kronis (Turners
hypoplasia)

Menimbulkan kerusakan pada benih gigi

c. Dapat menjalar ke area pusat tumbuh rahang (condyle), sehingga menyebabkan


kecacatan bentuk
d. Dapat menyebabkan terbentuknya selulitis dan abses, sehingga perlu dilakukan insisi dan
drainase

D. INFEKSI PERIAPIKAL
1. Infeksi Periapikal/Abses Periapikal
Proses Perkembangan Infeksi
Infeksi dapat disebabkan oleh 3 hal yaitu periapikal yang berasal dari nekrosis
pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal, periodontal yang berasal dari
akumulasi bakteri pada poket, dan perikoronal yang berasal dari makanan yang
terkumpul dibawah operculum (hanya terjadi pada gigi yang belum tumbuh
sempurna)
Infeksi Periapikal dapat menyebar melalui 3 jalur yaitu kontinuitas ruang
jaringan, system limfatik, dan sirkulasi darah. Namun jalur yang paling umum adalah
yang pertama.
Pada awalnya pus terbentuk di tulang cancellous dan menyebar ke berbagai arah
yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal,
lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan
tulang, dan jarak perjalanan

pus.

23

Palatal Root - Palatal Direction

Buccal Root - Buccal Direction

Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan


puncak bukal atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal,
sedangkan tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran
pus ke arah palatal atau ke lingual.
Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap
bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga
mandibula dan kadang-kadang molar kedua mandibula dianggap bertanggung jawab
atas penyebaran infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus
maksilaris ketika puncak apeks gigi posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar
antrum. Panjang akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan
distal

berbagai

peranan

otot

penting

juga

memainkan

dalam

penyebaran pus.

Berdasarkan hal ini, pus di

mandibula

yang

berasal dari puncak akar di

atas

otot

mylohyoid

menyebar secara

dan

biasanya

intraoral, terutama ke arah

dasar

mulut.

Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus
menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral.

24

Penyebaran Infeksi ke Sinus Maksilaris

Posisi apeks terhadap otot mylohoid

Infeksi yang berasal dari gigi incisor dan canines mandibula akan menyebar ke
buccal atau lingual dikarenakan tulang alveolar yang tipis pada area tersebut.
Biasanya akan terlokalisasi ke buccal apabila puncak apeks berada di atas perlekatan
otot mentalis. Namun terkadang akan tersebar ke extraoral apabila puncak apeks ada
di bawah perlekatan otot.
Pada mandibula, perlekatan otot buccinators cukup penting. Saat puncak apeks
dari premolar dan molar maxilla berada di bawah perlekatan otot buccinators, maka
pus akan tersebar ke intraoral. Namun apabil apuncak apeks berada di bawah
perlekatan otot maka akan tersebar ke atas/ekstroral. Begitu juga dengan mandibula.

Apex above attachment: accumulation


of pus in the buccal space

Apex beneath the buccinator muscle:


intraoral pathway towards the
mucobuccal fold

Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses
dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar,
(2) subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory cervicofacial
(Gambar 4 dan 5).
Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar
yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi
perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses
subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan
periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah
melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di
25

bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui
jaringan ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut
abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk
abses serous yang disebut Fascial Space Abscesses.

Abses Intralveolar

a.
b.

Abses Subperiosteal

c.
d.
e.

Abses Submukosa

26

Abses Subkutan

Fascial Space Abscesses


Manifestasi Klinis
-

Demam Terutama pada anak kecil. Denyut nadi cepat, respiratori cepat dan
dangkal

Lesu, mual, muntah

Peningkatan jumlah sel darah putih terutama neutrofil. Apabila infeksi serius dan
lama seperti osteomyelitis dapat menyebabkan anemia.

Dehidrasi

disebabkan

kehilangan

cairan dikarenakan berkeringat

dan

kekurangan cairan intake. Gejala dan symptom dari sistemik lainnya adalah
anorexia, diare, dan rasa sakit pada region abdominal.

E. GAMBARAN RADIOGRAF INFEKSI NON SPESIFIK KE TULANG


1. Lesi Inflamasi Periapikal
Macam-macam perubahan karena inflamasi

27

Pada keadaan nekrosis pulpa, respon inflamasi baik akut maupun kronis dapat terjadi pada
jaringan apical. Respon inflamasi ini terjadi karena adanya stimulus toksik. Berikut adalah
cardinal signs dari inflamasi akut:

P
embengkakan tumor

K
emerahan-rubor

P
anas-color

N
yeri-dolor

K
ehilangan fungsi- functio laesa

Pada jaringan apical, eksudat inflamasi berakumulasi di ruang ligament periodontal apical
menyebabkan adanya pembengkakan yang kemudian dikarakteristikkan sebagai periodontitis
apical akut. Gigi yang mengalami hal ini akan menjadi peka terhadap tekanan (menyebabkan
rasa nyeri), dan pasien akan menghindari menggunakan gigi tersebut untuk menggigit atau
mastikasi (menyebabkan hilangnya fungsi gigi tersebut). Panas dan kemerahan tidak
terdeteksi secara klinis. Tanda-tanda tersebut diikuti oleh kerusakan dan resorpsi tulang disekitar
gigi, seringkali juga akar gigi tersebut, kemudian terbentuk abses periapikal

dan secara

radiografis , area radiolusen akan tampak.


Tanda inflamasi kronis
Tanda-tanda inflamasi kronis yaitu proses destruksi dan pemulihan (healing) yang berlangsung
secara simultan karena system pertahanan tubuh yang merespon dan berusaha untuk menahan
penyebaran infeksi. Pada jaringan apical, terbentuk granuloma periapikal diapeks dan ada tulang
padat (dense bone) disekitar area resorpsi. Secara radiografis, area radiolusen pada bagian apical
menjadi dibatasi dan dikelilingi oleh tulang sklerotik padat.
Berikut adalah ringkasan efek inflamasi dan hasil gambaran radiografisnya

28

Kondisi Inflamasi

Perubahan

Pokok Gambaran Radidografis

Berkaitan

dengan

Inflamasi
Inflamasi akut awal (initial Eksudat
acute inflammation)

inflamasi Pelebaran

berakumulasi

pada

ruang ruang

ligamen periodontal apikal atau


periodontitis apikal akut
Penyebaran

awal

(initiap

spread

inflammation)
Penyebaran
lanjut

socket

radiolusen

ligamen
bahkan

periodontal
tidak

ada

perubahan yang terdeteksi.

inflamasi Resorpsi dan destruksi apical Hilangnya


of bony

garis

garis

radiopak

abses lamina dura di bagian apeks

periapikal
inflamasi

(further

lebih Resorpsi dan destruksi lebih Area bone loss pada apeks

spread

of lanjut tulang alveolar apikal

gigi

inflammation)
Inflamasi
awal

kronis

low-grade Destruksi

(initial

minimal

pada Tidak

terlihat

low-grade tulang apikal dan pertahanan destruksi

chronic inflammation)

tubuh

menempatkan

padat di regio apikal

adanya

tulang

namun

tulang tulang sklerotik padat terlihat


pada

bagian

apeks

gigi

(sclerosing osteitis)
Inflamasi
lanjut

kronis

(Latter

tingkat Tulang apikal teresorpsi dan Area

stages

chronic inflammation)

bone

of hancur; tulang padat berada radiolusen

loss
pada

yang
apeks

di sekitar area resorpsi dengan batas yang jelas dan


granuloma

periapikal

kista radikular.

atau dikelilingi

oleh

tulang

sklerotik

padat

(dense

sclerotic bone)

29

Whaites, Eric. 2002. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. China: Churchill Livingstone.

Whaites, Eric. 2002. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. China: Churchill Livingstone.

Pada gambar A diatas, terlihat area radiolusen dengan batas yang jelas pada apeks gigi 31
(seperti yang ditunjuk panah). Tulang yang mengelilingi area radiolusen tersebut relative padat
dan opak yang menandakan adanya granuloma periapikal kronis atau kista.radikular. Gambar B
menunjukkan gigi 31 yang telah diekstraksi yang memiliki granuloma yang menempel pada
apeks akarnya.
30

Whaites, Eric. 2002. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. China: Churchill Livingstone.

Pada gambar C diatas , area difuse dari kerusakan tulang pada gigi 12 dan area yang lebih kecil
pada apeks akar gigi 11 menunjukkan adanya abses periapikal (ditunjukkan panah hitam). Pada
gambar D, terlihat area destruksi tulang dengan batas yang jelas pada gigi 41 (abses periapikal,
granuloma, atau kista).

Lokasi:

Lesi ini biasanya berpusat pada apeks gigi, dimulai pada bagian apical ruang ligament
periodontal

Pada sepanjang akar lateral , disebabkan oleh adanya kanal aksesore, fraktur akar, atau
iatrogenic perforasi

Batas lesi:
Pada kebanyakan kasus, batas lesi periapikal sulit dibedakan , sebab menunjukkan
perubahan secara bertahap dari pola trabekula yang normal menuju pola trabekula abnormal.
Namun terkadang batas lesi dapat terlihat jelas
Struktur interna lesi:

31

Pada inflamasi periapikal awal pola tulang normal,reaksi tulang sklerotik belum
terlihat.

Perubahan radiograf terlihat apabila lesi sudah mengalami minimal 60%

demineralisasi.

Perubahan yang terdeteksi paling awal terdapat penurunan tulang pelebaran ruang
ligament periodontal pada apeks gigi melibatkan tulang sekitar dengan diameter yang
lebih besar

Pada inflamasi lebih lanjut terbentuk campuran antara tulang sklerotik dan rarefaction
(fig 18-4) . presentase campuran tulang ini bervariasi. Apabila lesi terlihat lebih lusen ,
maka disebut periapical rarefying osteitis.

Bila terdiri lebih banyak peningkatan

pembentukan tulang, disebut periapical sclerosing osteitis/condensing osteitis (fig.8-5)

Pada pemeriksaan lanjut, daerah sklerotik menunjukkan adanya peningkatan baik jumlah
maupun ketebalan trabekula

32

White, Stuart C. Pharoah, Michael J.


2004. Oral Radiology 5th ed. China:
Mosby

Efek pada struktur sekitar:

Lesi inflamasi periapikal dapat menstimulasi resorpsi atau deposisi tulang sekitar

Lamina dura sekitar apeks hilang

Reaksi sklerotik pada tulang cancellous dapat terbatas pada area kecil sekitar gigi atau
meluas

Pada lesi kronik dapat terjadi resorpsi akar

Reaksi periosteal juga dapat terjadi pada permukaan bukal atau lingual prosesus alveolar
atau pada inferior mandibula.

33

White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004.


Oral Radiology 5th ed. China: Mosby

Resorpsi internal atau eksternal pada akar , kalsifikasi dan pelebaran pulp chamber dapat
terjadi

White, Stuart C. Pharoah, Michael


J. 2004. Oral Radiology 5th ed.
China: Mosby

2. Osteomielitis

34

Osteomielitis adalah inflamasi pada tulang dapat meluas melibatkan sumsum tulang, periosteum
korteks, dan tulang cancellous.
Lokasi :
Biasanya pada tulang alveolar mandibula , jarang pada maksila
Ukuran lesi: tergantung perluasan abses dan destruksi tulang
Batas: tidak berbatas tegas (diffuse)
Struktur internal:

Pada inflamasi awal, terjadi sedikit penurunan densitas tulang dan kehilangan kejelasan
trabekula

Pada destruksi tulang lebih lanjut menghasilkan daerah radiolusen pada suatu fokal area
atau tersebar pada tulang yang terlibat

White, Stuart C. Pharoah, M ichael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: M osby.

Efek terhadap struktur sekitar:

Osteomielitis akut dapat menstimulasi resorpsi atau pembentukan tulang sekitar

Terjadi deposisi tulang baru dan terlihat dari adanya lapisan-lapisan tulang yang baru

35

White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: Mosby.

3. Osteoradionecrosis
Ditemukan pada pasien yang menggunakan bisphosphonates untuk kemoterapi atau phosamax
untuk osteoporosis. Gambaran radiograf menyerupai sclerosing osteomielitis kronis.
Lokasi: terutama pada posterior mandibula, namun dibeberapa kasus terdapat pada maksila
Batas: tidak berbatas tegas
Struktur internal:
Adanya pembentukan tulang yang lebih banyak dibanding destruksi tulang, sehingga
keseluruhan tampak sklerotik atau radiopak. Area radiolusen tersebar dengan atau tanpa central
sequestra.

White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: Mosby

36

F. GAMBARAN RADIOGRAF PADA PENDERITA KELAINAN DARAH DAN


PENYAKIT SISTEMIK YANG BERMANIFETASI DI RONGGA MULUT
Sickle cell anemia
Kelainan darah anemia sel sabit dapat dideteksi melalui gambaran radiograf. Perubahan tulang
pada penderita anemia sel sabit terjadi hyperplasia pada tulang cancellous.

Penipisan gambaran tulang cancelous trabekular dan tulang kortikal pada tulang vertebra,
tengkorak dan rahang

Pada tulang tengkorak terjad pelebaran ruang diploic (diploic space) dengan penipisan
inner dan outer table. Pada beberapa kasus outer table tidak terlihat (hair on end)

Pada bagian yang terjadi penyumbatan pembuluh darah, pada radiograf terlihat sebagai
sclerosis localize

Gambaran tulang rahang tampak seperti osteoporosis pada umumnya yaitu penurunan
dan penipisan tulang trabekula

Pola trabekula berubah menjadi horizontal row membentuk ladderlike effect

Pada anak-anak menunjukkan hasil foto dengan osteoporosis yang parah

Pada beberapa kasus , terjadi pembesaran dan hyperplasia tulang sum-sum serta protusi
pada alveolar ridge maksila

Lamina dura menjadi tebal dan jelas

37

Thalassemia

Memiliki gambaran radiograf yang mirip dengan penderita sickle cell anemia

Diploic space menebal terutama pada bagian frontal

Gambaran tengkorak menunjukkan granular generalize

Hyperplasia pada tulang mencegah pneumatisasi pada sinus maksila sehingga terjadi
retraksi pada maksila

Gambaran tulang dengan penebalan trabekula, penipisan tulang kortikal dan pembesaran
rongga tulang

38

White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: Mosby

Mutiple Myeloma

Dalam gambaran radiografik tampak seperti penderita osteoporosis pada umumnya

Ditemukan lesi lesi radiolucent punched-out/ multiple lesi

Leukemia
Daerah periapical mengalami rarefaksi osteitis

Batas lesi tidak jelas / ill-defined

Pola tulang menjadi granular

Terkadang terlihat pelebaran ruang periodontal

39

G. INSTRUMEN EKSTRAKSI GIGI SEDERHANA


satu set instrumen untuk ekstraksi gigi sederhana
1. syringe anastesi lokal, jarum dan ampul
2. desmotom/freer elevator
3. retractor atau kaca mulut
4. forsep ekstraksi
5. forsep anatomis/forsep bedah
6. elevator
7. kain kasa steril
8. kuret periapikal
9. suction
10. towel clamp
11. needle holder

Desmotom
Instrumen ini digunakan untuk memutuskan perlekatan jaringan lunak, berbentuk lurus atau
melengkung. desmotom lurus digunakan untuk gigi anterior rahang atas dan desmotom
lengkung
untuk sisa gigi rahang atas serta semua gigi rahang bawah.

40

Retractor
Retractor digunakan untuk mengangkat pipi dan flap periosteal selama prosedur bedah.
Retractor yang paling sering digunakan adalah retractor Farabeu, Kocher-Langenbeck, and
Minnesota. Selain itu ada juga retractor lidah untuk mengangkat lidah ke arah media menjauhi
area bedah

Forsep ekstraksi
ekstraksi intra-alveolar sederhana dapat dilaksanakan dengan bantuan forsep ekstraksi dan
elevator. Komponen forsep ekstraksi terdiri dari handle, engsel dan paruh. Handle berguna
sebagai tempat menggenggam instrumen, paruh merupakan bagian ungsional dari forsep
untuk menggenggam gigi pada region servikal dan mengangkatnya dari kantung alveolar.

Karena anatomi gigi, berbagai forsep ekstraksi dengan desain spesial dibuat sehingga dapat
digunakan secara spesiik untuk masing- masing gigi.
- Forsep ekstraksi maksila untuk enam gigi anterior maksila

41

Paruh forsep sejajar dengan handle dan paruhnya konkav dan tidak tajam
-

Forsep universal maksila/forsep no. 150


Digunakan untuk premolar memiliki bentuk agak lengkung dan seperti huruf S. Ujung
paruh konkav dan tidak tajam. Forsep ini dapat digunakan untuk enam gigi anterior
maksila

Forsep molar maksila (untuk molar satu dan dua)


Ada 2 jenis forsep ini: yaitu forsep untuk sisi kiri dan forsep untuk sisi kanan. Forsep ini
juga memiliki bentuk sedikit lengkung dan membentuk huruf S. Paruh bukal pada tiap
forsep didesain runcing, yang sesuai dengan bifurkasi buccal dari dua akar buccal,
sementara paruh palatal konkav dan sesuai dengan permukaan konveks akar palatal.

Forsep molar tiga maksila


Memiliki bentuk agak lengkung seperti forsep sebelumnya, karena lokasinya yang berada
pada molar ketiga. Karena bentuk dan ukuran molar ketiga bervariasi maka paruh forsep
konkav dan halus (tanpa ujung runcing), sehingga forsep dapat digunakan di kedua sisi kiri
dan kanan rahang.

42

Forsep molar cowhorn maksila


Paruh forsep pada tipe ini memiliki ujung yang runcing, yang sesuai dengan trifurkasi akar
molar. Awalnya digunakan untuk ekstraksi gigi dengan mahkota yang rusak bert, karena
ketika digunakan untuk ekstraksi gigi yang masih utuh, akan dapat menyebabkan fraktur
pada tulang alveolar dikarenakan jumlah gaya yang dihasilkan

Forsep root tip maksila


Handle pada forsep

ini lurus, sementara paruhnya sempit dan bersudut. Ujung paruhnya

konkav dan tidak runcing

Forsep mandibula untuk gigi anterior dan premolar/forsep universal mandibula/forsep no.
151
Paruh dan handle pada forsep ini menghadap arah yang sama, membentuk busur. Ketika
forsep dipegang di tangan, bagian konkav menghadap telapak tangan sedangkan paruhnya
menghadap ke bawah. Ujung paruhnya konkav dan tidak runcing

43

Forsep molar mandibula


Digunakan

untuk

kedua

sisi

rahang,

memiliki handle

lurus

sementara

paruhnya

melengkung. Kedua paruhnya memiliki ujung yang runcing yang sesuai dengan bifurkasi
akar bukal dan lingual. Digunakan untuk ekstrakasi molar satu dan dua mandibula

Forsep molar ketiga mandibula


Bentuknya sama seperti forsep molar mandibula namun paruhnya agak sedikit lebih pajang
diandingkan forsep sebelumnya. Bentuk paruhnya konkav dan ujungnya tidak runcing
karena biasanya molar ketiga tidak ada bifurkasi

Forsep molar cowhorn mandibula/forsep no. 23


Merupakan variasi forsep molar mandibula. Paruhnya bebentuk setengah lingkaran dengan
ujungnya yang runcing sehingga dapat fit dengan bifurkasi akar dan dapat menggenggam
gigi dengan kuat. Forsep ini juga sangat berguna untuk melakukan sectioning akar ketika
mahkotaya rusak parah.

