Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN INDIVIDU

BBDM MODUL 2.1


SKENARIO 3

“GIGIKU BERBINTIK PUTIH”

Disusun oleh :

Ni Luh Gede Nirmala Komang


22010220140019

Dosen Pengampu
drg. Tyas Prihatiningsih, M.D.Sc

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
MODUL 2.1 SKENARIO 3

Gigiku berbintik putih

Seorang ibu membawa anak laki-lakinya yang berusia 9 tahun ke klinik pratama. Ibu tersebut
menuturkan bahwa gigi depan anaknya nampak bintik-bintik putih, padahal anak nya rajin sikat
gigi dengan pasta gigi sejak balita. Dari pemeriksaan intraoral diketahui bahwa gigi incisivus di
rahang bawah dan atas anaknya tersebut terdapat bintik-bintik putih pada bagian mahkota gigi.

Narasumber:
1. Prof. Dr. Oedijani, drg., MS
2. Gunawan Wibisono, drg., M.Si.Med
3. Nadia Hardini, drg., Sp. KG
Referensi :
 Essentials of Oral Histology & Embryology. 2006. A clinical Approach. Author: Avery J &
Chiego D. (3th ed).
 Sadler, T.W., 2015, Embriologi Kedokteran Langman, Ed. 15, Jakarta: EGC.
 Scheid, R.C. dan Weiss, G., 2002, Woelfel Anatomi Gigi Ed. 8, EGC: jakarta.

Terminologi
1. Mahkota gigi : merupakan bagian dari gigi yang terlihat pada rongga mulut dan terditi dari
lapisan enamel dan dentin.
2. Gigi incisivus : gigi yang memiliki akar satu, dan berjumlah 8 pada rongga mulut (4 Rahang
Atas, 4 Rahang Bawah). Gigi incisivus memiliki fungsi untuk memotong dan mengerat
makanan. Gigi anterior pertama dan kedua dari garis median.
3. Istilah medis bitnik-bintik putih pada bagian mahkota gigi : mottled enamel. dental
fluorosis.
4. Gigi bagian depan : gigi anterior. Terdiri dari gigi incisivus sentral, incisivus lateral dan
caninus.
5. Istilah medis rahang bawah dan rahang atas : RB  mandibular, RA  maxilla
6. Klinik pratama : fasilitas pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan medis dasar.
7. Pemeriksaan intra oral : pemeriksaan pada rongga mulut meliputi mukosa dan gigi.
Biasanya dilakukan oleh dokter untuk mengetahui kondisi jaringan lunak dan jaringan
keras pasien. Akan dilakukan perkusi, sondasi, probing dan mobilitas.
8. Balita : golongan anak-anak dengan usia dibawah 5 tahun dan masih mengalami
pertumbuhan. Rentang usia 2-5 tahun atau 24-60 bulan

Rumusan Masalah
1. Apa yang ditemukan pada pemeriksaan objektif/klinis?
2. Pemeriksaan penunjang apa yang perlu dilakukan?
3. Apa kelainan yang mungkin terjadi pada skenario ini?
4. Etiologi dari fluorosis
5. Bagaimana proses terjadinya kelainan tersebut?
6. Apa dampak dari kelainan tersebut pada anak?

Hipotesis
1. Ditemukan bitnik-bintik putih pada mahkota gigi incisivus rahang atas dan rahang bawah.
2. Radiografi  untuk mengetahui bagaimana bintik putih mempengaruhi lapisan enamel.
Tes fisik pada gigi yang mengalami kelainan tersebut
Tes mobilitas dan depresibilitas serta tes vitalitas
3. Dental Fluorosis. Tanda awal  ditemukan bitnik-bintik putih pada mahkota gigi
4. Penyebab utama: pemakaian dan pemasukan fluor yang berlebihan pada masa
pembentukan gigi. Terjadi akibat penggunaan produk gigi yang mengandung fluoride
yang tidak tepat (pasta gigi atau obat kumur). Pada anak  mungkin pasta gigi di telan dan
tidak dibuang. Selain itu bisa juga karena terlalu banyak konsumsi air minum dengan
kandungan flour yang tinggi, dan konsumsi suplemen fluoride dosis tinggi
5. Adanya flour yang berlebihan akan membentuk endapan CaF2 kemudian menghambat
mineralisasi dan akhirnya menghasilkan porus atau bitnik pada permukaan enamel. Selama
periode pembentukan gigi flour  HA. Kemudian berikatan membentuk flour apatite.
Kalsium florida terbentuk terlebih dahulu sehingga mineralisasi terhambat dan
menyebabkan dental fluorosis.
Hancurnya ameloblast sehingga timbulnya bitnik-bintik pada email.
Kelainan bertambah parah  gigi mudah berlubang  menurunkan kepercayaan diri pada
anak karena mengganggu estetika gigi tersebut : gigi tampak bergaris-garis atau berubah
warna menjadi stain kekuningan atau coklat tua.
Apabila gigi tersebut rusak kemudian akan mengganggu proses pertumbuhan gigi
selanjutnya dan membuat anak menjadi tidak nyaman akibat berkurangnya fungsi gigi.

