Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN HASIL DISKUSI

BBDM MODUL 2.3


SKENARIO 1
“MAHASISWA KORBAN SARIAWAN”

Dosen pengampu:
drg. Isniya Nosartika, Sp.Perio, MDSc

Disusun oleh :
Muhammad Azriel Daffa A. 22010220140010
Hatta Rizky Zainal 22010220140015
Jenita Az'zahra Hermawan 22010220140016
Ni Luh Gede Nirmala K. 22010220140019
Sari Sekar Pandita 22010220140020
Abiyudha Panjalu 22010220130022
Tiara Candra Dewi 22010220140024
Salsabila Aliyah Husna 22010220140025
Giacinta Ilona Fergaus T 22010220140026
Azzahra Calista Grania 22010217140048
Juliesticha Ayu Rahmatantri 22010217130069

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan : Belajar Bertolak dari Masalah (BBDM)
Modul : 2.3
Skenario :1
Kelompok :3
Judul Skenario : “MAHASISWA KORBAN SARIAWAN”
Tutor : drg. Isniya Norsatika, Sp.Perio, MDSc
Anggota Kelompok : Muhammad Azriel Daffa A. 22010220140010
Hatta Rizky Zainal 22010220140015
Jenita Az'zahra Hermawan 22010220140016
Ni Luh Gede Nirmala K. 22010220140019
Sari Sekar Pandita 22010220140020
Abiyudha Panjalu 22010220130022
Tiara Candra Dewi 22010220140024
Salsabila Aliyah Husna 22010220140025
Giacinta Ilona Fergaus T 22010220140026
Azzahra Calista Grania 22010217140048
Juliesticha Ayu Rahmatantri 22010217130069

Tanda tangan tutor/dosen yang


Tanggal Pengesahan
mengesahkan
MODUL 2.3 SKENARIO 1
MAHASISWA KORBAN SARIAWAN

Pasien pria datang ke poli gigi RSND dengan keluhan terdapat sariawan pada bukal kanan. Hasil
pemeriksaan IO terdapat gigi geraham atas kiri tumbuh ke arah bukal. Pasien menceritakan bahwa
sariawan timbul setelah pipinya tergigit saat makan. Awalnya hanya perih dan berdarah, tetapi
setelah dilihat oleh pasien menjadi lebih besar lukanya. Pasien menjadi sulit untuk makan dan
merasa sakit. Pasien tersebut tertarik akan kasusnya dan ingin mengetahui lebih lanjut tentang
proses terjadinya luka dan mediatornya. Kebetulan pasien adalah mahasiswa Kedokteran Gigi.

Terminologi

1. Sariawan : peradangan yang terjadi pada lapisan mukosa mulut. Biasanya menimbulkan rasa
sakit dan tidak nyaman pada penderita. Hilangnya lapisan epitel sampai melebihi membrane
basal dan mengenai lamina propia.
2. Istilah medis sariawan : Traumatic ulcer.
3. Poli Gigi : layanan kesehatan gigi dan mulut berupa pemeriksaan dan tindakan medis dasar.
4. Pemeriksaan Intra Oral : pemeriksaan yang dilakukan dalam mulut pasien untuk mengetahui
kondisi rongga mulut baik jaringan keras maupun jaringan lunak. Biasanya dapat dilakukan
perkusi, sondasi, probing dan mobilitas.
5. Mediator : terjadi pada tahap awal terjadinya radang. Jaringan mengeluarkan stimulus yang
dapat memicu pelepasan sel-sel radang dan jaringan ikat, kemudian mediator akan
berpengaruh terhadap respon vascular.

