2
SKENARIO 1
Disusun oleh :
Lailatul Maulidiah 22010218120003
2 0 19
Lembar Pengesahan
Modul : 4.2
Skenario :1
Kelompok :1
Seorang pasien, pria 50 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan gusi bengkak di rahang
bawah sebelah kanan. Pembengkakan dirasakan sejak ia berumur 40 tahun dan tidak terasa sakit.
Semula terasa kecil sekarang bertambah besar. Pasien merasa tidak bisa mengigit dan dari
pemeriksaan ekstra oral tampak pembengkakan di pipi kanan sehingga muka terlihat asimetris.
Hasil pemeriksaan intraoral pembengkakan gingiva mulai dari regio 42 hingga 45 dengan
konsistensi keras serta gigi tidak goyang. Hasil pemeriksaan palpasi teraba seperti bola pingpong
dan tidak ada fluktuasi. Pada gigi 16 dan 27 terdapat kavitas di oklusal hingga kedalaman
dentin. Pernah sakit saat digunakan makan dan tidak memiliki riwayat sakit spontan. Pada gigi
14 dan 15 terlihat gusi pasien turun dan pasien sering mengeluhakan ngilu jika digunakan minum
dingin dan asam. Pasien datang ke rumah sakit karena khawatir dengan cerita tetangganya yang
mengalami hal yang mirip.
I. Terminologi :
Fluktuasi : kondisi dimana ada cairan yang teraba dalam pembengkakan. Cairan
didalamnya labil.
Palpasi : metode pemeriksaan dimana penguji merasakan ukuran, kekuatan atau letak
suatu dari bagian tubuh
V. Sasaran belajar
1. Menjelaskan definisi dan klasifikasi dari kista rongga mulut, penyakit pulpa dan
resesi gingiva!
2. Menjelaskan perbedaan pembengkakan karena infeksi, tumor, ataupun etiologi lain!
3. Menjelaskan pemeriksaan objektif dan penunjang untuk masing-masing kasus
pada skenario!
4. Menjelaskan diagnosis dan diferential diagnosis pada tiap kasus yang ada di scenario!
5. Menjelaskan tatalaksana untuk tiap kasus yang ada pada scenario!
6. Menjelaskan prosedur rujukan!
Klasifikasi
Kista erupsi
Kista retensi
Mucous
Ranula
PENYAKIT PULPA
Definisi
Keadaan dimana pulpa mengalami penyakit atau anomali baik disebabkan karena
Bakteri, trauma, panas dan iritan kimia
Klasifikasi
Terminologi diagnosis penyakit pulpa yang disepakati oleh American Association of
Endodontics dan the American Board of Endodontics:
1. Normal pulp
Merupakan suatu kategori diagnosis klinis dimana pulpa symptom-free dan
merespon secara normal terhadap pengetesan pulpa. Walaupun secara histologis
gambaran pulpa dapat terlihat normal, suatu pulpa normal secara klinis
menunjukkan respon ringan-sedang terhadap tes vitalitas berupa tes dingin,
berakhir tidak lebih dari 1-2 detik setelah stimulus dihilangkan. Kemungkinan
diagnosis pulpa tidak dapat ditegakkan tanpa membandingkan gigi yang diperiksa
dengan gigi yang ada di dekatnya dan kontralateral. Hal terbaik yang dapat
dilakukan pertama adalah melakukan tes pada gigi yang ada di dekatnya dan
kontralateral terlebih dahulu, sehingga pasien dapat merasa familiar terhadap
pengalaman respon normal terhadap dingin.
2. Reversible pulpitis
Pulpitis reversibel didasarkan pada temuan subyektif dan obyektif yang
menunjukkan bahwa peradangan harus diselesaikan dan pulpa kembali normal
setelah manajemen etiologi yang tepat. Ketidaknyamanan dialami ketika suatu
rangsangan seperti ketika gigi berkontak dengan stimulus dingin atau manis dan
hilang dalam beberapa detik setelah stimulus dihilangkan. Etiologi yang khas
mungkin termasuk dentin yang terpapar (sensitivitas gigi), karies atau restorasi
yang dalam. Tidak ada perubahan radiografi yang signifikan di daerah periapikal
gigi yang dicurigai dan rasa sakit yang dialami tidak terjadi secara spontan. Selain
manajemen etiologi (mis. pengangkatan karies plus restorasi; menutupi dentin
yang terbuka), gigi juga memerlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan
apakah “pulpitis reversibel” telah kembali ke status normal. Meskipun sensitivitas
dentin bukanlah suatu proses inflamasi, semua gejala dari entitas ini meniru gejala
pulpitis reversibel.
