Anda di halaman 1dari 5

Pada kasus, pasien mengeluhkan sudut mulut sering perih sebelah kiri dan kanan.

Hasil pemeriksaan klinis terdapat fisur


dan eritema bilateral pada sudut mulut. Angular cheilitis yang memiliki nama lain angular cheilosis, commissural
cheilitis, angular stomatitis, atau perleche, merupakan suatu lesi mulut yang ditandai dengan adanya fisura, kemerahan
atau deskuamasi pada sudut mulut disertai rasa sakit, kering, rasa terbakar dan terkadang disertai rasa gatal. Angular
cheilitis disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti defisiensi nutrisi, trauma mekanik, infeksi, dan alergi. Penyebab
utama dari angular cheilitis adalah kombinasi infeksi jamur dan bakteri. Jamur yang paling sering menimbulkan angular
cheilitis adalah Candida albicans, sedangkan bakteri yang terlibat adalah staphylococcus aureus. 10

Pada kasus, faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya Angular cheilitis pada pasien adalah: 

 Penurunan Vertikal dimensi 


Daerah sudut mulut rentan terhadap maserasi yang menghasilkan inflamasi yang lebih parah dari pada daerah lain di
mulut akibat masa kontak yang singkat dengan air 9 liur. Turunnya vertikal dimensi atau dukungan wajah antara
mandibula dan maksila menyebabkan terbentuknya lipatan-lipatan pada sudut mulut dan menjadi tempat penumpukan
saliva, sehingga menciptakan suasana yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme agen infeksi. Hal ini terjadi akibat
proses penuaan dan juga akibat kehilangan gigi posterior sehingga menyebabkan mulut kehilangan penopangnya. 11

 Oral hygiene buruk 


Hal ini telah lama diketahui sebagai faktor yang berkontribusi sebagai penyebab angular cheilitis. Berbagai studi telah
melaporkan bahwa kultur bakteri khususnya Candida albicans, Staphylococcus, dan streptococcus ditemukan pada daerah
fisur mulut. 

 Defisiensi Nutrisi 
Keadaan pasien pada skenario yang mengalami kehilangan gigi berdampak pada terjadinya masalah pada TMJ dan
membuat masalah pada fungsi sistem stomatognasi pasien. Pasien dengan masalah pada TMJ dan kehilangan banyak gigi
cenderung akan kesulitan dalam mengunyah makanan yang akan berakibat pada menurunnya nutrisi yang masuk ke
tubuh. 

 Xerostomia 
Ketika menua maka akan terjadi perubahan yang signifikan, mulai dari penampilan hingga menurunnya kualitas hidup.
Begitu pula dengan produksi dan kualitas air liur akan menurun. Penurunan air liur ini dapat menyebabkan mulut kering
yang dikenal dengan nama xerostomia. Xerostomia bisa menjadi faktor pencetus timbulnya kelainan pada mukosa rongga
mulut lain seperti infeksi jamur pada sudut mulut (angular cheilitis).
12

Rencana Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada penderita angular cheilitis yaitu eliminasi faktor etiologi utama dan faktor predisposisi,
serta mencegah terjadinya infeksi sekunder. Perawatan untuk angular cheilitis yang diderita pasien adalah dengan
menyingkirkan faktor etiologi utama yakni memperbaiki vertikal dimensi, memperbaiki asupan nutrisi pasien terutama
vitamin B, zat besi, dan asam folat, serta serta memelihara kebersihan rongga mulut.13

Rencana perawatan pada kasus tersebut dapat dilakukan dengan: 

 Edukasi dan Instruksi Pasien 


Pasien harus diberitahukan mengenai penyebab dari kasus pada sudut mulutnya yaitu bakteri Candida Albicans akibat
dari kehilangan gigi pasien, bagaimana rencana perawatannya serta prognosisnya baik jika faktor penyebabnya
dihilangkan. Kemudian berikan instruksi pada pasien untuk tidak menjilat sudut bibir yang terdapat lesi serta menjaga
kebersihan rongga mulut. 13

