Dosen pengampu:
drg. Nadia Hardini, Sp.KG
Disusun oleh :
Muhammad Azriel Daffa A. 22010220140010
Hatta Rizky Zainal 22010220140015
Jenita Az'zahra Hermawan 22010220140016
Ni Luh Gede Nirmala K. 22010220140019
Sari Sekar Pandita 22010220140020
Abiyudha Panjalu 22010220130022
Tiara Candra Dewi 22010220140024
Salsabila Aliyah Husna 22010220140025
Giacinta Ilona Fergaus T 22010220140026
Pasien wanita, usia 9 tahun, ditemani ibunya datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut dengan
keluhan merasa malu karena gigi atas tonggos dan berantakan. Dari anamnesis didapatkan pasien
sering menghisap ibu jari terutama saat tidur dan telah dilakukan sejak kecil. Untuk dapat
menegakkan diagnosis dan membuat rencana perawatan, seorang dokter gigi perlu melakukan
berbagai macam pemeriksaan. Pemeriksaan ekstra oral, intra oral, dan penunjang pada kasus
ortodonti diantaranya bertujuan untuk melihat tipe wajah, profil wajah, relasi gigi anterior, relasi
gigi posterior,dan klasifikasi oklusi.
Kata kunci: kasus ortodonti, pemeriksaan ekstra oral, intra oral, dan penunjang
Daftar Pustaka:
1. Cobourne M, DiBiase A. 2016. Handbook of Orthodontics 2 ed. Elsevier.
2. Mitchell L. 2007. An Introduction to Orthodontics 3 nd ed. Oxford University Press.
3. Premkumar S. 2020. Essentials of Orthodontics 4 rd ed. Elsevier
Narasumber:
Ananta H. Pitaloka., drg., Sp. Ort
Terminologi
1. Relasi gigi posterior : hubungan antar gigi posterior dan kontak antara gigi molar pertama
rahang atas dan rahang bawah.
2. Kasus ortodonti : kasus yang berfokus pada posisi atau estetika gigi, rahang dan wajah.
Dibagi menjadi 3 : preventif (pencegahan maloklosi), interfentif (perbaikan maloklusi
dini), korektif (perbaikan maloklusi yang telah berkembang).
3. Pemeriksaan intra oral : pemeriksaan pada rongga mulut, meliputi mukosa dan gigi.
Bertujuan untuk mengeteahui kondisi dan kelainan pada rongga mulut. Pemeriksaan
meliputi : perkusi, sondasi, mobilitas, probing, vitalitas.
4. Pemeriksaan ekstra oral : dilakukan untuk melihat kelainan diluar rongga mulut. Fokus
pada bentuk wajah, sendi (TMJ), ekspresi wajah dan kelenjar limfa.
5. Gigi tonggos dan berantakan : kondisi dimana posisi gigi rahang atas lebih maju dari gigi
pada rahang bawah.
6. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan diagnostik, pemeriksaan yang dilakukan untuk
menentukan diagnostic.
7. Relasi gigi anterior :
Overjet (jarak gigit) jarak horizontal antara incisal atas dengan bidang incisal bawah.
Overbite jarak vertical incisal incisivus atas dan bawah.
8. Klasifikasi oklusi : dibagi menjadi kualitatif dan kuantitati. Kualitatif :
a. Kelas I neutrocclusion : cusp mesiobuccal beroklusi pada buccal groove molar
pertama bawah permanen
b. Kelas II distocclusion : disto buccal molar pertama RA beroklusi pada buccal
groove molar pertama RB permanen
c. Kelas III mesiocclusion : cusp mesio buccal pertama RA permanen beroklusi pada
intradental antara molar pertama dan kedua RB permanen.
9. Tipe wajah (Martin) ditentukan berdasarkan indeks morfologi wajah. Memperlihatkan
hubungan variasi untuk mempermudah diagnostic. Macam: hipereuriprosop, euriprosop,
mesoprosop, leptoprosop, dan hiperleptoprosop. Profil wajah: cembung, lurus, cekung.
Rumusan Masalah
1. Mengapa menghisap ibu jari dapat menyebabkan gigi tonggos?
2. Patologi maloklusi
3. Etiologi maloklusi
4. Klasifikasi maloklusi
5. Bagaimana konsep oklusi normal?
6. Bagaimana profil wajah yang proporsional?
7. Apa diagnostic pada kasus di scenario?
8. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan ekstra oral, intra oral dan penunjang pada kasus
ortodonsi?
