Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PBL

SKENARIO 5 BLOK 6
“Sakit Lagi....”

KELOMPOK 3
Ketua : Fahreza Nurwahyu NIM: 185160101111021
Sekretaris : Anindyta Apkako Cahya NIM: 185160100111001
Anggota : Hotty Aina Afifah NIM: 185160100111012
Sausan NIM: 185160100111018
Devina Zada Calosa NIM: 185160100111021
Sasya Windriya NIM:185160100111027
Hilwa Zahwa Nadira NIM: 185160100111031
Isabela Anjani NIM: 185160100111041
Melva Enjelina NIM: 185160100111042
Natasya Putri Kay Allif NIM: 185160100111049
Yacob Felix L. Sihombing NIM: 185160101111015
Savira Pratista Oktaviana NIM:185160107111002
Jennifer Tania NIM: 185160107111007
Tiara Ayu Septanti Putri NIM: 185160100111026

DK 1 : Senin/18 November 2019


DK 2 : Kamis/21 November 2019
FASILITATOR : drg. Chandra Sari K., Sp.KG.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019

1
KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan hasil diskusi
kelompok Problem Based Learning (PBL) ini.
Penulisan laporan ini juga tak lepas dari bantuan oleh berbagai pihak yang telah
memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran kepada penulis. Dengan segala
kerendahan hati dan rasa hormat, penulis menyampaikan terima kasih atas segala
bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis terbuka pada kritik dan saran yang membangun mengenai
laporan ini. Penulis berharap supaya hasil dari penulisan laporan ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Malang, 21 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

ISI

I. SKENARIO ........................................................................................ 1

II. ISTILAH ASING/KATA SULIT .............................................................. 1

III. IDENTIFIKASI MASALAH .................................................................... 1

IV. HIPOTESIS ........................................................................................ 2

V. LEARNING ISSUES ............................................................................. 2

VI. LEARNING OUTCOMES ....................................................................... 3

VII. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 18

ii
ISI

I. SKENARIO
Penderita perempuan umur 25 tahun datang ke dokter gigi mengeluh gigi 21 pernah
bengkak namun seminggu kemudian tidak bengkak lagi tetapi keluar nanah dari
gusinya. Gigi tersebut pernah dilakukan perawatan dan dipasang mahkota porselain
kurang lebih 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan klinis, terdapat fistula dan pada
foto periapikal terlihat pengisian yang underfiling, tidak hermetis dan terdapat lesi
periapikal. Dokter gigi membuka akses dengan mengebur menembus mahkota
porselain, mengeluarkan bahan pengisi gigi 21 dan meiakukan perawatan saluran akar
ulang. Dokter gigi meminta pasien untuk datang kontrol 6 bulan kemudian, terkadang
pasien masih merasa sakit dan pada pemerksaan intraoral gigi 21 perkusi (+) namun
tidak ada pembengkakan. Hasil rontgen menunjukkan kelainan periapikal tetap ada,
kemudian dokter gigi memutuskan untuk melakukan pemotongan apeks gigi 21 dan
kuretase pada apikal gigi tersebut.

II. ISTILAH ASING/KATA SULIT


1. Tidak Hermetis : terdapat rongga udara.
2. Fistula : Lubang abnormal di antara 2 rongga dari suatu kavitas.
3. Kuretase : Pengerokkan dinding tulang suatu kavitas oleh kuret agar
menghilangkan jaringan atau tulang yang meradang.

III. IDENTIFIKASI MASALAH dan BRAINSTORMING


1. Mengapa gusi tersebut mengeluarkan nanah tetapi tidak bengkak?
Gusi tersebut sudah terjadi pembengkakkan di awal (abses akut), lalu karena
tidak dirawat maka gusi tersebut mengeluarkan nanah. Selanjutnya terjadi
drainase secara alami dari tubuh akhirnya menjadi abses kronis. Gusi tersebut
sudah tidak bengkak lagi namun lesi tetap ada.
2. Mengapa dilakukan PSA ulang?
Karena ada keluhan dari pasien dan pada pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
penunjang menunjukkan adanya lesi.
3. Apakah indikator dan penyebab kegagalan perawatan endodontik?
Indikator kegagalan : adanya keluhan dari pasien.
Faktor penyebab : faktor penderita (usia), faktor kesalahan operator
(underfilling, tidak hermetis), dan faktor patologis.
4. Mengapa dokter gigi meminta pasien untuk datang 6 bulan kemudian?
Untuk melakukan evaluasi dan melihat perkembangan lesi itu sendiri dan melihat
apakah ada keluhan dari pasien.