Peta Konsep

Gigi

Komposisi biokimiawi gigi Proses Mineralisasi

Struktur kimiawi Normal Kelainan

Dampak

Sasaran Belajar

1. Mampu menjelaskan dan memahami komposisi biokimiawi gigi beserta struktur kimiawi
gigi.
2. Mampu menjelaskan dan memahami proses mineralisasi gigi secara normal.
3. Mampu menjelaskan dan memahami proses mineralisasi gigi apabila terjadi kelainan dan
dampak dari kelainan tersebut.
Belajar Mandiri

1. Biokimiawi Gigi
Sementum % of mineral
Enamel Dentin % of organic
(calcium,
(%) Substance material
(%) (%)
phosphorus)
(collagen)
65
Mineral 93-96 70 45-50
Cementum 50-55
23 65,5
Organik 1-2 20 Dentine 30

12 60-65
Air 2-4 10 Bone 30-35

Email
a. Mineral
Komponen mineral dari enamel yaitu hydroxyapatite yang tersusun atas kalsium,
phospat dan ion hidroksil membentuk Ca10(PO4)6(OH)2. (1)
b. Organik
Komponen organik pada enamel berupa matriks protein yang masuk dalam golongan
protein yang kaya akan glutamin dan proline. Protein ini disintesis oleh ameloblast dan
terdiri atas 90% protein amelogenin (yang mengarahkahkan formasi dan pertumbuhan
Kristal enamel) serta 10% protein non amelogenin (berupa ameloblastin, enamelin, dan
tuftelin) dan juga glycosaminoglycan, proteoglycan, dan lipid.(2)
Dentin
a. Anorganik
Komponen hydroxyapatite lebih kecil dari pada yang menyusun enamel.
b. Organik
90% komponen organic yang menyusun dentin terdiri dari kolagen, dengan diameter 100
nm. Fibril kolagen mengandung peroteoglikan menjadi scaffold bagi deposit mineral dan
merupakan nukleator yang baik untuk Kristal hydroxyapatite.
Terdapat pula protein non kolagen seperti proteoglycans, decorin dan biglycan. Acidic
protein dan Gla-protein juga dittemukan pada dentin, namun sangat sedikit dan belum
diketahui kepastiannya. Acidic berikatan dengan Kristal hydroxyapatite dengan kuat
sehingga dimungkinkan berperan dalam deposisi mineral predentin menuju dentin.
Osteopontin & osteonectin berperan dalam mineralisasi secara langsung. Terdapat
dentine matrix protein yang merupakan salah satu acidic protein yang mengalami
fosforilasi di dentin dan tulang dan berkaitan dengan pembentukan inti Kristal
hydroxyapatite. (2)
Sementum
a. Anorganik
Komponen anorganik utama dari sementum adalah hydroxyapatite. Terdapat fluoride
pada sementum sebagai ion substitusi dari acellular sementum. (2)
b. Organik
Material organic sementum tersusun dari kolagen tipe I, sedikit kolagen tipe III (yang
ditemukan pada sharpey fibers) serta beberapa material organic non kolagen. (2)
Pulpa
Pulpa tersusun atas 75% air dan 25% material organic. Sel yang menyusun pulpa gigi yaitu
odontoblast, fibroblast, defence cell dan stem cell. Matriks ekstraseluler pulpa gigi yaitu
fiber yang terdiri dari kolagen, elstin, fibronectin, dan laminin. Substansi dasar yang
menyusun antara lain glycosaminoglycan dan proteoglycan. (2)

