Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN HASIL DISKUSI

BBDM MODUL 2.2


SKENARIO 1
“AKU INGIN MENJADI CANTIK”

Dosen pengampu:
drg. Nadia Hardini, Sp.KG

Disusun oleh :
Muhammad Azriel Daffa A. 22010220140010
Hatta Rizky Zainal 22010220140015
Jenita Az'zahra Hermawan 22010220140016
Ni Luh Gede Nirmala K. 22010220140019
Sari Sekar Pandita 22010220140020
Abiyudha Panjalu 22010220130022
Tiara Candra Dewi 22010220140024
Salsabila Aliyah Husna 22010220140025
Giacinta Ilona Fergaus T 22010220140026

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan : Belajar Bertolak dari Masalah (BBDM)
Modul : 2.2
Skenario :1
Kelompok :3
Judul Skenario : “AKU INGIN MENJADI CANTIK”
Tutor : drg. Nadia Hardini, Sp.KG
Anggota Kelompok : Muhammad Azriel Daffa A. 22010220140010
Hatta Rizky Zainal 22010220140015
Jenita Az'zahra Hermawan 22010220140016
Ni Luh Gede Nirmala K. 22010220140019
Sari Sekar Pandita 22010220140020
Abiyudha Panjalu 22010220130022
Tiara Candra Dewi 22010220140024
Salsabila Aliyah Husna 22010220140025
Giacinta Ilona Fergaus T 22010220140026

Tanda tangan tutor/dosen yang


Tanggal Pengesahan
mengesahkan
SKENARIO 1 MODUL 2.2
AKU INGIN MENJADI CANTIK

Pasien wanita, usia 9 tahun, ditemani ibunya datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut dengan
keluhan merasa malu karena gigi atas tonggos dan berantakan. Dari anamnesis didapatkan pasien
sering menghisap ibu jari terutama saat tidur dan telah dilakukan sejak kecil. Untuk dapat
menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan, seorang dokter gigi perlu melakukan
berbagai macam pemeriksaan. Pemeriksaan ekstra oral, intra oral, dan penunjang pada kasus
ortodonti diantaranya bertujuan untuk melihat tipe wajah, profil wajah, relasi gigi anterior, relasi
gigi posterior,dan klasifikasi oklusi.
Kata kunci: kasus ortodonti, pemeriksaan ekstra oral, intra oral, dan penunjang
Daftar Pustaka:
1. Cobourne M, DiBiase A. 2016. Handbook of Orthodontics 2 ed. Elsevier.
2. Mitchell L. 2007. An Introduction to Orthodontics 3 nd ed. Oxford University Press.
3. Premkumar S. 2020. Essentials of Orthodontics 4 rd ed. Elsevier
Narasumber:
Ananta H. Pitaloka., drg., Sp. Ort

Terminologi
1. Relasi gigi posterior : hubungan antar gigi posterior dan kontak antara gigi molar pertama
rahang atas dan rahang bawah.
2. Kasus ortodonti : kasus yang berfokus pada posisi atau estetika gigi, rahang dan wajah.
Dibagi menjadi 3 : preventif (pencegahan maloklosi), interfentif (perbaikan maloklusi
dini), korektif (perbaikan maloklusi yang telah berkembang).
3. Pemeriksaan intra oral : pemeriksaan pada rongga mulut, meliputi mukosa dan gigi.
Bertujuan untuk mengeteahui kondisi dan kelainan pada rongga mulut. Pemeriksaan
meliputi : perkusi, sondasi, mobilitas, probing, vitalitas.
4. Pemeriksaan ekstra oral : dilakukan untuk melihat kelainan diluar rongga mulut. Fokus
pada bentuk wajah, sendi (TMJ), ekspresi wajah dan kelenjar limfa.
5. Gigi tonggos dan berantakan : kondisi dimana posisi gigi rahang atas lebih maju dari gigi
pada rahang bawah.
6. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan diagnostik, pemeriksaan yang dilakukan untuk
menentukan diagnostic.
7. Relasi gigi anterior :
Overjet (jarak gigit)  jarak horizontal antara incisal atas dengan bidang incisal bawah.
Overbite  jarak vertical incisal incisivus atas dan bawah.
8. Klasifikasi oklusi : dibagi menjadi kualitatif dan kuantitati. Kualitatif :
a. Kelas I  neutrocclusion : cusp mesiobuccal beroklusi pada buccal groove molar
pertama bawah permanen
b. Kelas II  distocclusion : disto buccal molar pertama RA beroklusi pada buccal
groove molar pertama RB permanen
c. Kelas III  mesiocclusion : cusp mesio buccal pertama RA permanen beroklusi pada
intradental antara molar pertama dan kedua RB permanen.
9. Tipe wajah (Martin) ditentukan berdasarkan indeks morfologi wajah. Memperlihatkan
hubungan variasi untuk mempermudah diagnostic. Macam: hipereuriprosop, euriprosop,
mesoprosop, leptoprosop, dan hiperleptoprosop. Profil wajah: cembung, lurus, cekung.