 Terapi Pasien  
4

1. Pasien diberikan pemberian obat antifungal seperi miconazole 2%. Infeksi fungal memerlukan obat fungisidal topikal
yang diaplikasikan pada area lesi, biasanya 3 kali sehari selama 2 minggu
2. Pembuatan gigi tiruan (prothesa) yang tepat. Perencanaan pembuatan gigi tiruan merupakan rencana perawatan yang
paling tepat karena berdasarkan hasil anamnesis diketahui bahwa rahang bawah pasien lebih maju dari rahang atas
dikarenakan kehilangan seluruh gigi posteriornya sehingga menyebabkan oklusi yang buruk dan juga kehilangan gigi
posterior tersebut menyebabkan pasien kesulitan makan yang kemungkinan besar mengakibatkan defisiensi nutrisi pada
pasien.

1. Uraikan 2 faktor yang memengaruhi pergerakan temporomandibular joint pada kasus di atas
Jawab :
A. Kehilangan Gigi 
Kehilangan gigi posterior sangat memengaruhi perubahan pola oklusi karena gigi posterior berfungsi sebagai pusat
pengunyahan sehingga perubahan yang terjadi akibat kehilangan gigi posterior akan menyebabkan terputusnya
integritas kesinambungan susunan gigi sehingga kontak oklusi hilang. Hilangnya kontak oklusi mengakibatkan
penderita berusaha mendapatkan kontak oklusi baru pada gigi anterior sehingga terjadi oklusi ke arah anterior (cusp to
cusp dan edge to edge) apabila kehilangan gigi ini dibiarkan dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadi
pseudo Klas III yang memengaruhi perubahan posisi kondilus lebih ke anterior. Kehilangan gigi akan menyebabkan
tekanan yang lebih besar pada TMJ akibat bertambahnya berat beban oklusal pada gigi yang masih tertinggal.
Keadaan ini akan memengaruhi sistem neuromuskular dan memicu timbulnya gejala kelainan TMJ. 14

Pada skenario, Edentulus atau kehilangan gigi pada posterior RA dan RB menyebabkan kontak oklusi gigi posterior
berkurang. Karena pasien tidak bisa menggunakan gigi posteriornya, maka pasien akan mencoba menghancurkan
makanan menggunakan gigi anteriornya. Akibat dari penghancuran makanan menggunakan gigi anterior, pasien akan
memajukan rahang bawahnya untuk menghancurkan makanan sehingga mengalami oklusi pseudo kelas III, dimana
mandibular pasien lebih maju dari maksila dan posisi TMJ lebih ke anterior. Akibat dari pseudo kelas III edge to
edge dimana insisal anterior pasien bertemu dengan insisal mandibular pasien yang lama-kelamaan mengakibatan
atrisi. Atrisi gigi anterior juga mengakibatkan perubahan pada vertikal dimensi. Atrisi gigi anterior berakibat pada
kerusakan gigi dan perubahan morphologi gigi dan oklusi, dimana atrisi akan berperan dalam menyebabkan gangguan
TMJ pasien. 15

A. Penurunan Vertikal dimensi 


Kehilangan gigi menyebabkan perubahan dimensi vertikal oklusi dan akan menyebabkan posisi mandibula lebih maju
terhadap maksila sehingga pola gerak rahang berubah, terjadi peningkatan tekanan biomekanik pada struktur TMJ.
Tekanan biomekanik berlebih dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan perubahan adaptif dan perubahan
degeneratif pada struktur sendi tersebut sehingga terjadi perubahan morfologi kondilus dan menjadi terganggunya
pergerakan TMJ. 14