44

Forsep engsel vertikal


Penggunaan forsep ini terbatas dikarenakan gaya yang dihasilkan besar, sehingg ajika
tulang tidak elastis akan menyebabkan fraktur pada tulang alveolar

Forsep root tip mandibula


Handle pada forsep ini lurus, sementara paruhnya melengkung, ujungnya sangat sempit
dan bertemu di ujung ketika forsep ditutup

forsep Surgical-anatomic
Forsep bedah digunakan untuk menjahit luka, menahan jaringan ketika jarum melewati
jaringan. Ada 2 tipe forsep: forsep bedah panjang standar digunakan untuk area posterior
dan forsep kecil, forsep Adson tajam digunakan untuk area interior.

45

elevator
Merupakan instrumen terpenting kedua (setelah forsep ekstraksi) untuk melakukan ekstraksi.
Berungsi untuk meluksasi gigi (melonggarkannya) dari tulang di sekitarnya. Hal ini akan
mempermudah melakukan ekstraksi menggunakan forsep. Dengan penggunaaan elevator ini
dapat menimimalisir insiden rusaknya akar, gigi dn tulang. Terdiri dari tiga bagian: handle,
shank, dan blade. Bentuk bladenya berbeda-beda tiap tipe dan digunakan sesuai kebutuhan.
Ada tida 3 elevator yang sering digunakan saat ini pada bedah mulut, yaitu:
-

Elevator lurus
Elevator yang paling umum digunakan untuk mengangkat gigi dan akar di kedua rahang.
Handlenya berbentuk pear-shaped, dan cukup besar. Shanknya sempit dan panjang
menghubungkan handle dengan blade. Blade memiliki dua permukaan: konveks dan
konkav. Permukaan konkav ditempatkan di bukal, bisa tegak lurus terhadap gigi atau
dengan sudut yang tepat. Elevator dipegang dengan tangan yang dominan dan jari telunjuk
ditempatkan sepanjang blade.

Sepasang elevator dengan T-shaped atau crossbar handle


46

Hanya digunakan untuk mengangkat sebuah akar molar, setelah akar yang lain teah
diangkat dengan elevator lurus. Pertemuan shank dengan blade bersudut dan ujung blade
tajam. Blade pada pasangan elevator ini menghadap arah yang berlawanan. Elevator
pertama digunakan untuk megangkat akar mesial dan satu lagi, untuk akar distal, dapat
digunakan di kedua sisi rahang.
Pada kasus-kasus tertentu, elevator T-shaped dapat digunakan untuk mengangkat seluruh
molar ketiga pada rahang bawah. Ujung elevator ditempatkan ke bifurkasi akar.

Sepasang Elevator double-angled


Untuk mengangkat ujung akar pada kedua rahang. Instrumen ini juga sangat berguna untuk
ekstraksi molar ketiga yang impaksi pada rahang atas. Handlenya mirip dengan elevator
lurus, namun shanknya memiliki double-angle, sehingga instrumen dapat memasuki soket
dan dua elevator dengan arah yang berlawanan. blade berbentuk konveks dankonkav
dengan ujung yang tajam.

Elevator jenis ini juga ada yang memiliki blade yang sempit dan

ujung yang sangat tajam untuk mempermudah mengangkat ujung akar yang rusak

Kuret periapikal
Merupakan isntrumen berujung ganda, dan berbentuk seperti sendok. Dengan bentuk tersebut
memudahkannya untuk memasuki area tulang yang rusak dan socket ekstraksi. Penggunaan
47

utama instrumen ini untuk mengangkat jaringan granulasi, kista kecil, serpihan tulang, benda
asing dll

Surgical suction
Ada beberapa variasi desain dan ukuran dari surgical suction yang digunakan untuk
menhilangkan darah, saliva dan larutan saline dari area bedah. Beberapa tipe surgical suction
didesain sedemikian rupa sehingga mereka memiliki lubang & mencegah luka terhadap
jaringan lunak selama prosedur bedah. Surgical suction standar memiliki satu lubang utama
untuk menghisap material sisa dan hanya memiliki satu lubang kecil pada handlenya. Orifis
ini biasanya tertutup ketika dibutuhkan suctioning cepat darah dan larutan salin

Towel clamp
Digunakan untuk mengencangkan handuk steril dan menempatkan pelindung pada kepala dan
dada pasien.

48

Needle holder
Needle holder digunakan untuk menjahit luka. Needle holder yang umum digunakan adalah
mayo-hegar dan Mathieu needle holder. Tipe pertama terlihat mirip dengan hemostat. berikut
ini adalah perbedaan hemostat dengan needle holder:
-

Paruh/ujung pendek hemostat lebih tipis dan panjang dibanding needle holder

Pada needle holder, permukaan internal dari paruh pendek memiliki groove dan
croshatched, membuat genggamannya menjadi lebih kuat dan stabil. Sementara paruh
pendek hemostat memiliki groove parallel yang tegak lurus terhadap sumbu panjang
instrumen

Needle holder dapat melepaskan jarum dengan tekanan sederhana, karena adanya celah di
pada handle yang paling ujung, sedangkan hemostat tidak memiiki celah tersebut

49

H. TEKNIK EKSTRAKSI GIGI


Ekstraksi gigi merupakan proses pencabutan gigi dari dalam soket tulang alveolar. Ekstraksi
terdiri atas

tahap,

yaitu memisahkan jaringan lunak

yang mengelilingi gigi dengan

menggunakan elevator lalu gigi dicabut dari soket dengan forsep. Setelah pelepasan perekatan
gigi dan jaringan lunak dilakukan, paruh forsep diposisikan pada cervical line gigi,sejajar dengan
sumbu, tanpa mengenai tulang ataupun gingival. Pergerakan awal dilakukan dengan lembut dan
menaikkan tekanan secara bertahap. Gerakan yang pertama kali dilakukan adalah gerakan ke
bukal karena tulang di area bukal/labial lebih tipis dan elastic. Oleh karena itu tekanan yang
diberikan harus lebih besar ke arah bukal. Jika anatomi akar gigi mendukung (berbentuk konus
dan tunggal) dapat dilakukan gerakan rotasi. Tarikan tidak diperbolehkan karena ada risiko rusak
terkait pencabutan tiba-tiba giginya. Gerakan akhir ekstraksi harus ke labial atau bukal dan
dalam arah yang melengkung, yaitu keluar dan ke atas untuk maksila, dan keluar dan ke bawah
untuk mandibula.

Persiapan pasien dan operator


Operator harus mencegah terjadinya infeksi silang yang mungkin terjadi antara dirinya dengan
pasien. Untuk mencegah hal tersebut operator harus menggunakan alat pelindung seperti sarung
tangan bedah, masker bedah dan kacamata bedah. Bisa juga ditambahkan dengan pakaian khusus
untuk prosedur bedah. jika operator berambut panjang, rambutnya sebaiknya diikat dan
dimasukkan ke dalam topi bedah
Sebelum pasien dilakukan tindakan bedah, pasien harus menggunakan alas bedah steril di dada
pasien untuk mencegah kontaminasi. Pasien juga disarankan untuk berkumur dengan antiseptik
seperti chlorexidine untuk mengurangi kontaminasi bakteri yang dapat mengurangi terjadinya
ineksi pasca bedah. Untuk mencegah fragmen gigi jatuh ke mulut dan berpotensi tertelan atau
terhisap ke dalam paru-paru, banyak ahli bedah yang menempatkan kasa longgar berukuran 4x4
inch ke bagian belakang mulut. Kasa tersebut bertindak sebagai partisi jika gigi lepas dari forsep
dan jatuh ke dalam lut tidak akan tertelan atau teraspirasi. Letak kasa tersebut juga tidak boleh
terlalu posterior karena akan meningkatkan refleks muntah pasien.

50

Operator juga harus menjelaskan fungsi kasa tersebut kepada pasien.

Prosedur Ekstraksi Tertutup


Gigi yang akarnya telah erupsi dapat diekstraksi dengan 2 teknik:
a. Teknik tertutup/teknik rutin
Paling sering digunakan dan merupakan pertimbangan awal di setiap ekstraksi.
b. Teknik terbuka/teknik bedah/teknik flap
- Ketika dibutuhkan gaya yang kuat untuk ekstraksi gigi
- ketika sebagian struktur mahkota hilang atau tertutup jaringan
- ketika akses menuju akar gigi sulit
apapun teknik yang digunakan, ekstraksi yang baik membutuhkan tiga poin penting:
1. akses yang cukup atau visualisasi dari area bedah
2. adanya jalur yang cukup luas sebagai jalan keluarnya gigi
3. penggunaan gaya yang terkontrol untuk luksasi dan mengeluarkan gigi
ada lima langkah umum dalam prosedur ekstraksi tertutup
1. melonggarkan perlekatan jaringan lunak dari servikal gigi
menggunakan instrumen yang tajam, seperti scalpel blade atau periosteal elevator ujung
runcing No. 9. Tujuannya ialah untuk meyakinkan operator bahwa anestesi telah bekerja
dan supaya elevator dan forsep ekstraksi dapat diposisikan seapikal mungkin
2. luksasi gigi dengan dental elevator
menggunakan elevator, biasanya elevator yang lurus. Tujuannya untuk melebarkan
tulang alveolar dan merobek ligamen periodontal
3. adaptasi forsep pada gigi
menggunakan

forsep

yang

sesuai

dengan

gigi

yang

akan diekstraksi.

Forsep

diadaptasikan seapikal mungkin dengan tujuan: untuk melebarkan tulang crestal pada
aspek bukal dan lingual dan untuk memindahkan fulcrum/pusat rotasi gigi menuju apeks

51

gigi sehingga dapat menghasilkan efektivitas ekspansi tulang dan mencegah fraktur pada
apikal gigi
4. luksasi gigi dengan forsep
menggunakan forsep yang sesuai dengan gigi yang akan diekstraksi. Tujuannya untuk
memperluas soket alveolar dan merobek perlekatan ligamen periodontal. Gaya luksasi
diarahkan ke arah tulang yang paling tipis dan paling lemah. Biasanya pada bagian bukal.
Dalam melakukan luksasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan operator:
1) forsep harus diposisikan seapikal mungkin diposisikan kembali secra periodik
selama ekstraksi
2) forsep diaplikasikan ke arah bukal dan lingual dengan gerakan yang lembut,
perlahan dan dengan tekanan dan tidak asal-asalan
3) gaya harus ditahan beberapa detik untuk memberikan waktu tulang untuk
ekspansi. Satu yang harus diperhatikan bahwa gigi tidak ditarik melainkan
diangkat dari soket ketika prosesus alveolar telah cukup ekspansi
5. pengangkatan gigi dari soket
ketika prosesus alveolar telah cukup ekspansi, dan gigi telah terluksasi. Dilakukan gaya
traksional/gaya tarik perlahan biasanya ke arah bukal.

Gigi yang diekstraksi

Posisi

dan Gerakan

Instrumen
Insisif sentral maksila

Posisi operator :
Berdiri

di

kanan pasien

depan

- luksasi perlahan ke
arah labial lalu ke
palatal
- lalu
gerakan

lakukan
rotasi

perlahan

52

- gigi diangkat dari

Posisi pasien:
Duduk di dental unit
dengan

bidang

soket

dengan

tarikan ringan

oklusal maksila 60
terhadap

lantai

setinggi

siku

operator

Posisi tangan non


dominan:

jari

telunjuk di labial, ibu


jari di palatal, secara
kuat

memegang

prosesus

alveolaris

disebelah gigi yang


akan diekstraksi

Instrumen:
Forseps

ekstraksi

untuk 6 gigi anterior


maksila atau forceps
universal

maksila

(no. 150).
Insisif lateral maksila

Posisi
berdiri

operator
di

kanan pasien

depan

- Luksasi

perlahan

ke arah labial lalu


ke palatal
- Gerakan

rotasi

53

Posisi pasien:

dihindari

terutama

jika

akarnya

condong ke distal
Duduk di dental unit
dengan

bidang

oklusal maksila 60
terhadap

lantai

setinggi

siku

- Gigi diangkat dari


soket

dengan

tarikan ringan

operator

Posisi tangan non


dominan:

jari

telunjuk di labial, ibu


jari di palatal, secara
kuat

memegang

prosesus

alveolaris

disebelah gigi yang


akan diekstraksi

Instrumen:
Forseps

ekstraksi

untuk 6 gigi anterior


maksila atau forceps
universal

maksila

(no. 150).
Caninus maksila

Posisi
berdiri

operator
di

depan

- Gerakan

awal di

dorong ke apikal
lalu ke aspek bukal
54

- Lalu

kanan pasien

dikembalikan

ke arah palatal
- Saat

tulang

Posisi pasien:

meluas/melebar

Duduk di dental unit

gigi telah goyang,

dengan

forsep

bidang

oklusal maksila 60

&

diposisikan

lebih ke apikal

terhadap

lantai

- Lakukan

setinggi

siku

rotasi

gerakan
untuk

memperluas soket

operator.

Posisi tangan non


dominan:

- Lakukan

tarikan

perlahan

dalam

arah labial-insisal

jari

telunjuk di labial, ibu


jari di palatal, secara
kuat
prosesus

memegang
alveolaris

disebelah gigi yang


akan diekstraksi

Instrumen
Forseps

:
ekstraksi

untuk 6 gigi anterior


maksila atau forceps
universal

maksila

(no. 150).
Premolar maksila

Posisi

operator: Ekstraksi p1 :

depan kanan pasien;

- Gerakan awal ke
55

kepala

pasien

mengarah

ke

berlawanan
gigi

arah
dengan

yang

akan

diekstraksi

arah bukal lalu ke


palatal

dengan

tekanan

rendah

untuk

mencegah

fraktur akar
- Tarikan

dilakukan

secara perlahan ke
Posisi

pasien:

arah

oklusal

Duduk di dental unit

dengan sedikit ke

dengan

bukal

bidang

oklusal maksila 60
terhadap

lantai

setinggi

siku

operator.
pasien

kepala
menoleh ke

Ekstraksi p2 :
- Forsep
pada

diletakkan
area

paling

apikal gigi

arah operator

- Luksasi

kuat

dilakukan ke arah
bukal-palatal
Posisi tangan non

- Lakukan
rotasi

dominan :

gerakan
dan

traksional ke arah
Ekstraksi

gigi

bucooklusal

posterior kiri jari


telunjuk di bukal, ibu
jari di palatal, secara
kuat
prosesus

memegang
alveolaris

disebelah gigi yang


akan diekstraksi.

56

Ekstraksi

gigi

posterior kanan
jari

telunjuk

palatal,

di

ibu jari di

bukal

Instrumen
Forceps

:
universal

maksila (no. 150).

M1 dan M2 maksila

Posisi dokter gigi :


di

depan

kanan

pasien

- Forsep
ditempatkan
seapikal mungkin
- Luksasi
arah

Posisi

pasien:

Duduk di dental unit


dengan

bidang

oklusal maksila 60
terhadap

lantai

setinggi

siku

operator.
pasien

kuat
bukal

ke
dan

minimum ke arah
palatal
- Tarik gigi perlahan
ke

arah

bukooklusal

kepala
menoleh ke

arah operator

Posisi tangan non

57

dominan :
Ekstraksi gigi kiri

jari telunjuk di

bukal,

ibu

jari di

palatal, secara kuat


memegang

prosesus

alveolaris

disebelah

gigi

yang

akan

diekstraksi.
Ekstraksi

gigi

posterior kanan
jari

telunjuk

palatal,

di

ibu jari di

bukal

Instrumen
Forseps

:
ekstraksi

molar kanan, forceps


ekstraksi molar kiri
M3 maksila

Posisi dokter gigi :

Anatomi

M3

di

memungkinkan

M3

depan

kanan

pasien

untuk dicabut dengan


menggunakan
elevator,

Posisi

dimana

pasien:

elevator diletakkan di

Duduk di dental unit

bukal antara M2 dan

dengan

M3.

bidang

oklusal maksila 60

Gigi

diluksasi

berdasarkan

arah

58

terhadap

lantai

setinggi

siku

operator.
pasien

akarnya

kepala
menoleh ke

arah operator

Posisi tangan non


dominan :
Ekstraksi gigi kiri

jari telunjuk di

bukal,

ibu

jari di

palatal, secara kuat


memegang

prosesus

alveolaris

disebelah

gigi

yang

akan

diekstraksi.
Ekstraksi

gigi

kanan
telunjuk

di

jari
palatal,

ibu jari di bukal

Instrumen
Forseps

:
ekstraksi

molar tiga
Anterior mandibular

Posisi dokter gigi :

- Luksasi

di depan /disamping

arah

kanan pasien atau di

lingual

awal
labial

ke
lalu

dengan

59

belakang

pasien

dengan

tangan

melingkari

kiri

kepala

pasien

tekanan yang sama


- Ketika

gigi

telah

terluksasi
goyang,
dilakukan

dn
dapat
gerakan

rotasi
Posisi pasien: duduk
tegak dengan bidang
oklusal sejajar lantai.
Tinggi

dental

- Tarikan
perlahan

dilakukan
dalam

arah labioinsisial

unit

sejajar dengan tinggi


lengan operator

Posisi tangan non


dominan

mandibula
distabilisasi

dengan

empat jari pada area


submandibula,
ibu

jari

dan

diletakkan

dipermukaan

oklusal

gigi

Instrumen
Forseps

:
universal

mandibula no. 151


Premolar mandibular

Posisi dokter gigi :


di depan /disamping

- Forsep

diletakkan

seapikal mungkin

60

kanan pasien atau di


belakang

pasien

dengan
Ke

tangan

arah melingkari

kiri

kepala

pasien

- Luksasi ke bukal
dan lingual
- Lakukan

gerakan

rotasi
- Lalu

tarikan

dilakukan perlahan
dalam
Posisi pasien: duduk

arah

bucooklusal

tegak dengan bidang


oklusal sejajar lantai.
Tinggi
buccolingual

dental

unit

sejajar dengan tinggi


lengan

operator.

Kepala

pasien

menghadap operator

Posisi tangan non


dominan :
Ekstaksi

posterior

mandibula

kiri

distabilisasi

dengan

empat jari pada area


submandibula,

dan

ibu jari diletakkan di


insisal gigi insisivus.
Ekstraksi posterior
Kanan posisi ibu
jari diletakkan pada
permukaan

oklusal

61

molar di sisi yang


sama

Instrumen
Forseps

:
universal

mandibula

atau no.

151
M1 dan M2 mandibula

Posisi dokter gigi : Ekstraksi M1:


di depan /disamping

- Forsep ditekan kuat

kanan pasien atau di

ke

belakang

mungkin

dengan

pasien
tangan

melingkari

kiri

apikal

- Luksasi

kepala

arah

pasien

sejauh

kuat

ke

buccolingual

untuk

meluaskan

soket gigi
Posisi pasien: duduk

- Gigi
perlahan

tegak dengan bidang

dental

dalam

arah buccooklusal

oklusal sejajar lantai.