Rumusan Masalah
1. Apa diagnosis dari kasus diatas?
2. Apa yang menyebabkan luka sariawan pada pasien, hingga pasien kesulitan untuk makan?
3. Patofisiologi sariawan
4. Pada pemeriksaan intra oral, kenapa gigi geraham kiri tumbuh kearah bukal?
5. Bagaimana perawatan stomatitis atau traumatic ulcer pada kasus tersebut?
6. Apakah diagnosis banding dari kasus tersebut?
7. Etiologi traumatic ulcer atau sariawan
8. Mengapa sariawan pada pasien melebar?
Hipotesis
1. Menanyakan durasi, frekuensi dan besar lesi serta penyebab. Pada kasus : traumatic ulcer 
disebabkan trauma mekanik.
Gambaran klinis: ulcer dilapisi eksudet fibrin berwarna putih kekuningan dengan tepi
kemerahan.
Traumatic ulcer dapat sembuh sendiri pada waktu sekitar 10 hari
2. Disebabkan trauma mekanik : tergigit saat makan (mengunyah). Kesulitan makan karena
rasa nyeri yang timbul akibat inflamasi.
3. 4 tahap :
a. Hemostasis
b. Inflamasi: respon tubuh bertujuan untuk melindungi dan membuang jaringan
nekrotik pada luka. Makrofag memegang peranan penting pada penyembuhan luka,
muncul pada 48-96 jam setelah terjadinya perlukaan dan akan mempercepat fase
inflamasi ke ploriferasi.
c. Proliferasi
d. Remodeling
4. Impaksi, kekurangan ruang pada rahang. Benih gigi tidak tumbuh sesuai pada tempatnya.
5. Menghilangkan penyebab trauma, menghilangkan gejala (pemberian antiinflamasi) dan
didukung dengan memakan makanan bernutrisi untuk membantu penyembuhan.
6. Stomatitis Aftos Rekuen
Perbedaan : merupakan sistematik, disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri, stress,
kekurangan nutrisi dan kondisi imun. Gambaran klinis : oval, tiap kasus hampir sama.
Gambaran klinis traumatic ulcer bervariasi.
7. Penyebab utama belum di ketahui. Penyebab timbul :
a. General : hormonal, stress
b. Lokal : overhang tambalan, protesa, gigi tiruan. Tergigit. Defisiensi vit B12. Trauma
thermal (makanan panas), trauma mekanik, dan trauma chemical (penggunaan
chlorhexidine)
Pada scenario : akibat trauma mekanik pada proses mastikasi (mukosa mulut tergigit)
sehingga terjadi kerusakan fisik.
8. Karena terpapar bakteri dan kuman pada saat kondisi tubuh tidak baik sehingga terjadi
peradangan berkelanjutan.

Peta Konsep

Traumatic
ulcer

Proses
Penegakan Mekanisme Proses pembekuan
Pemeriksaan penyembuhan
diagnosis peradangan darah
luka

diagnosis
objektif Mediator Mediator
banding

gambaran
subjektif
klinis

Sasaran Belajar
1. Mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan subjektif dan objektif dari kasus ulkus
traumatikus.
2. Menjelaskan cara penegakan diagnosis dan gambaran klinis dari kasus.
3. Mengetahui dan menjelaskan mekanisme peradangan pada rongga mulut(mediator).
4. Menjelaskan proses penyembuhan luka.
5. Menjelaskan proses pembekuan darah (mediator)

Hasil Diskusi.