Rumusan Masalah
1. Mengapa menghisap ibu jari dapat menyebabkan gigi tonggos?
2. Patologi maloklusi
3. Etiologi maloklusi
4. Klasifikasi maloklusi
5. Bagaimana konsep oklusi normal?
6. Bagaimana profil wajah yang proporsional?
7. Apa diagnostic pada kasus di scenario?
8. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan ekstra oral, intra oral dan penunjang pada kasus
ortodonsi?
9. Bagaimana cara menentukan tipe profil wajah?
10. Bagaimana manajemen (rencana) perawatan pada kasus diatas?
Hipotesis
1. Menghisap ibu jari memberikan tekanan pada gigi sehingga gigi akan bergerak maju dan
menjadi berantakan. Keparahan maloklusi akibat menghisap ibu jari berdasarkan durasi
frekuensi dan intensitas.
2. Patologi maloklusi
a. Kelas I  neutrocclusion : cusp mesiobuccal beroklusi pada buccal groove molar
pertama bawah permanen
b. Kelas II  distocclusion : disto buccal molar pertama RA beroklusi pada buccal
groove molar pertama RB permanen
c. Kelas III  mesiocclusion : cusp mesio buccal pertama RA permanen beroklusi pada
intradental antara molar pertama dan kedua RB permanen.
3. Etiologi Maloklusi
a. Faktor Umum b. Faktor Lokal
- Herediter - Anomaly jumlah gigi
- Kelainan kongenital - Anomaly morfologi gigi
- Perkembangan yang salah - Ukuran rahang terlalu kecil
pada pre natal dan post natal - Ukuran gigi terlalu besar
- Kebiasaan buruk
Herediter, perkembangan oklusal dari sumber tidak diketahui, trauma, perkembangan
fisik, penyakit bawaan dan nutrisi.
4. Klasifikasi maloklusi
Kelas I : gigi atas tumpang tindih dengan gigi bawah
Kelas II : kondisi overbite  gigi depan atas lebih maju daripada gigi bawah
(retrognatia)
Kelas III : underbite  gigi depan bawah lebih maju dari gigi depan atas (prognatia)
5. Konsep oklusi normal  Kontak oklusi gigi pada mandibular dan maksila sejajar.
6. Profil wajah proporsional  Keharmonisan tinggi wajah bagian bawah(lower facial)
dengan jarak glabella ke sub nasal.
7. Diagnosis thumb sucking dapat dilakukan dengan anamnesa dan pemeriksaan klinis. jari
anak akan terlihat kuku yg bersih dan berkalus
8. Intra oral : pemeriksaan kesehatan dan keadaan gigi secara umum.
Ekstra oral : inspeksi, indra penglihatan. Palpasi dengn indra peraba dan pengambilan
fotografi ekstra oral
Penunjang : foto ronsen
9. Cara mengetahui tipe profil wajah
a. Antropometri
b. Fotogrametri
c. Computer imaging
d. Cephalometry
10. Manajemen perawatan
Dilakukan perawatan ortodonti
Kalau gigi permanen belum erupsi  pendekatan psikologis, dan penanganan kebiasaan
menghisap ibu jari.

