Anda di halaman 1dari 13

BLOK 9 DIAGNOSIS DAN INTERVENSI TERAPI PADA

TINGKAT SEL DAN JARINGAN

PEMICU 3

“BENGKAK DAN SAKIT DI DAERAH RAHANG BAWAH &


LEHER AKIBAT CABUT GIGI”

Disusun Oleh:

Fayza Adinda Jasmine

200600169

KELOMPOK 5

Fasilitator: Dr. Ameta Primasari, drg., M.Kes., MDSc., Sp.PMM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
Nama Pemicu : Bengkak dan sakit di daerah rahang bawah & leher, akibat cabut gigi

Penyusun : Dr. drg. Ameta Primasari, MDSc, M.Kes, Sp. PMM; Tri Widyawati, dr. MSi.,
PhD.; Sri Amelia, dr., M.Kes.

Hari/Tanggal : Selasa/ 7 September 2021

Jam : 07.30 – 09.30 wib

Skenario:

Seorang pasien wanita berusia 35 tahun datang berobat ke dokter gigi dengan keluhan
rasa sakit yang hebat pada bekas pencabutan gigi geraham bawah, disertai pembengkakan
yang meluas sampai ke leher. Pasien melakukan pencabutan gigi 2 hari yang lalu. Pasien
tidak mengkonsumsi obat meskipun sudah diresepkan dokter. Hasil anamnesis diketahui
bahwa prosedur pencabutan gigi tersebut berlangsung lama sekitar 2 jam, sakit, dokter
memberikan suntikan berkali-kali. Dari pemeriksaan klinis (intra oral), socket bekas
pencabutan gigi (46) berwarna merah, bengkak, sakit dan disertai oral hygiene buruk. Pada
socket pencabutan gigi tidak dijumpai bekuan darah, tetapi dijumpai pseudomembrane
berwarna kuning dan berbau. Dokter mendiagnosa sebagai alveolitis.

Pertanyaan:

1. Jelaskan patofisiologis timbulnya rasa sakit, pembengkakan yang meluas ke


daerah serta penyebarannya ke leher akibat pencabutan gigi 46! (PA)
Dry socket (alveolar osteitis) merupakan nyeri pasca operasi di sekitar
alveolus yang akan bertambah parah mulai dari 1-3 hari setelah ekstraksi dan diikuti
oleh hilangnya bekuan sebagian atau total di bagian dalam alveolus.Secara
mikroskopis, dry socket ditandai dengan adanya infiltrat seluler inflamasi, termasuk
banyak fagosit dan sel raksasa di sisa bekuan darah, terkait dengan adanya bakteri dan
nekrosis lamina dura. Proses inflamasi ini dapat meluas ke ruang meduler dan juga
periosteum, sehingga mengakibatkan peradangan jaringan ikat pada mukosa yang
berdekatan dengan gambaran mikroskopis khas osteomielitis.1
Lisis sebagian atau total dan penghancuran bekuan darah disebabkan oleh
mediator yang dilepaskan selama peradangan oleh aktivasi langsung atau tidak
langsung plasminogen ke dalam darah. Pada saat pencabutan gigi 46, pasien mungkin
terjadi trauma yang terlalu banyak dan menyebabkan tekanan pada lapisan tulang
pada socket yang dapat merusak penetrasi vascular. Sebagai akibatnya, trauma
tersebut dapat berujung dari thrombosis dari dasar pembuluh darah dan menyebabkan
penurunan ketahanan jaringan dan infeksi luka. Hal ini dapat menyebabkan inflamasi
pada sumsum tulang sehingga melepaskan activator jaringan langsung kepada
alveolus dan predisposisi ke dry socket. Ketika mediator dilepaskan oleh sel-sel
tulang alveolar setelah trauma, plasminogen diubah menjadi plasmin, menyebabkan
pecahnya bekuan oleh disintegrasi fibrin. Konversi ini terjadi dengan adanya
proaktivator seluler atau plasma dan aktivator lainnya.1,2
Pembengkakan yang meluas hingga ke daerah leher yang terjadi pada pasien
dapat terjadi akibat adanya inflamasi atau peradangan kelenjar getah bening dan
kelenjar di sekitarnya. Inflamasi merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya benda
asing, invasi mikroorganisme, atau kerusakan jaringan. Jika tubuh kita terpajan oleh
adanya benda asing atau invasi mikroorganisme maka dendritic cell dan endothelial
cell akan melakukan pelepasan mediator kimia. Pelepasan mediator kimia akan
menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga adanya tanda
inflamasi rubor dan kalor. asa sakit dan bengkak disebabkan oleh peradangan pada
sistem pertahanan tubuh, yang disebut respons imun.3
2. Jelaskan kondisi/proses yang dapat terjadi akibat kontaminasi mikroorganisme
pada luka! (M)
Penyembuhan luka pasca pencabutan gigi pada umumnya berjalan dengan
normal, akan tetapi terkadang mengalami masalah dan menimbulkan berbagai
komplikasi. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pasca pencabutan gigi adalah
infeksi. Infeksi pasca pencabutan gigi tidak terlepas dari masuknya mikroorganisme
patogen ke dalam soket. Patogen penginfeksi meliputi virus, bakteri, jamur, protozoa,
dan parasite multiseluler. Pathogen ini merupakan penyebab infeksi, dalam artian
bahwa tanpa pathogen, tidak ada epidemik infeksi terjadi.4
Infeksi menyebabkan pembengkakan dan rasa sakit bagi pasien. Infeksi pasca
prosedur terjadi karena adanya manipulasi permukaan epitel rongga mulut.
Manipulasi ini mengganggu fungsi epitel sebagai barrier fisik dan memudahkan
invasi mikroorganisme patogen ke jaringan dibawah epitel serta aliran darah.
Kontaminasi mikroorganisme yang lebih jauh dapat menyebabkan efek sistemik
seperti bakteremia dan fokal infeksi. Infeksi pasca pencabutan gigi ditandai dengan
adanya rasa sakit pada alveolus disertai dengan adanya supurasi, eritema, dan edema
dengan atau tanpa demam sistemik.4
Adanya mikroorganisme dalam flora normal rongga mulut dapat
menyebabkan luka pencabutan gigi terinfeksi. Sejumlah mikroorganisme yang
diketahui memiliki peranan dalam aktivitas fibrinolisis baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam mengahasilkan aktivator-aktivator yang sesuai dengan
