BLOK 19
EDENTULUS SEBAGIAN
LAPORAN PEMICU I
DISUSUN OLEH :
Indah Nurhaliza
NIM 190600007
FASILITATOR
Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya
saya mampu menyelesaikan laporan Pemicu 1 Blok 19 yang berjudul “Rahang Ibu
Berbunyi”. Saya harap laporan ini dapat memenuhi standar kriteria dan learning issue
dari laporan Pemicu 1 Blok 19. Namun, adapun laporan ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, saya juga mengharapkan kritik maupun saran dari
fasilitator guna perbaikan dan peningkatan kualitas laporan selanjutnya di masa
mendatang.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mencari dari berbagai sumber referensi yang
diakui dan berdasar (memenuhi evidence based). Saya berterima kasih kepada dosen
yang telah memberi pengajaran melalui mata kuliah dan fasilitator yang bersedia
memeriksa jawaban saya.
Indah Nurhaliza
BAB I
PENDAHULUAN
Pertanyaan
PEMBAHASAN
Gambar 1. Gigi yang hilang: 14, 15, 17, 18, 24, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, 44, 45,
46, 47, 48.
a) Gigi Tetangga
Kehilangan gigi posterior dapat menyebabkan pergeseran, miring atau
berputarnya gigi. Gigi yang miring sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies
meningkat. Bila gigi sudah tidak mempunyai antagonis lagi, maka akan terjadi
erupsi berlebih (overeruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai
pertumbuhan tulang alveolar. Pada gigi 16 dan 25 , terdapat ruang kosong pada
bagian distal dan mesial gigi molar 1 dan premolar 2 (gigi 16 dan 25), yang dapat
mengakibatkan gigi 16 dan 25 tilting atau gigi 16 dan 25 juga dapat bermigrasi
atau berpindah ke daerah gigi edentulous atau bahkan berotasi, selain itu gigi 16
dan 25 juga tidak memiliki gigi antagonis, maka biasanya gigi 16 dan 25 akan
mengalami supraposisi atau elongasi. Sedangkan, untuk gigi anterior yang tersisa
berkemungkinan terjadinya titling atau bahkan migrasi menuju daerah yang
edentulous.1
b) Tulang alveolus
Penurunan efisiensi kunyah merupakan dampak yang akan ditimbulkan akibat
kehilangan gigi terutama pada bagian posterior. Hal ini diakibatkan kehilangan
gigi sehingga terjadi kebiasaan menguyah yang buruk, penutupan berlebih (over
closure), serta hubungan rahang yang eksentrik, dapat menyebabkan gangguan
pada struktur sendi rahang. Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya,
maka gigi yang masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga
terjadi pembebanan berlebih (over loading). Hal ini akan mengakibatkan
kerusakan membran periodontal dan lama kelamaan gigi tersebut menjadi goyang
dan akhirnya dicabut.1
c) Oklusi
Kehilangan gigi posterior menyebabkan perubahan dimensi vertikal oklusi
dengan dan perubahan hubungan kondilus mandibula dengan fossa glenoidalis
tulang temporalis. Kehilangan dimensi vertikal oklusi akan menyebabkan posisi
mandibula lebih maju terhadap maksila sehinggan pola gerak rahang berubah, dan
oklusi rahang menjadi maloklusi klas III. Hal tersebut didukung atau sesuai pada
kasus, dimana rahang bawah pasien lebih maju daripada rahang atas (maloklusi
klas III).2
d) TMJ
Kehilangan gigi menyebabkan perubahan dimensi vertikal oklusi dan
perubahan pola gerak fungsional rahang sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan biomekanik pada sendi temporomandibula. Tekanan yang berlebih
menyebabkan terjadinya perubahan morfologi kondilus sehingga menjadi salah
satu faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan sendi temporomandibula.