Peta Konsep

Profil wajah

Tipe profil
Anomali Pemeriksaan
wajah

Sasaran Belajar
1. Mampu memahami dan menjelaskan macam-macam tipe wajah manusia
2. Mampu memahami dan menjelaskan cara pemeriksaan pengukuran tipe wajah manusia.
3. Mampu memahami dan menjelaskan anomaly pada profil wajah.
4. Mampu memahami dan menjelaskan cara menentukan profil wajah.
5. Mampu mengetahui dan menjelaskan relasi gigi anterior dan posterior.
6. Mampu mengetahui dan menjelaskan klasifikasi maloklusi.
Hasil Diskusi
1. Macam-macam Tipe Wajah Manusia
Secara umum morfologi tipe wajah di pengaruhi oleh bentuk kepala, usia dan jenis
kelamin. Walaupun tipe wajah setiap manusia berbeda, seseorang mampu mengenal karena
ada kombinasi unik dari kontur nasal serta komplek wajah berhubungan dengan basis
cranium. Bagian-bagian yang dianggap mempengaruhi wajah adalah tulang pipi, hidung,
rahang atas, rahang bawah, mulut, dagu, mata, dahi dan supra orbital. Berdasarkan
bentuknya, tipe wajah di bagi menjadi 3 yaitu :
a) Tipe Wajah Leptoprosopic
Bentuk kepala dolichocephalic yang panjang dan oval
membuat pertumbuhan wajah menjadi sempit, panjang dan
protrusif. Tipe wajah ini disebut dengan leptoprosopic.
Bentuk kepala leptoprosopic kebanyakan dimiliki oleh ras
Negroid dan Aborigin Australia. Tipe wajah leptoprosopic
memiliki rentan indeks 88 – 92,9.

b) Tipe wajah euryprosopic


Memiliki tulang pipi yang lebih lebar, datar, dan kurang
protrusif sehingga membuat konfigurasi tulang pipi terlihat
jelas berbentuk persegi serta biasanya memiliki bentuk
lengkung gigi square. Bola mata juga lebih besar dan
menonjol karena kavitas orbital yang dangkal. Karakter
wajah seperti ini membuat tipe wajah euryprosopic terlihat
lebih menonjol daripada leptoprosopic. Biasanya tipe wajah
ini banyak terdapat pada orang Asia.
c) Tipe wajah mesoprosopic
Tipe wajah mesoprosopic memiliki karakteristik fisik antara
lain, kepala lonjong dan bentuk muka terlihat oval dengan
zigomatik yang sedikit mengecil. Tipe wajah seperti ini
kebanyakan dimiliki oleh orang Kaukasoid. mesoprosopic
berada pa da rentang indeks 84,0-87,9. Tipe wajah
mesoprosopic memiliki bentuk hidung, dahi, tulang pipi, bola
mata, dan lengkung rahang yang tidak selebar tipe wajah
euryprosopic dan tidak sesempit tipe wajah leptoprosopic .

2. Cara Pengukuran Tipe Wajah Manusia


Pengukuran tipe wajah dengan menggunakan foto frontal
a) FACIAL INDEX
Facial index merupakan penentuan tipe wajah dengan
mengukur tinggi wajah yang diukur dari nasion (hidung)
ke menton (dagu) kemudian membaginya dengan jarak
zygomaticum kanan-kiri.

Pada facial index, ada beberapa titik penting pada wajah yang digunakan untuk
melakukan pengukuran.