Tinggi

ditarik

unit

sejajar dengan tinggi Ekstraksi M2:


lengan
Kepala

operator. Secara
pasien seperti

menghadap operator

umum

sama

ekstraksi

M1,

M2

dapat

namun

diangkat dengan mudah


dengan
Posisi tangan non lebih
dominan :

tekanan
kuat

ke

yang
lingual

dibanding bukal

Ekstraksi posterior
62

kiri

mandibula

distabilisasi

dengan

empat jari pada area


submandibula,

dan

ibu jari diletakkan di


insisal

gigi insisivus

kiri.
Ekstraksi posterior
Kanan posisi ibu
jari diletakkan pada
permukaan

oklusal

premolar di sisi yang


sama

Instrumen

Forseps

molar

mandibula

Posisi dokter gigi :

- Gerakan

ekstraksi

di depan /disamping

lebih ditekankan ke

kanan pasien atau di

arah lingual

belakang
dengan

pasien
tangan

melingkari

kiri

kepala

- Gigi

diangkat

dalam

arah

linguooklusal

pasien

Posisi pasien: duduk

63

tegak dengan bidang


oklusal sejajar lantai.
Tinggi

dental

unit

sejajar dengan tinggi


lengan

operator.

Kepala

pasien

menghadap operator

Posisi tangan non


dominan :
Ekstraksi posterior
kiri

mandibula

distabilisasi

dengan

empat jari pada area


submandibula,

dan

ibu jari diletakkan di


insisal

gigi insisivus

kiri.
Ekstraksi posterior
Kanan posisi ibu
jari diletakkan pada
permukaan

oklusal

premolar di sisi yang


sama

Instrumen
Forseps

:
molar

64

mandibula

Ekstraksi Gigi Sulung


Instrumen

: forsep maksila dan mandibula universal/forsep no. 150S dan forsep no.151S

Teknik :
-

Forsep diadaptasikan dan gaya dilakukan ke arah apikal

Luksasi dilakukan perlahan dan dengan tekanan stabil ke arah bukal dan lingual

Gerakan rotasi mungkin dilakukan tetapi harus minimal

Hal-hal yang harus diperhatikan:


-

Dokter gigi harus memperhatikan arah yang paling tidak resisten sebagai jalan keluar
bagi gigi tersebut

Jika akar gigi molar sulung merangkul mahkota gigi premolar permanen maka dokter
gigi harus memperti,bangkan untuk melakukan sectioning gigi

I. PERDARAHAN PASCA EKSTRAKSI


Ekstraksi gigi merupakan prosedur bedah yang memberikan tantangan terhadap mekanisme
hemostatik tubuh. Ada empat alasan yang mendasari hal ini.
1. Jaringan mulut dan rahang merupakan jaringan yang vaskularisasinya tinggi
2. Ekstraksi gigi meninggalkan luka terbuka yang dapat menyebaban aliran darah atau
bahkan perdarahan ke area tersebut
3. Hampir tidak mungkin mengaplikasikan material pengganti dengan tekanan tertentu yang
mampu mencegah perdarahan lanjutan selama pembedahan
4. Pasien cenderung mengeksplor area bedah dengan lidahnya dan terkadang mengeluarkan
bekuan darah sehingga terjadi perdarahan sekunder
65

Menurut Woodruff (1974), perdarahan adalah eluarnya arah dari sistem vaskular. Perdarahan
dikatakan normal jika terjadi 5-20 menit pasca pencabutan, meskipun beberapa jam setelahnya
masih bisa terjadi sedikit perdarahan. Sedangkan Pedlar & Frame (2001) menyatakan bahwa
perdarahan normal pasca ekstraksi akan berhenti < 10 menit
Perdarahan dibagi menjadi 3 macam:
1. Perdarahan primer: injuri pada suatu jaringan sebagai akibat langsung dari rusaknya
pembuluh darah
2. Perdarahan reaksioner: terjadi 48 jam setelah operasi, menurut Starshak (1980)
perdarahan ini terjadi karena teanan darah mengalami peningkatan lokal yang dapat
membuka paksa pembuluh darah. Sedangkan menurut Woodru (1974) perdarahan ini
terjadi 24 jam setalah injuri, terjadi akibat tergesernya benang jahit/pergeseran bekuan
darah dan terjadinya peningkatan tekanan darah yang menyebabkan terjadi perdarahan
3. Perdarahan sekunder: terjadi 7-10 hari setelah injuri. Terjadi akibat infeksi yang
menghancurkan bekuan darah/mengulserasi dinding pembuluh darah
Perdarahan merupakan komplikasi pasca ekstraksi yang paling ditakuti oleh dokter, dikarenakan
komplikasi ini dianggap dapat mengancam kehidupan.
Oleh karena itu pencegahan perdarahan merupakan hal terbaik yang bisa dilakukan. Salah satu
caranya dengan cara mengetahui riwayat kesehatan pasien, terutama tentang adanya riwayat
perdarahan, setelah luka atau prosedur bedah sebelumnya.
Dokter bedah juga harus menanyakan riwayat perdarahan pada keluarga pasien, jika ada
keluarga yang memiliki riwayat perdarahan, harus dicari tahu penyebabnya. Karena gangguan
perdarahan umumnya merupakan penyakit keturunan.
Setelah itu, pasien juga harus ditanyakan mengenai medikasi yang ia gunakan yang mungin saja
mengganggu proses koagulasi. Obat-obatan antikoagulan dapat memperlama perdarahan pasca
ekstraksi. Pasien yang menerima kemoterapi atau aspirin atau peminum alkohol atau memiliki
penyakit liver parah cenderung mengeluarkan darah lebih banyak.

66

Pasien yang dicurigai menderita koagulopathy harus dilakukan tes laboratorium sebelum
dilakukan tindakan bedah. Tes laboratoriumnya berupa protrombin time yang diukur dengan
skala International normalized ratio (INR). Normal: 2.0-3.0 INR.
Selanjutnya pada saat tindakan bedah, dokter gigi juga harus memperhatikan kebersihan area
bedah dan melakukannya dengan hati-hati jangan sampai melukai jaringan lunak, spikula tulang
yang tajam juga harus dihaluskan dan diangkat. Semua jaringan granulasi harus dikuretase dari
region periapikal dan dari sekitar gigi dan flap jaringan lunak. Luka harus diperiksa secara hatihati. Jika terlihat ada arteri di jaringan lunak, harus dikontrol dengan tekanan langsung, jika
dengan tekanan gagal dapat dilakukan dengan menjepit arteri dengan hemostat dan menjahitnya
dengan benang jahit resorbabel.
Dokter bedah juga harus memeriksa perdarahan dari tulang. Perdarahan dapat saja terjadi dari
pembuluh darah kecil yang ada di foramen tulang. Jika ini terjadi, foramen dapat dihancurkan
dengan ujung hemostat sehingga menyumbat pembuluh darah. Lalu soket ditutup dengan kain
kassa spons basah yang telah dilipat sehingga pas dengan area gigi yang telah diekstraksi. Pasien
harus menggigit kassa ini setidaknya selama 30 menit. Dokter bedah tidak boleh meninggalkan
pasien ini sampai hemostasis telah dicapai. Lalu setelah 30 menit, dokter dapat kembali
memeriksa soket ekstraksi. Setelah diperiksa kassa baru ditempatkan kembali di posisi
sebelumnya lalu pasien dapat meninggalkan ruangan setelah 30 menit berikutnya.
Jika perdarahan tetap berlangsung maka dapat dicurigai bahwa itu bukan berasal dari arteri,
dokter bedah harus mengambil langkah tambahan untuk mencapai hemostasis. Yaitu dengan
menggunkan material tambahan untuk koagulasi. Diantaranya adalah
absorbable gelatin sponge (gelfoam)
ditempatkan di soket dan dijahit diatas soket. Lalu gelfoam ini akan membantu
penggumpalan darah dan jahitan membantu menjaga spons dalam posisinya selama
terjadi koagulasi. Lalu kasa kemudian ditempatkan di atas soket dan ditekan.

67

oxidized regenerated celluose (surgicel).


Material ini menghasilkan koagulasi lebih baik daripada absorbable gelatin sponge
karena dapat diaplikasikan ke soket di bawah tekanan.
Trombin tropikal (diolah dari trombin rekombinan manusia)
Penggunaannya dengan disaturasi ke spons gelatin lalu dimasukkan ke dalam soket gigi
dengan cara seperti yang telah disebutkan di atas
Kolagen
Membantu agregasi platelet sehingga mempercepat pembekuan darah. Kolagen tersedia
dalam berbagai bentuk. Misalnya kolagen microfibular (Avitene) yang dapat dimasukkan
ke dalam soket gigi lalu dijahit dan ditempatkan kasa. Lalu ada juga collaplug dan
collatae yang lebih mudah digunakan namun juga lebih mahal
Setelah hemostasis primer telah dicapai, adakalanya pasien menghubungi dokter gigi dengan
perdarahan pada area ekstraksi, yang biasa disebut perdarahan sekunder. Pasien harus dijelaskan
untuk mencuci mulut secara lembut dengan air dingin dan menempatkan kasa basah di area
tersebut dan menggigitnya dengan kuat. Lalu pasien diinstruksikan untuk duduk diam selama 30
menit. Jika perdarahan berlanjut, pasien harus kembali berkumur dengan air dingin dan
menggigit kantung teh. Karena tannin dalam teh dapat membantu menghentikan perdarahan.
Jika tidak ada teknik yang berhasil, maka pasien harus kembali ke dokter gigi.
Dokter bedah harus memiliki perencanaan untuk mengontrol perdarahan sekunder ini. Idealnya,
harus ada perawat gigi yang terlatih untuk membantu. Pasien harus diposisikan di dental unit dan

68

semua darah, saliva, cairan harus disedot dari mulut. Pasien biasanya sering memiliki liver clot
(darah beku yang menyerupai hati) di dlam mulut mereka yang juga harus dikeluarkan. Jika
terlihat adanya aliran darah, area perdarahan ditutup dengan spons kasa lembab yang dilipat dan
ditekan kuat dengan jari dokter setidaknya selama 5 menit.
Jika selama 5 menit, perdarahan tidak dapat terkontrol juga, dokter bedah dapat memberikan
anastesi lokal sehingga soket ekstraksi dapat dirawat lebih agresif. Teknik anastesi blok lebih
dianjurkan dibanding infiltrasi lokal. Infiltrasi menggunakan epinefrin yang dapat menyebabkan
vasokontriksi dapat akan dpat mengontrol perdarahan sementara.
Setelah dilakukan anastesi lokal, dokter bedah harus melakukan kuretasi pada soket ekstraksi dan
hisap semua bekuan darah area spesifik perdarahan harus diidentifikasi, seperti perdarahan
primer jaringan lunak, jaringan tulang harus diperiksa apakah adanya perdarahan dari arteri
jaringan tersebut. Lalu dilakukan langkah-langkah kontrol perdarahan primer seperti yang telah
dijelaskan di atas dan penentuan apakah perlu menggunakan agen hemostatik untuk kontrol
perdarahan.
Setelah itu, pasien harus diberikan instruksi spesiik tentang cara menggunakan kassa basah
langsung pada area perdarahan ketika terjadi perdarahan. Sebelum pasien dengan perdarahan
sekunder diperbolehkan untuk pulang. Dokter bedah harus memonitor pasien setidaknya selama
30 menit untuk memastikan bahwa hemostatis telah tercapai.
Jika hemostasis tidak juga tercapai, dokter bedah harus mempertimbangkan untuk melakukan tes
screening laboratorium untuk memastikan apakah pasien ada gangguan hemostasis atau tidak.
Dokter gigi biasanya akan meminta rekomendasi dari ahli hematologi. Jika ada masalah
hemostatik maka harus dilakukan rujukan ke ahli hematologi

J. KLASIFIKASI PENYAKIT/KELAINAN DARAH


1. Kelainan sel darah merah
A. Polycythemia

69

peningkatan jumlah eritrosit abnormal pada pembuluh darah biasanya disertai


dengan peningkatan hemoglobin (protein darah) dan hematokrit (perbandingan
volume eritrosit terhadap volume darah total)

terbagi menjadi:

eritrositosis absolut peningkatan massa sel darah merah

eritrositosis relative
massa sel darah merah normal, tapi volume plasma darah berkurang
disebabkan oleh kehilangan cairan jaringan dan intravascular yang
dapat diakibatkan oleh kondisi-kondisi seperti diabetic ketoacidosis
(keadaan dimana sel tubuh tidak dapat menerima glukosa), dehidrasi pasca
surgical, muntah dan diare berkepanjangan, rapid diuresis (produksi urin
meningkat) sebagai perawatan gagal jantung.
hemoglobin biasanya tidak meningkat lebih dari 25% dan tidak disertai
dengan adanya perubahan pada rongga mulut yang cukup besar

Selain itu, polycythemia juga dibagi menjadi:

a. Polycythemia proliferative primer (polycythemia rubra vera)


-

ditandai dengan proliferasi berlebih elemen eritroid pada eritrosit

etiologinya tidak diketahui, biasanya diakibatkan oleh perubahan genetic pada

eritrosit meningkat mencapai 6-12 juta/mm3 dengan konsentrasi Hb mencapai 18-

biasanya terjadi di atas usia 50 tahun

stem cell yang menyebabkan pertumbuhan sel terganggu

24 g/dL, menyebabkan peningkatan viskositas darah dan terjadinya thrombosis

70% dari kasus yang terjadi, disertai pula dengan jumlah leukosit dan trombosit

ditandai dengan adanya sianosis (kebiruan pada kulit akibat sirkulasi darah yang

disertai dengan keluhan seperti sakit kepala, pusing, tinnitus (telinga berdengung),

yang tinggi

tidak adekuat) kemerahan pada wajah, tangan dan kaki

rasa penuh pada kepala dan wajah, dan pruritus (kulit terasa gatal)
70

pada pemeriksaan fisik ditemukan splenomegaly (pembesaran abnormal pada

manifestasi oral:

limpa)

diskolorasi berupa merah keunguan pada mukosa oral seperti lidah, pipi
dan bibir

gingiva kemerahan dan dapat berdarah secara spontan

pada pasien dengan trombosit yang abnormal ditemukan petechiae (bercak


merah) dan ecchymosis (memar)

varicosities (vena yang membesar) pada permukaan ventral lidah (inferior)

- Pertimbangan oral dan dental:

Perawatan dental dapat menimbulkan risiko karena adanya kemungkinan


terjadinya perdarahan dan trombosis (koagulasi darah berlebih sehingga

aliran darah terhambat)

Untuk mencegah terjadinya komplikasi, sebaiknya pasien memiliki Hb <


16 g/dL dan hematokrit < 47%

b. Polycythemia

sekunder/erythrocytosis

(akibat

perubahan

konsentrasi

erythropoietin)
-

peningkatan produksi erythropoietin sebagai kompensasi terjadinya hipoksia


biasanya terjadi pada orang yang tinggal di daerah ketinggian dengan tekanan
atmosfer yang rendah, juga pada orang dengan penyakit paru yang kronis,
penyakit jantung bawaan, penyakit ginjal, gangguan endokrin

dapat juga terjadi dengan adanya tumor, karsinoma pada otak, ginjal dan paru-

peningkatan viskositas darah dapat menyebabkan trombosis atau gangguan

paru

koagulasi

c. Polycythemia apparent/semu
-

ditandai dengan peningkatan konsentrasi Hb dan volume sel darah namun massa
eritrosit normal, yang disebabkan oleh berkurangnya volume plasma darah
71

biasanya terjadi pada pria middle-aged dengan obesitas dan hipertensi, memiliki

pada beberapa kasus disertai dengan terapi diuretic

riwayat merokok dan konsumsi alkohol yang tinggi

B. Anemia
-

adanya penurunan jumlah hemoglobin (Hb)


dapat diklasifikasikan berdasarkan patofisiologisnya menjadi:
a. ukuran (microcytic, normocytic, macrocytic)
b. konsentrasi hemoglobin (hypochromic, normochromic)
Hyperchromic merupakan sel makrocytic dengan konsentrasi hemoglobin
yang normal, namun karena ukurannya yang besar, mengalami peningkatan
kandungan hemoglobin

gejala umum anemia: pallor/kulit pucat, kerusakan kuku, dyspnea/sesak nafas,

berdasarkan penyebabnya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi:

mudah merasa lelah

a. Anemia defisiensi zat besi (blood loss anemia, hypochromic microcytic anemia)
-

paling umum terjadi


disebabkan oleh kehilangan darah kronis (seperti perdarahan menstrual dan
menopausal, proses kelahiran (parturition), perdarahan hemorrhoid (ambeien),
atau perdarahan malignant lesion atau ulcer pada saluran gastrointestinal

dapat ditemukan pada penderita malignansi gastrointestinal dan infeksi parasitis

manifestasi oral:

gejala: kuku yang retak atau robek, tubuh lemah, dyspnea (sesak nafas)
secara klinis: mukosa pucat, atrofi sel epithelial oral, loss of normal
keratinization,

lidah

tampak

halus

(akibat

atrofi

papilla

fungiformis

dan

filiformis), lidah terbakar / glossodynia, penyempitan esofagus menyebabkan


disfagia/sulit menelan (dalam jangka panjang

72

secara histologis: tampak reduksi ketebalan epithelial pada mukosa lidah,


adanya penurunan jumlah sel, penurunan ukuran sel (pada pria), atrofi mukosa
lingual

b. Anemia hemolitik
-

disebabkan oleh peningkatan destruksi sel darah merah akibat kerusakan


intracorpuscular pada sel darah merah (biasanya bersifat herediter) ataupun akibat
faktor extracorpuscular

diagnosis:

pada pemeriksaan laboratoris ditemukan adanya penurunan Hb, peningkatan


reticulocyte (eritrosit muda yang dilepaskan ke sirkulasi darah sebagai
kompensasi adanya destruksi eritrosit berlebih), peningkatan serum bilirubin,
penurunan serum haptoglobin (protein darah yang mengikat hemoglobin)

untuk memeriksa survival time eritrosit dapat menggunakan radioactive


chromium dapat digunakan untuk membedakan penyebab terjadinya
anemia hemolitik

manifestasi oral:
mukosa pucat (terutama pada palatum lunak, lidah, jaringan sublingual), jaundice
(mukosa/kulit kekuningan akibat hyperbilirubin) pada palatum lunak dan dasar
mulut (tampak juga pada kulit dan sclera), hiperplasia elemen eritroid pada
sumsum tulang

tampak peningkatan radiolusensi tulang pada pemeriksaan

radiograf dental
-

pertimbangan dental:
pada kasus yang parah, diperlukan transfusi darah sebelum perawatan dental,
hindari obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya hemolysis, analgesic dan
antibiotic dapat diberikan dengan dosis yang sesuai

c. Anemia disebabkan oleh penurunan produksi sel darah merah

73

Megaloblastic anemias istilah yang digunakan untuk menggambarkan gangguan


yang ditandai dengan perubahan pola morfologis sel pembentukan darah, disebabkan
oleh defisiensi vitamin B12 (cobalamine) atau asam folat

Anemia defisensi vitamin B12


o Manifestasi oral:
-

glossitis dan glossodynia (Fig. 16-3), lidah inflamasi dan berwarna merah
daging beefy red dengan area erythematous kecil pada ujung dan tepi lidah,
hilangnya papillae filiform, pada kasus yang parah terjadi papillary atrofi
pada permukaan lidah disertai kehilangan tonus otot lidah, lesi erythematous
pada mukosa bukal dan labial, adanya keluhan disfagia dan taste aberration,
adanya sensasi terbakar.