1. Mengetahui dan menjelaskan pemeriksaan subjektif dan objektif dari kasus ulkus
traumatikus.
Ulkus merupakan kelainan pada mukosa mulut yang umumnya terasa nyeri serta
mengganggu dalam proses mastikasi dan fonasi. Ulser traumatik menjadi tantangan dan
membutuhkan ketelitian pada pemeriksaan subjektif (anamnesis) dan pemeriksaan objektif
(klinis), sebagai kunci untuk menegakkan diagnosis secara tepat untuk memberikan
perawatan yang tepat.
Penentuan diagnosis ulser traumatik perlu dilakukan anamnesis lengkap dan
mengidentifikasi faktor penyebab trauma berdasarkan atas keluhan penderita. Operator
harus menanyakan mengenai riwayat terjadinya ulser yaitu keluhan, waktu lesi muncul,
durasi, rekurensi, jumlah lesi, dan riwayat trauma. Selain itu operator harus menanyakan
mengenai riwayat medis termasuk obat-obatan yang dikonsumsi, dan riwayat keluarga. Cara
pengambilan anamnesis antara lain :
a) Chief complaint : keluhan utama berhubungan dengan rasa sakit, pembengkakan, tidak
berfungsi. Chief Complaint ini biasanya ditanyakan tentang penyakit yang diderita dan
lokasinya.
b) Present Illness : keluhan utama yang berhubungan dengan gejala-gejala, mulai sejak
timbulnya sampai pada waktu Riwayat.
c) Past History : Past Dental History (PDH) sebagai riwayat pemeriksaan gigi dan
komplikasi pencabutan. Sedangkan Past Medical History PMH ditanyakan mengenai
riwayat penyakit yang pernah/sedang diderita, misal penyakit jantung, diabetes mellitus,
hepatitis, alergi.
d) Family History : riwayat penyakit mental, sebab-sebab kematian dari orang tua, riwayat
penyakit sistemik keluarga, riwayat masalah-masalah gigi keluarga
e) Personal & Social History : Ditanyakan mengenai status perkawinan, kesehatan dari
pasangannya, mengandung/ tidak serta kebiasaan-kebiasaan buruk penderita terutama
yang berhubungan dengan kondisi giginya.
Anamnesis disertai pemeriksaan klinis yang lengkap, pemeriksaan yang dilakukan
operator pada objek dengan keadaan-keadaan sebagaimana adanya tidak ada pengaruh
perasaan. Tujuan pemeriksaan objektif adalah untuk mengidentifikasi kelainan yang ada
pada gigi dan mulut. Pemeriksaan objektif terdiri atas :
a) Pemeriksaan Ekstra Oral
Pemeriksaan bagian tubuh penderita di luar mulut yaitu pada daerah muka, kepala, leher.
Cara pemeriksaan ekstra oral dengan membandingkan sisi muka penderita sebelah kiri
dengan sebelah kanan, simetris atau tidak. Memeriksa pembengkakan dengan palpasi
atau meraba, yaitu meraba kelenjar, misalnya kelenjar submandibular serta Meraba pada
daerah pembengkakan dengan menggunakan punggung tangan, untuk mengetahui suhu
di daerah pembengkakan tersebut.
b) Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaan dari bagian rongga mulut yang meliputi mukosa dan gigi. Dilakukan
dengan cara memeriksa keadaan mulut secara menyeluruh untuk melihat kelainan
mukosa dari pipi, bibir, lidah, palatum, gusi dan gigi. Cara pemeriksaan gigi geligi
dimulai dari kwadran kanan atas kemudian kiri atas, kiri bawah dan terakhir kwadran
kanan bawah. Pemeriksaan intra oral lainnya seperti inspeksi, probing, perkusi dan
sondasi.

2. Menjelaskan cara penegakan diagnosis dan gambaran klinis dari kasus.


Diagnosis : ulkus traumatikus akibat trauma oklusi
Gambaran klinis dari ulkus traumatikus akibat trauma mekanik dari oklusi bervariasi.
Biasanya berupa lesi ulkus tunggal yang berbentuk oval dan cekung, dengan bagian tengah
berwarna kuning atau putih ke abu-abuan dan pinggirnya terdapat kemerahan. Permukaan
lesi halus dan palpasi lunak. Bentuk dan ukuran tidak teratur (tergantung pada intensitas dan
besarnya trauma) berkisar 1-8 mm. Lokasi lesi : tepi lidah, mukosa bukal, mukosa dalam
bibir, gingiva dan palatum. Ulkus traumatikus juga dapat disebabkan oleh trauma mekanik,
trauma kimiawi dan trauma termal. (Amtha and Marcia, 2017)
Diagnosis banding : Stomatitis Aftosis Rekuren
Gambaran klinis SAR biasanya berupa lesi dengan tepi teratur kemerahan dan ditutupi oleh
fibrin berwarna putih kekuningan yang terjadi dengan melibatkan mediator kimia atau
sitokin sehingga memicu reaksi imunologik dan mengakibatkan rusaknya epitel mukosa.
Terdapat riwayat ulkus berulang di mukosa oral, dan lesi muncul secara berulang. Lokasi :
terjadi pada mukosa mulut non keratin, palatum lunak, mukosa bukal, dasar mulut dan
ludah. Faktor yang menimbulkan lesi SAR yaitu efek hormonal, stress, herediter, infeksi
oleh bakteri atau virus, dan kondisi psikologis. (Violeta and Hartomo, 2020)
Penegakan diagnosis kasus:
Pada kasus, lesi (sariawan) terlihat pada mukosa bukal kanan. Setelah dilakukan
pemeriksaan, didapati gigi geraham kiri atas tumbuh ke arah bukal. Kondisi ini dapat
menyebabkan suatu trauma oklusi yang mengakibatkan trauma mekanik pada mukosa bukal
saat mastikasi. Berdasarkan anamnesa, luka terbentuk akibat tergigit pada saat makan
(trauma mekanik). (Violeta and Hartomo, 2020)
Pada anamnesa mendalam, pasien menyampaikan bahwa awalnya hanya perih dan berdarah,
tetapi setelah dilihat oleh pasien menjadi lebih besar lukanya. Hal ini terjadi akibat luka
terbuka melewati proses inflamasi untuk kembali sembuh. Pada ulkus traumatikus, luka
akan sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu 7-10 hari (atau lebih lama apabila
terjadi iritasi, sehingga sering disangka ulkus infeksius).(Regezi, James, and Jordan, 2008)
Letak dan penyebab lesi pada kasus dapat menyokong diagnosis ulkus traumatic akibat
trauma oklusi.