- Nasion (Na): titik paling anterior sutura frontonasalis pada bidang midsagital.
- Soft tissue Nasion (Na): titik tengah dari pangkal
hidung pada sutura nasofrontal, yang merupakan
aspek paling cekung.
- Gnathion (Gn): titik paling anterior dan paling
inferior dagu.
- Bi-zygomaticum (Zy-Zy): titik paling luar pada
setiap lengkung zygomaticum/ jarak kedua
zygion
b) UPPER FACIAL INDEX
Upper facial index merupakan penentuan tipe wajah dengan
mengukur tinggi wajah bagian atas yang diukur dari nasion
ke stomion kemudian membaginya dengan jarak
zygomaticum kanan-kiri.
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑠 (𝑁𝑎−𝑆𝑡𝑜)
Upper Facial Index = 𝑥 100
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ (𝑍𝑦−𝑍𝑦)

c) LOWER FACIAL INDEX


Lower facial index merupakan penentuan tipe wajah dengan
mengukur tinggi wajah bagian bawah yang diukur dari
subnasal ke menton kemudian membaginya dengan jarak
zygomaticum kanan-kiri.
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ (𝑆𝑛−𝑀𝑒)
Lower Facial Index = x 100
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ (𝑍𝑦−𝑍𝑦)

d) CHIN INDEX

Chin index merupakan penentuan tipe wajah dengan


mengukur tinggi dagu kemudian membaginya dengan jarak
zygomaticum kanan-kiri.

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑑𝑎𝑔𝑢 (𝐵′ −𝑀𝑒)


Chin Index = 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ (𝑍𝑦−𝑍𝑦) x100

Pengukuran Tipe Wajah dengan Menggunakan Foto Lateral


a) CHIN-FACE HEIGHT INDEX
Chin-face height index merupakan penentuan tipe wajah
dengan mengukur tinggi dagu kemudian membaginya dengan
tinggi wajah.
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑑𝑎𝑔𝑢 (𝐵′ −𝑀𝑒)
Chin-face Height Index = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ (𝑁𝑎−𝑀𝑒) 𝑥 100
b) MANDIBULAR ANTERIOR/ POSTERIOR HEIGHT INDEX
Mandibular Anterior/ Posterior Height Index dapat diperoleh dengan membagikan
tinggi mandibula bagian depan (Sto-Me) dengan Tinggi mandibula bagian belakang
(Cd-Go).

Hasil perhitungan Mandibular Anterior/ Posterior Height Index


- euryprosopic : wanita 75 ± 5 dan pria 72 ± 7
- mesoprosopic : wanita 81 ± 5 dan pria 80 ± 75
- leptoprosopic : wanita 86 ± 5 dan pria 87 ± 5

3. Anomali Profil Wajah


Profil wajah terbentuk melalui jaringan keras dan jaringan lunak wajah yang saling
menunjang. Maloklusi tidak hanya disebabkan oleh kondisi gigi tetapi juga dipengaruhi
oleh kondisi tulang.

Pola normal maloklusi tulang adalah Kelas I dan ditandai dengan profil wajah lurus di
mana rahang atas dan rahang bawah diselaraskan. Pola maloklusi skeletal Kelas II ditandai
oleh profil wajah cembung dan mungkin disebabkan oleh mandibula yang mengalami
perbaikan, penonjolan rahang atas, atau kombinasi keduanya. Selain itu, pola maloklusi
skeletal Kelas III ditandai dengan profil wajah cekung, yang mungkin karena penonjolan
mandibula, retraksi maksila, atau kombinasi keduanya.

Masing-masing tipe ini masih bisa bervariasi dengan kombinasi :


̶ Retrognatik (Dorsaly rotated dintition ) : Bila gigi-geligi rahang bawah berotasi ke
arah belakang sehingga posisi titik Pog tampak lebih ke belakang dari posisi Nasion
̶ Ortogantik (Unrotated dentition): Bila gigi-geligi rahang bawah tidak
berotasi/posisinya normal titik Pog tampak lurus terhadap Nasion
̶ Prognatik (Ventraly rotated dentition) : Bila gigi-geligi rahang bawah berotasi
kedepan, dagu (titik Pog) tampak maju terhadap Nasion