mikroorganisme yang terlibat.4
Porphyromonas gingivalis juga berpotensi mempengaruhi proses
penyembuhan luka pasca bedah. Hal ini terjadi melalui mekanisme yang terdiri atas
peningkatan apoptosis, pengurangan migrasi sel dan perlambatan proliferasi sel.
Enzim proteolytic yang diproduksi bakteri Porphyromonas gingivalis merupakan
faktor virulensinya.4
Inflamasi lokal dan lamanya proses penyembuhan yang diakibatkan infeksi
Porphyromonas gingivalis dapat mempermudah terjadinya infeksi sekunder oleh
bakteri lain. Porphyromonas gingivalis juga dapat menyebabkan perubahan vaskular
yang berakibat meningkatnya insiden dan keparahan intermittent bacteremia karena
trauma gingiva.4
3. Apa hubungan prosedur pencabutan gigi yang lama, sulit serta anastesi berkali-
kali menyebabkan gangguan penyembuhan luka pada kasus diatas! (PA/M)
Ekstraksi gigi merupakan prosedur paling umum dilakukan di kedokteran gigi.
Luka mudah sembuh pada kondisi normal tetapi jika mengalami berbagai komplikasi
seperti infeksi dan suplai darah kurang, maka proses penyembuhan akan terhambat.5
Pada skenario diketahui prosedur pencabutan gigi tersebut berlangsung lama
sekitar 2 jam dan sakit. Hal ini dapat menyebabkan trauma yang akan memberikan
rasa nyeri dan mengarah pada komplikasi pasca ekstraksi yang lebih parah. Trauma
yang berlebihan diketahui dapat menghasilkan penyembuhan jaringan yang tertunda,
ini telah dikaitkan dengan adanya kompresi dari tulang yang melapisi soket, yang
merusak penetrasi pembuluh darah. Trauma berlebihan bisa menyebabkan thrombosis
pada pembuluh darah yang ada disekitar area ekstraksi. Anastesi yang dilakukan
berkali-kali diduga akibat proses ekstraksi yang lama dan kerja dari dosis anastesi
tersebut tidak mencukupi sehingga dilakukan penyuntikan berulang. Hal ini dapat
menyebabkan iritasi pada gusi akibat suntikan dan dapat mempengaruhi oral hyigiene
karena terdapat mikroorganisme pada iritasi tersebut.6
Trauma dan kesulitan pembedahan dapat menyebabkan terjadinya alveolitis
atau dry socket sesuai dengan diagnosis pada kasus diatas. Dry socket adalah suatu
kondisi dimana terdapat kehilangan bekuan darah dari soket pasca ekstraksi. Dry
socket terjadi karena jumlah tulang terbuka cukup banyak namun proses
penyembuhan yang tidak adekuat karena kerusakan bekuan darah di dalam soket atau
infeksi tulang mati oleh organism mikro. Sewaktu gigi-geligi dicabut dari tulang
dengan suplai darah yang berlebih atau sedikit meskipun penyembuhan tulang dan
keutuhan mukosa mulut cepat pulih, reorganisasi jaringan disoket bisa memakan
waktu berbulan-bulan.5
4. Jelaskan faktor lokal dan sistemik yang dapat menyebabkan gangguan
penyembuhan luka akibat pencabutan gigi pada kasus diatas! (PA)
Terdapat beberapa faktor lokal dan sistemik yang diketahui memiliki
kontribusi pada terjadinya dry socket, antara lain7:
1) Faktor local
 Trauma bedah dan kesulitan dalam bedah. Hal ini terjadi karena lebih banyak
pembebasan second direct tissue activator pada inflamasi bone marrow yang
dapat terjadi jika pencabutan gigi lebih sulit dan traumatik. Pencabutan gigi
secara bedah 10 kali lipat dapat meningkatkan insidensi dry socket
dibandingkan dengan pencabutan gigi secara non bedah. Ekstraksi cenderung
sulit pada tulang lebih padat dan lebih tua, yang mungkin memiliki
vaskularisasi menurun dan kecenderungan lebih besar untuk trombosis
traumatis dari pembuluh darah
 Kurangnya pengalaman operator. Operator yang kurang berpengalaman
dapat menyebabkan trauma yang lebih besar selama pencabutan gigi,
khususnya pencabutan gigi molar ketiga mandibula secara bedah
 Molar ketiga mandibula. Dry socket lebih banyak ditemukan pada
pencabutan gigi molar ketiga mandibula. Hal ini berkaitan dengan kepadatan
tulang yang meningkat, vaskularisasi menurun dan berkurangnya kapasitas
produksi jaringan granulasi yang bertanggung jawab khusus pada daerah