9. Bagaimana cara menentukan tipe profil wajah?
10. Bagaimana manajemen (rencana) perawatan pada kasus diatas?
Hipotesis
1. Menghisap ibu jari memberikan tekanan pada gigi sehingga gigi akan bergerak maju dan
menjadi berantakan. Keparahan maloklusi akibat menghisap ibu jari berdasarkan durasi
frekuensi dan intensitas.
2. Patologi maloklusi
a. Kelas I neutrocclusion : cusp mesiobuccal beroklusi pada buccal groove molar
pertama bawah permanen
b. Kelas II distocclusion : disto buccal molar pertama RA beroklusi pada buccal
groove molar pertama RB permanen
c. Kelas III mesiocclusion : cusp mesio buccal pertama RA permanen beroklusi pada
intradental antara molar pertama dan kedua RB permanen.
3. Etiologi Maloklusi
a. Faktor Umum b. Faktor Lokal
- Herediter - Anomaly jumlah gigi
- Kelainan kongenital - Anomaly morfologi gigi
- Perkembangan yang salah - Ukuran rahang terlalu kecil
pada pre natal dan post natal - Ukuran gigi terlalu besar
- Kebiasaan buruk
Herediter, perkembangan oklusal dari sumber tidak diketahui, trauma, perkembangan
fisik, penyakit bawaan dan nutrisi.
4. Klasifikasi maloklusi
Kelas I : gigi atas tumpang tindih dengan gigi bawah
Kelas II : kondisi overbite gigi depan atas lebih maju daripada gigi bawah
(retrognatia)
Kelas III : underbite gigi depan bawah lebih maju dari gigi depan atas (prognatia)
5. Konsep oklusi normal Kontak oklusi gigi pada mandibular dan maksila sejajar.
6. Profil wajah proporsional Keharmonisan tinggi wajah bagian bawah(lower facial)
dengan jarak glabella ke sub nasal.
7. Diagnosis thumb sucking dapat dilakukan dengan anamnesa dan pemeriksaan klinis. jari
anak akan terlihat kuku yg bersih dan berkalus
8. Intra oral : pemeriksaan kesehatan dan keadaan gigi secara umum.
Ekstra oral : inspeksi, indra penglihatan. Palpasi dengn indra peraba dan pengambilan
fotografi ekstra oral
Penunjang : foto ronsen
9. Cara mengetahui tipe profil wajah
a. Antropometri
b. Fotogrametri
c. Computer imaging
d. Cephalometry
10. Manajemen perawatan
Dilakukan perawatan ortodonti
Kalau gigi permanen belum erupsi pendekatan psikologis, dan penanganan kebiasaan
menghisap ibu jari.
Peta Konsep
Profil wajah
Tipe profil
Anomali Pemeriksaan
wajah
Sasaran Belajar
1. Mampu memahami dan menjelaskan macam-macam tipe wajah manusia
2. Mampu memahami dan menjelaskan cara pemeriksaan pengukuran tipe wajah manusia.
3. Mampu memahami dan menjelaskan anomaly pada profil wajah.
4. Mampu memahami dan menjelaskan cara menentukan profil wajah.
5. Mampu mengetahui dan menjelaskan relasi gigi anterior dan posterior.
6. Mampu mengetahui dan menjelaskan klasifikasi maloklusi.
Hasil Diskusi
1. Macam-macam Tipe Wajah Manusia
Secara umum morfologi tipe wajah di pengaruhi oleh bentuk kepala, usia dan jenis
kelamin. Walaupun tipe wajah setiap manusia berbeda, seseorang mampu mengenal karena
ada kombinasi unik dari kontur nasal serta komplek wajah berhubungan dengan basis
cranium. Bagian-bagian yang dianggap mempengaruhi wajah adalah tulang pipi, hidung,
rahang atas, rahang bawah, mulut, dagu, mata, dahi dan supra orbital. Berdasarkan
bentuknya, tipe wajah di bagi menjadi 3 yaitu :
a) Tipe Wajah Leptoprosopic
Bentuk kepala dolichocephalic yang panjang dan oval
membuat pertumbuhan wajah menjadi sempit, panjang dan
protrusif. Tipe wajah ini disebut dengan leptoprosopic.
Bentuk kepala leptoprosopic kebanyakan dimiliki oleh ras
Negroid dan Aborigin Australia. Tipe wajah leptoprosopic
memiliki rentan indeks 88 – 92,9.