4. Cara Penentuan Profil Wajah


Profil wajah merupakan salah satu
guideline dalam proses penegakan
dalam diagnosis dan rencana
perawatan ortodontis. Profil wajah
seseorang dibagi menjadi 3 tipe
wajah yaitu straight profile, convex profile,dan concav profile.
Untuk menentukan profil muka digunakan 4 titik anatomis Gabella (Gl), Lip Contour atas
(Lca), Lip Contour bawah (Lcb) dan Pogonion (pog) serta garis referensi Gl-Pog
sebagaia acuan :
a. Glabella (Gl) : Titik terendah dari dahi terletak pada tengah-tengah diantara alis mata
kanan dan kiri.
b. Lip contour atas (Lca) : Titik terdepan bibir atas.
c. Lip contour bawah (Lcb) : Tiik terdepan bibir bawah
d. Pogonoin (Pog) : Titik terdepan dari dagu didaerah symphisis mandibula.
METODE UNTUK ANALISI PROFILE WAJAH
a. Antropometry
Pengukuran pada subjek hidup
dengan teknik proporsi tubuh dan
dimensi absolut bervariasi seperti
usia, jenis kelamin, dan ras. Pada
pemeriksaan ini akan dilakukan
pengukuran pada 5 regio wajah, yaitu
: kranium, fasial, orbital, nasal dan
telinga.
b. Photogrammetry
Untuk menentukan sudut estetis wajah(
nasofacial, nasofrontal, nasomental,dan
sudut mentocervical). Dimana dengan
metode ini dapat mengetahui mengenai
morfologi wajah dengan dento skeletal
bawah.

c. Computer Imaging
Aplikasi yang berfungsi untuk mendeteksi serta mengidentifikasi wajah
menggunakan teknologi computer

d. Cephalometry
Mengidentifikasi korelatif antara indeks dari morfologi wajah dengan sudut inter sisal
serta tinggi wajah
5. Relasi Gigi Anterior dan Posterior
Relasi Gigi Anterior
Oklusi normal pada gigi anterior memiliki inklinasi sebesar 12-28° ke labial. Tepi incisal
dari gigi incisivus RB berkontak pada palatal fossa gigi incisivus RA. Overjet adalah jarak
horizontal antara gigi-gigi incisivus RA dan RB pada saat oklusi. Besarnya overjet
tergantung pada inklinasi gigi-gigi incisivus dan hubungan anteroposterior lengkung gigi.
Overjet negative terjadi ketika incisivus RA terletak di lingual dari incisivus RB pada saat
beroklusi. Overbite adalah jarak veritkal antara gigi-gigi incisivus RA dan RB pada saat
oklusi. Overbite dipengaruhi oleh derajat pertumbuhan arah vertical. Idealnya, gigi
incisivus RB berkontak dengan 1/3 hingga ½ permukaan palatal incisivus RA pada keadaan
oklusi.

Tipe relasi anterior :


a. Excessive overbite / deep bite : keadaan dimana jarak menutupnya bagian incisal
incisivus RA terhadap incisivus RB dalam arah vertical melebihi 4mm. Pada kasus ini,
gigi posterior sering linguoversi ke mesial dan incisivus RB sering berjejal, linguoversi,
dan supraoklusi.
b. Open bite : keadaan adanya ruangan pada incisal dari gigi saat RA dan RB dalam
keadaan oklusi.

c. Excessive overjet / protrusion : gigi yang posisinya maju ke depan. Disebabkan oleh
factor keturunan dan bad habits.

d. Cross bite : keadaan rahang dalam relasi sentrik namun terdapat satu atau beberapa gigi
anterior RA yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior RB.

e. Edge to edge bite : saat oklusi, gigi anterior


RA dan RB berkontak pada bagian incisal.
Memiliki overbite dan overjet sebesar 0 mm.
f. Shallow bite : kondisi di antara normal overbite dan edge to edge bite.

g. Diastema : keadaan adanya ruang di antara gigi yang seharusnya berkontak.