tersebut
 Kontrasepsi oral. Kontrasepsi oral merupakan satu-satunya obat yang
memiliki hubungan dengan insidensi dry socket. Selain itu, ditemukan bahwa
peningkatan insidensi dry socket memiliki korelasi dengan penggunaan
kontrasepsi oral. Hormon estrogen dikatakan memiliki peran yang signifikan
dalam proses fibrinolisis. Estrogen dipercaya mengaktifkan sistem
fibrinolitik (meningkatkan faktor II, VII, VIII, X dan plasminogen) secara
tidak langsung dan kemudian menyebabkan peningkatan lisis bekuan darah
 Infeksi bakteri. Banyak studi yang mendukung bahwa infeksi bakteri
merupakan faktor utama terjadinya dry socket. Penelitian mengenai
hubungan antara Actinomyces viscosus dan Streptococcus mutans dengan
insiden dry socket. Luka bekas pencabutan yang terinfeksi bakteri tersebut
menunjukkan penyembuhan luka yang lambat pada hasil inokulasi
mikroorganisme ini pada model hewan coba. Selain itu juga ditemukan dari
hasil penelitian bahwa pada kultur Treponema denticola pada plasmin
memiliki aktivitas fibrinolitik sehingga berperan dalam proses terjadinya dry
socket
 Anestesi lokal dengan vasokonstriktor. Penggunaan anestesi lokal dengan
vasokonstriktor dapat meningkatkan insidensi dry socket. Frekuensi dry
socket meningkat dengan anestesi infiltrasi, karena ischemia temporer dapat
menyebabkan suplai darah berkurang. Epinefrin sebagai vasokonstriktor
yang dapat mengurangi perdarahan dan dapat mengganggu dengan adanya
tekanan oksigen, sehingga mengurangi penyembuhan. epinefrin telah terbukti
meningkatkan fibrinolisis
2) Factor sistemik
 Penyakit sistemik. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa terdapat
korelasi antara penyakit sistemik yang diderita pasien dengan dry socket.
Pasien dengan immunocompromised atau Diabetes mellitus cenderung untuk
mengalami dry socket karena dapat menghambat proses penyembuhan luka
 Jenis kelamin. Banyak penulis mengklaim bahwa jenis kelamin perempuan
tanpa memperhatikan penggunaan kontrasepsi oral merupakan predisposisi
terjadinya dry socket Namun, dikemukakan juga bahwa tidak ada perbedaan
dalam insidensi dry socket yang berasosiasi dengan jenis kelamin
 Merokok. Beberapa studi mengemukakan terdapat hubungan antara
merokok dengan dry socket. Mekanisme sistemik atau pengaruh lokal secara
langsung (panas atau isapan rokok) pada daerah pencabutan gigi yang
menyebabkan peningkatan insidensi dry socket juga belum diketahui secara
pasti. Dipertimbangkan bahwa fenomena ini berkaitan dengan paparan
substansi asing yang dapat bertindak sebagai kontaminan pada daerah
pencabutan gigi
 Irigasi atau kuretase alveolus berlebihan. Irigasi yang berlebihan secara
berulang-ulang pada alveolus dapat mengganggu pembentukan bekuan darah,
sedangkan kuretase secara keras dapat melukai tulang alveolar
 Usia. Semakin tua umur pasien, resiko untuk mengalami dry socket juga
semakin tinggi. Pencabutan gigi molar ketiga mandibula sebaiknya dilakukan
sebelum umur 24 tahun
 Saliva memiliki kontribusi terhadap terjadinya dry socket. Namun, belum
ditemukan bukti secara ilmiah yang mendukung hal tersebut. Komplikasi ini
mungkin terjadi akibat frekuensi menghisap saliva yang menyebabkan
bekuan darah lisis
 Terdapat sisa fragmen tulang/akar pada luka. Fragmen sisa tulang atau akar
dan debris dapat menyebabkan terganggunya penyembuhan dan memiliki
kontribusi dalam insidensi dry socket
5. Jelaskan peran bekuan darah (clot) pada socket gigi terhadap penyembuhan
luka! (PA)
Pembekuan darah (hemostasis) merupakan tahap awal proses penyembuhan
luka setelah pencabutan gigi. Fase pembekuan darah ini dapat dilihat secara klinis,
dimana soket gigi akan diisi dengan darah dari pembuluh darah yang terputus, yang
mengandung protein dan sel yang rusak serta bersama dengan platelet memulai
serangkaian peristiwa pembentukan blood clot yang membutuhkan waktu kurang dari
10 menit Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dan menentukan