Apabila dilakukan biopsy tampak atrofi epitel, pembesaran nucleus sel basal,
peningkatan mitosis pada epitel basal, dysplasia epitel infiltrasi limfosit, sel
plasma, dan PMN di lamina propria

o Diagnosis:
-

secara miskrokopis,

adanya macrocytic normochromic eritrosit,

adanya

variasi bentuk eritrosit, trombosit besar abnormal, hipersegmentasi neutrophil

Anemia defisiensi asam folat


74

sering terjadi pada pengguna alcohol dan obat-obatan, kurangnya konsumsi


sayuran hijau, dan pada pasien yang kebutuhan asam folatnya tinggi (wanita
hamil dan anak-anak)

diagnosis

perawatan dengan mengonsumsi asam folat secara oral

dilakukan

dengan

mendeteksi

perubahan

hematologis

menggunakan Schilling test dan serum vitamin B12

manifestasi oral: angular cheilitis, pada kasus yang parah adanya stomatitis
ulseratif dan faringitis

Anemia aplastic
-

anemia normochromic normocytic yang disebabkan oleh kegagalan sumsum

penyebab pastinya tidak diketahui, namun sebgain kasus diduga disebabkan

tulang

oleh substansi kimia (contoh: paint solvents, benzol, chloramphenicol) atau


paparan radiasi x-ray dalam jumlah besar

Fanconis anemia anemia aplastic yang terjadi pada anak-anak, ditandai


dengan pigmentasi kecoklatan pada kulit, hypoplasia ginjal dan limpa,
retardasi mental dan seksual

Pertimbangan dental: ada dua masalah utama yang terjadi pada pasien anemia
aplastic, yaitu

o Infeksi adanya infeksi local dan bacteremia


o Bleeding/perdarahan perdarahan gingiva diatasi dengan penggunaan agen
antifibrinolitik, seperti asam aminocaproic atau tranexamic
Hindari penggunaan anestesi nerve block dan injeksi intramuscular karena
dapat

menimbulkan

risiko

trombositopenia

dan

perdarahan,

anestesi

intraligamen dapat dilakukan.

C. Hemoglobinopathies
-

disebabkan oleh kerusakan pada globin pada molekul hemoglobin

75

kerusakan tersebut menyebabkan eritrosit mengandung hemoglobin abnormal


sehingga rentan terhadap terjadinya hemolysis

D. Sickle Cell Disease


-

merupakan gangguan autosomal resesif bersifat herediter

adanya abnormalitas pada rantai beta pada hemoglobin menyebabkan perubahan

menyebabkan terjadinya hemolysis dan stasisnya eritrosit sehingga menurunnya

dapat bermanifestasi sebagai:

sifat fisik dari hemoglobin Hb berbentuk sabit

tekanan oksigen pada darah dan meningkatnya pH darah

sickle cell anemia


manifestasi klinis: seperti pada anemia dan proses hemolitik pada umumnya
(jaundice, pallor, gagal jantung)
manifestasi oral: jaundice dan pallor pada mukosa, delayed eruption dan
hypoplasia gigi tetap, peningkatan radiolusensi tulang alveolar (terutama pada
area antar akar), trabekula tampak seperti baris horizontal (Fig. 16-1). Apabila
pasien kekurangan folate, pada mukosa bukal terjadi peningkatan jumlah sel
dan pembesaran nukleus

sickle cell trait


tidak ada gejala (kecuali pada keadaaan kurangnya oksigen secara abnormal
seperti pada pesawat atau pada saat anestesi general)
76

diagnosis:

lapisan

pembuluh

darah

biasanya

tampak

sebagai sel normochromic

normocytic

pemeriksaan dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya proses sickling


secara mikroskopis dengan menggunakan metabisulfite

perawatan:
perawatan yang dapat dilakukan hanya bersifat simtomatis (hanya menghilangkan
gejala, bukan etiologinya). Penggunaan antibiotic dan analgesic dapat dilakukan
bila diperlukan, hindari transfuse darah kecuali Hb pasien sangat rendah

pertimbangan dental:
prosedur dental yang melibatkan jaringan lunak tidak dilakukan pada penderita
kecuali sangat sangat dibutuhkan, karena dapat menimbulkan risiko terjadinya
komplikasi dan proses healing yang lama. Control infeksi harus diperhatikan,
anestesi general dilakukan dengan hati-hati pada penderita sickle cell disease
karena dapat menyebabkan thrombosis cerebral dan myocardial.

E. Thalassemia
-

gangguan kongenital yang ditandai dengan defisiensi sintesis rantai alfa dan/atau
beta pada globin pada molekul hemoglobin, menyebabkan eritrosit menjadi
microcytic dan hypochromic dengan morfologi yang lain dari biasanya

diagnosis:
anemia hemolitik dengan eritrosit hyppchromic microcytic yang bervariasi ukuran
dan bentuknya

manifestasi oral:
bimaxillary protrusion, abnormalitas pada dental dan wajah, poor spacing of teeth,
open bite, retraksi bibir atas menyebabkan wajah seperti tupai (chipmunk facies)
77

radiograf:

penipisan

tulang

alveolar,

kortikal,

pembesaran ruang sumsum,

trabekula kasar
-

pertimbangan dental:
proses healing yang lambat, adanya kemungkinan terjadinya hipoksia cerebral
atau cardiac apabila terjadi perdarahan

2. Kelainan sel darah putih


a. Gangguan Kuantitatif
-

Granulositosis
Peningkatan jumlah leukosit dapat disebabkan oleh infeksi, nekrosis jariangan,
reaksi alergi, penyakit neoplastic, penyakit inflamatori, ataupun aktivitas tubuh
seperti stress/exercise.

Granulositopenia dan agranulositosis

Dapat terjadi tanpa atau disertai dengan supresi generalis sumsum tulang
yang juga memengaruhi eritrosit dan trombosit

Berkurangnya granulosit disebabkan oleh berkurangnya neutrophil

granulositopenia umumnya dikenal dengan neutropenia

Neutropenia berkurangnya jumlah neutrophil pada pembuluh darah


Normal 3000-600/mm3
Mild 1000-2000/mm3
Moderate 500-1000/mm3
Severe < 500/mm3

Seperti anemia, neutropenia bukanlah penyakit melainkan tanda adanya


gangguan/kelainan

Dapat juga disebabkan oleh defisiensi vitamin b12 dan asam folat

78

Agranulositosis kondisi serius dimana tidak adanya neutrophil pada


pembuluh darah, ditandai dengan jumlah leukosit yang sangat rendah,
seringkali disebabkan oleh obat atau medikasi yang menggangu formasi sel
ataupun meningkatkan destruksi sel

Manifestasi klinis: malaise general (sakit kepala, tidak nyaman, nyeri otot),
komplikasi yang sering terjadi berupa infeksi, tanda infeksi yang paling
umum terjadi adalah demam. Manifestasi lainnya berupa ulser mukosa,
tachycardia, faringitis akut, limfadenopati

Pertimbangan oral dan dental:


Manifestasi yang paling sering terjadi berupa ulserasi mukosa yang berbeda
dari ulser mukosa biasa (Fig. 16-4) , disertai inflamasi dan nekrosis jaringan,
sangat sakit, jaringan yang nekrosis menimbulkan bau. Pada kasus severe
neutropenia sering ditemukan penyakit periodontal yang parah, perikoronitis,
infeksi

pulpa,

bakterimia

yang

dan

dianggap

septicemia.

berbahaya

Penanganan

penggunaan antibacterial secara

karena
berupa

dapat

menyebabkan

penggunaan antibiotic,

topical pada arera ulser,

penggunaan

chlorhexidine, dan penggunaan anestesi topical pada bagian ulser untuk


mengurangi rasa sakit.

Cyclic neutropenia
Kelainan yang bersifat jarang yang terjadi akibat kegagalan stem cell pada
sumsum tulang, seringkali terjadi pada masa kanak-kanak.
Pertimbangan oral dan dental: seringkali ditemukan lesi oral, ulser mukosa,
dan penyakit periodontal yang bertahap dari marginal gingivitis hingga
rapidly advancing periodontal bone loss. Diperlukan perawatan dental secara
berkala untuk meminimalisasi penyakit periodontal, OH harus sangat dijaga.

b. Gangguan Kualitatif
1) Qualitative Leucocyte Disorders
a. Chediak-Higashi Syndrome

79

Kelainan autosom resesif yang langka karena mutasi gen infeksi rekuren dari bakteri gram
positif.

Ditandai dengan peningkatan neurologic secara abnormal, oculocutaneous albinism, dan

granul besar berwarna blue-grey di neutrophil, eosinophil, basophil dan platelet defek fungsi.
Manifestasi klinis:
Hipopigmentasi di kulit dan rambut pada masa anak-anak
Rambut memutih
Pada oral berupa destruksi periodontal serius dengan inflamasi gingiva akut dan ulser.
Sering terjadi karies

Perawatan:
Antibiotic untuk bakteri gram positif
Transplantasi sel hematopoietic
Kemoterapi
b. Chronic Idiopathic Neutropenia
Ditandai dengan penurunan produksi neutrofil di sumsum tulang
80

Manifestasi Klinis
-

Banyak pasien yang tidak menunjukan gejala

Beberapa ada yang mengalami infeksi berulang tidak mengancam nyawa.


Contohnya: pada saluran pernapasan atas, otitis media, bronkitis, dan furunkulosis.
Ulkus oral, sinusitis, dan infeksi perirectal juga terjadi.

Penyakit periodontal gingiva merah, resesi gingiva, kerusakan tulang, mobilitas


dan kehilangan gigi.

Ulserasi.

Perawatan:
Kortikosteroid dan agen sitotoksik untuk meningkatkan jumlah neutrophil.

2) Leukemia
Leukemia adalah jenis kanker yang mempengaruhi leukosit dari sumsum tulang. Diandai
dengan diferensiasi dan proliferasi dari hematopoietic.
Sel-sel ganas mengganti dan mematikan elemen sumsum normal, menyebabkan anemia,
trombositopenia, dan kekurangan berfungsi normal leukosit. Dalam waktu, sel-sel leukemia
menyusup organ tubuh lainnya, menghancurkan jaringan normal.
Klasifikasinya berupa acute myelogenous leukemia (AML), acute lymphocytic leukemia
(ALL), chronic myelogenous leukemia (CML), dan chronic lymphocytic leukemia (CLL).
Nilai hitung granulosit meningkat di leukemia kronis tapi tidak menentu pada leukemia akut.

Penyebab:
81

Terpapar radiasi sangat tinggi dan zat kimia industri tingkat risiko leukemia yang lebih
besar.

Pasien yang dirawat dengan obat-obatan anti-kanker terkadang terkena leukemia


beberapa tahun mendatang.

Pasien yang terkena virus leukemia sel-T manusia (HTLV-I/Human T-cell leukemia
virus-I) rentan

Genetika tertentu (misalnya sindroma Down) atau kelainan darah tertentu (seperti
sindroma myelodysplastic).

Gejala:
Demam atau keringat malam, Infeksi yang sering terjadi, merasa lemah atau letih, sakit
kepala, mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak keunguan di kulit, atau bintikbintik merah kecil di bawah kulit), nyeri di tulang atau persendian, pembengkakan atau rasa
tidak nyaman di perut (akibat pembesaran limpa), pembengkakan terutama di leher atau
ketiak dan kehilangan berat badan.
Manifestasi Klinis:
Perdarahan, cheilits, infeksi herpes dan kandida, lesi hemoragik dan mukositis.

Pembengkakan gingiva pada kasus AML, setelah dilakukan gingivectomy jaringan tidak sembuh
dan perdarahan berlanjut (Sumber: Burkets Oral Medicine: Diagnosis and Treatment)

82

3) Lymfoma

a. Hodgkins Lymphoma
WHO mengklasifikasikan limfoid neoplasma menjadi dua subtipe yaitu klasik dan
nodular. Pada HL jarang tampak massa ekstranodal di bagian kepala dan leher.

Staging pada Hodgkins dan Non Hodgkins Lymphoma (Sumber: Burkets Oral Medicine:
Diagnosis and Treatment)
b. Non Hodgkins Lymphoma
NHL merupakan sekelompok malignansi heterogen dari sistem limfoid. Manifestasi oral
berupa pembengkakan gingiva atau jaringan mukosa. Penampakan ini dapat terjadi pada
ekstraksi gigi dan kemudian berkembang tumor dari situs ekstrasi yang tidak sembuh.

Non-Hodgkins Lymphoma pada lokasi ekstraksi yang tidak sembuh (Sumber: Burkets Oral
Medicine: Diagnosis and Treatment)
c. Burkitts Lymphoma

83

BL merupakan limfoma yang agresif dan sering tampak berupa pembengkakan rahang.
Tumor rahang dapat berakibat pada mobilitas gigi dan rasa sakit, pembengkakan intraoral
dari maksila dan mandibula, serta open bite anterior. Terjadi pula resorpsi tulang alveolar,
kehilangan lamina dura, pembesaran folikel gigi.
d. Multiple Myeloma
MM merupakan neoplasma sel plasma di mana sumsum tulang mengalami plasmasitosis,
paraprotein abnormal, serta komplikasi penyakit tulang dengan destruksi skeleteal, gagal
ginjal, anemia, dan hiperkalsemia. Manifestasi oral berupa massa jaringan lunak yang
merupakan tumor ekstramedula plasmablastik rahang.

Tumor plasmablastik pada kasus multiple myeloma (Sumber: Burkets Oral Medicine: Diagnosis
and Treatment)

4) Leukopenia
Leukopenia merupakan kelainan sel darah putih (< 5000/L dengan berbagai
macam penyebab)

Hal ini dapat timbul sebagai bentuk manifestasi darah perifer dari keadaan
immunodeficiency. Leukopenia dapat tidak menimbulkan gejala sampai lama

84

kelamaan keadaannya

akan semakin parah dan akan mulai mengganggu

pertahanan terhadap infeksi.

3. Klasifikasi Kelainan Perdarahan dan Pembekuan Darah (Bleeding and Clotting


Disorder)

A. Gangguan dinding pembuluh darah


-

menyebabkan terjadinya hemorrhage

sering kali terjadi vascular purpura akibat kerusakan pada endotel kapiler

perdarahan biasanya bersifat ringan, terjadi pada kulit, mukosa dan gingiva

B. Gangguan trombosit
-

berdasarkan etiologinya dapat dibagi menjadi dua kategori:

a. Kongenital
- jarang terjadi
85

- Glanzmanns trombastenia gangguan kualitatif yang ditandai dengan defisiensi


membrane glikoprotein IIb dan IIIa pada trombosit, gambaran klinis berupa
memar, epistaksis, hemorrhage gingiva, menorrhagia
- Wiskott-Aldrich syndrome

ditandai dengan adanya cutaneous eczema

(biasanya berawal pada wajah), thrompocytopenic purpura dan peningkatan


kerentanan terhadap infeksi akibat gangguan imun. Manifestasi oral: perdarahan

gingiva, palatal petechiae


- May-Hegglin anomaly

bersifat jarang,

memiliki ciri berupa terjadinya

trombositopenia, adanya giant platelet/trombosit, inclusion bodies in leukocytes

- Bernard-Soulier syndrome dan platelet-type vWD juga terjadi akibat kerusakan


pada membrane glikoprotein trombosit

b. Acquired
- idiopathic/immune thrombocytopenia purpura (ITP)
- thrombotic thrombocytopenia purpura (TTP)

keduanya ditandai dengan petechiae dan purpura (bercak merah) pada dada,
leher dan lengan tangan kaki, perdarahan mukosa seringkali terjadi pada rongga
mulut dan saluran gastrointestinal (saluran pencernaan) dan genitourinary

- berdasarkan tipenya dibagi menjadi dua:


a. trombositopenia

terjadi ketika jumlah trombosit berkurang dan disebabkan oleh salah satu
dari ketiga mekanisme berikut:

penurunan produksi trombosit di sumsum tulang

peningkatan sequestration trombosit di limpa

proses destruksi trombosit yang cepat

b. trombositopati

86

o disebut juga gangguan trombosit kualitatif, dapat disebabkan oleh


kerusakan pada reaksi trombosit yaitu: adhesi, agregasi dan pelepasan
granul
o disfungsi mekanisme trombosit dapat terjadi berhubungan dengan
disfungsi mekanisme koagulasi

C. Gangguan koagulasi
a. Congenital coagulopathies
o akibat defisiensi vWF dan beberapa faktor seperti pada Table 17-5 yang esensial
pada proses koagulasi
o tingkat perdarahan beragam dari ringan hingga parah

87

o Hemofilia A

Disebabkan defisiensi F VIII, faktor antihemophilic

Kelainan herediter X-linked resesif yang menyerang pria

Pada wanita, gambaran klinis tidak terlihat walapun pada sedikit orang
terdapat manifestasi berupa perdarahan ringan

Ditandai dengan perdarahan yang beragam dari ringan hingga parah


berdasarkan level F VIII nya
Mild (perdarahan pasca pencabutan gigi, prosedur surgical, trauma) F
VIII 6-50%
Moderate F VIII 1-5%
Severe F VIII < 1%

o Hemofilia B

Disebabakan defisiensi F IX

Gejala klinis menyerupai hemophilia A

Perdarahan yang sangat parah dapat terjadi, pasien perlu melakukan


transfusi darah
88

o Defisiensi faktor XI
o Defisiensi faktor XII
o Defisiensi faktor X
o Defisiensi faktor V
o Defisiensi faktor XIII dan I
o Von Willebrands Disease

b. Acquired (akibat adanya penyakit lain atau penggunaan obat)


o Anticoagulant-related coagulopathies

Heparin

Coumarin

o Disease-related coagulopathies

Liver disease

Defisiensi vitamin K

Disseminated intravascular coagulation

D. Gangguan fibrinolitik
dapat menyebabkan hemorrhage (apabila pembekuan tidak adekuat) ataupun menyebabkan
pembekuan berlebih dan thrombosis.

K. IDENTIFIKASI PASIEN DENGAN GANGGUAN PERDARAHAN


Identifikasi pasien dengan gangguan perdarahan dapat dimulai dengan melihat riwayat medis
pasien. Pasien dengan keluarga yang memiliki riwayat masalah perdarahan dapat memudahkan
proses identifikasi adanya gangguan hemostasis yang bersifat herediter. Perlu diketahui apakah
pasien memiliki riwayat perdarahan pasca prosedur surgical seperti ekstraksi, atau tidak. Perlu
juga mengetahui medikasi yang sedang dilakukan pasien serta penyakit/gangguan yang diderita
pasien (contoh: hepatitis, penyakit ginjal, malignansi hematologi, trombositopenia, dll). Selain
89

itu perlu juga mengetahui apakah pasien memiliki riwayat konsumsi alcohol berat atau tidak.
Perhatikan apabila pasien memiliki gejala-gejala seperti epistaksis, perdarahan spontan gingiva
atau mukosa oral, mudah memar, luka dengan perdarahan berkepanjangan, aliran darah
menstruasi berlebih,

dan hematuria.

Setelah melihat riwayat medis pasien, pemeriksaan

laboratorium dapat dilakukan.

PERTIMBANGAN KESEHATAN ORAL


A. Manifestasi oral
Defisiensi trombosit dan gangguan dinding pembuluh darah

menyebabkan terjadinya

pengeluaran darah ke jaringan epitel dan jaringan ikat pada kulit dan mukosa, sehingga terbentuk
titik-titik hemorrhage yang dinamakan petechiae, serta bercak yang lebih besar dinamakan
ecchymoses. Gangguan trombosit dan koagulasi yang parah menyebabkan perdarahan spontan
gingiva

dan pada

pasien leukemia

disertai hiperplastik

hiperemik

pembesaran gingiva.