1. Lokal : jika terdapat di antara 2 atau 3 gigi. Disebabkan oleh dens supernumerary,
frenulum labii yang abnormal, agenesis, bad habits, dan persistensi. Jika terletak di
antara kedua incisivus central dinamakan central diastema.
2. Umum (general spacing/ diastemata/ multiple diastema) : jika terdapat pada
Sebagian besar gigi. Disebabkan oleh factor keturunan, bad habits, macroglossia,
dan oklusi gigi yang traumatis.

h. Crowding : keadaan berjejalnya gigi di liuar susunan normal. Penyebabnya adalah


lengkung basal yang lebih kecil daripada lengkung gigi.
Relasi Gigi Posterior
a. Maloklusi kelas I : Cusp mesiobukal
molar pertama permanen atas terletak
pada bukal groove molar pertama
permanen bawah.
b. Maloklusi kelas 2 (distoklusi): gigi molar 1 RA berada lebih ke anterior. Sedangkan
bukal groove molar 1 RB lebih ke distal. Cusp distobukal molar pertama permanen
atas terletak pada bukal groove molar pertama permanen bawah. Maloklusi kelas 2
ini terdapat divisi 1 dan divisi 2.
Relasi gigi molar pertama atas dan bawah klas II (distoklusi) disebabkan oleh karena
posisi rahang atas lebih ke anteorior atau rahang bawah lebih ke posterior dalam
hubungannya terhadap basis kranium.
c. Maloklusi kelas 3 (mesioklusi) : bukal groove molar 1 RB lebih ke mesial. Cusp
mesiobukal molar pertama permanen atas terletak pada cusp distal molar pertama
permanen bawah.

d. Posterior cross bite, yaitu keadaan di mana satu atau beberapa gigi atas terdapat di
sebelah palatinal atau lingual gigi-gigi bawah. Dikenal beberapa macam cross bite :
- Buccal cross bite atau outer cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol palatinal
gigi posterior atas terdapat di sebelah bukal
tonjol bukal gigi posterior bawah.
- Lingual cross bite, yaitu keadaan di mana
tonjol bukal gigi posterior atas terdapat pada
fossa sentral gigi posterior bawah.
- Complete lingual cross bite atau inner cross
bite atau scissor bite, yaitu keadaan di mana
tonjol bukal gigi posterior atas terdapat di
sebelah lingual tonjol lingual gigi posterior
bawah.
e. Posterior open bite : kegagalan sejumlah gigi di salah satu atau kedua segmen bukal
yang berlawanan untuk mencapai oklusi saat terjadi kontak incisal.
f. Buccal non occlusion  seperti gunting, gigi posterior RA menutup seluruhnya pd
aspek bukal posterior mandibula.
g. Palatal/ lingual non occlusion  gigi posterior RA menutup seluruhnya pd aspek
lingual posterior mandibula.
h. Tidak ada relasi : Bila salah satu molar pertama permanen tidak ada misalnya karena
telah dicabut.

6. Klasifikasi Maloklusi
Edward Hingley Angle (1899)mengklasifikan maloklusi berdasarkan hubungan mesio-
distal gigi molar 1 permanen rahang atas dan rahang bawah menjadi 3 kelas, yaitu klas I,
II, III (Singh, 2007).
 Klas I
Angle Tonjol mesiobukal gigi molar
pertama rahang atas terletak pada
celah bagian bukal (buccal groove)
gigi molar pertama rahang bawah
(relasi gigi Neutroklusi)
Dr. Martin Dewey 1915 memodifikasi maloklusi Klas I Angle menjadi beberapa
tipe maloklusi yaitu :
- Tipe 1 : maloklusi Klas I Angle dengan gigi anterior yang crowded
- Tipe 2 : maloklusi Klas I Angle dengan gigi insisiv maksila yang protrusive
- Tipe 3 : maloklusi Klas I Angle dengan gigitan silang anterior (crossbite
anterior)
- Tipe 4 : maloklusi Klas I Angle dengan hubungan molar normal dalam arah
mesio-distak, tetapi hubungan dalam arah buko-lingual ada pada posisi gigitan
bersilang (crossbite posterior)
- Tipe 5 : maloklusi Klas I Angle dengan molar permanen telah bergerak ke
mesial (mesial drifting)
 Klas II
Angle Tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas
terletak pada ruangan di antara tonjol mesiobukal M1
dan tepi distal tonjol bukal gigi premolar rahang bawah
(relasi gigi distoklusiada 2 divisi dalam klas II angle :
- Klas II Angle Divisi I : Klas II Angle dengan ciri-
ciri gigi-gigi anterior di RA inklinasi ke labial atau
protrusi.
- Klas II Angle Divisi II : Klas II Angle dengan ciri-
ciri inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan
inklinasi insisivus lateral ke labial(Singh, 2007)