Selain itu pengaruh pengurangan jumlah gigi akibat penuaan, terutama pada gigi
posterior di indikasikan sebagai penyebab gangguan sendi temporomandibula. Hal
ini terjadi karena kondilus mandibula akan mencari posisi yang nyaman pada saat
menutup mulut. Inilah yang memicu perubahan letak kondilus pada fossa
glenoidalis dan menyebabkan kelainan pada sendi temporomandibular.3
2. Jelaskan etiologi dan patogenesis terjadinya rasa perih pada sudut mulut pada
kasus di atas.
Luka di sudut mulut yang dialami pasien merupakan Angular Cheilitis yang
disebabkan oleh agen infeksi seperti Candida, Staphylococcus dan Streptococcus.
Angular cheilitis bisa disebabkan oleh banyak faktor dan dapat terjadi pada semua
usia. Angular cheilitis dijumpai juga pada orang lanjut usia. Salah satu penyebab
angular cheilitis pada orang lanjut usia adalah penurunan dimensi vertikal dan
penggunaan gigi tiruan yang terlalu lama. Pada pasien lanjut usia, penurunan tinggi
oklusal atau desain gigi tiruan yang sudah tidak adekuat atau resorpsi dan atrofi tulang
alveolar dapat mengakibatkan oklusi yang buruk dan dapat menyebabkan lipatan yang
dalam pada sudut mulut. Lipatan yang dalam di sudut mulut memungkinkan saliva
untuk keluar dari mulut, saliva cenderung terkumpul di daerah tersebut sehingga
menciptakan lingkungan yang lembab dan kondusif bagi pertumbuhan jamur atau
bakteri.4
Pada pasien diketahui bahwa banyak gigi posterior yang tanggal dan gigi
anterior rahang bawah yang mengalami atrisi, sehingga menyebabkan perubahan pada
vertikal dimensi serta perubahan pada overjet dan overbite. Perubahan ini akan
menyebabkan sudut mulut pasien lebih melipat ke dalam (turun) dan menyebabkan
saliva mudah mengalir ke sudut mulut. Penumpukan saliva di sudut mulut ini
menyebabkan terjadinya peningkatan kolonisasi Candida Albicans. Candida Albicans
adalah agen infeksius oportunistik yang jika ada kesempatan dapat berkembang biak
dengan cepat sehingga menyebabkan kerusakan jaringan.2 Pada awalnya, akan
terbentuk jaringan mukokutaneus yang lunak berwarna merah dan ulserasi dangkal
pada sudut mulut. Dengan berjalannya waktu, fissura yang berwarna merah akan
menjadi dalam dan meluas beberapa cm dari komisura ke kulit perilabial, atau
menjadi ulserasi yang melibatkan mukosa labial dan bukal yang seringkali
menimbulkan rasa perih dan sakit.5,6
Ada 3 teori utama dibalik alas an masalah pada TMJ yang menyebabkan kronis, yaitu
a) Alat pengunyahan dapat dengan beberapa otot yang inersinya ke telinga
b) Adanya koneksi langsung antara ligament yang menempel pada rahang dan salah
satu tulang pendengaran pada telinga.
c) Suplai saraf dari TMJ terbukti memiliki koneksi dengan bagian bagian otot yang
terlibat dengan pendengaran dan interpretasii suara. 11,12
7. Jelaskan klasifikasi kehilangan gigi pada kasus diatas
a) Klasifikasi kennedy pertama kali di perkenalkan oleh Dr Edward Kennedy
(1925).
Berdasarkan klasifikasi ini terdapat hubungan ruang edentulus ke gigi penopang.
Kennedy mengklasifikasikan edentulus menjadi 4 kategori dalam urutan menurut
frekuensi kejadian, yaitu :
Kelas I: Edentulus terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada
dan berada pada kedua sisi rahang (bilateral).
Kelas II: Edentulus terletak di bagian posterior dari gigi yang masih ada,
pada satu sisi rahang (unilateral).
Kelas III: Edentulus terletak di antara gigi-gigi yang masih ada di bagian
posterior maupun anteriornya unilateral.