Perdarahan yang berkelanjutan menyebabkan terbentuknya deposit hemosiderin dan produk


degradasi darah lainnya pada permukaan gigi yang kemudian akan berubah warna menjadi
coklat.

Hemofilia ditandai dengan sering terjadinya perdarahan mukosa oral. Perdarahan


dapat terjadi akibat adanya trauma, bis ajuga karena oral hygiene yang buruk serta faktor
iatrogenic.

90

Hemarthrosis merupakan komplikasi hemophilia yang umum terjadi pada sendi.


Komplikasi ini dapat terjadi pada TMJ walaupun jarang terjadi.
Pola penyakit dental pada pasien dengan gangguan perdarahan menunjukkan
tingginya angka karies dan parahnya penyakit periodontal terutama pada pasien dengan
hemophilia yang parah. Tingkat keparahan penyakit dental pada pasien dengan gangguan
perdarahan ditentukan oleh oral hygiene serta perawatan dental pasien.

B. Perawatan dental
Perawatan dental yang dilakukan pasien dengan gangguan perdarahan bergantung pada tipe
prosedur perawatan dental serta tipe dan tingkat keparahan gangguan perdarahan pasien.
Konsultasi dengan hematologist sebaiknya dilakukan.

o Gangguan trombosit

transfusi darah/trombosit sebelum prosedur ekstraksi dan surgical lainnya

menghindari penggunaan aspirin selama 1-2 minggu setelah prosedur surgical


(adanya aktivitas antiplatelet pada aspirin yang berlangsung selama 8-10 hari)

pada pasien trombositopenia, dapat juga dilakukan penggunaan clot-promoting


agents secara topikal

o Hemofilia A dan B, dan Von Willebrands Disease

Prosedur oral surgical


o sangat berpotensi menimbulkan perdarahan pasca tindakan
o diatasi

dengan

(menghambat

transfusi

fibrinolysis

darah
dengan

dan

penggunaan

menghentikan

proses

antifibrinolitik
perubahan

plasminogen menjadi plasmin, sehingga terjadi proses pembekuan yang


stabil), serta melakukan F VIII dan F IX replacement, penggunaan fibrin
sealant atau fibrin glue
o perdarahan juga dapat diatasi dengan penggunaan teknik dan agen
hemostatic local seperti tekanan, surgical pack, vaskonstriktor, suture,

91

surgical stent, topical thrombin dan penggunaan absorbable hemostatic


materials
o lakukan konsultasi dengan hematologist

Kontrol rasa sakit


o Hypnosis, sedasi intravena, anestesi intrapulpal (untuk ekstirpasi pulpa)
dapat dilakukan
o Injeksi ligament periodontal dan gingiva dapat dilakukan dengan volume
yang minimal
o Larutan anestesi yang mengandung vasokonstriktor dapat digunakan bila
diperlukan
o Infiltrasi dapat dilakukan dengan perlahan dan dengan pemberian tekanan
secara local pada area injeksi selama 3-4 menit
o Nerve block membutuhkan faktor koagulasi minimal 20-30%, adanya
risiko pembentukan hematoma
o Apabila terjadi hematoma, gunakan ice packs pada area hematoma sebagai
stimulasi vasokonstriksi, kemudian pasien ditangani di rumah sakit
o Penggunaan aspirin ata NSAID lainnya untuk

kontrok

rasa sakit

merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan perdarahan


o Injeksi

intramuscular

juga

perlu

dihindari

karena

adanya

risiko

terbentuknya hematoma

Terapi preventif dan terapi periodontal


o keadaan periodontal pasien hemophilia:

hyperemia gingiva dengan perdarahan spontan gingiva

periodontitis

o scaling supra dan subgingival dapat dilakukan secara hati-hati dengan


scaler yang sesuai
o aplikasikan tekanan dan antifibrinolitik pasca tindakan (baik scaling, root
planing maupun tindakan surgical) dan gunakan periodontal packing
material

Terapi restorative dan terapi prostodonti


o Prosedur ini tidak menyebabkan hemorrhage secara signifikan
92

o Gunakan rubber dam isolation untuk meminimalisasi risiko terlukanya


jaringan lunak
o Gunakan gingival retraction cord, matrices, wedges supaya prosedur
perawatan tidak mengenai jaringan lunak

Terapi endodontic
o Penggunaan epinefrin intrapulpal terbukti efektif dalam proses hemostasis
o Tidak ada kontraindikasi untuk perawatan saluran akar
o Prosedur surgical endodontic memiliki prinsip yang sama dengan prosedur
oral surgical lainnya

Terapi pediatric
o Kadang-kadang hemorrhage dapat terjadi pada ekstraksi gigi sulung
o Hemorrhage dapat dikontrol dengan menggunakan kain kasa dengan
pemberian tekanan
o Perawatan non invasive seperti penggunaan fluoride dan pit fissure sealant
dapat dilakukan agar prosedur restorative menjadi minimal

Terapi orthodontic
o Harus diperhatikan adanya luka akibat penggunaan orthodontic bands,
brackets dan wires
o Perdarahan akibat luka kecil biasanya diatasi dengan pemberian tekanan
secara lokal

o Pasien dengan antikoagulan

Konsultasi dengan dokter umum

Hindari prosedur oral surgical

Penggunaan

agen

hemostatic

local

seperti micofibrillar

collagen,

oxidized

cellulose, topical thrombin dapat dilakukan pada pasien degan antikoagulan


o Kerentanan terhadap infeksi

Penggunaan antibiotic dapat dilakukan untuk mencegah timbulnya infeksi yang


terjadi akibat adanya bakteri saat prosedur dental

93

L. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SEBELUM EKSTRAKSI GIGI


PASIEN DENGAN KELAINAN DARAH
1. Riwayat medis dan dental
o Riwayat perdarahan setelah prosedur bedah, pencabutan gigi, atau trauma
o Penggunaan obat seperti aspirin, antikoagulan, heparin, coumarin, NSAIDs,
antibiotic jangka panjang
o Kelainan yang berkaitan dengan perdarahan seperti leukemia, anemia, dll.
o Sedang menjalani kemoterapi
o Adanya kebiasaan minum alkohol
o Kondisi medis aktif mengidap hepatitis, sirosis, penyakit ginjal
o Riwayat kelainan darah dari keluarga
o Pernah mengalami perdarahan spontan
2. Temuan klinis
o Ekimosis dan petekia
o Oral ulcer
o Hyperplasia gingiva
o Perdarahan terus menerus pada luka
superfisial
3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tes
Normal Platelet Count
- Trombositopenia
- Severe intraop bleeding

o Sering mimisan
o Hematoma
o Perdarahan spontan pada gingival
dan mucosa

Range Normal
150.000-450.000/mm3
< 150.000/ mm3
< 40.000-70.000/ mm3

- Spontaneous bleeding

< 20.000/ mm3

- Minimal recommended preop platelet

> 75.000/ mm3

Bleeding Time (BT)


Prothrombin Time/International

dan

< 7 menit 1-6 menit (Ivys test)


PT : 11-13 detik/ INR : 1.0-1.2

Normalized Ratio (PT/INR)


Activated Partial Thromboplastin Time

15-35 detik

(aPTT)
Thrombin Time (TT)

9-13 detik

94

PENGARUH KELAINAN DARAH TERHDAP PERAWATAN DENTAL


1. IRON DEFICIENCY ANEMIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-

Berisiko memperparah perdarahan dan mengganggu penyembuhan luka

Pertimbangan Dental
-

Deteksi dini Hb tidak boleh < 10g/dL. jika Hb < 10g/dL, tekanan oksigen yang
rendah mempengaruhi interaksi rheologic dari komponen darah lainnya seperti
trombosit dan endotel dan menyebabkan penurunan kemampuan trombosit untuk
membeku.
o Pada wanita, disebabkan karena proses fisilogis seperti menstruasi atau hamil
o

Pada pria, disebabkan karena penyakit seperti kanker kolon, peptic ulcer harus
dirujuk dahulu ke spesialis penyakit dalam.

Transfusi darah sebelum tindakan dental

Mencegah konsumsi antibiotic/ obat yang mengandung aspirin

2. SICKLE CELL ANEMIA


Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
Risiko komplikasi sekunder dan menghambat penyembuhan luka pasca tindakan bedah.

Pertimbangan Dental
-

Konsultasikan dengan dokter pasien untuk memastikan kondisi yang stabil.

Hindari prosedur apapun yang dapat menghasilkan asidosis atau hipoksia (hindari
prosedur yang lama dan rumit).

3. APLASTIC ANEMIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-

Infeksi local

Bakterimia

Perdarahan
95

Infeksi

Pertimbangan Dental
-

Setelah diagnosis (anemia aplastic),

langsung lakukan pemeriksaan gigi geligi,

jaringan perio, jaringan lunak, dan kelenjar saliva untuk mencegah penyebaran
infeksi.
-

Hindari anestesi blok

dan intramuscular karena berisiko

trombositopenia dan

kecenderungan perdarahan berlebih.


-

Sebaiknya memilih anestesi intraligamen yang lebih aman.

4. AGRANULOCYTIS
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
Necrotic ulcer pada pasien ini berisiko menyebabkan bakterimia dan septicemia
infeksi

Pertimbangan Dental
-

Pengambilan spessimen rongga

mulut

untuk

dikultur

guna

melihat organisme

predominan
-

Pemberian antibiotic broad spectrum dan antibiotic profilaksis sebelum tindakan


bedah. Tetapi beberapa antibiotic (makrolid, penisilin, cephalosporin) harus dihindari
karena berkaitan dengan tingginya insidensi agranulositosis.

Pemberian antibacterial topical/mouth rinse untuk mencegah risiko infeksi yang


lebih parah.

5. CYCLIC NEUTROPENIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-

Bakterimia

Kehilangan tulang alveolar

Pertimbangan Dental
-

Antibiotic

96

Perlu dilakukan pemeriksaan oral dan perawatan secara rutin mengurangi risiko
keparahan penyakit periodontalnya. Perawatan dental baru bisa dilakukan bila level
leukosit >2.000/mm3

6. LEUKEMIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-

Infeksi

Perdarahan

Mucosiitis

Menghambat penyembuhan

Pertimbangan Dental
-

Konsultasi dengan internis

Pemberian antibiotic, antiviral, dan antifungal mencegah infeksi oral oportunis

Pemberian chlorhexidine mouth rinse menangani mucositis

Eliminasi infeksi dan prosedur ekstraksi sebaiknya dilakukan setidaknya 10 hari


sebelum kemoterapi.

Kontrol plak dan debridement dengan CHX selama kemoterapi.

Pemberian antibiotic profilaksis bila level leukosit < 2000/l

Kemoterapi kerap menyebabkan trombositopenia. Bila platelet count < 50.000/ l,


lakukan transfusi platelet sebelum melakukan tindakan bedah untuk mencegah
perdarahan berlebih.

7. MULTIPLE MYELOMA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-

Perdarahan berlebih pasca tindakan invasif.

Berisiko munculnya infeksi karena berkurangnya Immunoglobulin.

Risiko infeksi dan perdarahan pada pasien yang sedang dirawat kemoterapi/radiasi.

Osteonekrosis rahang pada pasien yang menggunakan bifosfonat.

Pertimbangan Dental
-

Sebelum melakukan tindakan bedah, perhatikan hasil pemeriksaan lab seperti platelet
count, BT, PT, aPTT.

97

Jika ditemukan trombositopenia/leukopenia pada pasien, perlu dilakukan transfusi


platelet dan terapi antibiotic untuk mencegah perdarahan dan infeksi saat tindakan
bedah.

Jika terdapat hyperviskositas, perdarahan biasanya tetap terjadi walaupun hasil tes lab
normal. Oleh karena itu, perlu konsultasi dengan hematologist lebih lanjut.

8. LYMPHOMA: Hodgkin, Non-Hodgkin, Burkitts Lymphoma


Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-

Meningkatnya risiko infeksi

Perdarahan berlebih pada pasien kemoterapi

Risiko osteonecrosis pada area kepala leher pada pasien yang


diradiasi

Xerostomia

Non Hodgkin Lymphoma dapat ditemukan pada pasien AIDS,


sehingga operator harus lebih hati-hati dalam mentransmisikan agen infeksius

Pertimbangan Dental
-

Konsultasi dengan internist sebelum tindakan invasif.

Interpretasi hasil pemeriksaan darah sebelum melakukan tindakan bedah


mengetahui risiko perdarahan dan infeksi.

Transfusi platelet diperlukan untuk pasien trombositopenia akibat kemoterapi &


radiasi.

Pemberian antibiotic profilaksis bila kadar leukosit < 2000/l atau neutrophil < 500

9. TROMBOCYTOPENIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-

Perdarahan spontan

Perdarahan berkepanjangan pasca tindakan invasif infeksi

Pertimbangan Dental
-

Rujuk dan konsultasi terlebih dahulu dengan hematologis sebelum tindakan

Identifikasi riwayat medis & dental dan hasil pemeriksaan lab

98

Secara umum, perawatan dental dapat dilakukan bila kadar trombosit pasien
30.000/l atau lebih

Ekstraksi dan bedah minor boleh dilakukan bila kadar trombosit 50.000/l atau lebih

Bedah mayor dilakukan bila kadar trombosit 80.000-100.000/l

Transfusi platelet harus dilakukan bila kadar trombosit pasien dibawah ketentuan di
atas

Pasien dengan neutropenia yang parah sebaiknya diberi

antibiotic profilaksis untuk

mencegah infeksi postoperative


-

Jika pasien membutuhkan analgesic, jangan berikan aspirin sebaiknya berikan


acetaminophen (Tylenol) dengan/tanpa kodein.

10. HEMOPHILIA
Pengaruh terhadap Tindakan Kedokteran Gigi
-

Perdarahan berlebih dan terus menerus pasca tindakan invasive

Pasien yang terinfeksi HIV, HBV, dan HCV berpotensi infeksius

Pertimbangan Dental
-

Identifikasi riwayat medis pasien biasanya ada keturunan hemophilia

Identifikasi temuan klinis ekimosis, hemarrthrosis, dan hematoma

Interpretasi hasil pemeriksaan lab umumnya menunjukkan aPTT yang lebih lama
dari normal, sedangkan PT, TT dan PC normal.

Tindakan dental boleh dilakukan setelah mendapat persetujuan dari hematologist.

Bedah boleh dilakukan apabila kadar F VIII setidaknya 50% (normalnya 60-100%).
Transfusi faktor dapat dilakukan dengan cara infusi konsentrat faktor VIII (bila
defisiensi parah).
(Desmopressin

Bila defisiensi ringan-sedang, dapat diberikan obat DDAVP

Acetate)

oral/nasal,

antifibrinolisis

berupa

e-Aminocaproic

acid

(Amicar) oral/mouth rinse, atau Tranexamic acid (Cyklokapron).


-

Hindari penggunaan aspirin! Sebaiknya berikan acetaminophen (Tylenol) untuk


control nyeri postoperative

99

M. PERAWATAN

DENTAL

YANG

DISESUAIKAN

DENGAN

KONDISI

SISTEMIK
Sebagai dokter gigi tidak bisa untuk memilih-milih pasien seperti apa yang ditangani dan
juga tidak bisa menghindari jika ada pasien sistemik. Oleh karena itu kita butuh untuk
mendeteksi terlebih dahulu penyakit sistemik sebelum melakukan perawatan agar:
1. Antisipasi dari reaksi yang tidak diinginkan seperti interaksi obat, efek samping obat,
dll
2. Melakukan

tindakan

kedokteran

gigi

sesuai

dengan

kondisi

medis

pasien

(menghindari tindakan kontraindikasi)


3. Dapat memprediksi risiko yang mungkin timbul dan dapat mengatasinya
4. Dapat menetapkan rujukan yang jika diperlukan
5. Melakukan informed consent yang baik dan benar
6. Memberikan KIE ssecara adekuat
7. Menjadi dasar dalam melakukan pelayanan kesehatan terpadu
Nah, sebagai dokter gigi kita harus melakukan pemeriksaan lengkap dan juga penunjang jika
dirasa diperlukan, seperti penunjang radiograf ataupun laboratorium.
ASA (American Society Anesthesiologists) memperkenalkan klasifikasi status fisik
untuk melakukan manajemen penyakit sistemik, yaitu:
ASA 1 = Keadaan pasien normal dan sehat yang ditunjukkan dengan green flag
ASA 2 = Keadaan pasien dengan penyakit sistemik sedang (mild to moderate) yang
ditunjukkan dengan yellow flag
ASA 3 = Penyakit sistemik keadaan berat yang bisa membatasi aktivitas pasien ditunjukkan
dengan yellow flag
ASA 4 = Kondisi penyakit sistemik berat yang bisa terancam menuju kematian ditunjukkan
dengan red flag
ASA 5 = Keadaann hampir mati yang tidak akan selamat lebih dari 24 jam dengan/tanpa
operasi ditunjukkan dengan red flag dan pelayanan rumah sakit juga akan dihentikan
ASA 6 = Pasien meninggal yang dikumpulkan organ tubuhnya
Dari status fisik ini dokter gigi mengetahui kondisi keparahan sistemik seperti apa
yang membutuhkan penanganan modifikasi. Untuk ASA 1 dan ASA 2 masih bisa dilakukan
perawatan dental invasif dan noninvasif, ASA 3 harus dirujuk terlebih dahulu dengan
perawatan dental modifikasi sesuai dengan kondisi. Untuk ASA 4 juga membutuhkan rujukan

100

dan perawatan non invasif ringan yang dimodifikasi sedangkan untuk ASA 5 dan ASA 6
kontraindikasi untuk dilakukan perawatan dental.

Perawatan Rumah Sakit


Untuk kasus rujukan biasanya dokter gigi bisa memilih untuk merawat pasien juga di
rumah sakit dengan beberapa pertimbangan yang memang dibutuhkan pasien seperti
emergency resuscitation supplies, perawatan rumah sakit sebelum dan sesudah prosedur
operasi, konsultasi dengan rekan yang lebih ahli, fasillitas laboratorium sebelum dan sesudah
prosedur operasi, dan ketersediaan ruang operasi serta anestesiologis. Namun sebelum kita
merumahsakitkan pasien, medical history harus sudah lengkap terlebih dahulu. Kita tetapkan
pasien akan dirawat inap (inpatient) atau hanya mendapatkan perawatan tanpa inap
(outpatient). Untuk kasus penyakit sistemik yang bisa mendapatkan pelayanan rumah sakit
biasanya adalah:
-

Bleeding disorders

karena

keturunan,

sumsum tulang belakang supperions

(tertekan), atau kelainan hati


-

Rentan terhadap shock karena ketidakcukupan adrenokortikal/diabetes tidak


terkontrol,

Penyakit kardiovaskuler berat,

Rentan iinfeksi karena imunodefisiensi primer/sekunder,

Membutuhkan sedatif berat/ anestesi umum, atau

Neuromuskular/ disabilitas fisik yag butuh perlengkapan dental lebih kompleks.

Modifikasi perawatan dental sesuai kondisi sistemik


Seperti sebelumnya yang sudah dijelaskan, ada beberapa keadaan dimana pasien
membutuhkan modifikasi dalam perawatan dentalnya

untuk

menjaga

keamanan dan

mendapatkan perawatan yang tepat. Seperti sebelumnya, kita menilai dengan tingkatan risiko
yang mungkin terjadi dengan berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah mungkin terjadi pada pasien peristiwa buruk disebabkan oleh perawatan
dental?
2. Apa yang menjadi sifat dasar dan pemberat kejadian buruk tersebut?
3. Apa yang paling tepat dilakukan untuk merawat pasien?