3. Symptomatic irreversible pulpitis
Didasarkan pada penemuan subjektif dan objektif bahwa pulpa vital yang
terinlamasi tidak dapat kembali pulih dan hal ini mengindikasikan perlunya
perawatan saluran akar. Karakteristik yang timbul berupa nyeri yang tajam saat
terdapat stimulus termal, nyeri yang dirasakan tidak kunjung hilang (sering kali
berdurasi 30 detik atau lebih setelah stimulus dihilangkan), terjadi secara spontan
(nyeri yang terjadi tanpa sebab) dan terjadi reffered pain (nyeri yang dirasakan
terjadi di area lain dari nyeri awal yang juga disebbakan oleh nyeri awal).
Biasanya nyeri yang dirasakan akan semakin berat oleh karena posisi tubuh
tertentu seperti berbaring atau membungkuk dan analgesic yang dijual bebas di
pasaran biasanya tidak efektif untuk menghilangkan rasa nyeri. Etiologi umum
mungkin termasuk karies yang dalam, restorasi yang luas, atau fraktur yang
menyebabkan tereksposnya jaringan pulpa. Gigi dengan symptomatic irreversible
pulpitis mungkin sulit untuk ditegakkan diagnosisnya akibat inflamasi yang
terjadi belum mencapai periapikal, sehingga ketika diperkusi tidak menunjukkan
rasa sakit atau rasa yang tidak nyaman. Dalam beberapa kasus, riwayat dental dan
tes termal merupakan sarana utama untuk menilai status pulpa.
4. Asymptomatic irreversible pulpitis
Merupakan suatu diagnosis klinis yang didasarkan pada penemuan subjektif dan
objektif dimana pulpa vital yang terinflamasi tidak dapat pulih kembali dan
mengindikasikan untuk dilakukan perawatan saluran akar. Pada kasus ini tidak
terdapat gejala/tanda klinis dan biasanya merespon secara normal terhadap tes
termal, tetapi mungkin memiliki trauma atau karies yang dalam yang
kemungkinan akan menghasilkan paparan setelah pengangkatan.
5. Pulp necrosis
Merupakan suatu kategori diagnosa klinis yang mengindikasikan kematian dari
pulpa gigi, memerlukan perawatan saluran akar. Pulpa gigi tidak responsive
terhadap tes pulpa dan asimtomatik. Nekrosis pulpa sendiri tidak menyenanlan
periodontitis apical (nyeri terhadap perkusi dan gambaran radiografis kerusakan
tulang) meskipun saluran akar terinfeksi. Beberapa gigi mungkin nonresponsive
terhadap tes pulpa karena mengalami kalsifikasi, riwayat trauma, atau bahkan
karena gigi yang memang tidak merespon. Oleh karena itu, seluruh pengetesan
harus bersifat komparatif (mis. pasien mungkin tidak menanggapi tes termal pada
gigi apa pun)
6. Previously treated
Merupakan suatu kategori diagnose klinis yang mengindikasikan bahwa gigi telah
dirawat secara endodontic dan saluran akar telah diobturasi dengan berbagai
macam bahan pengisi selain medikamen intrakanal. Biasanya gigi tidak merespon
terhadap tes termal atau tes elektrik pada pengetesan pulpa.
7. Previously initiated therapy
Merupakan suatu kategori diagnose klinis yang mengindikasikan gigi telah
dilakukan perawatan sebelumnya dengan endodontic parsial seperti pulpotomi
atau pulpektomi. Bergantung pada tingkatan terapi, gigi mungkin akan merespon
atau bahkan tidak merespon terhadap modalitas pengetesan pulpa.