2. Proses Mineralisasi Gigi


Pembentukan Enamel dan Dentin
Pertumbuhan gigi berawal dari dua tipe sel yaitu sel epitel oral dan sel mesenkim yang
membentuk dental papilla. Enamel terbentuk dari organ enamel, dan denten terbentuk dari
dental papilla. Interaksi dari kedua sel ini menginisiasi pertembuhan gigi. (1,2)

Proses ini terjadi pada bagian daerah proksimal sel, dekat dentinoenamel junction. Sel
odontoblast aktif, berpindah menuju pulpa kemudian membentuk matriks yang mirip dengan
osteoblast. Peningkatan dentin terjadi sepanjang dentinoenamel junction. Matriks dentin
saling terhubung membentuk serabut collagen dan terkalsifikasi dalam waktu 24 jam.
Sebelum terkalsifikasi bagian ini disebut predentin dan setelah terkalsifikasi disebut sebagai
dentin. Pada fase ini dental papilla membentuk pulpa dental dan dentin mulai mengitarinya.
Odontoblas akan memanjang pada tubulus dentinalis. Pada saat ini, nucleus akan berada
pada basal sel dan organel tersebut akan terlihat jelas pada sitoplasma. (1,2)
Dentinogenesis terjadi pada dua fase. Yang pertama adalah pembentukan matriks kolagen
diikuti deposisi kalsium posphat (hydroxyapatite) Kristal pada matriks. Kristal bertumbuh
dan menyebar sampai matriks terkalsifikasi secara menyeluruh. (1,2)
Selanjutnya akan terjadi deposisi enamel yang dimulai oleh ameloblas setelah sebagian kecil
dentin terbentuk pada dentinoenamel junction. Ameloblast berdiferensiasi melalui lima stase
fungsional yaitu :
1) Morfogenesis
Barisan ameloblas mempertahankan ikatan-ikatan sel (desmosomes) pada
proksimal dan distal sel untuk menjaga barisannya. Tome’s process tumbuh pada
apical ameloblast selama tahap sekresi. (2)
2) Organisasi dan diferensiasi
Ketika ameloblast menyelesaikan fase deposisi matriks, terminal bar apparatus
menghilang dan permukaan enamel menjadi halus. Fase ini dipersinyali oleh perubahan
sel ameloblast yang tampak dan fungsinya. Apikal sel akan mengerut sepanjang
permukaan enamel dan ameloblast akan berkurang. Enamel yang sudah matur dan
ameloblast akan mengabsorbsi matrix organic dan air pada enamel yang akan
memungkinkan terjadinya proses mineralisasi. (2)
3) Sekresi
Setelah amelogenesis selesai, matriks mulai termineralisasi. Ketika kirstal kecil mulai
terdeposit, matriks mulai bertumbuh panjang dan diameternya. Deposit matriks pertama
adalah enamel pertama yang termineralisasi sepanjang dentinoenamel junction.
Pembentukan matriks dan mineralisasi berlanjut secara perifer menuju ujung cups dan
ke arah lateral sisi mahkota, mengikuti pola deposisi enamel. Kemudian pada bagian
cervical mulai termineralisasi dan protein enamel mulai matur menjadi enamelin. Pada
enamel, terdapat 95% mineral dan mulai tersuprasi pada dentin. (2)
4) Maturasi
Peningktan mineral pada enamel bergantung pada hilangnya protein dan cairan. Proses
pertukaran ini terjadi selama proses maturasi enamel, dan mineralisasi akan terjadi terus
menerus bahkan hingga gigi erupsi. (2)
5) Proteksi
Setelah ameloblast selesai menyelesaikan tugasnya pada proses meniralisasi, sel ini akan
mensekresi kutikula organic pada permukaan enamel yang dikenal sebagai
developmental atau kutikula primer. Kemudian ameloblast akan diikat oleh
hemidesmosomes pada enamel. Desmosome pada hemidesmosome akan mengikat plak,
dan memiliki fungsi sebagai pengikat sel dengan sel lain yang berdekatan. Stase ini
dikenal sebagai tahap protektif dari fungsi ameloblast. (2)