1. Uraikan patogenesis kelainan pada kasus diatas menyebabkan rahang capek dan rahang berbunyi.
Jawab :
Gangguan sendi temporomandibula (STM) merupakan adalah kelainan struktural dan fungsional yang terkait dengan
sendi temporomandibula, otot pengunyahan atau keduanya.  Adapun penyebab gangguan STM ada beberapa faktor yaitu,
faktor predisposisi, faktor inisiasi dan faktor perpetuasi. Faktor yang memengaruhi gangguan STM adalah usia dan jenis
kelamin. 
Tanda dan gejala gangguan STM ditemukan dari pemeriksaan klinis dan keluhan pasien yang seperti nyeri atau
sensitifitas pada area otot pengunyahan atau sendi, bunyi abnormal ketika pergerakan rahang, sakit kepala, nyeri leher,
keterbatasan atau ketidaksesuaian pergerakan mandibula, dan hubungan rahang yang tidak sesuai. Bunyi sendi
merupakan gejala yang paling sering terdapat pada seseorang dengan adanya gangguan STM. Bunyi yang dihasilkan
dapat bervariasi, mulai dari lemah yang hanya terasa oleh penderita hingga bunyi yang keras sehingga dapat didengar
orang lain.
16

Kehilangan gigi menyebabkan perubahan dimensi vertikal oklusi dan perubahan hubungan kondilus mandibula dengan
fossa glenoidalis tulang temporalis. Kehilangan dimensi vertikal oklusi akan menyebabkan posisi mandibula lebih maju
terhadap maksila sehingga pola gerak rahang berubah. Perubahan ini menyebabkan perubahan pola gerak fungsional
rahang sehingga terjadi peningkatan tekanan biomekanik pada struktur STM yaitu pada fossa gleoinadalis dan lereng
eminensia artikularis yang dilalui kondilus saat STM berfungsi. Tekanan biomekanik berlebih dalam jangka waktu yang
lama akan menyebabkan perubahan adaptif dan perubahan degeneratif pada struktur sendi tersebut sehingga terjadi
perubahan morfologi kondilus sehingga menjadi salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan STM. 16,17

Perubahan morfologi kondilus

1. Jelaskan patogenesis terjadinya telinga berdengung pada kasus diatas.


Jawab :
Sendi Temporomandibula (TMJ) adalah sendi yang menghubungkan tulang temporalis dengan kondilus mandibularis
yang secara anatomis terdiri dari tulang kondilus, fossa mandibularis, eminensia artikularis, diskus artikularis, ligamen
temporomandibularis, otot-otot pengunyahan dan leher, yang bekerja sama dalam pergerakan fisiologis mandibula.
Berbagai faktor pendukung yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan TMJ seperti maloklusi: crowded, crossbite,
edentulus gigi posterior, kebiasaan buruk: mengunyah satu sisi, bruksism, dan stres. Kelainan TMJ berupa bunyi kliking,
krepitasi, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala, nyeri telinga, telinga berdengung, keterbatasan gerak mandibula, deviasi,
dan defleksi.18

Tanda lain yang berhubungan dengan kelainan fungsional pada sistem pengunyahan adalah keluhan pada telinga. Tinnitus
(sensasi berdengung pada telinga) merupakan salah satu gejala klinis gangguan Temporo Mandibular Joint (TMJ) yang
biasanya disertai dengan nyeri telinga.
Hubungan antara terjadinya tinnitus terhadap gangguan sendi temporomandibular dimulai dari koklea terletak tepat
disebelah sendi temporomandibular, sehingga adanya koneksi saraf yang berada pada daerah sendi menuju koklea.
Gangguan sendi temporomandibular disebabkan oleh edentulus sebagian pada kasus ini memiliki hubungan erat terhadap
kejadian tinnitus, karena terjadi persentuhan antara saraf aurikuler temporal dan kondilus disk kompleks. Dimana pada
kasus gangguan sendi temporomandibular, terjadinya gangguan subluksasi antromedial dari disk sendi
temporomandibular yang memicu tinnitus. 19