3. Mengetahui dan menjelaskan mekanisme peradangan pada rongga mulut(mediator).


Peradangan adalah proses bawaan non spesifik yang saling berkaitan dan diaktifkan sebagai
respons terhadap invasi asing, kerusakan jaringan, atau keduanya. Tujuannya adalah
membawa fagosit dan protein plasma ke tempat invasi atau kerusakan untuk mengisolasi,
menghancurkan, atau menginaktifkan penyerang, membersihkan debris, dan
mempersiapkan proses penyembuhan dan perbaikan.

Peradangan dapat bersifat akut atau kronik. Manifestasi peradangan akut dibagi menjadi dua
kategori yaitu perubahan vaskuler yaitu vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler
dan respon seluler yang ditandai dengan emigrasi leukosit dari mikrosirkulasi dan
penumpukan agen inflamasi. Peradangan kronik terjadi karena proses inflamasi akut yang
rekuren atau progresif. Karakter inflamasi kronik adalah adanya infiltrasi sel-sel nuclear
yang lebih banyak daripada neutrofil pada peradangan akut.

Tanda-tanda lokal respon peradangan yaitu rubor, tumor, kalor, dolor, dan functio laesa.
Kalor disebabkan karena pembuluh darah mengalami vasodilatasi dan diikuti peningkatan
pergerakan darah ke daerah yang lebih dingin. Peningkatan sel darah ini menimbulkan
rubor. Tumor merupakan akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah yang berdilatasi dan
menjadi lebih permeable ke jaringan sekitarnya. Dolor diakibatkan efek langsung dari
mediator yang dihasilkan dari proses peradangan maupun akibat tarikan serabut saraf bebas
akibat edema. Aktivitas ini menyebabkan kerusakan jaringan yang ditandai dengan
keterbatasan gerak atau pergantian fungsi sel menjadi jaringan parut.

Mediator inflamasi :
a. Vasodilatasi : prostaglandin dan nitrit oksida
b. Peningkatan permeabilitas vascular : histamin, serotonin, bradikininm leukotriene
C4, leukotriene D4, dan leukotriene E4
c. Kemotaksis, aktivitas leukosit : leukotriene B4, kemokin
d. Demam : IL-1, IL-6, prostaglandin, factor nekrosis tumor
e. Nyeri : prostaglandin dan bradykinin
f. Kerusakan jaringan : nitrit oksida, enzim lisosom neutrophil dan makrofag
Proses respon peradangan :
1. Pembuluh darah di sekitar daerah yang mengalami jejas memberi respon kepada
system imun.
2. System imun dalam pembuluh darah bermigrasi ke dalam jaringan yang mengalami
jejas dan mekanisme dari system imun bawaan dan apdaptif untuk menetralisir dan
menghilangkan stimulus yang menimbulkan jejas.
3. Proses perbaikan dan penyembuhan dari jaringan yang mengalami jejas.
4. Apabila jaringan yang mengalami jejas mengalami penyembuhan maka disebut
inflamasi akut dan jika tidak mengalami proses penyembuhan maka disebut
inflamasi kronik.

4. Menjelaskan proses penyembuhan luka.


Penyembuhan luka adalah penggantian sel mati oleh hidup atau jaringan fibrosa melalui
regenerasi dan organisasi. Hasil penyembuhan tergantung keseimbangan lokal diantara
kedua faktor tersebut. Pada dasarnya penyembuhan luka dibagi menjadi 3 tahap yaitu fase
inflamasi, fase fibroblastik dan fase remodeling. Pada fase inflamasi ketika terjadi perlukaan
maka akan memicu pelepasan mediator inflamasi seperti interleukin-1 dan TNF-α.15
Interleukin-1 akan menyebabkan membran fosfolipid melepaskan asam arakidonat yang
nantinya akan mensintesis PGE-2 melalui jalur siklooksigenase yaitu peningkatan ekspresi
COX-2. Pada fase ini ditandai dengan infiltrasi sel inflamasi terutama neutrofil.
Penyembuhan dari proses perlukaan ditandai dengan menurunnya produksi prostaglandin
dan leukotrien. Penekanan pada prostaglandin akan menyebabkan berkurangnya rasa nyeri,
edema dan vasodilatasi pembuluh darah. Selanjutnya reaksi inflamasi dapat memasuki fase
proliferasi yang ditandai dengan proliferasi sel fibroblas. Sel fibroblas inilah nantinya yang
akan membentuk serabut kolagen jaringan ikat. Pada fase remodeling akan terbentuk
kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan dan
juga terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas seluler dan vaskularisasi jaringan
yang mengalami perbaikan.