1
5. Mengapa dokter gigi memutuskan untuk melakukan pemotongan apeks dan
kuretase pada apikal gigi 21?
Karena pasien masih merasa sakit setelah kontrol 6 bulan.
6. Mengapa pasien masih terasa sakit setelah dilakukan PSA ulang?
Karena masih terdapat lesi.

IV. HIPOTESIS

Pasien mengeluh gigi keluar nanah

Pernah melakukan PSA

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Klinis Restorasi Direk

Retreatment PSA

Kontrol 6 bulan

Terdapat keluhan

Pemotongan Apeks Kuretase pada Apikal

V. LEARNING ISSUES
1. Evaluasi Perawatan Endodontik
a. Evaluasi Keberhasilan
b. Evaluasi Kegagalan
2. Faktor Penyebab Kegagalan Perawatan Endodontik
3. Perawatan Kegagalan Endodontik
a. Macam
b. Tujuan
c. Indikasi dan Kontraindikasi
4. Metode Evaluasi
a. Secara Klinis

2
b. Secara Radiografis
5. Prognosis Perawatan Endodontik

VI. LEARNING OUTCOMES

1. Evaluasi Perawatan Endodontik


a. Evaluasi Keberhasilan
 Tidak adanya nyeri atau pembengkakan.
 Hilangnya fistula.
 Tidak ada fungsi yang hilang.
 Tidak ada bukti kerusakan jaringan lunak termasuk tidak adanya sulkus
yang dalam pada pemeriksaan sonde periodontium.
b. Evaluasi Kegagalan
 Pasien mengeluhkan gejala, ex : sakit, pembengkakan.
 Gigi pasca perawatan endodontik tidak dapat digunakan untuk
mengunyah, misalnya pasien menghindari mengunyah pada gigi tersebut
karena terdapat gejala yang mengganggu.
 Adanya nyeri spontan atau tidak.
 Terdapatnya fistula diapikal.
 Palpasi (-) , Perkusi (-).

2. Faktor Penyebab Kegagalan Perawatan Endodontik


a. Faktor Patologis
Keberadaan lesi di jaringan pulpa dan lesi di periapikal mempengaruhi
tingkat keberhasilan perawatan saluran akar. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa tidak mungkin menentukan secara klinis besarnya
jaringan vital yang tersisa dalam saluran akar dan derajat keterlibatan
jaringan peripikal. Faktor patologi yang dapat mempengaruhi hasil
perawatan saluran akar adalah (Ingle, 1985; Walton & Torabinejad, 1996) :
 Keadaan patologis jaringan pulpa.
Beberapa peneliti melaporkan tidak ada perbedaan yang berarti
dalam keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar yang
melibatkan jaringan pulpa vital dengan pulpa nekrosis. Peneliti lain
menemukan bahwa kasus dengan pulpa nekrosis memiliki prognosis
yang lebih baik bila tidak terdapat lesi periapikal.
 Keadaan patologis periapikal

3
Adanya granuloma atau kista di periapikal dapat mempengaruhi
hasil perawatan saluran akar. Secara umum dipercaya bahwa kista
apikalis menghasilkan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan
lesi granulomatosa. Teori ini belum dapat dibuktikan karena secara
radiografis belum dapat dibedakan dengan jelas ke dua lesi ini dan
pemeriksaan histologi kista periapikal sulit dilakukan.
 Keadaan periodontal
Kerusakan jaringan periodontal merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi prognosis perawatan saluran akar. Bila ada hubungan
antara rongga mulut dengan daerah periapikal melalui suatu poket
periodontal, akan mencegah terjadinya proses penyembuhan jaringan
lunak di periapikal. Toksin yang dihasilkan oleh plak dentobakterial
dapat menambah bertahannya reaksi inflamasi.
 Resorpsi internal dan eksternal
Kesuksesan perawatan saluran akar bergantung pada
kemampuan menghentikan perkembangan resorpsi. Resorpsi internal
sebagian besar prognosisnya buruk karena sulit menentukan gambaran
radiografis, apakah resorpsi internal telah menyebabkan perforasi.
Bermacam-macam cara pengisian saluran akar yang teresorpsi agar
mendapatkan pengisian yang hermetis.