Pada facial index, ada beberapa titik penting pada wajah yang digunakan untuk
melakukan pengukuran.
- Nasion (Na): titik paling anterior sutura frontonasalis pada bidang midsagital.
- Soft tissue Nasion (Na): titik tengah dari pangkal
hidung pada sutura nasofrontal, yang merupakan
aspek paling cekung.
- Gnathion (Gn): titik paling anterior dan paling
inferior dagu.
- Bi-zygomaticum (Zy-Zy): titik paling luar pada
setiap lengkung zygomaticum/ jarak kedua
zygion
b) UPPER FACIAL INDEX
Upper facial index merupakan penentuan tipe wajah dengan
mengukur tinggi wajah bagian atas yang diukur dari nasion
ke stomion kemudian membaginya dengan jarak
zygomaticum kanan-kiri.
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑠 (𝑁𝑎−𝑆𝑡𝑜)
Upper Facial Index = 𝑥 100
𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑎ℎ (𝑍𝑦−𝑍𝑦)
d) CHIN INDEX
Pola normal maloklusi tulang adalah Kelas I dan ditandai dengan profil wajah lurus di
mana rahang atas dan rahang bawah diselaraskan. Pola maloklusi skeletal Kelas II ditandai
oleh profil wajah cembung dan mungkin disebabkan oleh mandibula yang mengalami
perbaikan, penonjolan rahang atas, atau kombinasi keduanya. Selain itu, pola maloklusi
skeletal Kelas III ditandai dengan profil wajah cekung, yang mungkin karena penonjolan
mandibula, retraksi maksila, atau kombinasi keduanya.
c. Computer Imaging
Aplikasi yang berfungsi untuk mendeteksi serta mengidentifikasi wajah
menggunakan teknologi computer
d. Cephalometry
Mengidentifikasi korelatif antara indeks dari morfologi wajah dengan sudut inter sisal
serta tinggi wajah
5. Relasi Gigi Anterior dan Posterior
Relasi Gigi Anterior
Oklusi normal pada gigi anterior memiliki inklinasi sebesar 12-28° ke labial. Tepi incisal
dari gigi incisivus RB berkontak pada palatal fossa gigi incisivus RA. Overjet adalah jarak
horizontal antara gigi-gigi incisivus RA dan RB pada saat oklusi. Besarnya overjet
tergantung pada inklinasi gigi-gigi incisivus dan hubungan anteroposterior lengkung gigi.
Overjet negative terjadi ketika incisivus RA terletak di lingual dari incisivus RB pada saat
beroklusi. Overbite adalah jarak veritkal antara gigi-gigi incisivus RA dan RB pada saat
oklusi. Overbite dipengaruhi oleh derajat pertumbuhan arah vertical. Idealnya, gigi
incisivus RB berkontak dengan 1/3 hingga ½ permukaan palatal incisivus RA pada keadaan
oklusi.
c. Excessive overjet / protrusion : gigi yang posisinya maju ke depan. Disebabkan oleh
factor keturunan dan bad habits.
d. Cross bite : keadaan rahang dalam relasi sentrik namun terdapat satu atau beberapa gigi
anterior RA yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi anterior RB.
d. Posterior cross bite, yaitu keadaan di mana satu atau beberapa gigi atas terdapat di
sebelah palatinal atau lingual gigi-gigi bawah. Dikenal beberapa macam cross bite :
- Buccal cross bite atau outer cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol palatinal
gigi posterior atas terdapat di sebelah bukal
tonjol bukal gigi posterior bawah.
- Lingual cross bite, yaitu keadaan di mana
tonjol bukal gigi posterior atas terdapat pada
fossa sentral gigi posterior bawah.
- Complete lingual cross bite atau inner cross
bite atau scissor bite, yaitu keadaan di mana
tonjol bukal gigi posterior atas terdapat di
sebelah lingual tonjol lingual gigi posterior
bawah.
e. Posterior open bite : kegagalan sejumlah gigi di salah satu atau kedua segmen bukal
yang berlawanan untuk mencapai oklusi saat terjadi kontak incisal.
f. Buccal non occlusion seperti gunting, gigi posterior RA menutup seluruhnya pd
aspek bukal posterior mandibula.
g. Palatal/ lingual non occlusion gigi posterior RA menutup seluruhnya pd aspek
lingual posterior mandibula.
h. Tidak ada relasi : Bila salah satu molar pertama permanen tidak ada misalnya karena
telah dicabut.