5. Menjelaskan proses pembekuan darah (mediator).


Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan secara spontan agar
tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi luka pada pembuluh darah sehingga darah
tetap cair dan mengalir secara lancar. Dalam keadaan normal, proses hemostasis dimulai
dengan adanya trauma, pembedahan, atau penyakit yang merusak lapisan endotel pembuluh
darah, dan darah terpajan dengan jaringan ikat subendotel. Kelangsungan hemostasis
dipertahankan melalui proses keseimbangan antara perdarahan dan trombosis yang
melibatkan komponen sistem vaskular, trombosit, faktor koagulasi, fibrinolisis dan
antifibrinolisis. Pada proses perdarahan dari pembuluh darah maka yang terjadi adalah
adanya kerusakan dinding pembuluh darah dan tekanan di dalam pembuluh darah lebih
besar daripada tekanan di luar. Oleh karena itu, terjadi dorongan darah keluar dari kerusakan
tersebut. Mekanisme hemostatik inheren dalam keadaan normal mampu menambal
kebocoran dan menghentikan pengeluaran darah melalui kerusakan kecil di kapiler, arteriol,
dan venula.
Tahapan atau proses hemostasis dibagi menjadi tiga langkah
(1) spasme vaskuler (Vasokonstriksi vaskuler)
(2) pembentukan sumbat trombosit Hemostasis Primer
(3) koagulasi darah Hemostasis Sekunder.

Spasme vaskuler (Vasokonstriksi vaskuler)


Pembuluh darah yang terpotong atau robek akan
segera berkonstriksi akibat respon vaskuler inheren
terhadap cedera dan vasokonstriksi yang diinduksi
oleh rangsang simpatis. Konstriksi ini akan
menghambat aliran darah melalui defect, sehingga
pengeluaran darah dapat diperkecil.Karena permukaan
endotel pembuluh darah saling menekan satu sama
lain akibat proses spasme vaskuler awal , endotel tersebut menjadi lengket dan melekat satu
sama lain, kemudian menutup pembuluh yang rusak.

