Anda di halaman 1dari 17

TUGAS INDIVIDUAL DISKUSI KELOMPOK 1

BLOK 19

EDENTULUS SEBAGIAN

LAPORAN PEMICU I

“Rahang Ibu Berbunyi”

DISUSUN OLEH :

Indah Nurhaliza

NIM 190600007

FASILITATOR

Hubban Nasution, drg., MSc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya
saya mampu menyelesaikan laporan Pemicu 1 Blok 19 yang berjudul “Rahang Ibu
Berbunyi”. Saya harap laporan ini dapat memenuhi standar kriteria dan learning issue
dari laporan Pemicu 1 Blok 19. Namun, adapun laporan ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saya juga mengharapkan kritik maupun saran dari
fasilitator guna perbaikan dan peningkatan kualitas laporan selanjutnya di masa
mendatang.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mencari dari berbagai sumber referensi yang
diakui dan berdasar (memenuhi evidence based). Saya berterima kasih kepada dosen
yang telah memberi pengajaran melalui mata kuliah dan fasilitator yang bersedia
memeriksa jawaban saya.

Medan, 15 Februari 2022


Penyusun,

Indah Nurhaliza
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehilangan gigi merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang banyak
muncul di masyarakat karena sering menggangu fungsi pengunyahan, bicara, estetis,
bahkan hubungan sosial. Karies dan penyakit periodontal merupakan penyebab utama
penyakit ini. Menurut Gerritsen, hilangnya satu atau beberapa gigi dapat
menyebabkan gangguan fungsi dan estetika yang dapat memengaruhi kualitas hidup
seseorang. Kehilangan gigi dapat berpengaruh terhadap aktivitas sosial. Hal ini selaras
dengan pendapat McGrath bahwa kehilangan gigi dapat memengaruhi keadaan fisik
seperti penampilan estetik, terganggunya sistem mastikasi, dan memengaruhi
kenyamanan bicara.
Usia lanjut sering mempunyai masalah dalam hal makan, antara lain nafsu
makan menurun. Padahal meskipun aktivitasnya menurun sejalan dengan
bertambahnya usia. Ia tetap membutuhkan asupan zat gizi lengkap, seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ia pun tetap masih membutuhkan
energi untuk menjalankan fungsi fisiologis tubuhnya. Salah satu perubahan secara
biologis dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua yaitu banyaknya gigi geligi
yang sudah tanggal. Mengakibatkan gangguan fungsi mengunyah yang berdampak
pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut. Kehilangan gigi penyebab utama adalah
periodental disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.

1.2. Deskripsi Topik

Nama Pemicu : Rahang Ibu Berbunyi


Narasumber : M. Zulkarnain, drg., M. Kes, Dr. Wilda Hafni Lubis, drg.,
M.Si, Yendriwati,drg., M. Kes
Hari/Tanggal : Rabu/ 16 Februari 2022
Jam : 07.30-09.30 WIB
Skenario :
Pasien Perempuan berusia 50 tahun datang ke RSGM USU ingin berkonsultasi karena
rahangnya sering terasa capek diikuti dengan telinga kanan dan kiri berdengung.
Sudah terjadi sejak 6 bulan yang lalu. Hasil anamnesis, pasien tidak menderita
penyakit sistemik, tetapi sulit makan karena giginya banyak yang ompong dan belum
pernah memakai gigi tiruan. Hasil pemeriksaan ekstra oral, sewaktu
membuka/menutup mulut rahang berbunyi, dan rahang bawah lebih maju dari rahang
atas. Juga dikeluhkan sudut mulut sering perih sebelah kiri dan kanan.
Hasil pemeriksaan klinis adalah :
1. Gigi yang hilang : 14, 15, 17, 18, 24, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, 44, 45, 46, 47,
48.
2. Pada pemeriksaan TMJ : Kliking, palpasi sakit
3. Sudut mulut terdapat fisur dan eritema bilateral
4. Ditemukan plak dan kalkulus hampir pada seluruh gigi yang tersisa
5. Gigi anterior RB mengalami atrisi ± 2 mm
6. BMI pasien underweight