Kehilangan gigi yang tidak segera digantikan dengan gigi tiruan, dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola oklusi
karena terputusnya integritas atau kesinambungan susunan gigi. Pergeseran atau perubahan inklinasi serta posisi gigi,
disertai ekstrusi karena hilangnya posisi gigi dalam arah berlawanan akan menyebabkan pola oklusi berubah, dan
selanjutnya dapat menyebabkan tarjadinya hambatan pada proses pergerakkan rahang. Temporomandibular merupakan
sendi yang bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah dan berbicara, yang
letaknya dibawah depan telinga. Gangguan pada sendi temporomandibular dapat menyebabkan keluhan berupa rasa nyeri
saat membuka mulut, menutup mulut, mengunyah, apalagi kondilus letaknya dekat dengan telinga yang mengakibatkan
berdengung baik ketika mengunyah makanan ataupun membuka mulut. Timbulnya bunyi sendi adalah salah satu tanda
kelainan pada sendi temporomandibular. 20

1. Jelaskan klasifikasi kehilangan gigi pada kasus diatas!


Jawab :
Pasien mengalami kehilangan gigi- gigi: 
14, 15, 17, 18, 24, 26, 27, 28, 34, 35, 36, 37, 38, 44, 45, 46, 47, 48
Klasifikasi Kennedy pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Edward Kennedy pada tahun 1925. Klasifikasi Kennedy
merupakan metode klasifikasi yang paling umum digunakan saat ini karena sederhana, mudah diaplikasikan pada seluruh
kondisi kehilangan sebagian gigi, dapat segera menentukan tipe kehilangan sebagian gigi, dapat segera menetukan tipe
kehilangan sebagian gigi, dan dapat menentukan tipe dukungan GTSL. Kennedy membagi kehilangan gigi sebagian
menjadi empat kelas secara umum: 21

 Kelas I : Kehilangan sebagian gigi asli pada regio posterior terhadap gigi yang masih ada dalam rahang secara bilateral
(bilateral free end). 

 Kelas II : Kehilangan gigi asli pada regio posterior terhadap gigi yang masih ada dalam rahang secara unilateral
(unilateral free-end). 

 Kelas III : Kehilangan sebagian gigi asli secara unilateral, dimana daerah bergigi tersebut dibatasi oleh gigi-gigi asli
yang masih ada (saddle bonded). 

 Kelas IV : Kehilangan gigi terjadi pada regio anterior, melewati garis median dan daerah yang tidak bergigi tersebut
dibatasi oleh bagian mesial-mesial gigi asli yang masih ada. 
Modifikasi : Kehilangan gigi terjadi pada kombinasi antara kelas I,II,III dengan tambahan jumlah regio yang hilang
Berdasarkan penjelasan di atas, maka klasifikasi kehilangan gigi pada pasien

 RA : Klas I Modifikasi 2 

 RB : Klas I

1. Jelaskan rencana perawatan pada kasus kehilangan gigi di atas


Jawab :
a. Perawatan Angular Cheilitis 
Pengobatan angular cheilitis sangat tergantung pada penyebabnya. Jika ada keterlibatan Candida, pengobatan topikal
dengan golongan azol merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan, seperti, ketokonazol, itrakonazol,
flukonazol, dan vorikonazol, yang dioleskan di daerah lesi tiga sampai empat kali sehari. Apabila ada keterlibatan
Staphylococcus, pemberian antibakteri seperti salep atau krim asam fusidat (fucidin) ataupun kemisitin dapat dioleskan
setidaknya tiga kali sehari. Jika infeksi kombinasi jamur dan bakteri, pemberian mikonazol memberikan respon yang baik
pada lesi ini.
22,23 