Pembentukan sumbat trombosit Hemostasis Primer


Hemostasis primer mulai terjadi dalam
beberapa detik setelah terjadi kerusakan endotel
dan berlanjut dengan pembentukan plak
trombosit dalam waktu 5 menit. Dalam proses
ini, faktor endotel dan trombosit memegang
peranan yang sangat penting. Trombosit dalam
keadaan normal tidak melekat di permukaan
endotel pembuluh darah, tetapi apabila lapisan
ini rusak akibat cedera pembuluh, trombosit akan melekat ke kolagen yang terpajan, yaitu
protein fibrosa yang terdapat di jaringan ikat dibawahnya. Saat endotel mengalami
kerusakan, maka kolagen dan matriks lain sub endotel akan terpapar dan akan memicu
adhesi trombosit. Trombosit yang beradhesi akan mengalami aktivasi. Aktivasi trombosit
menyebabkan perubahan bentuk trombosit, kontraksi, dan pengeluaran matriks yang
terdapat pada granul sitoplasma trombosit (antara lain PF, beta thromboglobulin,
trombospodin, vWF, fibrinogen, fibronektin, Ca, ADP, ATP, serotonin, dan 5OH triptamin).
Agregasi trombosit awalnya dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan oleh trombosit yang
beradhesi dan disebut sebagai agregasi trombosit primer yang bersifat reversibel. .
Trombosit dapat diaktivasi oleh ADP, trombin, atau kolagen. ADP akan berikatan dengan
permukaan trombosit dan menyebabkan reseptor GPIIb dan GPIIIa terbuka. Fibrinogen
dapat berikatan dengan lebih dari satu trombosit pada reseptor-reseptor ini dengan perantara
CA, sehingga terbentuk ikatan kompleks antara GPIIb dan GPIIIa dengan Ca dan
fibrinogen. Ikatan yang timbul bersifat lemah. Trombospodin yang dilepaskan dari granul
juga akan menyebabkan adhesi trombosit dan memperkuat agregas. Asam arakidonat akan
mengalami reaksi enzimatik siklooksigenase dan tromboksan sintetase menghasilkan
tromboksan A2 (TxA2). TxA2 merupakan prostaglandin yang mempunyai efek
vasokonstriksi poten, juga dapat menstimulasi pelepasan ADP dari granul trombosit. Setelah
proses yang kompleks (agregasi dan reaksi pelepasan) maka massa agregasi akan melekat
pada endotel atau disebut sebagai agregasi trombosit sekunder.
Koagulasi darah Hemostasis Sekunder
Hemostasis Sekunder (Koagulasi) Proses
koagulasi darah terdiri dari rangkaian
enzimatik yang melibatkan banyak protein
plasma yang disebut sebagai faktor
koagulasi darah. Dalam keadaan normal
faktor pembekuan berada dalam plasma
dalam bentuk prekursor inert sebagai prokoagulan atau proenzim dan akan diubah dalam
bentuk enzim aktif atau sebagai kofaktor selama proses koagulasi. Bentuk aktif ditandai
dengan huruf ’a’ di belakang. Untuk fibrinogen, protrombin, tromboplastin jaringan, ion Ca,
prekallikrein (PK), dan high molecular weight kininogen (HMWK) biasanya tidak ditulis
sebagai angka Romawi. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai prekursor yang
akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akan
mengubah prekursor selanjutnya menjadi enzim. Mula-
mula, faktor pembekuan bertindak sebagai substrat dan
kemudian sebagai enzim. Banyak reaksi dalam kaskade
koagulasi melibatkan satu faktor yang mengaktifkan faktor
yang lain. Beberapa faktor koagulasi diaktifkan dengan
melibatkan beberapa faktor koagulan dan ada yang
bertindak sebagai kofaktor. Ini disebut sebagai ’reaction
complex’

Faktor V dan VIII bertindak sebagai kofaktor dalam


’reaction complex’ pada kaskade koagulasi. Sedangkan
faktor XII, XI, prekallikrein, X, IX, VII, dan protrombin
adalah zimogen proteinase serin yang akan diubah menjadi
enzim aktif selama proses koagulasi.
(Minors, 2007)
Gambar 2. Kaskade koagulasi
Daftar Pustaka
1. Schemel-Suárez M, López-López J, Chimenos-Küstner E. Oral ulcers: Differential
diagnosis and treatment. Med Clínica (English Ed. 2015;145(11):499-503.
2. Glick M. Burket oral medicine. 12th ed. People’s Medical Publising House; 2015. h.663-5.
3. Amtha, R, and AIA Marcia. 2017. “Plester Sariawan Efektif Dalam Mempercepat
Penyembuhan Stomatitis Aftosa Rekuren Dan Ulkus Traumatikus.” Majalah Kedokteran
Gigi Indonesia 3 (2): 69–75.
4. Regezi, Joseph, Sciubba James, and Richard Jordan. 2008. Oral Pathology: Clinical
Pathologic Correlations, 5th Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier.
5. Violeta, Bayu V., and Bambang T. Hartomo. 2020. “Tata Laksana Perawatan Ulkus
Traumatik Pada Pasien Oklusi Traumatik: Laporan Kasus.” Universitas Jenderal Soedirman
8 (2): 86–92
6. Sherwood, L. 2012. Introduction to Human Physiology. United States : Brooks/ Cole
Cengage Learning
7. Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.
8. Herawati, E., Dwiarie, T.A., 2019. Manajemen kasus ulserasi rongga mulut terkait trauma
iatrogenik Management of oral ulceration cases related to iatrogenic trauma. J Ked Gi
Unpad.
9. Sunarjo, L., Hendari, R., Rimbyastuti, H., 2016. Manfaat Xanthone Terhadap Kesembuhan
Ulkus Rongga Mulut Dilihat Dari Jumlah Sel Pmn Dan Fibroblast.Odonto:Dental Journal 2
10. Umar I, Sujud RW., 2020. Hemostasis dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Int J Lab Hematol. 2020;1, No 2:19–32.

Anda mungkin juga menyukai