Dari pertanyaan- pertanyaan tersebut kita bisa membagi jadi kelompok kecil peristiwa buruk
yang mungkin terjadi pada pasien seperti:
101

Adanya gangguan hemostasis

Adanya kerentanan terhadap infeksi

Adanya aksi dan interaksi obat

Adanya stress pada pasien karena menahan prosedur dental

Itupun bisa terjadi dengan dua kemungkinan, minor dan mayor. Minor yaitu komplikasi
minor dengan kejadian buruk dapat diantisipasi dan Mayor yaitu komplikasi mayor dengan
kejadian buruk dapat diantisipasi namun butuh intervensi yang kuat.

Modifikasi untuk Anemia dan Penyakit pendarahan lainnya


Pasien dengan riwayat anemia harus melakukan evaluasi yang akurat karena hemoragik berat
disebabkan oleh ekstraksi gigi atau prosedural operasi lainnya pada mulut menunjukan
penambahan anemia yang mungkin membahayakan hidup pasien.
Anemia yang harus diwaspadai dokter gigi termasuk juga anemia aplastik, Biermers
megaloblasti anemia (tipe pernicious anemia), hypochromic anemias (thalasemia), dan sickle
cell anemia. Beberapa langkah preventif yang dibutuhkan pasien dengan riwayat anemia dan
akan mencabut gigi yaitu:
-

Level hematokrit dan hemoglobin harus hampi sama dengan normal dan
konsultasikan pasien pada hematologist jika diperlukan

Pasien dengan sickle cell anemia harus menghindari:


a. Sakit

dan stress berat.

Premedikasi dan pain control serta anestesi

diperbolehkan.
b. Gerakan

penarikan

secara

tiba-tiba

karena

bisa

menyebabkan tulang

rahangnya patah.
-

Sejauh mungkin lokal anestesi dilakukan karena tidak ada kontraindikasi dengan
pasien anemia.

Modifikasi Leukemia
Leukemia adalah kondisi patologi dari neoplastik dengan karakteristik kuantitas dan kualitas
darah putih mengalami defekasi. Ada yang akut dan yang kronik sesuai dengan durasi waktu
penyakitnya, dan, dari jaringan leukopoetiknya yang terbawa sebagai myelogenous atau
lymphocytic.
Pasien leukemia harus dirawat khusus dan selalu dikonsultasikan dengan hematologis karena
pasien ini rentan infeksi ataupun ho\emoragik

postoperatif.

Langkah preefentif yang

dibutuhkan adalah:

102

Hindari anestesi bloking saraf karena adanya kelainan sel darah, bisa jadi nanti
ada hematoma.

Prosedur operasi boleh dilakukan di rumahsakit, kecuali kasus leukemia kronik


dalam status toleransi, dimana menejemen bisa dilakukan pada klinik gigi
menggunakan antibiotik dosis besar spektrum luas. Pasien harus ditangani dengan
cermat, tanpa gerakan mendadak untuk mengontrol perdarahan

Antibiotik profilaksis harus diberikan

Kegawatdaruratan yang dapat terjadi pada pasien dengan kelainan darah


Pendarahan yang berkepanjangan biasanya terjadi karena trauma pascaekstraksi.
Adanya hemofilia atau kelainan darah lain yang tidak diketahui juga dapat menyebabkan
pendarahan.
Dalam keadaan darurat, jalur intravena harus terbuka lalu plasma expander atau darah
diberikan. Kehilangan darah dapat diminimalisasi dengan aprotinin dan tranexamic acid.
Transfusi darah dapat dilakukan namun mempunyai resiko

membawa infeksi virus.

Tatalaksana pendarahan berkepanjangan adalah sebagai berikut.

Tenangkan pasien

Keluarga pasien diminta untuk tenang dan menunggu di ruang tunggu

Bersihkan mulut dengan swab dan cari sumber pendarahan

Beri anestesi lokal yang mengandung adrenalin, hilangkan jaringan yang tidak teratur,
lalu jahit

Ketika pendarahan sudah terkontrol, tanyakan riwayat pasien khususnya riwayat


keluarga yang mengalami pendarahan abnormal

Jika pendarahan berlanjut atau pasien kekurangan darah, pindahkan pasien ke RS


untuk pemeriksaan dan perawatan

Batasi pendarahan sebisa mungkin dengan menekan kapas pada soket dan dengan
menopang rahang pasien

Obat kumur tranexamic acid 5% dapat membantu menstabilkan pembekuan darah


sementara

103

Baiknya, tranexamic acid 500mg dalam 5 mL dengan injeksi secara intravena


perlahan dapat diberikan dan efektif pada kasus hemofilia ringan pada saat menunggu
untuk dipindahkan ke RS

N. OBAT-OBATAN
1. Antiseptik dan Disinfektan
Untuk mencegah infeksi, digunakan suatu obat atau zat yang dapat mematikan kuman . Zat
atau obat ini disebut obat antiseptic dan obat disinfektan. Obat atau zat ini biasanya berbentuk
larutan (alcohol, aldehid, yodofor) yang digunakan secara topical di permukaan kulit,
membrane mukosa, atau untuk membunuh kuman pada suatu objek. Cara pemberiannya
dapat diusap, digosok, atau juga dengan berkumur-kumur.
Antiseptik dan disinfektan merusak kuman melalui kontak langsung. Antiseptik
biasanya ditujukan untuk membasmi atau menghambat pertumbuhan kuman di permukaan
jaringan. Disinfektan mengurangi risiko infeksi dengan membasmi kuman pathogen yang
terdapat pada benda, misalnya alat-alat kedokteran dan kedokteran gigi.
Antiseptik dan disinfektan membunuh kuman dengan mengganggu metabolism
kuman atau melalui denaturasi protein kuman. Antiseptik dan disinfektan menurunkan
tegangan permukaan dinding sel kuman sehingga sel membengkak dan lisis. Zat-zat yang
menyebabkan penurunan tegangan permukaan dinding sel kuman efeknya lebih cepat terlihat
dibanding yang bekerja merusak metabolisme kuman.
1. Antiseptik
Penggunaan antiseptic digunakan untuk irigasi luka, luka lecet, dan sterilisasi
tangan dokter yang akan melakukan prosedur operasi atau bedah. Antiseptik ideal
diharapkan dapat membunuh kuman dalam waktu membunuh kuman dalam waktu
tertentu tanpa menimbulkan iritasi atau sensitisasi kulit. Tujuan penggunaan
antiseptic sendiri adalah mengurangi kuman yang masuk ke tubuh. Zat/larutan
yang biasa digunakan sebagai antiseptic antaralain :
-

Yodium
Yodium merupakan antiseptic yang paling baik untuk kulit. Kerjanya cepat,
cukup efektif membunuh beberapa protozoa dan virus , tetapi sering
meninggalkan warna kecoklatan dan nyeri local. Salah satu senyawaan
104

yodium adalah yodofor. Yodofor merupakan senyawa dengan iritasi minimal,


bersifat bakteriostatik dan digunakan untuk persiapan sebelum melakukan
prosedur operasi. Secara umum, sediaan yang mengandung yodium hanya
untuk penggunaan topical dan bukan pemberian oral
-

Alkohol
Alkohol merupakan antiseptic yang digunakan tunggal atau dikombinasikan
dengan antiseptic lain. Alkohol berpenetrasi ke dalam kulit dengan baik, tetapi
juga dapat menimbulkan iritasi kulit. Senyawa alcohol yang sering digunakan
adalah etil-alkohol dan isopropyl-alkohol. Etil-alkohol adalah antiseptic yang
efektif pada kadar <70%. Isopropyl-alkohol adalah antiseptic yang bersifat
bakterisidal dan efektif pada kadar 50%-90%. Usapan isopropyl-alkohol
menimbulkan vasodilatasi local, sehingga harus hati-hati terhadap timbulnya
perdarahan pada saat melakukan suntikan intravena.

Heksaklorofen
Heksaklorofen merupakan antiseptic yang bersifat bakteriostatik dan efektif
untuk membunuh kuman gram-positif. Walaupun lebih selektif, obat ini
berguna untuk membersihkan kulit dan persiapan operasi karena kuman
pathogen yang banyak terdapat pada permukaan kulit adalah kuman grampositif.

Hidrogen-peroksida
Hidrogen-peroksida merupakan antiseptic yang bersifat oksidator, namun
penggunaannya terbatas karena penetrasi ke kulit lebih buruk dibanding
larutan antiseptic lain dan cepat terurai menjadi oksigen dan air. Larutan
standar yang merupakan antiseptic lemah mengandung hydrogen-peroksida
dalam air. Hidrogen-peroksida dianjurkan untuk kumur-kumur pada
pengobatan infeksi Vincents . Namun jika penggunaan terus menerus akan
menyebabkan hipertrofi papilla lidah yang dikena dengan hairy tongue. Efek
ini akan hilang jika pemakaian dihentikan.

Klorheksidin
Klorheksidin merupakan antiseptic yang bersifat bakterisidal dan digunakan
untuk persiapan tindakan operasi, juga digunakan untuk kumur-kumur pada
pengobatan ulkus apthous dan menurunkan jumlah plak gigi. Menurut
penelitian, klorheksidin dapat menembus oral biofilm dan aktif melawan
gram-positif dan negative termasuk beberapa jamur. Klorheksidin cukup aman
105

dan tidak menimbulkan resistensi. Terutama digunakan untuk penyakit


periodontal dan sesudah operasi, pemakain dihentikan bila sudah terkontrol
kesehata gigi dan mulutnya. Pemakaian terlama bisa sampai 6 bulan.
Klorheksidin 0,2 % digunakan dua kali sehari, dikumur sebanyak 15-20 ml
selama 30 detik. Kekurangannya adalah member warna pada gigi dan mukosa,
ada rasa metal, meningkatkan pembentukan kalkulus dan iritasi mukosa.
-

Minyak Esensial
Minyak esensial mengandung timol, mentol, dan eukaliptol yang dapat
mengurangi plak dan gingivitis. Perlu campuran alcohol untuk mengaktifkan
minyak esensial yang dikandungnya sehingga indikasinya terbatas. Pemakaian
jangka panjang sampai 6 bulan menunjukan hasil yang baik sama seperti
klorheksidin. Penetrasi ke dalam oral biofilm lebih cepat daripada klorhkesidin
dan efektif dalam mengurangi perdarahan interproksimal. Pemakaiannya
adalah berkumur dua kali sehari.

Cytilpyridinium chloride (CPC)


CPC merupakan antiseptic yang cukup baik dengan merusak membrane sel
melawan jamur, amoeba, dan enveloped virus. Efektif mencegah timbulnya
plak serta menurunkan keparahan gingivitis. Kekurangannya adalah member
warna coklat pada permukaan gigi.

Triclosan
Triclosan merupakan bahan alami yang akhir-akhir ini diragukan
keamanannya. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat biosintesis
lipid membrane sel mikroba. Triclosan digunakan pada obat kumur antiseptic.

Perak-nitrat
Perak-nitrat merupakan larutan antiseptic yang mengandung logam berat.
Larutan ini biasa digunakan pada mata untuk mengurangiinfeksi kuman
gonokokus pada bayi baru lahir. Perak nitrat juga digunakan pada luka bakar,
tetapi sekarang telah digantikan perak-sulfadiazin karena penetrasinya lebih
baik dan tidak menyebabkan pewarnaan kulit. Larutan perak yang lain dapat
menyebabkan argiria (warna hitam pada kulit dan mukosa).

Merkuri-organik, nitromersol dan timerosal


Senyawa ini sangat popular sebagai obat bebas namun efikasinya kurang.

2. Disinfektan

106

Disinfektan digunakan untuk membersihkan dan menyimpan alat-alat operasi,


mensterilkan dinding ruang operasi, lantai dan sterilisasi dingin. Disinfektan yang
banyak digunakan adalah formaldehid, glutaraldehid, natrium hipoklorit, alcohol,
dan nitromersol. Larutan formaldehid dan glutaraldehid mengiritasi kulit, mata,
dan saluran napas dan hanya digunakan pada benda-benda.
Perlu diperhatikan bahwa zat-zat antiseptic dan disinfektan juga memiliki efek
samping dan efek toksik. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan topical
antiseptic/disinfektan adalah kulit jadi kering, iritasi, kemerahan dan reaksi hipersensitivitas
pada permukaan yang berkontak. Berikut beberapa efek samping dan efek toksik dari zat
antiseptic dan disinfektan :
-

Formaldehid
Formaldehid tidak digunakan sebagai antiseptic karena diperlukan kadar yang
tinggi untuk membunuh kuman dan pada kadar tersebut formaldehid akan
merusak jaringan. Toksisitas formaldehid biasanya berupa iritasi local, dan
reaksi alergi. Bila terjadi kontak berulang dapat menimbulkan eczema.

Yodofor
Penggunaan yodofor pada luka bakar meningkatkan penetrasi dan dapat
menimbulkan gangguan saluran cerna atau hipertiroid.

Hexaklorofen
Absorpsi hexaklorofen pada kulit dapat menimbulkan kejang dan berakibat
fatal. Oleh karena itu hexaklorofen jangan diberikan pada bayi serta pada pada
luka bakar. Bila diberikan secara oral, hexaklorofen dapat menimbulkan
anoreksia, muntah, kejang perut, keajang bahkan menimbulkan kematian.

Alkohol
Meskipun pada beberapa minuman mengandung alcohol, apabila etil-alkohol
murni (99%) diberikan secara oral dapat berakibat fatal. Etil-alkohol dan
isopropyl-alkohol tidak boleh diminum karena mengandung zat denaturasi,
metilisobutilkeleton, dan zat pewarna yang bersifat racun.

Tabel 1. Indikasi Antiseptik dan Disinfektan

107

NO

OBAT/ZAT

KADAR

DISINFEKTAN

ANTISEPTIK

Larutan 40-70%

Disinfeksi alat-

Membersihkan

alat

kulit sebelum

ANESTETIK
1

Etil-alkohol

menyuntik

Isopropyl-alkohol

Larutan 70-90%

Benzalkonium

Larutan 0,02-0,5%

klorida

Pengawet alat-

Persiapan

alat, sarung

operasi kulit,

tangan, alat-alat

membrane

dari karet,

mukosa dan

disinfeksi ruang

irigasi luka

operasi

dalam, vagina,
pengobatan
acne topical,
pengawet
cairan lensa
kontak

Klorhexidin
glukonat

Larutan 1 %

---

Membersihkan
luka,

Emulsi 4 %

persiapan
operasi, cuci
tangan,
kumur-kumur
pada ulkus
apthous,
hindari pada
telinga dan
mata

Formaldehid

Larutan 10-37%

Sterilisasi dingin

Tidak

alat-alat, fiksasi

digunakan
108

jaringan,

untuk

pengawet mayat

antiseptic,
hindari kontak
dengan
membrane
mukosa

Glutaraldehid

Larutan 2%

Sterilisasi dingin

Hanya untuk

alat-alat,

benda

fumigasi kamar
bedah
6

Hidrogen-

Larutan 1,5-3%

Pembersih luka

peroksida

Kumur-kumur
pada infeksi
vincents,
penggunaan
berlebih
menyebabkan
hairy tongue

Yodium

Larutan 2%

---

Topikal di
kulit,
germisid,
memberi
warna pada
kulit

Povidone-iodine

Foam 0,5-10%,
Swab

Disinfektan alat-

Antiseptik

alat

sebelum
operasi, luka

Larutan

bakar, laserasi
kulit,
membersihkan
kulit sebelum
menyuntik

109

Perak-nitrat

Larutan 0,1-0,5%

----

Pengobatan
konjungtiva
dan luka bakar

Sumber : Dewi F, Sri Angky S, Azalia A. Farmakologi Kedokteran Gigi. Badan Penerbit
FKUI 2012.

2. NSAIDs (Non-Steroidal Antinflammatory Drugs)


NSAIDs merupakan segolongan obat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit dan
menurunkan suhu tubuh. Adapaun indikasi NSAIDs ini secara umum adalah untuk
merawat gejala dari penyakit berikut:
Rheumatoid artritis
Osteoarthritis
Encok akut
Nyeri haid
Migrain
Sakit kepala
Nyeri setelah operasi

Secara umum mekanisme kerja dari NSAIDs adalah dengan menghambat biosintesis
prostaglandin dengan mencegah terbentuknya enzim cyclooxygenase. Karena prostaglandin
merupakan senyawa yang menimbulkan rasa sakit seperti yang dapat dijelaskan pada bagan
berikut:

110

Oleh karena itu fungsi NSAIDs sendiri adalah untuk menghilangkan rasa sakit yang
ditimbulkan oleh prostaglandin tersebut dengan mekanisme yang dijelasakan pada bagan
berikut:

Tetapi, untuk penggunaan NSAIDs dalam jangka panjang akan menyebabkan


beberapa efek samping sebagai berikut:
a. Ulserasi lambung

111

Di dalam lambung, COX-1 menghasilkan PG1 dan PG2 yang menstimulasi mukus
dan sekresi bikarbonat serta menyebabkan vasodilatasi, yang merupakan suatu aksi
untuk menjaga mukosa lambung. Khususnya NSAID non selektif inhibitor COX-1
menyebabkan

berkurangnya

efek

sitoprotektif

prostaglandin

dan

sering

menyebabkan efek yang serius pada lambung seperti perdarahan dan ulserasi
b. NSAIDs selektif
Khususnya celecoxib, memiliki insiden yang lebih rendah pada toksisitas lambung,
tetapi memiliki insiden infark miokard dan stroke yang lebih tinggi.
c. Nefrotoksisitas
PGE-2 dan PGI-1 merupakan vasodilator yang kuat yang disintesis di medula
ginjal dan glumerolus, dan terlibat dalam pengaturan aliran darah ke ginjal serta
ekskresi garam dan air. Adanya inhibitor dari NSAIDs mengakibatkan terjadinya
retensi natrium, penurunan darah ginjal bahkan menyebabkan gagal ginjal

Ada beberapa klasifikasi dari obat NSAIDs seperti yang ditunjukkan pada bagan
berikut:
Nama
Golonga
n

Nama
Gener
ik/
Dagan
g

Mekanis
me kerja

Indikas
i

Bentuk
Sediaan
Obat (BSO)
& dosis

Derivat
Asam
Salisilat

Aspiri
n

Mengham
bat sintesa
prostaglan
din

Analge
sik,
Antipir
etik,
Antiinfl
amasi

Generik
Tablet 80 mg,
500 mg

(Aspil
et,
Farma
sal,
Aptor)

Antipla
telet
agregas

Paten: Tab
salut enteric
50 mg, 80
mg, 100 mg,
160 mg, 500

Interaksi obat

ACE inhibotor:
menurunkan
efek
antihipertensi
Antasida:
menurunkan
konsentrasi
salisilat

Efek
Sampin
g Obat
(ESO)

Ganggua
n GIT
seperti
mual,
rasa
tidak
enak di
perut,
kram,

Perhatian

ADME

penggunaan

Hipersensitif
,
Gangguan
perdarahan,
Perdarahan
GIT,

A: cepat
dan baik
diabsorbsi
di GIT per
oral
daripada
per rektal
D: protein
binding

Gangguan
112

Derivat
Asam
Propion
at

Ibupro
fen
(Bufec
t,
bufect
forte,

Mengham
bat
siklooksig
enase scr
reversible
(mengham
bat sintesa
Fenris,
PG), scr
Proris, nonselekti
f pemb.
Dofen PG
200/40 &trombok
0)
san A2,
efek
bervariasi
pd sintesis
lipoksigen
ase &
produksi
leukotrien,
antiinflam
asi,
antipiretik,
aktivitas
analgetik,
mengham
bat
agregasi

mg

Dosis;

Kortikosteroid:
meningkatkan
risiko ulkus dari
GI dan
meningkatkan
ekskresi salisilat

Dws 3251000 mg/4-6


dosis

Diltiazem:
meningkatkan
efek antiplatelet

Anak 10-15
mg/kg/dosis

Anikoagulan:
meningkatkan
risiko
perdarahan

Antiinfl
amasi
&
Analget
ik

Generik:
tablet

RA,
OA,
dismen
orhea
primer,
gout,
nyeri,
demam,
tokolisi
s pd
persalin
an
premat
ur,
menceg
ah
kognis
i, , Ca
colon,
fibrosis
kistik,
sakit

Childrens
motrin: syr
100
mg/5mlx60
ml

Aminoglikosida:
bersihan
aminog dgn
kadar
aminoglikosid &
potensi
toksisitasnya (tu
indometasin pd
bayi premature)

200 mg, 400


mg

Dosis:
antiinflamasi
dewasa 34x400-800
mg. Maksimal
3200 mg/hari.
Analgetik 34x200-400
mg,maksimal
1600 mg/hari.
Anak 20
mg/kgBB/
hari (<1600
mg/hari
analgetik,

Antikoagulan:
hipoprotrombi
nemia, agregasi
platelet dgn
perdarahan
lambung

heart
burn,
reaksi
alergi

fungsi hepar
& ginjal,
Hamil
trimester III,
Ulkus
peptikum,

80-90%
terdisitrib
usi luas
M: di
hepar
E: melalui
urine

Asma

T 2-3
jam.