keberhasilan proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi. Jika perdarahan terus
berlangsung, maka akan memperlambat proses penyembuhan serta terbentuk jaringan
granulasi.7
Blood clot meghentikan proses hemostasis, dan memberikan kesempatan
matriks ekstra sel untuk bermigrasi selama proses penyembuhan luka. Selain itu blood
clot berfungsi sebagai reservoir dan faktor pertumbuhan yang diproduksi selama
proses penyembuhan luka (Paterson, 2003). Platelet merupakan faktor intravascular
pada proses pembekuan darah pada saat pembuluh darah rusak yang mempunyai
fungsi adhesi dan menghimpun serta membentuk sumbatan darah pada pembuluh
darah kecil. Pada pembuluh darah besar platelet berfungsi menarik bekuan darah guna
menutup suatu celah yang robek. Aktivasi platelet pada fase hemostasis
mengakibatkan pelepasan beberapa sitokin proinflamasi penting yang berfungsi
memberikan sinyal kemotaktik terhadap sel inflamasi dan residents cell dalam hal ini
makrofag, neutrofil dan sel epitel. Selain itu fibrin-fibronektin clot bertugas
mempersiapkan matriks yang berfungsi untuk proses migrasi sel-sel radang pada
daerah luka.7
6. Jelaskan peran farmakokinetik dalam proses penyembuhan luka! (FK)
Luka soket gigi secara fisiologis mengalami proses penyembuhan yang terdiri
atas penyembuhan jaringan lunak dan penyembuhan jaringan keras. Jaringan lunak
yang mengalami penyembuhan adalah jaringan ikat gingiva dan epitel gingiva,
sedangkan jaringan keras yang mengalami penyembuhan adalah jaringan tulang
alveolar.8 Penyembuhan luka terdiri dari 4 fase, yaitu fase inflamasi, fase migrasi, fase
proliferasi, dan fase remodelling.9 Proses penyembuhan luka baik pada jaringan lunak
maupun jaringan keras diawali dengan pembentukan jendalan darah pada soket gigi.
Jendal darah akan berkembang menjadi jaringan granulasi yang mengandung
pembuluh darah, fibroblas dan sel inflamasi. Epitelium akan menutup permukaan
jaringan granulasi, serpihan dan serpihan tulang. Jaringan granulasi akan berkembang
menjadi jaringan ikat yang menutup permukaan tulang sehingga tulang pada dinding
soket gigi mampu melakukan regenerasi.
Epitelium merupakan lapisan terluar dari gingiva yang berperan dalam
melindungi jaringan di bawahnya dari trauma mekanis, kimiawi dan termal. Re-
epitelisasi merupakan tahap yang penting dalam penyembuhan luka soket gigi.
Reepitelisasi dalam mengembalikan integritas jaringan yang terjadi pasca pencabutan
gigi.13 Farmakokinetika dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang dilakukan
tubuh terhadap obat, yaitu bagaimana absorpsinya, lalu transportasi obat tersebut,
kemudian biotransformasi (metabolisme), hingga distribusi dan eksresi obat tersebut.
Farmakokinetik meliputi 4 proses seperti berikut10:
1) Absorbsi – Fase masuknya obat ke dalam darah (gastrointestinal, bukal, rektal,
pulmonal). Kecepatan absorpsi bisa diperlambat oleh nyeri karena kurangnya
aliran darah. Kecepatan absorpsi juga dipengaruhi oleh formulasi obat dan bentuk
obat (tablet, kapsul, cairan dan dll).
2) Distribusi – Penyebaran obat ke seluruh tubuh mengikut sistem peredaran darah.
Abses, eksudat, kelenjar dan tumor juga mengganggu distribusi obat. Antibiotika
tidak dapat didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat.
3) Metabolisme – Transformasi struktur obat dengan jalan oksidasi, reduksi, hidrolisis
atau konjugasi (hepar).
4) Ekskresi – Pengeluarkan obat dari dalam tubuh (ginjal dan hepar) + kelenjar lain.
Oleh karena itu, pemberian obat (farmakokinetik) akan meningkatkan
pemyembuhan luka. Pemberian obat yang tepat, dalam dosis yang benar dan rute
pemberian yang benar dapat menyebabkan proses penyembuhan luka dengan cepat.
7. Obat apa yang seharusnya diberikan kepada pasien (kasus diatas) & bagaimana
mekanisme kerjanya! (FK)
Tindakan pencabutan gigi dapat meninggalkan bekas luka, dan menyebabkan