Perawatan penyakit ini juga dapat didukung dengan cara menghindari faktor predisposisi. Pasien yang mengalami
defisiensi nutrisi memerlukan perbaikan nutrisi karena perbaikan nutrisi sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan
inflamasi. Selain itu, pemakaian gigi tiruan bagi mereka yang telah kehilangan gigi telah ditemukan efektif dalam
mencegah terjadinya angular cheilitis.
24

a. Perawatan terhadap defisiensi nutrisi yang dialami pasien 


Dokter gigi mengedukasi pasien terkait diet dan dapat meresepkan multivitamin. Namun, Jika pasien mengalami
penurunan berat badan yang berlebih, atau datang dengan perubahan jaringan mulut yang menandakan malnutrisi, harus
dilakukan perujukan kepada dokter umum. 25

a. Perawatan pada jaringan pendukung 


Perawatan pendahuluan pada jaringan pendukung berguna untuk mendapatkan jaringan yang sehat pada gigi yang ada
sehingga dapat memberikan dukungan yang baik untuk gigi tiruan. Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien ialah
scalling untuk menghilangkan plak dan kalkulus pada seluruh gigi yang tersisa. 
a. Perawatan pada gigi-geligi yang tinggal 
Perawatan terhadap atrisi yang dialami gigi yang akan dijadikan penyangga 
a. Pencetakan 
b. Perawatan utama/ desain GTSL 
Terdapat empat tahap pembuatan desain gigi tiruan sebagian, yaitu: 26

 Tahap I. Menentukan klasifikasi dari masing-masing daerah tak bergigi Menentukan daerah tak bergigi pada suatu
lengkung gigi dapat bervariasi, dalam hal panjang, macam, jumlah dan letaknya. 

 Tahap II. Menentukan macam dukungan dari setiap sadel Menentukan macam-macam dukungan dari setiap sadel. Pada
kasus ini, dukungan gigi tiruan diperoleh dari gigi dan mukosa.

 Tahap III. Menentukan jenis penahan (retainer) 