b. Faktor Penderita
Faktor penderita yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu perawatan saluran akar adalah sebagai berikut (Ingle, 1985; Cohen &
Burns, 1994; Walton &Torabinejad, 1996) :
 Motivasi Penderita
Pasien yang merasa kurang penting memelihara kesehatan
mulut dan melalaikannya, mempunyai risiko perawatan yang buruk.
Ketidaksenangan yang mungkin timbul selama perawatan akan
menyebabkan mereka memilih untuk diekstraksi (Sommer, 1961).
 Usia Penderita
Usia penderita tidak merupakan faktor yang berarti bagi
kemungkinan keberhasilan atau kegagalan perawatan saluran akar.
Pasien yang lebih tua usianya mengalami penyembuhan yang sama
cepatnya dengan pasien yang muda. Tetapi penting diketahui bahwa
perawatan lebih sulit dilakukan pada orang tua karena giginya telah

4
banyak mengalami kalsifikasi. Hali ini mengakibatkan prognosis yang
buruk, tingkat perawatan bergantung pada kasusnya (Ingle, 1985).
 Keadaan kesehatan umum
Pasien yang memiliki kesehatan umum buruk secara umum
memiliki risiko yang buruk terhadap perawatan saluran akar, ketahanan
terhadap infeksi di bawah normal. Oleh karena itu keadaan penyakit
sistemik, misalnya penyakit jantung, diabetes atau hepatitis, dapat
menjelaskan kegagalan perawatan saluran akar di luar kontrol ahli
endodontis (Sommer, dkk, 1961; Cohen & Burns, 1994).

c. Faktor Perawatan
Faktor perawatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
suatu perawatan saluran akar bergantung kepada :
 Perbedaan operator
Dalam perawatan saluran akar dibutuhkan pengetahuan dan
aplikasi ilmu biologi serta pelatihan, kecakapan dan kemampuan dalam
manipulasi dan menggunakan instrumen-instrumen yang dirancang
khusus. Prosedur-prosedur khusus dalam perawatan saluran akar
digunakan untuk memperoleh keberhasilan perawatan. Menjadi
kewajiban bagi dokter gigi untuk menganalisa pengetahuan serta
kemampuan dalam merawat gigi secara benar dan efektif (Healey,
1960; Walton &Torabinejad, 1996).
 Teknik-teknik perawatan
Banyak teknik instrumentasi dan pengisian saluran akar yang
tersedia bagi dokter gigi, namun keuntungan klinis secara individual
dari masing-masing ukuran keberhasilan secara umum belum dapat
ditetapkan. Suatu penelitian menunjukan bahwa teknik yang
menghasilkan penutupan apikal yang buruk, akan menghasilkan
prognosis yang buruk pula (Walton & Torabinejad, 1996).
 Perluasan preparasi atau pengisian saluran akar
Belum ada penetapan panjang kerja dan tingkat pengisian
saluran akar yang ideal dan pasti. Tingkat yang disarankan ialah 0,5
mm, 1 mm atau 1-2 mm lebih pendek dari akar radiografis dan
disesuaikan dengan usia penderita. Tingkat keberhasilan yang rendah
biasanya berhubungan dengan pengisian yang berlebih, mungkin
disebabkan iritasi oleh bahan-bahan dan penutupan apikal yang buruk.
Dengan tetap melakukan pengisian saluran akar yang lebih pendek dari

5
apeks radiografis, akan mengurangi kemungkinan kerusakan jaringan
periapikal yang lebih jauh (Walton & Torabinejad, 1996).