inflamasi yang menimbulkan rasa kurang nyaman. Inflamasi merupakan respons
terhadap jejas pada jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi. Inflamasi
menyebabkan rasa sakit, hal ini merupakan alasan utama seseorang datang untuk
menghilangkan rasa sakitnya dengan pemberian obat analgesik dan antiinflamasi.
Antiinflamasi terbagi atas 2 golongan yaitu antiinflamasi steroid dan antiinflamasi
non steroid. Jenis obat antiinflamasi untuk mengatasi rasa nyeri yang paling sering
digunakan yaitu Non Streoidal Anti-inflammatory Drugs (NSAID). NSAID efektif
mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Pemberian NSAID
preoperatif bertujuan untuk mengurangi rasa sakit hebat dan memberikan
kenyamanan pasca pencabutan gigi.11
NSAID berfungsi sebagai antiinflamasi sekaligus juga memiliki efek
antipiretik dan analgesik sedangkan kortikosteroid juga berfungsi sebagai
antiinflamasi. Salah satu jenis NSAID adalah ibuprofen. Ibuprofen merupakan
turunan sederhana asam fenil propionate. Pada dosis sekitar 2400 mg per hari, efek
antiinflamasi ibuprofen setara dengan 4000 mg aspirin. Ibuprofen oral sering
diresepkan dalam dosis yang lebih kecil (< 2400mg/hari); pada dosis ini ibuprofen
efektif sebagai analgesik tapi tidak sebagai anti-inflamasi. Sediaan ibuprofen 400 mg
dalam bentuk gel cair cepat meredakan dan cukup efektif dalam nyeri gigi pasca
operasi.11
NSAID ibuprofen bekerja dengan menghambat aktivitas enzim
siklooksigenase COX-1 dan COX2 non-selektif, dimana penghambatan terhadap
enzim siklooksigenase 2 (COX 2) akan menyebabkan konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Adanya hambatan terhadap prostaglandin inilah
yang menyebabkan gangguan pada proses migrasi dari neutrofil dan makrofag,
sehingga menyebabkan gangguan pula pada sekresi sitokin dan terjadinya penurunan
sebaran sel radang kronis. Nyeri saat tindakan pencabutan gigi merupakan faktor
utama yang menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien, sehingga penelitian ini
dilakukan bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, dan memberikan rasa nyaman pada
pasien dengan penggunaan NSAID ibuprofen preoperative.11
8. Jelaskan dampak pasien tidak mengkonsumsi obat yang diinstruksikan oleh
dokter terhadap proses penyembuhan luka! (FK)
Beberapa dampak ketidak patuhan pasien dalam mengjonsumsi obat antara
lain, yaitu terjadinya efek samping obat yang dapat merugikan kesehatan pasien,
membengkaknya biaya pengobatan dan rumah sakit. Selain hal tersebut pasien juga
dapat mengalami resistensi terhadap obat tertentu.12 alam kasus, pasien tidak
mengkonsumsi obat antibiotik yang diresepkan dokter. Mengonsumsi antibiotika yang
tidak tepat dapat menyebabkan resistensi dan mengancam nyawa.
Ketika seseorang resisten terhadap antibiotika, ada beberapa penyakit dan
resistensi antibiotika terhadap mikroba menimbulkan beberapa konsekuensi yang
fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal berespon terhadap
pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit, dan meningkatnya resiko
kematian. Ketika respon terhadap pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien
menjadi infeksius untuk beberapa waktu yang lama.13
9. Jelaskan mekanisme terjadinya resistensi terhadap obat (khususnya antibiotic)!
(FK/M)
Resistensi dapat terjadi karena adanya gen resisten. Gen resisten pada bakteri
bekerja melindungi terhadap inhibitory effect dari antibiotik. Gen resisten dapat
melakukan coding protein transpor membran untuk mencegah antibiotik memasuki
sel bakteri, atau melakukan pemompaan untuk mengeluarkan antibiotik yang
memungkinkan saat masuk ke dalam sel, sehingga mencegah kontak dengan
targetnya.14
Bakteri memperoleh gen resisten dengan beberapa cara, antara lain lewat
mutasi DNA bakteri. Mutasi ini terhadap seluruh keturunan yang dihasilkan dari sel
inti yang dikenal sebagai proses evolusi vertikal. Bakteri juga dapat melakukan