Ameloblast akan memendek dan berkontak dengan stratum intermedium dan epitel enamel
lainnya kemudian berdifusi menjadi epitel enamel reduksi yang membungkus permukaan
enamel hingga gigi erupsi pada kavitas oral. Setelah mineralisasi dan lapisan enamel selesai
terbentuk, dentin akan mulai dibentuk dan dilanjutkan dengan pembentukan akar. (2)

Dentinogenesis

1. Differensiasi Odontoblas
Diferensiasi odontoblast dari
dental papilla merupakan
ekspresi dari sinyal molekul
dan factor pertumbuhan pada
sel yang berada di epitel dalam
enamel. Sel yang ada pada
dental papilla berukuran kecil
dan sulit terdiferensiasi. Pada waktu ini sel tersebut dipisahkan oleh aseluler zone yang
mengandung serabut kolagen dari epitel enamel dalam. Bersamaan dengan itu, sel
ektomesenkim bersama dengan zona aselluer melebar dan memanjang membentuk
preodontoblast pertama kemudian sitoplosma meningkatuntuk menghasilkan organel
protein-sintesis dalam jumlah yang banyak. Zona aseluler tereliminasi selama
odontoblast berdiferensiasi dan bertambah besar. (1)
2. Pembentukan Mantel Dentin
Tahap pembentukan matriks organic yang ditandai dengan munculnya serabut kolagen
dengan diametr yang lebar dan biasa disebut serabut von Korff’s . Serabut ini
mengandung kolagen tipe III terasosiasi dengan fibronectin. Serabut ini berasal dari
antara odontoblast dan memanjang hingga lapisan dalam epitelium enamel dan
menyebar pada lapisan dibawah epitelium. Odontoblas menghasilakan serabut kolagen
type I yang akan menjadi dentinoenamel junction. Kemudian lapisan mantel predentin
mulai terlihat. (1)
Bersamaan dengan deposisi kolagen, membrane plasma dari odontoblas yang dekat
dengan daerah diferensiasi membesar membentuk matriks ekstraseluler. Proses ini
memungkinkan terjadinya penetrasi lamina basal dan membentuk enamel spindle dan
menghasilkan matriks vesikel yang akan melapisi superfisial lamina basal.
Kemudian odontoblast akna membentuk serabut Tome’s yang akan membentuk matriks
dentin. Fase mineral pertama muncul sebagai Kristal tunggal diantara vesikel matriks,
terbentuk dari phospholipid. Kristal akan tumbuh dengan cepat dan membentuk lapisan
matriks termineralisasi yang berada di belakang pembentukan matriks organic dan
disebut predentin. (1)
Matriks protein noncollagen yang dihasilkan odontoblast akan meregulasi deposisi
mineral dan membentuk lapisan coronal mantel dentin. (1)
3. Vascular Supply
Pada saaat mantel dentin mulai terbentuk, dapat ditemukan kapiler diantara odontoblast
yang terdiferensiasi. Kapiler akan bermigrasi diantara odontoblast, kemudia
endothelium akan terfenetrasi untuk menahan peningkatan pertukaran.
4. Control of Mineralization
Selama proses dentinogenesis, mineralisasi diperoleh dari deposisi mineral
berkelanjutan yang diinisasi oleh vesikel matriks pada saat mineralisasi awal.
Odontoblast berbperan dalam menghasilkan matriks vesikel dan protein untuk
meregulasi terjadinya deposisi mineral. Selain itu, odontoblast juga mengadaptasi
matriks organic pada mineralisasi awal sehingga dapan mengakomodasi deposisis
mineral. (1)
5. Ion mineral kalsium dan phosphate dapat mencapai tempat pertukaran akibat dari
perkolasi cairan tersupersatuasi pada jaringan. Mineralisasi dentin akan dipengaruhi
oleh kanal kalsium pada basal membrane plasma yang tertutup. Adanya aktivitas
alkaline phosphate dan calcium adenosinetriphosphate di distal sel terjadi bersamaan
dengan pengangkutan implikasi seluler dan pelepasan ion mineral untuk membentuk
lapisan dentin. (1)
6. Pattern of Mineralization
a. Linier
Pada circumpulpa dentin, mineralisasi awal dapat diproses secara globular
maupun linear. Ukuran globul bergantung pada tingkat deposisi dentin dengan
globul terlebar terbentuk saat deposisi dentin cepat. Ketika laju pembentukan
berlangsung lambat, mineralisasi bagian depan akan terlihat beraturan dan
sebangun. (1)
b. Globular
Globular kalsifikasi melibatkan deposisi Kristal di eberapa area diskit dari matriks
oleh heterogeneous yang ditemukan di dalam kolagen. Kristal akan terus
bertumbuh, terbentuk masa globular yang akan lterus melebar kemudian menyatu
membetuk suatu massa kalsifikasi. Pola ini sangat terlihat pada bagian mantel
dentin. (1)