CNS:ans
ietas,
bingung,
depresi,
dizzines
s,
mengant
uk,
lemah,
insomni
a, tremor
CV:
CHF,
disritmia
, HT,
edema
perifer,
takikardi

antiHT:
menghambat
efek antiHT obat
tsb
EENT:
pandang
corticosteroid:r
an
esiko ulkus GI
kabur,
siklosporin:nef kehilang
an
rotoksik
pendeng
litium:bersihan aran,
litium (mllPG)tinnitus

riwayat
penyakit
saluran
cerna bagian
atas, ulkus
peptikum,
kegagalan
fungsi
ginjal, gagal
jantung,
hipertensi &
keadaan lain
yg
berhubungan
dengan
retensi
cairan &
gangguan
koagulasi
intrinsik. Jgn
digunakan
pada
kehamilan
trimester 3

113

A: per oral
onset
jam,
puncak 1-2
jam
D
M: hepar
metaboli
t inaktif
dalam 24
jam
E: Tdk
dieksresi
ke ASI
T 2-4
jam

platelet.

kepala

>1600 mg/hr
inti inflamasi)

>kdr litium
serum toksik
MTX: sekresi
MTX dr
renalkadar
MTX
PPA: Rx HT
akut
K-sparing
diuretic:hiperk
alemi
Triamterene:
ARF bersama
dgn
indometasin.

GI:
anoreksi
a,
hepatitis
kolestasi
s,
konstipa
si,
keram,
diare,
mulut
kering,
flatulens
,
perdarah
an GI,
jaundice
, mual,
ulkus
peptik,
muntah
GU:
azotemia
,
hematuri
,
nefrotok
sisitas,
oliguria
Heme:
diskrasia
darah,
wkt
perdarah
an
Kulit:
pruritus,
purpura,
ruam,
berkerin
gat

114

nDeriva
t Asam
Fenama
t

Asam
mefen
amat
(Anals
pec,

Inhiibisi
Siklooksig
enase
reversible
(inh.sintes
is PG), scr
Lands
nonselekti
on,
f pemb.
Benost PG &
tromboksa
an,
n A2, efek
Asima bervariasi
t,
pd sint.
Lipooksig
Dolfen
enase&ppr
al,
oduksi
Mefin leukotrien;
antiinflam
al,
asi,
Molasi antipiretik,
c,
aktiv
analgetik,
Ponsta
mengham
n Pfi)
bat
agregasi
platelet

Dismen
orhea,
demam,
menorh
agia,
OA,
nyeri
LBP,
sindro
m
premen
strual,
rheuma
toid
arthritis

Tablet 500mg
kapsul 250
mg

Aminoglikosida:
bersihan
&kadar
aminoglikosida
& potensi
toksisitas

Dosis:
Dewasa: per
oral 500 mg
pc, kemudian
250 mg/6 jam
(tidak >7 hari)

Antikoagulan :
hipoprotrombine
mia, agregasi
platelet
dgnresiko
perdarahan
lambung
Anti HT:
inhibisi efek anti
HT
Corticosteroid:
ulserasi gaster
Siklosporin:res
iko nefrotoksik
Lithium:bersih
an litium
MTX:sekresi
MTX dr
renalkadar
MTX
PPA: Rx
hipertensif
K-sparing
diuretic:
potensi

CNS:
dizzines
s, sakit
kepala,
light
headedn
ess

Kehamilan,
Ulkus
peptikum

A:per
oral;
kadar
puncak 2-4
jam,
D:ikatan
protein
>90 %

CV:
nyeri
dada,
CHF,
disritmia
, edema,
HT,
hipotens
i,
palpitasi
,
takikardi
a

M: di liver
E: urin
(metabolit)
T 2-4
jam

ENT:
mata
kering,
ggn
pendeng
aran,
diare,
dyspepsi
a,
flatulenc
e, ukus
duodena
l/gaster,
hepatitis
, nausea,
adanya
115

hiperkalemi
Triamteren:
ARF +
indometasin
(hati-hati dgn
NSAID ) lain

darah
dlm
feses,
pancreat
itis,
muntah
GU:
ARF
Heme:ag
ranulosit
osis,
eusinofil
ia,
leucopen
ia,
neutrope
ni,
pansitop
eni,
trombosi
topeni
Metab:
hiperglik
emi,
hiperkal
emi,
hipoglik
emi,
hiponatr
emi
Resp:
bronkos
pasm.dis
pnea,
Kulit:
fotosensi
titvitas,
ruam

Derivat
Asam

Diklof

Mengham
bat sintesa

Antiinfl

Tablet 50 mg,
100 mg,

Aminoglikosida:
meningkatkan

Sakit
kepala,

Hipersensitif

116

A: onset
30 menit,

Fenilase
tat

enak
(Aclon
ac,

prostaglan
din

amasi,
Analge
sik ,

Diclo
mec,

Osteoar
thritis,

Nadife
n,

Rheum
atoid
arthritis
,

Voltad
ex)

Ankylo
sing
spondyl
itis,
Dysme
norrhea
,
Actinic
keratos
es

Derivat
Asam
Asetatinden/
indol

Indom
etasin
(Dialo
n,
Benoc
id)

Mengham
bat sintesa
prostaglan
din

Antiinfl
amasi,
Analge
sik

Tablet salut
selaput 25
mg, 50 mg,
75 mg, 100
mg
Tablet
dispersibel 50
mg, Kapsul
SR 100 mg,
Tetes 15
mg/mL,
Ampul 25
mg/3mL, 75
mg/3 mL

Dosis
Dewssa 50100 mg/23x/hari

konsentrasi
aminoglikosida
Antikoagulan:
meningkatkan
risiko
hipoprotrombine
mia,
menurunkan
aggregasi
platelet
Antihipertensi:
menurunkan
efek
antihipertensi
kortikosteroid:
meningkatkan
risiko gi
bleeding

Anak 2-3
mg/kg/hari

Kapsul 75
mg, 100 mg,
tablet 25 mg,

Dosis
Dewasa 100200

Aminoglikosida:
meningkatkan
konsentrasi
aminoglikosida
Antikoagulan:
meningkatkan
risiko
hipoprotrombine

kram
abdome
n, mual,
muntah,
konstipa
si, diare,
rash,
edema
perifer
atau
retensi
cairan,
ganggua
n
pengliha
tan,
overdose
ARF,
ulkus
peptiku
m,
perdarah
an GI,
jaundice
,
nephroti
xic
(hematur
ia,
dysuria,
proteinu
ria).

peak 2-3
jam, dan
durasi 8
jam

Ganggua
n GI,
diskrasia
darah,
reaksi
hipersen
sitif,
tinitus,
peningk

Ulkus
peptikum,
Diskrasia
darah
berat,Gangg
uan fungsi
hepar, ginjal,
& jantung
berat,

Porphyria,
Ulkus
peptikum,
Laktasi
Gangguan
fungsi hepar
& ginjal

D: protein
binding
99%,
distribusi
luas
M: di
hepar
E: melalui
urine
T1/2 1,2-2
jam

117

A : PO
baik di GI
D : protein
binding
92-99%
M: di
hepar

mg/2x/hari
Anak 1-2
mg/kg/hari

mia,
menurunkan
aggregasi
platelet
Antihipertensi:
menurunkan
efek
antihipertensi
kortikosteroid:
meningkatkan
risiko
perdarahan GIT

Derivat
Pirazolo
n

Fenilb
utazon
(Phen
ylbuta
-zon
Berlic
o,
Akrof
en,
Berliz
on)

Urikosurik
mengham
bat
reabsorpsi
as. Urat di
tub.prox.,
meningkat
kan
ekskresi
as.urat;me
nghambat
sekresi
tubulus

Urikosurik
Tx gout
Antiinflam
asi =efek
antiinflam
asi
salisilat
Antiremati
k>>>
Urikosurik
>>
Krn ES,

Hiperur
isemia
terkait
gout &
arthritis
gout,
adjuvan
t
ATB:
&mem
perpanj
ang
konsent
rasi
serum
penisili
n&ceph
alospho
rin;kals
inosis.

Kapl salut
selaput 125
mg
(Fenilbutazon
Berlico)

Dosis: RA
aktif, OA
akut,
Spond.ankilos
a aktif 300600 mg/hari
terbagi 3-4
dosis, dapat
diturunkan
200-300
mg/hari
dalam dosis
terbagi.
Berikan
bersama
makanan u/
cegah iritasi

Steroid anabolic,
kumarin,
insulin, obat
hipoglikemik
oral, alcohol,
asetosal atau
NSAID yg lain,
kortikosteroid

atan
kadar
BUN,
SGOT,
SGPT,
& ALP,
penurun
an
volume
urine,
mengant
uk,
palpitasi
.

Hipertensi,
Pankreatitis
berat,
Hipersensitif
,

Retensi
Na&Cl
&
diuresis
odem
avolu
me
plasma
payah
jantung
dizzines
s,sakit
kepala

Ggn GI,
karvas, ggn
hepar
(ikterus&he
patitis)

GI:
anoreksi
, mual,
muntah,
GU:
nyeri
costover
tebral,
hematur,
sindr.nef
rotik,
urinasi
Heme:
anemia,

Hamil

E: melalui
urine dan
empedu
dalam
bentuk
utuh dan
metabolitn
ya
T1/2 2-4
jam

A:
D:

KI: Px
riwayat
inflamasi pd
abdomen
dg/tanpa
ulkus/diskra
sia darah. Px
ulkus
peptikum.
Ggn
koagulasi
darah.HT
berat.
Penyakit
tiroid, sindr
Sjogren,
asma,
rhinitis akut
yg
diperburuk
dgn
asetosal/pen
ghambat
118

M:mikros
om hati
oksifenb
utazon&
J-OH fenil
butazon
E:T1/2 5065 jam

tdk
digunakan
u AG&AP

anemia
aplastik,
an.hemo
litik
(G6PD)

sintesa PG
yg lain. GGn
berat f/I
jantung, hati
& ginjal.

Pemakai
an
kronik
:anemi
a
aplastik
&
agranulo
sitosis

Derivat
Oksika
m

Piroks
ikam
(Felde
n)

memprod
uksi efek
analgetik
dan
antipireti
k dengan
mengham
bat
sintesis
prostagla
ndin

Rheum
atoid
artritis
akut
dan
kronis,
osteoar
tritis

Kapsul 10
mg, 20 mg
Dosis:
Dewasa 1020 mg/hari
dosis
tunggal.
Anak 0,2-0,3
mg/kgbb/har
i maksimum
15 mg/hari

Aminoglycosid
a,
Antikoagulan,
Antihipertensi,
kortikosteroid,
Siklosporin,
Lithium,
Methotrexate,
Phenilpropanol
amin,
triamterence

Dispepsi
, Mual,
Dizzines
, Diare,
Konstip
asi,Nyer
i
abdome
n dan
kram,
Stomati
tis,
Hiperte
nsi,
Urtikari
a,
Disuria,
Ecimosi
s,
Pandan
gan
kabur,
insomni
a

Ulkus
pepikum,
Inflamasi
kronis di
GIT,
Ulserasi
atau
perdarahan
GIT,
hipersensiti
f

119

3. Anestesi lokal
1) Definisi

obat

yang dapat

memblok

konduksi saraf secara

reversible,

menghilangkan sensasi nyeri bila digunakan pada bagian tubuh tertentu tanpa diikuti
hilangnya kesadaran
2) Penggolongan
Secara kimiawi, obat anestesi lokal dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu
golongan amida dan golongan ester. Perbedaan kimia ini direfeksikan dalam
perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh
enzim pseudo-kolinesterase, sedangkan golongan amida di metabolisme terutama
melalui degradasi enzimatis di hati. Perbedaan ini juga terkait dengan kemungkinan
terjadinya alergi, dimana golongan ester turunan dari p-amino-benzoi-acid memiliki
frekuensi kecendrungan alergi lebih besar. Obat anestesi lokal yang lazim digunakan
di Indonesia adalah prokain untuk golongan ester sedangkan lidokain dan bupivakain
untuk golongan amideGolongan amida
Suntikan
- Bupivakain
- Dibukain
- Mepivakain
- Etidokain
- Lidokain
- Prilokain
Topikal
- Lidokain
- Dibukain
Golongan ester
Suntikan
- Kloroprokain
- Prokain
- Tetrakain
Topikal
- Ester asam benzoat
- Benzokain

120

3) Mekanisme kerja

Gambar 2: Mekanisme kerja obat lokal anestesi (Sumber: repository.usu.ac.id)

Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi) dengan
menghambat pengiriman ion natrium melalui kanal ion natrium selektif pada membran
saraf. Kanal natrium sendiri adalah reseptor spesifik molekul obat anestesi lokal.
Penyumbatan kanal ion yang terbuka dengan molekul obat anestesi lokal berkontribusi
sedikit sampai hampir keseluruhan dalam inhibisi permeabilitas natrium. Kegagalan
permeabilitas kanal ion natrium untuk meningkatkan perlambatan kecepatan depolarisasi
seperti ambang batas potensial tidak tercapai, sehingga potensial aksi tidak disebarkan.
Pada

saat

membran

saraf

istirahat,

kanal

natrium

di

distribusi

dalam

keseimbangan antara keadaan istirahat (tertutup) dan inaktif (tertutup). Dengan ikatan
yang selektif terhadap kanal natrium dalam keadaan inaktif, molekul anestesi lokal
menstabilisasi saluran dalam konfigurasi ini dan mencegah perubahan mereka menjadi
dalam keadaan istirahat dan aktif (terbuka) terhadap respon impuls saraf. Kanal natrium
dalam keadaan inaktif tidak permeable terhadap natrium sehingga konduksi impuls saraf
dalam bentuk penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini diartikan bahwa
ikatan obat anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam

121

kanal natrium sebaik penghambatan kanal natrium dekat pembukaan eksternalnya


mempertahankan kanal ini dalam keaadaan inaktif(tertutup).
4) Farmakokinetik

Absorpsi dari jaringan tempat suntikan ke sekitar batang syaraf

Distribusi tergantung ambilan organ

Metabolisme

golongan ester : dimetabolisme terutama oleh enzim

pseudo-kolinesterase,

golongan amida: di metabolisme terutama melalui

degradasi enzimatis di hati.

Ekskresi urin

5) Efek samping kelelahan, mengantuk, tremor, kejang-kejang, tidak sadar, henti napas,
aritmia jantung, hipertensi, henti jantung
6) Interaksi obat
Anestesi lokal meningkatkan potensi blokade otot non-depolarisasi. Suksinil
kolon dan anestesi lokal ester bergantung pada peseudokolinetase untuk metabolismenya.
Pemberiaan bersamaan dapat meningkatkan potensi masing- masing obat.
7) Dosis obat anestesi lokal
Prokain

Lidokain

Bupivakain

Golongan

Ester

Amida

Amida

Mula kerja (menit)

15

Lama kerja

30-45 menit

45-90 menit

2-4 jam

Metabolisme

Plasma

Hepar

Hepar

Dosis maksimal (mg/kgbb)

12

Potensi

15

Toksisitas

10

122

4. Anti-Inflamasi
a. Anti-Inflamasi Steroid, Kortikosteroid
Obat ini merupakan antiinflamasi yang sangat kuat. menghambat enzim fospolifase sehingga
menghambat pembentukan prostaglandin maupun leukotrien. Adapun mekanisme kerja obat
dari

golongan

steroid

adalah

menghambat

enzim

fospolifase

sehingga

menghambat

pembentukan prostaglandin maupun leukotrien. Penggunaan obat antiinflamasi steroid dalam


jangka waktu lama tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba, efek sampingnya cukup banyak
dapat menimbulkan tukak lambung, osteoforosis, retensi cairan dan gangguan elektrolit.
Contoh

obat

antiinflamasi

steroid

diantaranya,

hidrokortison,

deksametason,

metil

prednisolon, kortison asetat, betametason, triamsinolon, prednison, fluosinolon asetonid,


prednisolon, triamsinolon asetonid dan fluokortolon.

Sumber: Yagiela, Dowd, Neidle Pharmacology and therapeutics for dentistry, 6th ed. Elsevier Mosby

123

Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid


dan mineralokortikoid.
Glukokortikoid
Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid
memiliki retensi garam. Pada manusia, glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau
hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah aldosteron.
Mekanisme glukortikoid
Glukokortikoid yaitu hormon kortikosteroid, menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk
makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi. Efek yang dihasilkan dari glukokortikoid mengikat
reseptor glukokortikoid. Reseptor yang diaktifkan mengikat elemen respon glukokortikoid dalam
DNA, reseptor glukokortikoid aktif dapat mengikat langsung ke faktor transkripsi yang
mengakibatkan penghambatan ekspresi gen inflamasi.
Selain itu, glukokortikoid menghambat produksi eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit; sintesis
berbagai sitokin (interleukin dan tumor necrosis factor-) dalam makrofag, limfosit, monosit,
dan sel-sel endotel; dan pelepasan histamin. Glukokortikoid menghambat sintesis molekul adhesi
pada sel endotel sehingga menghambat perekrutan mereka ke situs peradangan.

Efek Samping:

124

Sumber: Yagiela, Dowd, Neidle Pharmacology and therapeutics for dentistry, 6th ed. Elsevier Mosby

Efek samping dari glukortikoid dapat berupa insomnia, atrofi, katarak, gangguan metabolisme
dan lain-lain
Pada pasien tanpa kontraindikasi, penggunaan glukortikoid jangka pendek cukup aman. Efek
samping penggunaan kortikosteroid pada umumnya, merupakan reaksi lanjutan dari efek
fisiologinya
Indikasi kortikosteroid dalam kedokteran gigi
Kortikosteroid hanya boleh digunakan apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi maupun
kemungkinan infeksi berkembang, karena berpotensi untuk menimbulkan eksaserbasi akibat
penekanan sistim imun. Kondisi keadaan darurat (krisis adrenal, reaksi, anafilaktik, dan reaksi
alergi), pembengkakan pasca tindakan berat, trauma berat, periodontitis apikal akut, inflamasi
otot parah yang berhubungan dengan TMJ.