evolusi horizontal, yaitu dengan pertukaran gen antara sel bakteri yang berdekatan.
Sebuah mutasi DNA spontan dapat terjadi pada sebuah plasmid dalam suatu sel
bakteri. Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang hanya terdapat pada sel bakteri.
Mutasi ini dapat terjadi dari gen yang resisten antibiotik. Mula-mula plasmid
bereplikasi dalam sel inang dan ditransfer ke sel bakteri lain. Plasmid tersebut dapat
menghapus informasi genetik antara bakteri yang berbeda. Jenis transfer genetik
tersebut terjadi konjugasi.14
Metode lain dari transfer genetik adalah transduksi, yaitu perpindahan
informasi genetik oleh virus penginfeksi bakteri yang disebut bakteriofag. Fage
berikatan pada membran sel bakteri lalu melakukan injeksi. Ada 2 hal yang dilakukan
oleh fag, yaitu DNA dapat menjadi tidak efektif dan menggabungkan gen yang
membawanya ke dalam DNA bakteri itu sendiri atau virus dapat berkembang biak dan
merusak sel inang.14
Transfer informasi genetik juga dapat terjadi melalui transposon antara DNA
virus dan DNA bakteri. Transposisi berarti transfer genetik yang menggunakan
transposon, yaitu bahan yang lebih kecil dari DNA untuk membawa gen resisten
antibiotik. Transposon dapat keluar dari plasmid dan bergabung dengan DNA inang
yang baru atau ke dalam plasmid setelah konjugasi. Informasi genetik yang dibawa
transposon masih dapat hidup meskipun plasmid yang mentransfer informasinya
sudah mati.14
DAFTAR PUSTAKA
1. Cardoso CL, Rodrigues MT, Júnior OF, et al. Clinical concepts of dry socket. J of
Oral and Maxillofacial Surgery 2010; 68(8): 1922-3.
2. Sheikh MA, Kiyani A, Mehdi A, Musharaf Q. Pathogenesis and management of dry
socket (alveolar osteotis). Pakistan Oral and Dent J 2010; 30(2): 323-6.
3. US Health. How to deal with neck pain after a tooth extraction.
https://www.ushealthgroup.com/2021/07/15/neck-pain-after-tooth-extraction/ (5
September 2021).
4. Sari VN, Ismardianita E. Pengaruh pemberian ekstrak cabai rawit terhadap bakteri
Streptococcus Sp pada soket pasca pencabutan gigi. Jurnal B-Dent 2018; 5 (1): 56-64.
5. Syam IA, Hatta R, Ruslin M. potensi ceker ayam kampong (Gallus domesticus) untuk
mempercepat penyembuhan soket pasca ekstraksi gigi. Makassar Dent J
2015;4(2):50-5
6. Suwandi G A. Gambaran tingkat kesulitan odontektomi terhadap angka kejadian dry
socket (studi literature terstruktur). Bandung: Universitas Padjajaran, 2019: 29-37.
7. Revianti S. Monograf Potensi Larutan Irigasi Berbahan Microalgae Pada Proses
Penyembuhan Dry Socket. Surabaya: Kartika Mulya, 2019: 1-22.
8. Ningsih JR, Haniastuti T, Handajani J. Re-Epitelisasi luka soket pasca pencabutan
gigi setelah memberikan gel getah pisang raja (musa sapientum l) kajian histologis
pada marmut (cavia cobaya). JIKG 2019; 2(1): 2.
9. Agustin R, Nurdiana D, Rahardja SD. Efektivitas ekstrak ikan haruan (channa striata)
dan ibuprofen terhadap jumlah sel neutrofil pada proses penyembuhan luka. Dentino
Jurnal Kedokteran Gigi 2016; 1(1): 69.
10. Nuryati. Bahan Ajar Rekam Medis Dan Informasi Kesehatan (RMIK) Farmakologi.
Bab I Konsep Dasar Farmakologi, Jenis Dan Nama Obat: Topik 1 Pengertian
Farmakologi, Farmakokinetik, Dan Farmakodinamik 2017:3-6.
11. Alviony FM, Hermanto E, Widaningsih. Pengaruh pemberian ibuprofen preoperative
terhadap sebaran sel radang kronis pada proses penyembuhan luka pasca pencabutan
gigi. J Kedokteran Gigi 2016;10(1):55-61
12. Lailatushifah SN. Kepatuhan pasien yang menderita penyakit kronis dalam
mengkonsumsi obat harian. Jurnal psikologi Mercubuana online 2012: 2
13. Murniati M. Tingkat Kepatuhan Pasien Tentang Penggunaan Antibiotika (Amoxicillin
dan Ampisilin) di Puskesmas Tamalanrea Jaya Kota Makassar. Jurnal Farmasi Sandi
Karsa. 2020; 6(1): 34.
14. Pratiwi RH. Mekanisme pertahanan bakteri patogen terhadap antibiotik. Jurnal Pro-
Life: Jurnal Pendidikan Biologi, Biologi, dan Ilmu Serumpun. 2017; 4(3): 425.

Anda mungkin juga menyukai