7. Pembentukan Akar Dentin


Diferensiasi odontoblast yang membentuk akar dentin diinisiasi oleh sel epitel dari
selubung akar Hertwig’s. Susunan akar dentin mirip dengan dentin coronal. Perbedaan
terdapat pada lapisan terluar dari akar dentin, serabut kolagen dari semntum menyatu
pada dentin. Phosphoprotein yang terkandung dalan akar dentin terbentuk dengan
kecepatan lambat dan derajat mineralisasinya berbeda dengan coronal dentin. (1)
8. Dentinogenesis Sekunder dan Tertiary
Dentin sekunder terdeposit setelah pembentukan akar selesai, tdan terbentuk dari
odontoblast yang sama seperti pembentuk dentin primer. Dentin tertiary terdeposit pada
letak yang spesifik yaitu pada daerah dimana terjadinya kerusakan odontoblast sebagai
suatu respon atau sel pengganti dari pulpa. Laju deposisi bergantung dari derajat trauma
yang terjadi. (1)

Amelogenesis
1. Pre-secretory Stage
a. Morphogenetic Phase
Selama fase bell stage, mahkota sudah terbentuk, dengan lamina basal terdapat
diantara epitel enamel bawah dan dental papilla. Pada stase ini, dentin belum
termineralisasi. (1)
b. Differentiation Phase
Diferensiasi sel pada lapisan dalama epitel enamel menjadi ameloblast, memajang
dan intinya berpindah kea rah proksimal menuju stratum intermedium. Lamina
basal terfragmentasi oleh proyeksi sitoplasma dan terdegradasi saat pembentukan
mantel predentin. Junctional complex dihasilkan pada bagian distal sel, ameloblast
dikelompokan menjadi tibuh dan ekstensi distal yang disebut Tome’s procces, yang
akan membentuk enamel.
Ameloblast ter regardasi menjadi non-sekresi sel. Setelah ter diferensiasi,
ameloblas berbarin menempel satu sama lain membentuk kompleks yang
melingkan pada bagian distal (dekat enamel) dan proksimal (dekat stratum
intermedium). Kompleks fungsional in iberperan penting dalam amelogenesis
dengan mengikat erat sel-sel ameloblast dan menentukan waktu-waktu tertentu
(1)
untuk sel masuk atau keluar dari enamel.

2. Secretory Stage
Struktur dari stase sekresi ameloblast mencerminkan intensitas sintesis dan aktivitas
sekresi. Kompleks golgi luas dan membentuk organel silindris yang dikelilingi siternae
dari reticulum endoplasma. Sekresi oleh ameloblast bersifat konstitutif, kontinyu, dan
granula sekretornya tidak menyimpan hasil sekresi untuk periode yang lama. (1)
Saat pembentukan enamel dimulai, Tome’s process hanya mengisi pada bagian
proksimal. Isi dari granula sekretot dilepaskan pada mantel dental yang baru terbentuk
sepanjang permukaan membentuk lapisan inisial enamel yang tidak memiliki enamel
rods. Mineralisasi dan sekresi matriks enamel terjadi dalam waktu yang berdekatan, dan
pada saat ini kirstal hidroksiapatit terbentuk pertama kali. (1)
Ameloblas bermigrasi menuju permukaan dentin dan membentuk bagian distal dari
Tome’s process sebagai hasil dari bagian proksimal yang melebar dari kompleks distala
(1)
menuju permukaan enamel, dan pada bagian distalnya berpenetrasi.