Deksamatason, bentuk tablet 4mg


Pemberian oral :

125

Dewasa : Awal, 0,75-9 mg/hr PO, terbagi dalam 2-4 dosis. Penyesuaian dapat

dilakukan tergantung respon pasien.


Anak-anak : 0,024-0,34 mg/kg/hari PO atau 0,66-10 mg/m2/hari PO, terbagi dalam 2-

4 dosis.

5. Antibiotik

Sumber: Yagiela, Dowd, Neidle Pharmacology and therapeutics for dentistry, 6th ed. Elsevier Mosby

1. -laktam
Antibiotik Golongan Betha Laktam yang paling banyak digunakan di dunia. -Lactam terdiri
dari lima kelompok yang berbeda dari antibiotik, dengan inti -laktam sebagai fitur umum:
penisilin,

sefalosporin,

carbapenems,

monobactams,

dan

carbacephems.

Penisilin

dan

sefalosporin yang paling penting dengan carbapenems (imipenem, meropenem, ertapenem),


monobactams (aztreonam), dan carbacephems (lormilleri)
126

Antibiotik betalaktam bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi sintesis dinding
selnya. Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi reaksi transpeptidasi yang dikatalis oleh
enzim transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai peptida-glukan.
Enzim transpeptidase yang terletak pada membran sitoplasma bakteri tersebut juga dapat
mengikat antibiotik beta-laktam sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis
reaksi transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk. Dinding sel yang terbentuk tidak
memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk tidak sempurna sehingga lebih lemah
dan mudah terdegradasi. Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di dalam sel bakteri
gram negatif dan di lingkungan akan membuat terjadinya lisis sel. Selain itu, kompleks protein
transpeptidase dan antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat
mendigesti dinding sel bakteri tersebut. Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding sel
maupun mengalami lisis akan mati.

a. Penicilin
Penisilin yang digunakan dalam pengobatan terbagi dalam Penisilin alam dan Penisilin
semisintetik.

Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia

penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti


Penisilin. Berdasarkan spektrum aktivitas antimikrobialnya, penisilin terbagi menjadi 4
kelompok,

yaitu penisilin dini (terdahulu),

stafilokokal,
Penisilin

penisilin spektrum luas, penisilin anti-

dan penisilin anti-pseudomonal (spektrum diperluas, bacampicillin,

anti-stafilokokal

dikembangkan

pada

tahun 1950-an untuk

dll.

mengatasi S.

aureus yang memproduksi beta-laktamase dan memiliki keunggulan tahan terhadap


aktivitas beta-laktamase.
Aktivitas dan Mekanisme Kerja Penisilin
Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding
sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, Penisilin akan menghasilkan efek bakterisid
(membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan
metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh Penisilin, kalaupun
ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat perkembangan).
Efek Samping Penisilin
127

1) Reaksi hipersensitif, mulai ruam dan gatal sampai serum sickness dan reaksi alergi
sistemik yang serius
2) Nyeri tenggorokan atau lidah, lidah terasa berbulu lembut, muntah, diare
3) Mudah marah, halusinasi, kejang
Saat ini, penisilin V adalah antibiotik yang paling sering diresepkan untuk kemoterapi
infeksi asal gigi, tapi amoksisilin memiliki farmakokinetik secara signifikan lebih unggul.
Parenteral penisilin G sebagian besar disediakan untuk infeksi berat pada pasien atau
situasi di mana oral terganggu (seperti pada sindrom malabsorpsi dan muntah).
Pasien yang telah diperpanjang yang menerima terapi profilaksis dengan penisilin untuk
pencegahan

demam

rematik

umumnya

memerlukan

antibiotik

lain

jika

mereka

memperoleh infeksi atau memerlukan profilaksis endokarditis.


Infeksi periodontal tertentu terkait dengan aerobik dan anaerobik mikroorganisme gram
positif dan gram negatif, yang merupakan agen antimikroba dengan spektrum antibakteri
yang lebih luas, seperti amoksisilin atau lebih umum -laktam / -laktamase agen
dikombinasikan dengan metronidazol, mungkin menjadi agen pilihan.
2. Sefalosporin
Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang dihambat adalah reaksi
transpeptidase

tahap

ketiga

dalam

rangkaian

reaksi

pembentukan

dinding

sel.

Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun garam negatif, tetapi spektrum
masing- masing derivat bervariasi.
-

Generasi ke I, yang termasuk dalam golongan ini adalah Sefalotin dan sefazolin,
sefradin, sefaleksin dan sefadroxil. Zat-zat ini terutama aktif terhadap cocci Gram
positif,

tidak

berdaya terhadap

gonococci, H. Influenza, Bacteroides dan

Pseudomonas. Pada umumnya tidak tahan terhadap laktamase.


-

Generasi ke II, terdiri dari sefaklor, sefamandol, sefmetazol, dan sefuroksim lebih
aktif terhadap kuman Gram-negatif, termasuk H.influenza, Proteus, Klensiella,
gonococci dan kuman-kuman yang resisten untuk amoksisilin. Obat-obat ini agak
kuat tahan-laktamase. Khasiatnya terhadap kuman Gram-positif (Staph dan Strep)
lebih kurang sama

Generasi

ke

III,

Sefoperazon,sefotaksim,

seftizoksim,

seftriaxon,

sefotiam,

sefiksim, sefpodoksim, dan sefprozil. Aktivitasnya terhadap kuman Gram-negatif


128

lebih kuat dan lebih luas lagi dan meliputi Pseudomonas dan Bacteroides,
khususnya seftazidim. Resistensinya terhadap laktamase juga lebih kuat, tetapi
khasiatnya terhadap stafilokok jauh lebih rendah.
-

Generasi ke IV, Sefepim dan sefpirom. Obat-obat baru ini sangat resisten terhadap
laktamase, sefepim juga aktif sekali terhadap Pseudomonas.

Indikasi
Sefalosporin digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau yang tidak dapat diobati
dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan
karena selain harganya mahal, potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan
hanya untuk hal tersebut diatas.
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam lainnya. Sebelum
penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan skin test. Kontraindikasi
pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka. Karena mungkin ada
reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien yang didokumentasikan
hipersensitif

terhadap

antibiotik

beta-laktam

lain

(misalnya,

penisilin,

cefamycins,

carbapenems).
Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan pada pasien dengan septikemia, syok atau
penyakit berat lainnya sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan mungkin jauh
ditunda atau berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus digunakan untuk kasus ini.
Efek Samping
-Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema, pruritis, udema,
-Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Hematologi : pendarahan,
trombositopenia, anemia hemolitik
-Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja), nyeri lambung,
diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea, konstipasi.
-Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin K.
-Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi ginjal dan toksik
nefropati.

129

Sefalosporin memiliki aktivitas yang baik terhadap banyak patogen orofasial, tetapi
aktivitas yang terbatas terhadap anaerob oral. Antibiotik -laktam ini juga agen tanpa
efek pasca-antibiotik yang signifikan tergantung waktu, dan konsentrasi serum dan
jaringan sefalosporin harus tetap lebih besar dari mikroorganisme untuk setidaknya 60%
dari interval pemberian dosis untuk menghambat organisme pertumbuhan kembali
sebanyak mungkin .

3. Macrolide
Antibiotik makrolida digunakan untuk menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh bakteribakteri gram positif seperti Streptococcus Pnemoniae dan Haemophilus influenzae.
Penggunaannya merupakan pilihan pertama pada infeksi paru-paru. Digunakan untuk mengobati
infeksi saluran nafas bagian atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi saluran
nafas bagian bawah seperti pneumonia, untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk sifilis, dan
efektif untuk penyakit legionnaire (penyakit yang ditularkan oleh serdadu sewaan). Sering pula
digunakan untuk

pasien yang alergi terhadap penisilin. Spektrum antimicrobial makrolida

sedikit lebih luas dibandingkan penisilin. Sekarang ini antibiotika Makrolida yang beredar di
pasaran obat Indonesia adalah Eritomisin, Spiramisin, Roksitromisin, Klaritromisin dan
Azithromisin.
Antibiotik makrolida dapat menghambat biosintesis protein bakteri dengan cara mencegah
peptidiltransferase melekatkan peptidil dengan tRNA pada asam amino berikutnya. Makrolida
juga dapat menghambat translokasi ribosom. Mekanisme lainnya adalah dengan berikatan
secara reversible dengan subunit 50S ribosom bakterisehingga mengganggu sintesis protein
atau menghambat

sintesis

protein bakteri.Antibiotik

makrolida bersifat

bakteriostatik

atau

bakterisid tergantung dari jenisbakteri dan kadar obat Makrolida.

Eritromisin memiliki sejarah panjang dan sukses digunakan melawan infeksi orofasial
akut, terutama pada pasien yang alergi antibiotik -lakta. Spektrum aktivitas yang baik
untuk sangat baik terhadap gram positif aerob / fakultatif cocci (streptokokus, beberapa
130

staphylococci). Spektrum umumnya tidak menguntungkan terhadap anaerob gram-negatif


yang

terkait

dengan

infeksi

orofasial,

termasuk

Prevotella,

Porphyromonas,

Fusobacterium, dan Veillonella.


-

Azitromisin telah diamati efektif terhadap bakteri spirochetes dan bakteri anaerob. Dalam
pengelolaan abses akut periapikal, azitromisin, 500 mg / hari selama 3 hari, telah
menunjukkan efikasi yang sebanding dengan amoksisilin / asam klavulanat, 625 mg tiga
kali sehari selama 5-10.
Antibiotik ini juga berguna untuk profilaksis endokarditis. Azitromisin memiliki aktivitas
terbaik terhadap gram negatif anaerob (Fusobacterium, Prevotella, Porphyromonas,
Wolinella, Selenomonas, dan A. actinomycetemcomitans). Azitromisin lebih aktif terhadap
streptokokus dan staphylococci dari eritromisin dan klaritromisin dan memiliki lebih
sedikit kecenderungan untuk interaksi obat.
Penggunaan

jangka

panjang

eritromisin

dan

mungkin

makrolida

lainnya

dapat

menyebabkan superinfeksi dengan basil enterik gram negatif.


-

Klaritromisin

yang

paling

aktif

terhadap

gram

positif

anaerob

(Actinomyces,

Propionibacterium, Lactobacillus),
Indikasi & Kontraindikasi
Makrolida kontraindikasi pada pasien dengan alergi terhadap obat pada pasien dengan
riwayat hepatitis. Dosis harian maksimum 4 g pada orang dewasa dengan fungsi ginjal
normal per hari dan 1,5 g per hari pada pasien dengan gangguan ginjal
Efek Samping
Efek sampingnya adalah iritasi saluran cerna (lebih jarang dibandingkan dengan iritasi
saluran cerna dan peningkatan enzim sementara di hati). Klaritromisin juga meningkatkan
kadar Teofilin dan Karbamazepin bila diberikan bersama obat-obat tersebut. Azitromisin
digunakan untuk mengobati infekti tertentu yang disebabkan oleh bakteri seperti bronkitis,
pneumonia, penyakit akibat hubungan seksual dan infeksi dari telinga, paru-paru, kulit dan
tenggorokan. Azitromisin tidak efektif untuk pilek, flu atau infeksi yang disebabkan oleh
virus.

131

4. Metronidazole
Metronidazol adalah salah satu obat antibiotika yang banyak diresepkan di Indonesia.
Metronidazol adalah antibiotik yang cukup baik untk bakteri anaerob, yakni bakteri yang
dapat hidup tanpa membutuhkan oksigen. Bakteri jenis ini biasanya hidup di dalam luka
tertutup atau di dalam organ tubuh, misal pada luka kaki penderita kencing manis (diabetes)
yang biasanya sudah terdapat nanah, pada infeksi perut bagian dalam, dan sebagainya.
Metronidazol juga baik untuk sejumlah parasit dan bakteri penyebab penyakit kelamin.
Selengkapnya, metronidazol digunakan untuk penyakit berikut:
Indikasi
- Infeksi yang diduga disebabkan oleh bakteri anaerob;
- Infeksi menular seksual; Infeksi bakterial vaginosis (penyakit infeksi tidak spesifik pada
vagina);
- Infeksi parasit trichomonas (misal pada diare atau keputihan akibat trichomonas); Infeksi
kuman amoeba (misal pada diare akibat amoeba).

Kontraindikasi
Metronidazol tidak boleh diberikan pada pasien yang pernah mengalami alergi terhadap
antibiotik ini. Metronidazol juga tidak boleh diberikan untuk wanita hamil trimester pertama
(hamil usia 0-3 bulan) dan saat menyusui.
Penggunaan dalam kedokteran gigi
Metronidazole sangat efektif terhadap gram negatif anaerob patogen yang berperan dalam
infeksi orofasial akut dan periodontitis kronis. Kombinasi metronidazole dengan antibiotik
-laktam untuk infeksi oral dapat diindikasikan untuk infeksi orofasial akut serius dan dalam
pengelolaan periodontitis agresif.

Efek samping

132

Efek

samping kecil yang berhubungan dengan metronidazole termasuk

neutropenia

reversibel, urine berwarnargelap atau merah-coklat urine, ruam kulit, uretra atau sensasi
vagina terbakar, mual dan muntah.
Reaksi disulfiram bila dikombinasikan dengan etanol; dan toksisitas SSP yang terdiri dari
kejang, ensefalopati, disfungsi cerebellar, parestesia, kebingungan mental, dan depresi.
Reaksi neurologis umumnya terjadi hanya dengan dosis kumulatif berkepanjangan tinggi.
5. Tetraciclyn
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya.Paling sedikit
terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotic ke dalam ribosom bakteri gram-negatif, pertama
yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik,ke dua ialah system transport aktif. Setelah
masuk maka antibiotic berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya komplek
tRNA asam amino pada lokasi asam amino.
Tetrasiklin bersifat bakteriostatik

dengan jalan menghambat sintesis protein. Hal ini

dilakukan dengan cara mengikat unit ribosoma sel kuman 30 S sehingga t-RNA tidak
menempel pada ribosom yang mengakibatkan tidak terbentuknya amino asetil RNA.
Antibiotik ini dilaporkan juga berperan dalam mengikat ion Fe dan Mg. Meskipun tetrasiklin
dapat menembus sel mamalia namun pada umumnya tidak menyebabkan keracunan pada
individu yang menerimanya.
Ada 2 proses masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang
disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif. Setelah
masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNAasam amino pada lokasi asam amino.

Dalam kedokteran gigi penggunaan tetrasiklin dalam pengelolaan infeksi orofasial akut
secara luas dianggap tidak pantas karena aktivitas bakteriostatik dan resistensi mikroba yang
luas, namun dengan munculnya mikroba patogen oral semakin resisten terhadap -laktam,
makrolid, dan klindamisin, ini konsep mungkin harus dipertimbangkan kembali. Tetrasiklin
sistemik dalam pengelolaan periodontitis kronis harus hati-hati dievaluasi untuk rasio risiko
/ manfaat mengingat keberhasilan mereka yang terbatas. dan kecenderungan untuk
133

menginduksi mikroba ekspresi gen ketahanan dan stimulasi mekanisme penghabisan obat,
dan asosiasi umum dengan beberapa gen ketahanan terhadap antibiotik lain dalam unsur
berpindah.
Tetrasiklin efektif dalam pengelolaan periodontitis agresif lokal dan organ yang terkait.
actinomycetemcomitans.Tetrasiklin juga dapat digunakan subgingiva.

Indikasi & Kontraindikasi


Tetrasiklin terutama digunakan untuk pengobatan acne vulgaris dan rosacea. Tetrasikin juga
dapat digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran pernafasan, sinus, telinga bagian
tengah, saluran kemih, usus dua belas jari dan juga gonore. Obat ini kontraindikasi pada ibu
hamil dan menyusui, dan pada anak dalam masa pertumbuhan.
Doksisiklin
Kegunaan Doksisiklin selain seperti Tetrasiklin juga digunakan untuk pencegahan pada
infeksi Antraks. Dan digunakan untuk pengobatan dan pencegahan Malaria, serta perawatan
infeksi Kaki Gajah.
Efek Samping
-

Keluhan saluran cerna, rasa tidak enak di ulu hati

Menyebabkan warna coklat keabuan pada gigi dan tulang

Gangguan keseimbangan berupa pusing, mual dan muntah

134

BAB III
PENUTUP
1.

KESIMPULAN
HIPOTESIS:
1. Pasien 35 tahun mengalami nekrosis pulpa pada gigi 15 sehingga membutuhkan
pemberian obat antibiotik.
2. Pasien

35

tahun

mempunyai

riwayat

penyakit

sistemik

yang menyebabkan

perdarahan pasca sistemik sehingga membutuhkan persiapan dan pemeriksaan klinis


serta laboratoris sebelum dilakukannya ekstraksi gigi.
3. Pasien 6 tahun mengalami perforasi radiks sehingga memerlukan tindakan ekstraksi
gigi dengan mempertimbangkan persiapan dan teknik untuk anak-anak.
HIPOTESIS di atas DITERIMA dengan tambahan:

Apabila kondisi gigi 15 sudah tidak dapat dipertahankan maka dilakukan ekstraksi gigi
dengan mempertimbangkan kondisi sistemik pasien.

135

DAFTAR PUSTAKA
Cawson RA, Odell EW. Cawsons Esential of Oral Pathology and Oral Medicine 8th ed.
Churchill Livingstone.
Cameron AC, Widmer RP. Handbook of Pediatric Dentistry 4th ed. Mosby Elsevier. Edinburgh.
Dean JA, Avery DR, McDonald RF. McDonald and Averys Dentistry for Children and
Adolescent. Mosby Elsevier. 2011
Dewi F, Sri Angky, Azalia A. Farmakologi kedokteran gigi. Badan penerbit FKUI.2012
Ellis, Edward, James R Hupp, and Myron R Tucker. Contemporary Oral And Maxillofacial
Surgery. 5th ed. China: Mosby Elsevier.
Fragiskos, Fragiskos D. Oral Surgery. Berlin: Springer, 2007.
Greenberg MS, Glick M, Ship JA. Burkets Oral Medicine: Diagnosis and Treatment 11th ed. BC
Decker. 2008.
Penggunaan

Kortikosteroid

diakses

pada

21.00

pada

11/02/2015

http://www.thoracic.org/clinical/copd-guidelines/for-patients/what-kind-of

dari

link:

medications-are-

there-for-copd/what-are-corticosteroid-anti-inflammatory- medications.php

Samodro, Ratno. Doso sutiyono, Hari Hendriarto S. Mekanisme kerja obat anestesi lokal. Jurnal
anestesiologi Indonesia: Vol III nomor 1, 2011.
Whaites, Eric. 2002. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. China: Churchill
Livingstone. Page 121-125, 218-237
White, Stuart C. Pharoah, Michael J. 2004. Oral Radiology 5th ed. China: Mosby. Page 76-86,
273-281, 346-354
Yagiela, Dowd, Neidle Pharmacology and therapeutics for dentistry, 6th ed. Elsevier Mosby

136

Anda mungkin juga menyukai