d. Faktor Anatomi Gigi


Faktor anatomi gigi dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu
perawatan saluran akar dengan mempertimbangkan :
 Bentuk saluran akar
Adanya penmbengkokan, penyumbatan, saluran akar yang
sempit, atau bentuk abnormal lainnya akan berpengaruh terhadap
derajat kesulitan perawatan saluran akar yang dilakukan yang memberi
efek langsung terhadap prognosis (Walton & Torabinejad, 1996).
 Kelompok gigi
Ada yang berpendapat bahwa perawatan saluran akar pada gigi
tunggal mempunyai hasil yang lebih baik dari pada yang berakar jamak.
Hal ini disebabkan karena ada hubungannya dengan interpretasi dan
visualisasi daerah apikal pada gambaran radiografi. Tulang kortikal gigi-
gigi anterior lebih tipis dibandingkan dengan gigi-gigi posterior sehingga
lesi resorpsi pada apeks gigi anterior terlihat lebih jelas. Selain itu,
superimposisi struktur radioopak daerah periapikal untuk gigi-gigi
anterior terjadi lebih sedikit, sehingga interpretasi radiografinya mudah
dilakukan. Radiografi standar lebih mudah didapat pada gigi anterior,
sehingga perubahan periapikal lebih mudah diobservasi dibandingkan
dengan gambaran radiologi gigi posterior (Walton & Torabinejad,
1989).
 Saluran lateral atau saluran tambahan
Hubungan pulpa dengan ligamen periodontal tidak terbatas
melalui bagian apikal saja, tetapi juga melalui saluran tambahan yang
dapat ditemukan pada setiap permukaan akar. Sebagian besar
ditemukan pada setengah apikal akar dan daerah percabangan akar
gigi molar yang umumnya berjalan langsung dari saluran akar ke
ligamen periodontal (Ingle, 1985). Preparasi dan pengisian saluran akar
tanpa memperhitungkan adanya saluran tambahan, sering
menimbulkan rasa sakit yang hebat sesudah perawatan dan menjurus
ke arah kegagalan perawatan akhir (Guttman, 1988).

6
e. Kecelakaan Prosedural
Kecelakaan pada perawatan saluran akar dapat memberi pengaruh pada
hasil akhir perawatan saluran akar, misalnya :
 Terbentuknya ledge (birai) atau perforasi lateral.
Birai adalah suatu daerah artifikasi yang tidak beraturan pada
permukaan dinding saluran akar yang merintangi penempatan
instrumen untuk mencapai ujung saluran (Guttman, et all, 1992). Birai
terbentuk karena penggunaan instrumen yang terlalu besar, tidak
sesuai dengan urutan; penempatan instrumen yang kurang dari
panjang kerja atau penggunaan instrumen yang lurus serta tidak
fleksibel di dalam saluran akar yang bengkok (Grossman, 1988, Weine,
1996). Birai dan perforasi lateral dapat memberikan pengaruh yang
merugikan pada prognosis selama kejadian ini menghalangi
pembersihan, pembentukan dan pengisian saluran akar yang memadai
(Walton & Torabinejad, 1966).
 Instrumen patah
Patahnya instrumen yang terjadi pada waktu melakukan
perawatan saluran akar akan mempengaruhi prognosis keberhasilan
dan kegagalan perawatan. Prognosisnya bergantung pada seberapa
banyak saluran sebelah apikal patahan yang masih belum dibersihkan
dan belum diobturasi serta seberapa banyak patahannya. Prognosis
yang baik jika patahan instrumen yang besar dan terjadi ditahap akhir
preparasi serta mendekati panjang kerja. Prognosis yang lebih buruk
jika saluran akar belum dibersihkan dan patahannya terjadi dekat apeks
atau diluar foramen apikalis pada tahap awal preparasi (Grossman,
1988; Walton & Torabinejad, 1996).
 Fraktur akar vertikal
Fraktur akar vertikal dapat disebabkan oleh kekuatan kondensasi
aplikasi yang berlebihan pada waktu mengisi saluran akar atau pada
waktu penempatan pasak. Adanya fraktur akar vertikal memiliki
prognosis yang buruk terhadap hasil perawatan karena menyebabkan
iritasi terhadap ligamen periodontal (Walton&Torabinejad, 1996).

f. Pra-Operatif
 Kesalahan diagnosa.