6. Klasifikasi Maloklusi
Edward Hingley Angle (1899)mengklasifikan maloklusi berdasarkan hubungan mesio-
distal gigi molar 1 permanen rahang atas dan rahang bawah menjadi 3 kelas, yaitu klas I,
II, III (Singh, 2007).
Klas I
Angle Tonjol mesiobukal gigi molar
pertama rahang atas terletak pada
celah bagian bukal (buccal groove)
gigi molar pertama rahang bawah
(relasi gigi Neutroklusi)
Dr. Martin Dewey 1915 memodifikasi maloklusi Klas I Angle menjadi beberapa
tipe maloklusi yaitu :
- Tipe 1 : maloklusi Klas I Angle dengan gigi anterior yang crowded
- Tipe 2 : maloklusi Klas I Angle dengan gigi insisiv maksila yang protrusive
- Tipe 3 : maloklusi Klas I Angle dengan gigitan silang anterior (crossbite
anterior)
- Tipe 4 : maloklusi Klas I Angle dengan hubungan molar normal dalam arah
mesio-distak, tetapi hubungan dalam arah buko-lingual ada pada posisi gigitan
bersilang (crossbite posterior)
- Tipe 5 : maloklusi Klas I Angle dengan molar permanen telah bergerak ke
mesial (mesial drifting)
Klas II
Angle Tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas
terletak pada ruangan di antara tonjol mesiobukal M1
dan tepi distal tonjol bukal gigi premolar rahang bawah
(relasi gigi distoklusiada 2 divisi dalam klas II angle :
- Klas II Angle Divisi I : Klas II Angle dengan ciri-
ciri gigi-gigi anterior di RA inklinasi ke labial atau
protrusi.
- Klas II Angle Divisi II : Klas II Angle dengan ciri-
ciri inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan
inklinasi insisivus lateral ke labial(Singh, 2007)
Klas III
Angle Tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang
atas beroklusi dengan bagian distal tonjol distal M1
dan tepi mesial tonjol mesial gigi molar kedua rahang
bawah (relasi gigi Mesioklusi)
DAFTAR PUSTAKA
1. Mc Donald, Dean, Avery. 2011. Dentistry for The Child and Adolescent. 9thed. Missouri:
Mosby-Year Book.
2. Komalawati. 2017. Sefalometri Suku Bangsa Aceh Dalam Kedokteran Gigi.
Syiah Kuala University Press, 2017
3. Moyers, R.E., Handbook of Orthodontics for Student and General Practitio ners, 2nd.Ed.,Year Book
Medical Publisher, Inc.,Chicago, 1970.
4. Irsa R, Hon D. Variasi Kefalometri pada Beberapa Suku di Sumatera Barat. Biol Univ
Andalas. 2013;2(2):130–7.
5. Filiporic GL, Stajanovic NM, Jovanovi ID, Randjelovi PJ, Ilt IR, Djordjevic NS. Differences
in angular photogrammetric Soft-tissue facial characteristics among parents and their
offspring. 2015; 55(5):1.11
6. Cobourne MT, DiBiase AT. Handbook of orthodontics. Edinburgh ; New York: Mosby;
2009. 427 hlm.
7. Rakosi T, Graber TM, Alexander RG, editor. Orthodontic and dentofacial orthopedic
treatment. Stuttgart ; New York: Thieme; 2010. 364 hlm.
8. Putri DH (1490003). Gambaran Menghisap Jari Terhadap Maloklusi Kelas I Tipe Angle
Modifikasi Dewey dan Kelas II Divisi 1 Angle (Penelitian dilakukan pada Anak Usia 6-9
Tahun di SD Swasta Kelurahan “X”) [Internet] [other]. Universitas Kristen Maranatha; 2018
[cited 2021 Apr 8]. Available from: https://repository.maranatha.edu/24194/
9. Habar, Eddy Heriyanto. "Perawatan maloklusi klas I Angle dengan gigitan silang depan (laporan
kasus)." MDJ (Makassar Dental Journal) 1.4 (2012).
10. Yuanisa, Sharina.“Persentase maloklusi angle kelas II divisi 1 pada anak dengan kebiasaan
bernafas melalui mulut”. 2014.
11. Setyowati, Pratiwi, and Wayan Ardhana. "Perawatan Maloklusi Kelas III dengan Hubungan
Skeletal Kelas III disertai Makroglosia Menggunakan Alat Ortodontik Cekat Teknik Begg."
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 20.2 (2013): 184-191.