RESESI GINGIVA
Definisi
Resesi gingiva merupakan keadaan atau kondisi tepi gingiva yang lebih kearah apical dari
CEJ dan biasanya disertai dengan terbukanya permukaan akar gigi (Krismariono, 2014)
Klasifikasi
Klasifikasi resesi gingiva berdasarkan keadaan marginal gingiva terhadap CEJ dan
mucogingival junction menurut Miller yaitu :
Kelas I
Resesi pada marginal gingiva yang belum meluas ke mucogingiva junction. Pada kelas
ini belum terjadi kehilangan tulang atau jaringan lunak di daerah interdental. Resesi ini
dapat berukuran kecil atau besar.
Kelas II
Resesi pada marginal gingiva meluas ke mocogingiva junction, tetapi belum terjadi
kehilangan tulang atau jaringan lunak di daerah interdental. Resesi ini dapat berukuran
kecil atau besar.
Kelas III
Kelas IV
Resesi pada marginal gingiva meluas ke mocogingiva junction disertai dengan
kehilangan tulang dan jaringan lunak yang parah di daerah interdental atau terdapat
malposisi gigi yang parah.
2.
Berdasarkan dari hasil pencarian, belum ditemukan perbedaan secara umum mengenai
pembengkakan akibat infeksi, tumor maupun etiologi lainnya. Akan tetapi perbedaan
akan di ambil dengan menggunakan contoh infeksi dengan abses gigi dan tumor dengan
ameloblastoma
Abses gigi adalah kantong berisi nanah di dalam gigi, di gusi atau di dalam tulang
rahang. Penyebabnya adalah infeksi bakteri akut. Abses adalah reaksi defensif jaringan
untuk mencegah penyebaran materi infeksius ke bagian tubuh yang lain. Ia terakumulasi
dalam rongga yang dibentuk oleh jaringan karena keberadaan bakteri, parasit, atau benda
asing lainnya (mis., Serpihan, luka tembak, atau jarum suntik).
Tumor
Tumor adalah nama untuk pembengkakan atau lesi yang terbentuk oleh pertumbuhan sel
yang tidak normal. Kata tumor tidak identik dengan kanker. Tumor bisa jinak, pra-ganas
atau ganas, sedangkan kanker pada dasarnya ganas (Ameloblastoma : Berkembang dari
ameloblas yang berkembang dari sel epitel yang terjadi pada email organ, folikel gigi
atau membran periodontal.)
Cara membedakan
Pemeriksaan subjektif
Dental Abses : pasien melaporkan rasa sakit yang parah berdenyut yang datang tiba-tiba
dan secara bertahap, mengakui kebersihan gigi yang buruk, dan kurangnya tindak lanjut
gigi yang memadai, mengakui trauma gigi yang tidak diperbaiki, Sensitivitas terhadap
makanan dan minuman panas dan dingin pasien juga dapat merasakan Bau mulutdan
dapat disertai rasa tidak enak di mulut
Tumor : Pasien mungkin tidak menunjukkan gejala ketika lesi kecil; rasa sakit dan
paresthesia pada daerah perioral jarang terjadi.
Pemeriksaan Objektif
Dental Abses : nyeri lokal yang mucul akibat palpasi, eritema wajah, trismus, disfagia,
demam, limfadenopati bengkak di dekat area mulut yang sakit, dan nyeri,rongga, gigi
yang dicurigai mengalami infeksi dapat berubah warna, mengalami kerusakan visual
pada email gigi, atau dikelilingi oleh eritema gingiva dan pembengkakan.
(Ameloblastoma : Gejala yang paling umum adalah pembesaran yang terus menerus dan
lambat yang mungkin terjadi sangat besar sebelum menjadi nyata secara oral.
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi :
-radiolucency yang terdefinisi dengan baik pada atau distal ke apeks akar, biasanya <10
mm dengan atau tanpa sklerosis yang mengelilinginya (<22 mm)
- Tampilan radiografi tumor bervariasi, tergantung pada sifat, lokasi, dan tahap
perkembangannya . Ameloblastoma, myxomas odontogenik, dan fibroma ameloblastik
yang terjadi di daerah perikoronal mungkin menyerupai dentigerous kista; kemudian
mereka menjadi multilokular. Cementoma, pada tahap awal perkembangannya, mungkin
menyerupai kista atau granuloma radikuler / residual.
i. Ameloblastoma :
a) Pada tahap awal lesi mungkin tampak kistik, unilokular, dan mungkin
b) menyerupai kista dentigerous atau residu.