7
Diagnosis harus didasarkan pada semua informasi yang tersedia:
riwayat tanda dan gejala, tanda dan gejala saat ini, evaluasi radiografi,
dan tes vitalitas.
 Kesalahan perencanaan perawatan.
Tanpa mengevaluasi semua faktor dan membentuk diagnosis yang
kuat, ada risiko perawatan yang tidak tepat atau perawatan gigi yang
salah.
 Seleksi kasus yang tidak tepat.
Dokter gigi memaksakan perawatan di luar keterampilannya.
 Perawatan pada gigi dengan prognosis yang buruk.
 Penggunaan proyeksi radiografi yang salah, sehingga tidak dapat
mendeteksi jika terdapat penyimpangan saluran akar ataupun saluran
akar tambahan.

g. Operatif
 Akses yang tidak selesai.
Contoh: tanduk pulpa tidak dibuka dengan baik, sehingga sisa debris
masih berad di ruang pulpa koronl yang sering mengakibatkan
perubahan warna dan menjadi kegagalan dalam pearawatan.
 Akses yang terlalu kecil, sehingga sulit dilakukan pembersihan ddan
bahkan dapat merusak instrumen.
 Perluasan kavitas yang berlebih, sehingga melemahkan gigi,
memungkinkan fraktur, dan meningkatkan risiko perforasi.
 Overinstrument menyebabkan kerusakan jaringan, pendarahan
periapikal, inflamasi sementara, dan menyalurkan mikroorganisme dari
saluran akar ke apeks.

8
h. Pasca Operatif
• Kerapatan / penutupan koronal kurang dan tidak kuat (difusi saliva,
difusi bakteri, endotoksin yang ke apikal).

• Fraktur yang disebabkan oleh lepasnya restorasi.

3. Perawatan Kegagalan Endodontik


a. Retreatment
 Tujuan
Membersihkan saluran akar dari mikroorganisme pathogen yang
dapat menyebabkan infeksi berulang dan persisten.
 Pertimbangan Klinis
Pertimbangan yang harus diperhatikan klinisi sebelum melakukan
retreatment yaitu kondisi periodontal, oklusi dan keadaan patologis
seperti perforasi atau resorpsi.
 Indikasi
Terdapat gejala klinis pada pasien seperti keluhan nyeri spontan
dari pasien, terlihat adanya abses, atau keluarnya pus dari gigi, dll.
Pada gambaran radiografis terdapat gambaran radiolusen di periapikal
yang semakin membesar atau terdapat gambaran radiolusen di
periapikal yang sebelumnya tidak ada dan terlihat gambaran radiolusen
pada mahkota atau terdapat kavitas saat pemeriksaan dengan sonde
yang menandakan kerapatan korona kurang sehingga butuh restorasi

9
baru. Kemudian, terdapat saluran akar yang tidak terisi (obturasi tidak
baik) karena sebelumnya tidak terdeteksi.
 Kontraindikasi
Kemungkinan timbul penyakit pasca perawatan dan manfaat dari
rawat ulang kecil.
 Prosedur
Prosedur retreatment secara umum yaitu mengambil bahan
pengisi dan jaringan nekrotik, melakukan desinfeksi, preparasi dan
obturasi kembali. Kemudian, melakukan pencegahan terhadap infeksi
ulang korona.

b. Bedah Endodontik
Bedah endodontik meliputi tata cara pembedahan yang dilakukan untuk
menghilangkan agen kausatif yang menyebabkan periradikular pathosis dan
memperbaiki periodontium agar sehat kembali secara biologis maupun
fungsional. Prosedurnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Surgical Drainage
Surgical drainage adalah tindakan mengeluarkan jaringan
eksudat purulen dan atau hemoragik dari dalam pembengkakan
jaringan lunak. Tujuannya adalah untuk mempercepat penyembuhan
dan mengurangi rasa tidak nyaman pada pasien. Surgical drainage
meliputi :
1) Incision for Drainage
Tujuan dari insisi yaitu untuk mengurangi rasa sakit dan
mengontrol penyebaran infeksi melalui pembuangan eksudat dan
nanah yang terkumpul dibawah mukosa mulut untuk mengurangi
tekanan pada jaringan periapeks dan membuang toksin sehingga
membantu penyembuhan.
Indikasi dari insisi yaitu pembengkakan karena abses
periapeks akut dan nekrosis pulpa. Sedangkan kontraindikasinya
yaitu pembengkakan yang merata, pasien yang memiliki kelainan
darah sehingga mengalami pendarahan dan pembekuan yang
lama serta abses di dalam rongga anatomis sehingga sulit untuk
dipasang drain.
Prosedur umum dalam inisi untuk drainase yang pertama
yaitu melakukan anastesi blok regional karena inflamasi sulit
untuk dianastesi. Kedua, melakukan insisi horizontal atau vetikal