Pertanyaan

1. Jelaskan akibat dari kehilangan gigi (kasus tersebut) terhadap:


a) gigi tetangga
b) tulang alveolus
c) oklusi
d) TMJ
2. Jelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya rasa perih pada sudut mulut pada kasus di
atas.
3. Apakah diagnosis kasus sudut mulut tersebut dan bagaimana rencana perawatannya.
4. Jelaskan 2 faktor yang memengaruhi pergerakan temporomandibular joint pada kasus
di atas.
5. Jelaskan patogenesis kelainan pada kasus diatas menyebabkan rahang capek dan
rahang berbunyi.
6. Jelaskan patogenesis terjadinya telinga berdengung pada kasus diatas.
7. Jelaskan klasifikasi kehilangan gigi pada kasus diatas
8. Jelaskan rencana perawatan pada kasus kehilangan gigi di atas
BAB II

PEMBAHASAN

1. Jelaskan akibat dari kehilangan gigi (kasus tersebut) terhadap:

Gambar 1. Gigi yang hilang: 14, 15, 17, 18, 24, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, 44, 45,
46, 47, 48.
a) Gigi Tetangga
Kehilangan gigi posterior dapat menyebabkan pergeseran, miring atau
berputarnya gigi. Gigi yang miring sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies
meningkat. Bila gigi sudah tidak mempunyai antagonis lagi, maka akan terjadi
erupsi berlebih (overeruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai
pertumbuhan tulang alveolar. Pada gigi 16 dan 25 , terdapat ruang kosong pada
bagian distal dan mesial gigi molar 1 dan premolar 2 (gigi 16 dan 25), yang dapat
mengakibatkan gigi 16 dan 25 tilting atau gigi 16 dan 25 juga dapat bermigrasi
atau berpindah ke daerah gigi edentulous atau bahkan berotasi, selain itu gigi 16
dan 25 juga tidak memiliki gigi antagonis, maka biasanya gigi 16 dan 25 akan
mengalami supraposisi atau elongasi. Sedangkan, untuk gigi anterior yang tersisa
berkemungkinan terjadinya titling atau bahkan migrasi menuju daerah yang
edentulous.1
b) Tulang alveolus
Penurunan efisiensi kunyah merupakan dampak yang akan ditimbulkan akibat
kehilangan gigi terutama pada bagian posterior. Hal ini diakibatkan kehilangan
gigi sehingga terjadi kebiasaan menguyah yang buruk, penutupan berlebih (over
closure), serta hubungan rahang yang eksentrik, dapat menyebabkan gangguan
pada struktur sendi rahang. Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya,
maka gigi yang masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga
terjadi pembebanan berlebih (over loading). Hal ini akan mengakibatkan
kerusakan membran periodontal dan lama kelamaan gigi tersebut menjadi goyang
dan akhirnya dicabut.1
c) Oklusi
Kehilangan gigi posterior menyebabkan perubahan dimensi vertikal oklusi
dengan dan perubahan hubungan kondilus mandibula dengan fossa glenoidalis
tulang temporalis. Kehilangan dimensi vertikal oklusi akan menyebabkan posisi
mandibula lebih maju terhadap maksila sehinggan pola gerak rahang berubah, dan
oklusi rahang menjadi maloklusi klas III. Hal tersebut didukung atau sesuai pada
kasus, dimana rahang bawah pasien lebih maju daripada rahang atas (maloklusi
klas III).2
d) TMJ
Kehilangan gigi menyebabkan perubahan dimensi vertikal oklusi dan
perubahan pola gerak fungsional rahang sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan biomekanik pada sendi temporomandibula. Tekanan yang berlebih
menyebabkan terjadinya perubahan morfologi kondilus sehingga menjadi salah
satu faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan sendi temporomandibula.
Selain itu pengaruh pengurangan jumlah gigi akibat penuaan, terutama pada gigi
posterior di indikasikan sebagai penyebab gangguan sendi temporomandibula. Hal
ini terjadi karena kondilus mandibula akan mencari posisi yang nyaman pada saat
menutup mulut. Inilah yang memicu perubahan letak kondilus pada fossa
glenoidalis dan menyebabkan kelainan pada sendi temporomandibular.3

2. Jelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya rasa perih pada sudut mulut pada
kasus di atas.
Luka di sudut mulut yang dialami pasien merupakan Angular Cheilitis yang
disebabkan oleh agen infeksi seperti Candida, Staphylococcus dan Streptococcus.
Angular cheilitis bisa disebabkan oleh banyak faktor dan dapat terjadi pada semua
usia. Angular cheilitis dijumpai juga pada orang lanjut usia. Salah satu penyebab
angular cheilitis pada orang lanjut usia adalah penurunan dimensi vertikal dan
penggunaan gigi tiruan yang terlalu lama. Pada pasien lanjut usia, penurunan tinggi
oklusal atau desain gigi tiruan yang sudah tidak adekuat atau resorpsi dan atrofi tulang
alveolar dapat mengakibatkan oklusi yang buruk dan dapat menyebabkan lipatan yang
dalam pada sudut mulut. Lipatan yang dalam di sudut mulut memungkinkan saliva
untuk keluar dari mulut, saliva cenderung terkumpul di daerah tersebut sehingga
menciptakan lingkungan yang lembab dan kondusif bagi pertumbuhan jamur atau
bakteri.4
Pada pasien diketahui bahwa banyak gigi posterior yang tanggal dan gigi
anterior rahang bawah yang mengalami atrisi, sehingga menyebabkan perubahan pada
vertikal dimensi serta perubahan pada overjet dan overbite. Perubahan ini akan
menyebabkan sudut mulut pasien lebih melipat ke dalam (turun) dan menyebabkan
saliva mudah mengalir ke sudut mulut. Penumpukan saliva di sudut mulut ini
menyebabkan terjadinya peningkatan kolonisasi Candida Albicans. Candida Albicans
adalah agen infeksius oportunistik yang jika ada kesempatan dapat berkembang biak
dengan cepat sehingga menyebabkan kerusakan jaringan.2 Pada awalnya, akan
terbentuk jaringan mukokutaneus yang lunak berwarna merah dan ulserasi dangkal
pada sudut mulut. Dengan berjalannya waktu, fissura yang berwarna merah akan
menjadi dalam dan meluas beberapa cm dari komisura ke kulit perilabial, atau
menjadi ulserasi yang melibatkan mukosa labial dan bukal yang seringkali
menimbulkan rasa perih dan sakit.5,6

3. Apakah diagnosis kasus sudut mulut tersebut dan bagaimana rencana


perawatannya.
Diagnosis pada sudut mulut pasien tersebut adalah angular cheilitis.
Angular cheilitis secara klinis mudah dikenali, gambaran klinisnya cukup jelas. Untuk
pemeriksaan laboratorium, dapat mengukur Candida sp dan Staphylococcus
aureus yang diambil dari lesi angular cheilitis. Pada pemakai gigi tiruan, dapat
diisolasi Candida sp dari lesi angular cheilitis dan juga dari palatum, juga dapat dari
air kumur-kumur dari pemakai gigi tiruan tersebut. Angular cheilitis biasanya diikuti
dengan alopesia di lokasi lesi berada dan disertai non-spesifik lesi-lesi oral
yang terdapat di lidah dan mukosa bukal, kemungkinan diakibatkan kekurangan zat
besi. Ada beberapa differential diagnosis angular cheilitis namun sangat jarang
dijumpai, yaitu acanthosis nigricans, acrodermatitis enteropathica, glucagonoma dan
pemphigus vegetans.7
Angular cheilitis merupakan suatu lesi mulut yang ditandai dengan adanya
fisura, pecah-pecah dan kemerahan pada sudut mulut disertai rasa sakit, kering, rasa
terbakar dan terkadang disertai rasa gatal. Faktor etiologi utama angular cheilitis ialah
defisiensi nutrisi, seperti defisiensi zat besi, vitamin B, atau asam folat. Pada kasus
diketahui bahwa pasien memiliki BMI underweight, dimana hal ini terjadi akibat
pasien kesulitan untuk makan sehingga asuan gizi yang diperolehpun berkurang.
Selanjutnya, angular cheilitis pada lansia juga dapat terjadi akibat penurunan dimensi
vertikal dan penggunaan gigi tiruan yang terlalu lama. Pada pasien lanjut usia,
penurunan tinggi oklusal atau desain gigi tiruan yang sudah tidak adekuat atau
resorpsi dan atropi tulang alveolar dapat mengakibatkan oklusi yang buruk dan dapat
menyebabkan lipatan yang dalam pada sudut mulut. Lipatan yang dalam di sudut
mulut memungkinkan saliva untuk keluar dari mulut, saliva cenderung terkumpul di
daerah tersebut sehingga menciptakan lingkungan yang lembab dan kondusif bagi
pertumbuhan jamur atau bakteri.7