 Klas III
Angle Tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang
atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal M1
dan tepi mesial tonjol mesial gigi molar kedua rahang
bawah (relasi gigi Mesioklusi)

Dr. Martin Dewey merincikan maloklusi Angle klas III menjadi :


- Tipe 1 : maloklusi Klas III dengan rahang atas dan bawah yang jika dilihat
secara terpisah terlihat normal. Namun ketika rahang beroklusi menunjukkan
insisivus yang edge to edge, yang kemudian menyebabkan mandibula bergerak
kedepan.
- Tipe 2 : maloklusi Klas III Angle dengan insisivus mandibula crowdeddan
masih memiliki lingual relation terhadap insisivus maksila
- Tipe 3 : maloklusi Klas III Angle dengan insisivus maksila crowdeddan
crossbite dengan gigi anterior mandibula

DAFTAR PUSTAKA
1. Mc Donald, Dean, Avery. 2011. Dentistry for The Child and Adolescent. 9thed. Missouri:
Mosby-Year Book.
2. Komalawati. 2017. Sefalometri Suku Bangsa Aceh Dalam Kedokteran Gigi.
Syiah Kuala University Press, 2017
3. Moyers, R.E., Handbook of Orthodontics for Student and General Practitio ners, 2nd.Ed.,Year Book
Medical Publisher, Inc.,Chicago, 1970.
4. Irsa R, Hon D. Variasi Kefalometri pada Beberapa Suku di Sumatera Barat. Biol Univ
Andalas. 2013;2(2):130–7.
5. Filiporic GL, Stajanovic NM, Jovanovi ID, Randjelovi PJ, Ilt IR, Djordjevic NS. Differences
in angular photogrammetric Soft-tissue facial characteristics among parents and their
offspring. 2015; 55(5):1.11
6. Cobourne MT, DiBiase AT. Handbook of orthodontics. Edinburgh ; New York: Mosby;
2009. 427 hlm.
7. Rakosi T, Graber TM, Alexander RG, editor. Orthodontic and dentofacial orthopedic
treatment. Stuttgart ; New York: Thieme; 2010. 364 hlm.
8. Putri DH (1490003). Gambaran Menghisap Jari Terhadap Maloklusi Kelas I Tipe Angle
Modifikasi Dewey dan Kelas II Divisi 1 Angle (Penelitian dilakukan pada Anak Usia 6-9
Tahun di SD Swasta Kelurahan “X”) [Internet] [other]. Universitas Kristen Maranatha; 2018
[cited 2021 Apr 8]. Available from: https://repository.maranatha.edu/24194/
9. Habar, Eddy Heriyanto. "Perawatan maloklusi klas I Angle dengan gigitan silang depan (laporan
kasus)." MDJ (Makassar Dental Journal) 1.4 (2012).
10. Yuanisa, Sharina.“Persentase maloklusi angle kelas II divisi 1 pada anak dengan kebiasaan
bernafas melalui mulut”. 2014.
11. Setyowati, Pratiwi, and Wayan Ardhana. "Perawatan Maloklusi Kelas III dengan Hubungan
Skeletal Kelas III disertai Makroglosia Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg."
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 20.2 (2013): 184-191.

Anda mungkin juga menyukai