3. Maturation Stage
a. Transitional phase
Setelah imatur enamel terbentuk, ameloblas berubah bentuk untuk
mempersiapkan tugas selanjutnya yaitu mematangkan rnamel. Ameloblas
memendek dan berkulang volume serta organelnya, dan selama maturasi
mengalami apoptosis. (1)
b. Maturation proper
Aktivitas ameloblast selanjutnya adalah pengurangan air dan material organic
dalam jumlah yang besar untuk memungkinkan penambahan material inorganic.
Proses ini mengalkalisis cairan enamel untuk mencegah demineralisasi pada
kristalisasi yang sedang berlangsung dan menjaga kondisi pH. Ion kalsium
dibutuhkan untuk proses pembentukan Kristal selama ruffle-ended ameloblast,
sepanjang lapisan akhir ameloblast. (1)
Pada masa ini, sel pada lapisan dalem epitel enamel berperan dalam pembentukan
pola gigi (morfologi,). Fase ini berakhis dengan tahap proteksi permukaan enamel
(1)
yang terbentuk hingga waktunya erupsi.

4. Hasil Sekresi Ameloblast


Matriks organik enamel terbentuk dari protein non kolagen dan mengandung sedikit
protein dan enzim. Hasil sekresi ameloblast dibagi menjadi dua kelompok, protein
amelogenin (90%) dan non amelogenin. Protein non amelogenin berupa ameloblastin,
dan enamelin. Selain itu, protein yang terlibat pada proses post sekresi dan degradasi
adalah enamelysin. Pada lamina basal yang melapisi enamel pre erupsi terdapat protein
amelotin dan odontogenic ameloblast-associated dan hasil sekresi calcium-binding
phosphoprotein-proline-glutamine-rich 1. (1)
Protein matriks enamel berperan dalam pembetukan lapisan final enamel. Ketika
mineralisasi enamel berjalan, amelogenin mengatur lingkungan untuk membentuk
Kristal. (1)
5. Mineral Pathway & Mineralization
Ion mineral masuk untuk membentuk enamel terjadi pada tahap sekresi dan maturai.
Kalsium diangkut melalui pembulu darah menuju enamel organ untuk mencapai
enamel, dan melibatkan daerah intraseluler dan trans seluler. (1)
Perjalanan transeluler akan terlihat aksi dari proses buffer sitoplasma dan transport
protein pada antar sel atau melalui penyimpanan pada reticulum endoplasma.
Mekanisme ini akan mencegah efek pada cytoxic akibat kelebihan kalsium pada
sitoplasma. Stratum intermedium juga berpartisipasi dari translokasi kalsium berkenaan
dengan aktivitas calcium-ATPase ada pada daerah ini. (1)
Matriks vesicel menghasilkan lingkungan tertutup untuk menginisiasi pembentukan
Kristal pada matriks organic. Perpanjangan pada membrane ameloblas terjadi dimana
enamel protein dihasilkan. (1)
Karena itu, diantara kristalisasi enamel dan dentin, dipercaya bahwa kristalisasi enamel
pertama berinti pada Kristal apatit yang ada pada dentin. Amelogenesis dideskripsikan
terjadi pada dua langkah yaitu tahap sekresi dari sebagian enamel yang termineralisasi
dan tahap maturase lanjutan. Tahapan ini akan menghasilkan lapisan enamel dengan
lapisan yang termineralisasi paling tinggi pada bagian permukaannya, dan derajat
mineralisasinya menurun menuju dentinoenamel junction sampai lapisan terdalam(1)

6. Regulasi pH selama pembentukan Enamel


Pada saat pembentukan enamel, derajat keasaman ada pada kondisi netral selama
sekresi, dan menunjukan beberapa variasi selama proses maturasi, berubah dari asam
menjadi mendekati netral kemudian meningkat pada enamel yang lebih matur. (1)
Regulasi pH pada ameloblast melibatkan
carbonic anhydrase (CA2 dan CA6) untuk
menghasilkan bicarbonate lokal. Selain itu
regulasi pH berperan dalam perpindahan ion
chloride dan kanal untuk perpindahan chloride
menuju apical membrane plasma. Carbonat
cotransporter memasukan bicarbonate dari luar
melewati basal menuju ke apikal ameloblast
dan memungkinkan Na+/H+, mengeluarkan
H+selama produksi bikarbonat pada
intracellular.(1)

3. Gangguan Proses Mineralisasi Gigi dan Dampaknya

Amelogenesis Imperfecta (AI)