Adapun rencana perawatan yang dapat dilakukan ialah:


 Edukasi pasien
Pasien perlu diberitahukan tentang : etiologi, rencana perawatan dan
prognosisnya. Selain itu dapat juga diedukasi untuk menjaga kebersihan mulut
dan gigi, serta mengonsumsi makanan bergizi seimbang, terutama yang
mengandung vitamin B dan zat besi.
 Intruksi pasien
 Pasien diinstruksikan agar tidak menjilat sudut bibir yang terdapat lesi
 Menjaga agar area bibir yang luka tetap bersih dan kering untuk
mencegah infeksi makin parah, mengoleskan luka lecet tersebut dengan
petroleum jelly atau minyak kelapa untuk melembabkan kulit di sekitar
bibir
 Memperbanyak asupan cairan dan makan sehat, terutama yang
mengandung vitamin B2 seperti ikan, hati sapi dan ayam, telur, atau
kacang-kacangan.
 Terapi pasien
Pemberian obat antifungal seperti miconazole 2%, Nystatin (mycostatin),
Ketoconazole (extina), Clotrimazole (lotrimin), dan Miconazole (Lotrimin AF,
Micatin, Monistat Derm).
 Pembuatan protesa gigi tiruan
Pembuatan gigi tiruan bertujuan unutk meningkatkan pengunyahan (mastikasi)
yang akan berpengaruh pada pemilihan makanan dari yang segar dan berserat
menjadi yang dimasak dalam waktu lama yang akan mengurangi kandungan
nutrisi pada makanan tersebut. Peningkatan asupan nutrisi perlu dilakukan
agar dapat mengeliminasi penyebab terjadinya angular cheilitis pada pasien. 8