10
dengan membuat sayatan kecil sebagai pintu keluar drainase
dengan scalpel. Ketiga, memasang drain selama 2-3 hari, bisa
juga menggunakan iodoform.

2) Cortical trephination (fistulative surgery)


Merupakan prosedur yang dilakukan jika terjadi perforasi
dari cortical plate untuk menghilangkan tekanan yang timbul
akibat akumulasi cairan eksudat di dalam tulang alveolar.

 Periradicular Surgery
Pembedahan ini biasa dilakukan untuk merawat saluran akar
yang tidak dapat dirawat dengan perawatan saluran akar (endodontik)
yang biasanya. Terkadang, kuretase periradikular dibutuhkan tanpa
root resection. Periradicular surgery terdiri dari :
1) Kuretase
2) Biopsi
3) Root-end Resection
Root-end resection meliputi pembuatan bevel di daerah
apikal akar. Tahap ini memiliki dua tujuan, yaitu yang pertama
adalah untuk menghilangkan bagian apikal yang tidak bisa
terobati dan memudahan operator untuk menentukan penyebab
dari kegagalan pengobatan yang sebelumnya. Tujuan yang
kedua adalah untuk memberikan permukaan yang datar untuk
mempreparasi kavitas pada ujung akar dan mengisinya dengan
bahan tambal atau root-end filling.
Indikasinya yaitu saluran akar buntu/bengkok, pengisian
tidak sempurna pada ujung akar, ujung akar keluar dari tulang
disertai peradangan, patahnya alat, perforasi, maupun kelebihan
bahan pengisi, pasak pada SA maupun bahan pengisi resin yang
tidak dapat dikeluarkan, fraktur horizontal pada apeks, dan
memerlukan biopsi. Sedangkan kontraindikasinya yaitu faktor
anatomi: adanya sinus maksilaris, fosa nasalis, kanalis
mandibularis, atau dapat memutus pembuluh darah besar, akar
sangat pendek, kelainan apeks, penyakit periodonsium yang
berat, maupun gigi tidak dapat direstorasi kembali, dan

11
penderita kelainan darah, diabetes tak terkontrol, penyakit
jantung berat, dan kelainan immunologis.
4) Root-end preparation and filling
Root-end preparation and filling dilakukan ketika
penutupan pada saat perawatan saluran akar di daerah ujung
akar tidak memadai.

 Corrective surgery
Prosedur yang dilakukan terutama didesain untuk memperbaiki
keadaan parologis atau terdapatnya kesalahan prosedur iatrogenik yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada akar dan tidak bisa diperbaiki
melalui saluran akar. Corrective surgery terbagi lagi menjadi tiga, yaitu
1) Perforation repair
- Mekanikal (iatrogenik)
- Resorptive (internal dan eksternal)
2) Root resection
Root resection adalah pengangkatan akar gigi salah satu
atau lebih pada akar ganda, sedangkan mahkota tetap
dipertahankan.
3) Hemisection
Hemiseksi adalah pemisahan atau pembelahan akar ganda
gigi mulai dari mahkota hingga furkasinya. Disertai pencabutan
salah satu atau lebih furkasi akar yang rusak atau yang
mengalami kelainan periodonsium.
Indikasinya yaitu kehilangan tulang yang banyak akibat
penyakit periodontal yang melibatkan furkasi, akarnya karies,
dan terdapat fraktur pada akar. Sedangkan kontraindikasinya
yaitu akar tidak mempunyai dukungan tulang yang cukup, fusi
akar, dan tidak dapat melakukan perawatan saluran akar yang
tuntas pada sisa akar.