c) Nanti menjadi multilokular dengan gelembung sabun atau sisir madu
d) penampilan. Ukuran bervariasi dari ukuran yang sangat kecil terbatas pada alveolar
e) tulang ke lesi yang luas dengan ekspansi tulang Kompartemen dalam tulang bulat
dan dipisahkan oleh tulang septa atau trabekula radiopak.
f) Korteks menunjukkan penipisan dan ekspansi sering parah
g) Seringkali resorpsi akar yang luas.
h) Sering ada impaksi gigi terkaitii
Secara radiografis
Seringkali mirip dengan ameloblastoma pada tahap awal menjadi multilocular dan honey-
comb tetapi sedikit lebih radiopak. Pada beberapa tahap selanjutnya, radiopasitas dibatasi
dengan baik (Kalsifikasi) membedakannya sering digambarkan seperti anggur.
Secara klinis. Gigi yang tidak erupsi / hilang dan kadang-kadang ada pembengkakan.
Biasanya kaninus rahang atas
Secara Radiografi :Radiolusen unilokular yang terkait dengan menyerupai gigi erupsi
kista dentigerous (tetapi tidak sepucat atau berbatas tegas) dan kemudian berkembang
menjadi samar radiopasitas seperti anggur. Lucency sering besar.
Pemeriksaan Objektif
Ekstraoral
Inspeksi : melihat kondisi wajah dan TMJ pasien
Palpasi : meraba wajah pasien dan kelenjar limfe sekitar leher pasien apakah ada
pembengkakan disertai rasa sakit atau tidak
Intraoral
Mukosa oral
Inspeksi : melihat keadaan sekitar rongga mulut pasien bagaimana warnanya,
normal atau terlihat hiperemi, adakah pembengkakan berupa bejolan
atau ulkus
Palpasi : apakah ada tanda-tanda radang, jika ada ukurannya berapa, saat
dipalpasi apakah mudah berdarah/tidak, sakit/tidak, terasa
lunak/halus/berbenjol- benjol, fluktuasinya apakah positif atau negatif
Gigi
Sondasi : memakai sonde untuk mengetahui kedalaman kerusakan gigi
(karies) serta mengetahui reaksi ketika dilakukan sondasi apakah
sakit/ngilu/tidak terasa
Perkusi : mengentuk halus dengan handle untuk mengetahui peradangan
telah meluas melewati gigi ke jaringan periodontal, apakah terasa sakit
atau tidak
Palpasi : untuk mengetahui kelainan jaringan penyangga gigi
Tekanan : mengetahui kelainan/keradangan apikal dengan reaksi
sakit/tidak
Tes vitalitas pulpa : Dingin: ethyl chloride, air dingin, dry ice, dll
Panas: gutta-percha, burnisher dipanaskan
Tidak ada reaksi pulpa non vital
Bereaksi ringan s.d. moderat 1-2 detik : normal
Sakit keras 1-2 detik : pulpitis reversibel
Sakit sangat keras melanjut dan menetap lama bahkan setelah
rangsangan dihilangkan : pulpitis irreversible
. Mobilitas gigi
mobilitas gigi terjadi karena proses fisiologis ? Atau patologis ?
Gigi goyang:
Derajat 0 : horisontal < 0,2 mm
Derajat 1 : horisontal 0,2 – 1 mm
Derajat 2 : horisontal 1 – 2 mm
Derajat 3 : horisontal dan vertikal > 2 mm
Tes Kavitas
Kaviti dipreparasi sampai atap pulpa tanpa asestesi tanpa pendingin air
dengan putaran lambat
Bereaksi pulpa masih vital
Tidak bereaksi diteruskan dengan pengambilan atap pulpa pulpa non
vital
Pemeriksaan Penunjang
Radiografi
Ameloblastoma
Differential diagnosisnya :
Dentigerous cyst
Odontogenic ceratocyst
Odontogenic myxoma
Aneurysmal bone cyst
Fibrous dysplasia
Hard odontoma
Osteosarcoma
Globulomaxillary cyst
Pulpitis reversible (penyakit pulpa)
Differential diagnosisnya :
Musculoskeletal pain
Neurovascular pain
Neuropathic painPain caused by a distant pathology (cardiovascular, cranial,
throat, neck)
Psychogenic pain
Resesi gingiva
Differential diagnosisnya : -
5. Tatalaksana Ameloblastoma :
1. Enukleasi
prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari
pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor
kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum,
maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat
dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf
dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah
operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan
diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan
dapat dilakukan.15
2. Eksisi Blok
ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang meliputi
semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat
direseksi di bawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada outline
melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang
dengan tepi yang aman dari tulang yang normal dan tanpa merusak border tulang.