4. Jelaskan 2 faktor yang memengaruhi pergerakan temporomandibular joint


pada kasus di atas.
2 faktor yang menyebabkan pergerakan TMJ pasien menjadi klilking adalah akibat
kehilangan gigi posterior dan turunnya vertical dimensi wajah
 Kehilangan gigi posterior
Kehilangan gigi yang tidak segera digantikan dengan gigi tiruan dapat
mengakibatkan perubahan pola oklusi disebabkan oleh pergeseran atau perubahan
inklinasi serta posisi gigi disertai ekstrusi karena hilangnya posisi dalam arah
berlawanan sehingga terjadinya hambatan atau interference pada proses
pergerakan rahang. Hal ini berakibat menyebabkan terjadinya perubahan dimensi
vertikal oklusi sehingga gerakan fungsional rahang akan mengalami perubahan
yang menyebabkan terjadinya kerusakan struktur sendi dan terjadinya perubahan
morfologi kondilus sehingga menjadi salah satu faktor yang berperan dalam
terjadinya gangguan sendi temporomandibular seperti kliking.2
 Penurunan dimensi vertical
Semakin banyak gigi yang hilang maka akan terjadi gangguan STM dan
morfologi yang terjadi pada kondilus. Kehilangan gigi posterior menyebabkan
tekanan yang lebih besar pada sendi temporomandibula serta perubahan dimensi
vertikal oklusi. Selain itu pasien merupakan seorang perempuan berumur 50
tahun, dimana perubahan pada sendi tempomandibula dipengaruhi seiring
bertambahnya usia. Perubahan ini terjadi akibat dari proses degenerasi sehingga
melemahnya otot-otot pengunyahan yang mengakibatkan sukar membuka mulut
secara lebar. Perubahan pada jaringan tulang rawan sendi yaitu menurunnya
ketebalan lapisan fibro kartilago pada permukaan kondilus sendi. Terjadi
degenerasi dari kondrosit sehingga menurunnya kemampuan kartilago.Pengaruh
pengurangan jumlah gigi akibat penuaan, terutama pada gigi posterior di
indikasikan sebagai penyebab gangguan sendi temporomandibula. Hal ini terjadi
karena kondilus mandibula akan mencari posisi yang nyaman pada saat menutup
mulut. Inilah yang memicu perubahan letak kondilus pada fossa glenoidalis dan
menyebabkan kelainan pada sendi temporomandibula seperti bunyi kliking.3
5. Jelaskan patogenesis kelainan pada kasus diatas menyebabkan rahang capek
dan rahang berbunyi.
Dampak yang dapat ditimbulkan akibat kehilangan gigi salah satunya adalah
gangguan pada sendi temporomandibula yaitu kebiasaan mengunyah yang buruk,
penutupan (over clousure), hubungan rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi,
dapat menyebabkan gangguan pada struktur sendi rahang..Kehilangan gigi yang tidak
segera digantikan dengan gigi tiruan, dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola
oklusi karena terputusnya integritas atau kesinambungan susunan gigi. Pergeseran
atau perubahan inklinasi serta posisi gigi, disertai ekstrusi karena hilangnya posisi gigi
dalam arah berlawanan akan menyebabkan pola oklusi berubah, dan selanjutnya dapat
menyebabkan tarjadinya hambatan pada proses pergerakkan rahang. Sehingga
menyebabkan perubahan pada kondilus, dan kondilus mencari posisi yang nyaman
pada saat menutup mulut. Dari hal tersebut dapat menyebabkan posisi mandibular
lebih ke anterior. Apabila hal ini terus menerus terjadi maka dapat menyebabkan sakit
pada bagian TMJ sehingga pasien mengeluhkan rahang capek.9,10

6. Jelaskan patogenesis terjadinya telinga berdengung pada kasus diatas.


Hiperaktivitas otot yang berlangsung lama atau terus menerus maka akan
memicu kelelahan otot yang disebabkan akibat berkurangnya Adenosin Trifosfat
(ATP) didalam serabut otot sehingga menimbulkan ketegangan pada otot, dalam hal
ini otot yang terganggu yakni otot kepala dan leher. Akibatnya akan mengganggu
inervasi Nervus Trigeminus menjadi lebih sensitif, sehingga memicu rasa nyeri di
sekitar otot-otot TMJ, yaitu otot pengunyahan, otot tensor tympani (telinga) dan otot
digastricus (leher). Hiperaktivitas otot juga mempunyai hubungan dengan posisi
kondilus didalam TMJ, adanya hiperaktivitas otot menyebabkan posisi kondilus
berubah menjadi patologis yaitu bertranslasi lebih jauh dari posisi stabilnya, sehingga
terjadi kelainan TMJ.

Ada 3 teori utama dibalik alas an masalah pada TMJ yang menyebabkan kronis, yaitu
a) Alat pengunyahan dapat dengan beberapa otot yang inersinya ke telinga
b) Adanya koneksi langsung antara ligament yang menempel pada rahang dan salah
satu tulang pendengaran pada telinga.
c) Suplai saraf dari TMJ terbukti memiliki koneksi dengan bagian bagian otot yang
terlibat dengan pendengaran dan interpretasii suara. 11,12
7. Jelaskan klasifikasi kehilangan gigi pada kasus diatas
a) Klasifikasi kennedy pertama kali di perkenalkan oleh Dr Edward Kennedy
(1925).
Berdasarkan klasifikasi ini terdapat hubungan ruang edentulus ke gigi penopang.
Kennedy mengklasifikasikan edentulus menjadi 4 kategori dalam urutan menurut
frekuensi kejadian, yaitu :
 Kelas I: Edentulus terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada
dan berada pada kedua sisi rahang (bilateral).
 Kelas II: Edentulus terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada,
pada satu sisi rahang (unilateral).
 Kelas III: Edentulus terletak di antara gigi-gigi yang masih ada di bagian
posterior maupun anteriornya unilateral.
 Kelas IV: Edentulus terletak pada bagian anterior dan melewati garis
median.13