 Replacement Surgery (extraction/replantation)


Menurut Grossman, pada tahun 1982, mendefinisikan replantasi
intensional sebagai suatu tindakan dari pengangkatan atau pencabutan
gigi yang kemudian dilakukan pemeriksaan, diagnosis, dan manipulasi
endodontik, dan perbaikan, kemudian mengembalikan gigi ke dalam
soket asalnya.

12
 Implant Surgery
1) Implan endodontik
Rigid implan yang ditempatkan meluas melewati apeks gigi
kedalam tulang alveolar, dan menstabilisasi gigi. bertujuan untuk
mencegah terlepasnya gigi.
2) Root-form osseointegrated implants

c. Non-Surgical Treatment
 Indikasi :
1) Gigi stabil secara periodontal
2) Adanya struktur gigi yang cukup banyak
3) Tidak ada fraktur vertikal
4) Akses ke saluran akar yang memungkinkan
5) Gigi masih dapat di restorasi
 Kontraindikasi :
1) Gigi dengan struktur gigi yang kurang
2) Gigi yang tidak dapat direstorasi
3) Adanya keterlibatan periodontal yang melemahkan jaringan
pendukung gigi
4) Adanya fraktur koronal atau radikuler
5) Intracanal complications

4. Metode Evaluasi
a. Secara Klinis
Dilakukan dengan perkusi dan palpasi di gigi dan sekitar jaringan gigi
dan dilihat apakah ada tanda-tanda gejala kegagalan.
1) Berhasil : Perkusi (-), Palpasi (-), mobilitas normal, tidak ada
sinus tract / penyakit periodontium, gigi dapat berfungsi dengan
baik, tidak ada tanda-tanda infeksi atau pembengkakkan, tidak ada
keluhan dari pasien, dan fistula menghilang.
2) Gagal : Perkusi (+), Palpasi (+), terdapat rasa nyeri baik
secara spontan maupun bila terkena rangsang, pembengkakkan
pada mukosa sekitar gigi dan nyeri bila ditekan, dan terdapat
fistula pada daerah apikal.

13
b. Secara Radiografis
1) Berhasil : Ligamen periodontal normal atau sedikit menebal
(<1mm) dari apeks, radiolusensi di apeks hilang, lamina dura
normal, tidak ada resorpsi, pengisian terbatas pada ruang saluran
akar, padat, mencapai ± 1mm dari apeks
2) Gagal : Terdapat gamabaran lesi radiolusensi pada apical
membesar ukurannya / terbentuk setelah perawatan, perluasan
daerah radiolusen di dalam ruang pulpa (internal resorption),
pelebaran jaringan periodontal.
3) Meragukan : Lesi radiolusensi apical tidak membesar atau
mengecil, dianggap tidak sembuh bila tidak ada perbaikan setelah
> 1 tahun (Bila menetap dianggap berhasil, bila membesar
dianggap gagal).

5. Prognosis Perawatan Endodontik


a. Variabel yang memengaruhi prognosis :
1) Bias peneliti
2) Bias dalam interpretasi radiograf
3) Tingkat kepatuhan pasien terhadap recall
4) Subjektivitas respon pasien
5) Variabilitas host dalam merespon perawatan
6) Validitas metode evaluasi
b. Waktu untuk menentukan prognosis:
1) Sebelum perawatan
2) Saat perawatan
3) Setelah perawatan
c. Faktor yang memengaruhi prognosis:
1) Apical pathosis
2) Status bakteri di saluran akar
3) Panjang dan kualitas pengisian
4) Kualitas restorasi kanal

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Torabinejad, M dan Walton, R. E. 2009. Endodontic Principles amd Practice 4th Ed.
Amerika: Saunders Elsevier.
2. Nisa and Gorg. 2007. Textbook of Endodontic. Ed 2. New Delhi.
3. Friedmans. Stabholz A. 1986. Endodontic Retreatment Case Selction and Technique
Part 1 : Criteria for Case Selection: Endo : 28-33.
4. Walton, R. E. Et al. 2015. Endodontics : Principles and Practice 5th Edition. Elsevier.

15

Anda mungkin juga menyukai