 Tahap IV. Menentukan jenis konektor Menentukan macam konektor yang akan digunakan sesuai desain dan kebutuhan
bagi pasien pemakaian gigi tiruan. Untuk GTSL resin akrilik, konektor yang dipakai biasanya berbentuk plat
DAFTAR PUSTAKA
1. Siagian KV. Kehilangan sebagian gigi pada rongga mulut. Jurnal e-Clinic (eCl) 2016; 4(1): 1 – 6.
2. Kitazaki H, et al. Statistical Survey of Prosthetic Restorations-Fixed and Removable Prosthesis.
3. Rizki, T. (2019). Hubungan Bentuk dan Ukuran Linggir Alveolar pada Model Studi Pasien Edentulus Penuh di RSGM
USU.
4. Dipoyono HM. Pengaruh jumlah gigi posterior rahang bawah dua sisi yang telah dicabut dan pemakaian gigi tiruan
sebagian terhadap bunyi sendi. Maj Ked Gi. 2012; 19 (1): 5-8.
5. Widriyatna, Sugiatno E, Tjahjanti MTE. Pengaruh kehilangan gigi posterior rahang atas dan rahang bawah terhadap
gangguan temporomandibula (tinjauan klinis radiografi sudut inklinasi eminensia artikularis). J Ked Gi. 2015; 6(3):
315- 20.
6. Rizkillah MN, Isnaeni RS, Fadilah RPN. Kehilangan gigi posterior terhadap kualitas hidup pada kelompok usia 45-65
tahun. Padjadjaran J Dent Res Student 2019; 3(1): 7 – 12.
7. Schalock PC, Hsu JTS, & Arndt KA. Lippicott's Primary Care Dermatology. Philadelphia: Lippicott William &
Walkins; 2012.
8. Hari S, Sukumaran A. Angular cheilitis-etiological review and clinical management. K Dent J 1989; 13(2): 229-31.
9. Sriwahyuni H, Hernawati S, Mashartini A. Insidensi dan Distribusi Penderita Angular Cheilitis pada Bulan Oktober-
Desember Tahun 2015 di RSGM Universitas Jember (Incidence and Distribution of Angular Cheilitison
OctoberDecember 2015 at Dental Hospital of Jember University). e-Jurnal Pustaka Kesehatan 2017; 5 (1): 5-12, 124. 
10. Sriwahyuni H, Hernawati S, Mashartini A. Insidensi dan Distribusi Penderita Angular Cheilitis pada Bulan Oktober-
Desember Tahun 2015 di RSGM Universitas Jember (Incidence and Distribution of Angular Cheilitison
OctoberDecember 2015 at Dental Hospital of Jember University). e-Jurnal Pustaka Kesehatan 2017; 5 (1): 5-12, 124. 
11. Park K, Brondell R, Helms S. Angular cheilitis, part 1: Local etiologies. 
12. Rahmi, Argadianti AF, Radithia D, Soebadi B. Angular Cheilitis in Elderly Patient with Diabetes Mellitus and
Decrease of Vertical Dimensions. Acta Medica Philippina. Acta Med Philipp. 2019; 53(5)
13. Scully C. Oral and maxillofacial medicine, the basis of diagnosis and treatment. Toronto: Wright, 2004: 189-92.
14. Windriyatna, Sugiatno E, Tjahjanti E. Pengaruh kehilangan gigi posterior rahang atas dan rahang bawah terhadap
gangguan sendi temporomandibula. J Ked Gi 2015; 6(3): 315-6, 319.
15. Dwipayanti AN, Parnaadji RR, Kiswaluyo. Hubungan Antara Kehilangan Gigi Posterior Dengan Kliking Sendi
Temporomandibular Berdasarkan Jenis Kelamin di Klinik Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas
Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan 2016; 4(3): 507-8.
16. Adilah N. Hubungan Antara Kehilangan Gigi Posterior dengan Sendi Temporomandibular di Klinik Prostodonsia
RSGM Universitas Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan 2016; 4(3): 507-9.
17. Dipoyono HM. Pengaruh jumlah gigi posterior rahang bawah dua sisi yang telah dicabut dan pemakaian gigi tiruan
sebagian terhadap bunyi sendi. Maj Ked Gi. 2012; 19 (1): 5-8. 
18. Okeson J. Management of temporomandibula disorders and occlusion. 7th ed. Missiouri: Elsevier; 2013. 4–16 p.
19. Winarti TM, Rikmasari R. Kebiasaan postur tubuh yang buruk yang mengganggu kesehatan sendi temporomandibula.
Dentofasial 2011; 10(3): 196 – 201
20. Bader KA. Temporomandibular Disorders (TMD) in Edentulous Patients: A Review and Proposed Classification.
Journal of Clinical and Diagnostic Research 2015; 9(4).
21. Fluidayanti I, Gunadi A, Kristiana D. Distribution of Tooth Loss Based on Kennedy Classification and Types of
Denture for Patient in Dental Hospital of Jember University. Proccedings Book FORKINAS VI FKG UNEJ 14th-15th
2016. Hal. 294-305
22. Fazel N, Sharon V. Oral candidiasis and angular cheilitis. Dermatologic Therapy 2010; 23: 230-242. 18. 
23. Filho RR, Tochetto LB, Tochetto BB, Almeida HL, Lorencette NA, Netto JF. "Angular" plasma cell cheilitis.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24656273. (13 Februari 2023).
24. Siegel MA, Silverman S, Sollecito TP. Clinician’s guide treatment of common oral conditions. 7thed., American
Academy of Oral Medicine, 2009:12
25. Zarb GA, Bolender CL, Hickey JC, Carlsson GE. Buku ajar prostodonti untuk pasien 21.
26. tak bergigi menurut Boucher. Ed.10.  Alih bahasa: Mardjono D. Jakarta: EGC; 2002. p.84- 90

Anda mungkin juga menyukai