Gambar 2. Klasifikasi kennedy a. kelas I b. kelas II C. kelas III D. kelas IV

b) Klasifikasi Applegate-Kennedy
Applegate membuat 8 aturan untuk memudahkan aplikasi atau penerapan
klasifikasi yang dibuatnya, antara lain yaitu:
a) Penentuan klasifikasi dilakukan setelah semua pencabutan gigi selesai
dilaksanakan.
b) Apabila gigi molar III hilang dan tidak ingin diganti, maka gigi ini tidak
dilibatkan dalam penentuan klasifikasi.
c) Apabila gigi molar III masih ada dan digunakan sebagai gigi penyangga,
maka gigi ini dilibatkan dalam penentuan klasifikasi.
d) Apabila gigi molar II sudah hilang dan tidak ingin diganti, maka gigi ini
tidak dilibatkan dalam penentuan klasifikasi.
e) Area edentulous paling posterior selalu menentukan klas utama dalam
klasifikasi.
f) Area edentulous lain dari yang sudah ditetapkan dalam klasifikasi masuk
dalam modifikasi dan disebut sejumlah daerah atau ruangan
edentulousnya.

Berikut ini adalah pembagian klas menurut Applegate:


1. Klas I
Area edentulous sama seperti klasifikasi kehilangan gigi menurut
Kennedy. Kondisi klas I lebih sering dijumpai pada pasien yang telah
beberapa tahun kehilangan giginya dan pada rahang bawah. Kondisi
klinis dari klas I antara lain terdapat variasi pada derajat resorpsi dari
residual ridge, terjadi penguranganjarak antar lengkung rahang bagian
posterior dan stabilitas dari gigi tiruan yang akan dipasang dipengaruhi
oleh tenggang waktu pasien tak bergigi. Gigi tiruan sebagian lepasan
dengan desain bilateral dan perluasan basis distal menjadi pilihan
perawatan prostodontik untuk klas ini.
2. Klas II
Area edentulous sama seperti klasifikasi kehilangan gigi menurut
Kennedy. Kondisi klinis pada klas II antara ain terlihat resorpsi tulang
alveolar yang lebih banyak daripada klas I, gigi antagonis relatif lebih
ekstrusi dan tidak teratur daripada klas I, terkadang diperlukan 4 /
11 pencabutan 1 atau lebih dari gigi antagonis yang ekstrusi, dan
gangguan TMJ karena pengunyahan satu sisi. Gigi tiruan sebagian
lepasan dengan desain bilateral dan perluasan basis distal menjadi
pilihan perawatan prostodontik untuk klas ini.
3. Klas III
Area edentulous paredental dengan kedua gigi tetangganya tidak lagi
mampu member dukungan untuk protesa secara keseluruhan. Kondisi klinis
pada klas IIIantara lain area edentulous panjang, bentuk atau panjang
dari akar gigi tetangganya kurang memadai, resorspsi servikal pada
tulang alveolar di sekitarnya disertai goyangnya gigi tetangga secara
berlebihan dan adanya beban oklusal yang belebihan. Gigi tiruan sebagian
lepasan dengan desain bilateral dan dukungan gigi (tooth borne) menjadi
pilihan perawatan prostodontik untuk klas ini.
4. Klas IV
Area edentulous sama seperti klasifikasi kehilangan gigi menurut
Kennedy. Pembuatan GTSL dapat dilakukan bila resopsi tulang
alveolar yang cukup banyak, penyusunan gigi dengan overjetyang besar
sehingga membutuhkan banyak gigi penyangga, jumlah gigi
penyangga yang memadai lebih dari satu untuk mendistribusikan daya
kunyah dengan rata, dibutuhkan retensi dan dukungan tambahan untuk
gigi penyangga dan mulut pasien depresif sehingga penebalan sayap akan
meningkatkan nilai estetika. Gigi tiruan cekat diindikasikan untuk klas
IV bila gigi tetangga masih kuat, alternatiflain yaitu GTSL dengan
desain bilateral dan dukungan gigi atau jaringan atau kombinasi. Gigi
Tiruan sebagian lepasan lebih dianjurkan bila kasus meragukan.
5. Klas V
Area edentulous paredental dengan keadaan gigi pada sisi
anteriornya tak mampu menjadi gigi penyangga. Alasangigi anterior
tidak mampu menjadi penyanggaialah karena bentuk atau panjang dari
akar gigi kurang memadai sebagai gigi penjangkar, tulang alveolar
yang lemah, daya oklusal yang besar, dan area edentulous yang luas.
GTSL dengan desain bilateral dan basis yang berujung bebas di bagian
anterior menjadi pilihan perawatan prostodontik untuk klas ini.
6. Klas VI
Area edentulous paredental dengan gigi tetangga asli pada sisi anterior
dan posteriornya dapat menjadi gigi penyangga. Kondisi klinis pada
klasVI antara laon area edentulous tidak luas, bentuk atau panjang akar
gigi tetanga mamadai sebagai gigi penyangga.13