Amelogenesis imperfecta (AI) merupakan gangguan dari inhereditas yang menyebabkan
distrupsi dari struktur dan penampilan klinis dari enamel gigi. Klasifikasi AI merefleksikan
pada stase pembentukan enamel mana yang menimbulkan permasalahan dan terjadadi
hypoplastic, hypocalcified, atau hyopomature. X-linked, autosomal-dominant form dan
autosomal-recessive form memungkinkan terjadinya mutase gen termasuk AMELX,
ENAM, distal-less homeobox3, FAM83H, MMP-20, KLK4, dan WDR72 dan
mengakibatkan Amelogenesis imperfect. (1)

Beberapa kondisi lain yang menyebabkan kelainan pada struktur enamel adalah ameloblast
yang sensitive pada perubahan lingkungan disekitarnya. Perubahan fisiologi yang kecil dapat
menyebabkan perubahan struktur enamel yang terlihat secara histologi. Beberapa
mengakibatkan gangguan produksi enamel atau menghasilkan ameloblast yang mati dan
menyebabkan kelainan yang terlihat secara klinis.(1,3)
Terdapat tiga kondisi yang seringkali mempengaruhi proses pembentukan enamel yaitu :

a. Febrile diseases
Pada saat terjadi kejang, pembentukan
enamel akan terganggu, sehingga
pembentukan gigi pada saat itu akan
mengalami malformasi enamel .(1)

b. Tetracycline-induced distrubances
Antibiotik tetracycline akan menyatu dengan jaringan yang termineralisasi. Pada
enamel, interaksi tetracycline akan
menghasilkan corak pigmen cokelat.
Hypoplasia atau hilangnya lapisan enamel
juga mungkin terjadi. Derajat dari
kerusakan tergantung dari durasi dan
jumlah terapi tetracycline yang
diberikan.(1)

c. Ion Floride
Ion fluoride dapat mengganggu proses amelogenesis. Konsumsi ion fluoride secara terus
menerus pada konsentrasi lebih dari 5 ppm (lima kali lebih banyak dari kandungan air
ber-fluor) menyebabkan gangguan pada fungsi ameloblast dan menghasilkan bitnik-
bintik putih pada enamel. Mottled
enamel terlihat samar dan biasanya
tampak sebagai bercak putih dari
hasil hipomineralisasi dan
perubahan warna enamel. Kondisi
ini akan menyebabkan estetik
berkurang dan rentan karies. (1)
Dentinogenesis Imperfecta
Suatu kelainan genetik yang mempengaruhi struktur gigi, akibat terjadi gangguan pada
tahap histodiferensiasi pertumbuhan dan perkembangan gigi. Secara umum mahkota gigi
pada penderita dentinogenesis imperfecta biasanya mempunyai ukuran yang normal,
namun adanya pengerutan pada bagian servikal gigi. Akar gigi terlihat ramping dan
pendek.(4,5)

Pada waktu histodiferensiasi, terjadi proses diferensiasi sel, proliferasi, pergeseran dan
pematangan sebagai dental organ melalui tahap lonceng dan aposisi. Bagian perifer dari
dental organ akan menjadi odontoblas, lapisan ini akan membentuk dentin. Gangguan
diferensiasi selsel formatif benih gigi akan menghasilkan struktur email dan dentin yang
abnormal. Kegagalan odontoblas berdiferensiasi pada tahap ini akan menghasilkan struktur
dentin abnormal, yang dikenal dengan dentinogenesis imperfecta. (6)