Kelas IV: Edentulus terletak pada bagian anterior dan melewati garis
median.13
b) Klasifikasi Applegate-Kennedy
Applegate membuat 8 aturan untuk memudahkan aplikasi atau penerapan
klasifikasi yang dibuatnya, antara lain yaitu:
a) Penentuan klasifikasi dilakukan setelah semua pencabutan gigi selesai
dilaksanakan.
b) Apabila gigi molar III hilang dan tidak ingin diganti, maka gigi ini tidak
dilibatkan dalam penentuan klasifikasi.
c) Apabila gigi molar III masih ada dan digunakan sebagai gigi penyangga,
maka gigi ini dilibatkan dalam penentuan klasifikasi.
d) Apabila gigi molar II sudah hilang dan tidak ingin diganti, maka gigi ini
tidak dilibatkan dalam penentuan klasifikasi.
e) Area edentulous paling posterior selalu menentukan klas utama dalam
klasifikasi.
f) Area edentulous lain dari yang sudah ditetapkan dalam klasifikasi masuk
dalam modifikasi dan disebut sejumlah daerah atau ruangan
edentulousnya.
Diagnosa kasus :
Menurut Kennedy : Rahang atas adalah kelas 1 modifikasi 2 sedangkan
Rahang bawah adalah kelas 1
Menurut Applegate : Rahang atas adalah kelas 1 modifikasi 1 sedangkan
Rahang adalah bawah kelas 1
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1. Tarigan AP. Proses Penuaan dari Aspek Kedokteran Gigi. Medan: USU Press. 2015:
84-5.
2. Kalinowska IR, Orhan K. Imaging Of Temporomandibular Joint Switzerland :
Springer. 2019: 79-115.
3. Ebrahimi M, Dashti1 H, Mehrabkhani M, Arghavani M, Mozafari AD.
Temporomandibular disorders and related factors in a group of iranian adolescents: a
cross-sectional survey. JODDD. 2011; 5(4):123-7.
4. Sriwahyuni H, Hernawati S, Mashartini A. Insidensi dan Distribusi Penderita Angular
Cheilitis pada Bulan Oktober-Desember Tahun 2015 di RSGM Universitas Jember. e-
Jurnal Pustaka Kesehatan 2017;5(1); 120-7.
5. Lengman L, Ley T. Oral Medicine. 5th ed. Oxford: University Press: 2003: 111-2.
6. Langlais RP, Miller CS, Nield-Gehng JS. Atlas Berwarna: Lesi mulut yang sering
ditemukan:2014;4:110-1.
7. Sriwahyuni H, Hernawati S, Mashartini A. Insidensi dan distribusi penderita angular
cheilitis pada bulan Oktober-Desember tahun 2015 di RSGM Universitas Jember. e-
Jurnal Pustaka Kesehatan 2017; 5(1): 121.
8. Rusnaeni, Asikin M, Umar F. Journal Ilmiah Manusia dan Kesehatan 2018; 1(3): 235.
9. Pintauli S, Hamada T. Menuju Gigi & Mulut Sehat Pencegahan dan Pemeliharaan.
Medan: USU Press, 2014: 17-22.
10. Hanin I. Hubungan Kemampuan Mastikasi (Analisis Menggunakan Alat Ukur
Kemampuan Mastikasi Dengan Kualitas Hidup Wanita Pra-Lansia dan Lansia. Thesis.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012: 18-20.
11. Rehulina G. Febe Mawar N. Gejala klinis dan faktor penyebab kelainan temporo
mandibular joint pada kelas I oklusi angle. J Ked Gi Unpad. 2019; 31(2): 108-119
Niklas K. Edual. Edis Gunan. Christoper R. Cederroth. Impact of TMJ Complaints on
Tinnitus-Related Distress, front Neurosci 2019. 12: 87.
12. Yoshino K, Et Al. Relationship between eichner index and number of present teeth.
Bull Tokyo Dent Coll. 2012; 53(1): 37-40.
13. Pridana S, Syafriani. Overdenture sebagai perawatan prostodontik preventif: Laporan
kasus. Journal of Syiah Kuala Dentistry Society 2017; 2(2): 87-88.