Diagnosa kasus :
 Menurut Kennedy : Rahang atas adalah kelas 1 modifikasi 2 sedangkan
Rahang bawah adalah kelas 1
 Menurut Applegate : Rahang atas adalah kelas 1 modifikasi 1 sedangkan
Rahang adalah bawah kelas 1

8. Jelaskan rencana perawatan pada kasus kehilangan gigi di atas


1) Fase I
 Evaluasi data diagnostik
Dilakukan pemeriksaan profil ekstra oral, bentuk wajah pasien, bibir pasien,
ditemukan memiliki keluhan sendi temporomandibular. Pasien tidak memiliki
penyakit sistemik.
Pemeriksaan intraoral, gigi yang tersisa adalah gigi 11, 12, 13, 16, 21, 22, 23,
25, 31, 32, 33, 41, 42,dan 43. Terdapat atrisi sebesar 2 mm pada rahang
bawah.
 Treatment emergency Relief of pain dan infeksi (perawatan pada Angular
Cheilitis)
 Menentukan tipe gigi tiruan yang akan dibuat
 Motivasi pasien.
2) Fase II
 Preprosthetic treatment dengan melakukan scalling dan penambalan gigi yang
atrisi
 Melakukan pencetakan anatomis. Pencetakan anatomis dilakukan
menggunakan hidrokoloid irrevesibel yaitu alginat
3) Fase III
 Mendesain gigi tiruan , yang digunakan berupa GTSL akrilik.
4) Fase IV
 Pembuatan cetakan fisiologis
Pencetakan fisiologis menggunakan sendok cetak fisiologis dengan spacer
satu lembar wax dan stopper terletak pada daerah median line dan molar
pertama. Prosedur border molding dengan bahan modeling compound
dilakukan pada keseluruhan tepi sendok cetak untuk mendapatkan struktur
anatomis batas perifer dari basis gigi tiruan penuh. Teknik pencetakan
mukokompresi dengan berdasarkan bahwa karena jaringan lunak yang
berkontak dengan gigi tiruan penuh akan selalu mendapat tekanan selama
pengunyahan sehingga harus dibuat dengan penekanan yang sama selama
pencetakan. Bahan cetak yang digunakan adalah elastomer monofase.
 Preparasi restorasi gigi penyangga
5) Fase V
 Pembuatan Gigi Tiruan Sebagian Lepasan.
6) Fase VI
 Insersi GTSL
Pada saat pemasangan gigi tiruan dilakukan pemeriksaan pada rongga mulut
dan gigi tiruan penuhnya, kemudian diinstruksikan pada pasien untuk
menjaga oral hygiene.
 Evaluasi dan kontrol berkala
Kontrol pasca pemasangan gigi tiruan dilakukan satu minggu berikutnya.
 Edukasi pasien bagaimana cara membuka serta melepas
 Dan instruksi pasien untuk selalu memelihara GTSL.13
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Lansia bukan pengguna gigi tiruan penuh cenderung mengubah