Menurut Shield (1973) secara klinis DI dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu :
a. Shield tipe I
Kelainan ini merupakan Dentinogenesis Imperfekta diserta osteogenesis
imperfekta. Dentinogenesis imperfecta disertai osteogenesis imperfecta atau
Shields tipe I disebabkan mutasi gen berbeda COL1A1 dan COL1A2. Produk yang
dihasilkan dari gen tersebut adalah collagen tipe 1 yang berperan penting pada
protein pembentuk dentin. Mutasi tersebut dapat menyebabkan DI fenotipe yang
berasosiasi dengan osteogenesis imperfecta.
b. Shields tipe II /Dentinogenesis imperfecta tipe I
Kelainan ini juga sering disebut juga opalescent dentin, dentinogenesis imperfecta
tanpa osteogenesis imperfecta, opalescent teeth tanpa osteogenesis imperfecta,
dentinogenesis imperfecta, atau capdepont teeth. DI tipe ini dipisahkan dari
osteogenesis imperfectak arena tidak ada peningkatan frekuensi fraktur tulang.
Frekuensi kejadian DI tipe I adalah 1 berbanding 6000-8000 per kelahiran. Pada
tipe ini penampakan gigi berwarna biru keabu-abuan sampai kecoklatan dan
translusen. Gambaran radiografinya antara lain, bentuk gigi mahkota bulbous, akar
lebih pendek, dan ruang pulpa serta saluran akar mengecil bahkan menghilang.
Enamel mudah sekali fraktur atau lepas karena tekanan oklusal.
c. Shields tipe III / Dentinogenesis imperfecta tipe II
Kelainan ini sering disebut juga Brandywine type dentinogenesis imperfecta.
Kelainan ini ditemukan pada Brandywine triracial yang terisolir di Southern
Maryland. Mahkota gigi desidui atau gigi permanen biasanya ditemukan multiple
pulp exposure. Pada gigi permanen ruang pulpa dan kamar pulpa akan mengecil
sampai menghilang seiring bertambahnya umur.

Shell Teeth
Suatu kondisi displastik yang jarang pada dentin yang
memiliki penyebab yaitu kelainan pada fase
histodiferensiasi pada tahapan pembentukan gigi.
Merupakan Dentinogenesis Imperfecta tipe III. Gigi
tampak seperti “shell” dan pembukaan pada pulpa gigi.
Hal ini ditandai dengan enamel normal, dentin yang sangat
tipis, ruang pulpa yang besar, dan akar yang pendek.
Kondisi ini menyebabkan perubahan warna menjadi biru
keabu-abuan atau kuning-coklatdan tembus cahaya. Gigi
juga lebih lemah dari biasanya, membuatnya mudah aus,
patah, dan rontok.(7)

Ghost Teeth
Regional odontodysplasia (RO) adalah kondisi langka yang membuat gigi tampak kabur
pada foto rontgen. Gambar-gambar bayangan ini adalah mengapa kelainan ini diberi
julukan yang lebih mudah diingat, "ghost teeth". Ghost teeth disebabkan oleh
ketidaksesuaian Rh, sindrom metabolik, infeksi virus, trauma lokal, dan cacat vaskular. (7)
Merupakan kelainan terlokalisasi yang
hanya mengenai sekelompok gigi yang
berdekatan dalam satu lengkung rahang.
Terlihat adanya malformasi dan klasifikasi
yang buruk, lapisan email tipis, hipoplasi
dan hipoklasifikasi, serta lapisan dentin
tipis dan rongga pulpa besar.(7)

DAFTAR PUSTAKA
1. Nanci A. Ten Cate’s ORAL HISTOLOGY. 9th ed. Canada: ELSEVIER; 2018. 824 p.

2. Avery JK, Chiego DJ. Essentials of Oral Histology & Embryology. 3rd ed. St. Luois,
Missouri: MOSBY ELSEVIER; 2006. ix+238.

3. Park H, Hyun H-K, Woo KM, Kim J-W. Physicochemical properties of dentinogenesis
imperfecta with a known DSPP mutation. Arch Oral Biol. 2020 Sep;117:104815.

4. Chavez MB, Kramer K, Chu EY, Thumbigere-Math V, Foster BL. Insights into dental
mineralization from three heritable mineralization disorders. J Struct Biol. 2020
Oct;212(1):107597.

5. Scheid RC, Weiss G. WOELFEL’S DENTAL ANATOMY. 8th edition. USA: Lippincott
Williams & Willkins; 2012. 514 p.

6. Roquebert D, Champsaur A, del Real PG, Prasad H, Rohrer MD, Pintado M, et al.
Amelogenesis imperfecta, rough hypoplastic type, dental follicular hamartomas and gingival
hyperplasia: report of a case from Central America and review of the literature. Oral Surg
Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endodontology. 2008 Jul;106(1):92–8.

7. Hunter KD, Brierley D. Pathology of the teeth: an update. Diagn Histopathol. 2017
Jun;23(6):275–83.

Anda mungkin juga menyukai