mempertahankan posisinya.
yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak
Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5 th
Ed.Saint ouis;The C.V.Mosby Company,1969:
Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang
mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa
Deformity”.16
(bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah. 17 Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai ke
dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah
sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja
secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara
vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus
depressor labii inferior, depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula
yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-
hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi
dengan margin yang cukup.18 Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi
untuk pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau
tidak. Jika bagian itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula
harus dipertahankan untuk digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus
paling baik dipotong secara vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada
resiko pendarahan karena insersi temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan.
Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid
3. Hemimaksilektomi
Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi
paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek
Gambar kiri :Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE.
Maxillofacial Surgery.2ndEd.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431)
Gambar kanan : Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi (Booth PW, Schendel
SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed Missouri; Churhill Livingstone
Elsevier, 2007:432)
Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan
lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan
oscillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju
kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar
nasofaring dengan mengunakan chisel dan gunting Mayo dan kemudian dilakukan
ahli prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang yang tajam
dihaluskan. Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin lateral
defek yang akan menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut dibuka. Flap yang
ada pada mukosa dikembalikan menutupi margin medial tulang. Skin graft kemudian
dijahit ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan dibawah flap
pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura semuanya ditutup. Graft dipertahankan
dengan packing iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing yang cukup
digunakan untuk mengisi kembali kontur pipi. Obturator bedah yang sudah dibuat
oleh ahli prostodonsi direline dengan soft denture reliner sehingga dapat mendukung
packing dan menutup defek. Obturator dapat dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed
atau tidak, tergantung kondisi individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan
rekonstruksi free flap. Cacat bedah dapat memberikan efek samping terhadap
kesehatan fungsional dan psikologis pasien. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk
Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase
b. Pengunaan plat
mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek jaringan
patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila dilakukan
mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan jaringan lunak.
Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak
menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat
Pulpitis reversible
Resesi gingiva dapat dirawat secara bedah maupun non bedah. Tujuan kedua
macam perawatan ter-sebut adalah menghilangkan keluhan penderita, baik secara
estetik, fungsi maupun bila ada keluhan rasa sakitnya. Perawatan non bedah untuk
mengatasi masalah estetis dapat dilakukan dengan memberi tumpatan sewarna dengan
gingiva pada area akar yang terbuka maupun memberi gingiva tiruan yang
diaplikasikan pada area resesi.Sedangkan untuk mengatasi masalah hipersensitivitas
dentin dapat dilakukan pengulasan bahan desensitisasi, misalnya: fluoride,
chloride, potassium nitrat, atau dapat pula dengan bahan varnish maupun komposit
untuk melapisi akar yang terbuka.
Perawatan resesi gingiva secara bedah meliputi berbagai teknik bedah
mukogingiva antara lain: coronally positioned flap, laterally positioned flap,
semilunar coronally positioned flap, modified semilunar coronally positioned
flap, free gingival graft, connective tissue graft. Bahan graft yang di-gunakan dapat
berasal dari individu yang sama maupun diperoleh dari tissue bank yang telah
tersedia.
5. Prosedur rujukan
Ketentuan Umum
Berdasarkan panduan praktis Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan, tata cara
pelaksanaan sistem rujukan berjenjang adalah:
1) Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2) Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3) Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang
berlaku
b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. pertimbangan geografis; dan
e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
4) Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5) Rujukan Parsial
a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut
b. Rujukan parsial dapat berupa:
1) pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk
DAFTAR PUSTAKA
Jain, Sanjeev dkk. 2017. Classification systems of gingival recession: An update.
Punjab, India : Department of Periodontology, Guru Nanak Dev Dental College and
Research Institute
Chung W, Cox D, Ochs M. Odontogenic cysts,tumors, and related jaw lesions. Head
and neck surgery—otolaryngology, 4th edn Lippincott Williams & Wilkins Inc,
Philadelphia. 2006;p. 1570–1584.