makanan mereka dari yang keras menjadi lunak untuk mengurangi proses
pengunyahan atau takut tersedak. Hal ini akan menurunkan fungsi
pengunyahan (mastikasi) yang akan berpengaruh pada pemilihan makanan
dari yang segar dan berserat menjadi yang dimasak dalam waktu lama yang
akan mengurangi kandungan nutrisi pada makanan tersebut. Proses
pengunyahan merupakan proses yang meliputi aktivitas fasial, mandibula, otot
suprahyoid, dan lidah yang berfungsi untuk menggilas makanan yang akan
masuk ke tahap pencernaan selanjutnya.12Sehingga penggunaan gigi tiruan
penuh pada lansia yang edentulous (kehilangan gigi) akan memperbaiki sistem
stomatognatik, khususnya dalam proses mastikasi (pengunyahan) sehingga
asupan makanan menjadi lebih baik dan gizinya pun menjadi meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan AP. Proses Penuaan dari Aspek Kedokteran Gigi. Medan: USU Press. 2015:
84-5.
2. Kalinowska IR, Orhan K. Imaging Of Temporomandibular Joint Switzerland :
Springer. 2019: 79-115.
3. Ebrahimi M, Dashti1 H, Mehrabkhani M, Arghavani M, Mozafari AD.
Temporomandibular disorders and related factors in a group of iranian adolescents: a
cross-sectional survey. JODDD. 2011; 5(4):123-7.
4. Sriwahyuni H, Hernawati S, Mashartini A. Insidensi dan Distribusi Penderita Angular
Cheilitis pada Bulan Oktober-Desember Tahun 2015 di RSGM Universitas Jember. e-
Jurnal Pustaka Kesehatan 2017;5(1); 120-7.
5. Lengman L, Ley T. Oral Medicine. 5th ed. Oxford: University Press: 2003: 111-2.
6. Langlais RP, Miller CS, Nield-Gehng JS. Atlas Berwarna: Lesi mulut yang sering
ditemukan:2014;4:110-1.
7. Sriwahyuni H, Hernawati S, Mashartini A. Insidensi dan distribusi penderita angular
cheilitis pada bulan Oktober-Desember tahun 2015 di RSGM Universitas Jember. e-
Jurnal Pustaka Kesehatan 2017; 5(1): 121.
8. Rusnaeni, Asikin M, Umar F. Journal Ilmiah Manusia dan Kesehatan 2018; 1(3): 235.
9. Pintauli S, Hamada T. Menuju Gigi & Mulut Sehat Pencegahan dan Pemeliharaan.
Medan: USU Press, 2014: 17-22.
10. Hanin I. Hubungan Kemampuan Mastikasi (Analisis Menggunakan Alat Ukur
Kemampuan Mastikasi Dengan Kualitas Hidup Wanita Pra-Lansia dan Lansia. Thesis.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012: 18-20.
11. Rehulina G. Febe Mawar N. Gejala klinis dan faktor penyebab kelainan temporo
mandibular joint pada kelas I oklusi angle. J Ked Gi Unpad. 2019; 31(2): 108-119
Niklas K. Edual. Edis Gunan. Christoper R. Cederroth. Impact of TMJ Complaints on
Tinnitus-Related Distress, front Neurosci 2019. 12: 87.
12. Yoshino K, Et Al. Relationship between eichner index and number of present teeth.
Bull Tokyo Dent Coll. 2012; 53(1): 37-40.
13. Pridana S, Syafriani. Overdenture sebagai perawatan prostodontik preventif: Laporan
kasus. Journal of Syiah Kuala Dentistry Society 2017; 2(2): 87-88.

Anda mungkin juga menyukai