Anda di halaman 1dari 20

BLOK 12 MUKOSA DAN PERIODONTAL

PEMICU 4

“GIGIKU GOYANG GIGIKU MALANG”

Disusun Oleh:

Fayza Adinda Jasmine

200600169

KELOMPOK 5

Fasilitator: drg. Aida F Darwis, M.DSc

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022
Nama Pemicu : Gigiku Goyang Gigiku Malang

Penyusun : Armia Syahputra, drg., Sp.Perio (K); Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., MSi;
drg., Cek Dara Manja, Sp.RKG

Hari/ Tanggal : Selasa/ 1 Maret 2022

Pukul : 13.30 – 15.30 WIB

Skenario:

Seorang pasien laki-laki usia 50 tahun datang ke Instalasi Periodonsia RSGM USU
Medan dengan keluhan gigi belakang terasa goyang dan gigi belakang tidak nyaman ketika
mengunyah makanan. Pasien juga mengeluhkan ada daerah kasar berwarna putih di pipi kiri
bagian dalam. Keadaan umum pasien baik. Pasien baru berhenti merokok 1 bulan yang lalu,
biasanya merokok 5 batang/hari. Pasien pernah ke dokter gigi untuk mencabut giginya yang
goyang. Pemeriksaan klinis menunjukkan hampir seluruh gigi terjadi migrasi epitel penyatu
ke arah apikal. Pada gigi 46 mobilti derajat 2, Lesi furkasi derajat II, gingiva oedematus.
Poket absolut dengan kedalaman 8 mm. Gigi eduntulus 26, 27, 45. Skor OHIS buruk.
Gambaran radiografi gigi 46 kehilangan tulang vertikal. Gambaran mukosa buccal, berupa
plak putih, disertai daerah erosi, terkadang ada bagian mukosa buccal yang terlepas, tetapi
tidak menimbulkan sakit. Pasien mengaku sering menggigit-gigit daerah pipi tersebut,
terutama saat kesal dan cemas, sehingga terjadi trauma mekanik secara kronis.

Pertanyaan:

1. Jelaskan pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis


tersebut? Jelaskan secara lengkap!
Diagnosis yang akurat hanya dapat dibuat dengan evaluasi menyeluruh dari
data yang telah dikumpulkan secara sistematis dengan1:
1) Wawancara pasien
Wawancara pasien meliputi informasi mengenai sumber rujukan, keluhan utama,
gejala dan riwayat medis dan gigi. Statistik vital meliputi nama pasien, usia, jenis
kelamin, alamat rumah dan bisnis, nomor telepon, status perkawinan dan keluarga
serta pekerjaan.
a. Pentingnya Nama: Membantu dalam membangun hubungan dengan pasien.
b. Pentingnya Usia: Penyakit tertentu memiliki kecenderungan pada kelompok
usia tertentu, mis. Gingivostomatitis herpes sering terjadi pada anak di bawah
6 tahun. Usia juga berpengaruh pada prosedur gigi dan perawatan pribadi.
c. Pentingnya Jenis Kelamin: Penyakit tertentu umum terjadi pada pria atau
wanita, mis. Gingivitis deskuamatif lebih sering terjadi pada wanita.
d. Pentingnya Alamat: Berbagai kondisi endemik di daerah tertentu.
e. Pentingnya No Telepon: Untuk perubahan janji. Konsultasi segera mungkin
diperlukan agar perawatan segera dapat dilanjutkan.
f. Pentingnya Pekerjaan: Mungkin menjadi faktor penyebab penyakit akibat
kerja tertentu seperti asbestosis dan erosi.
g. Status ekonomi dan sosial: Orang yang mengalami stres lebih mungkin
menderita penyakit psikosomatis seperti lichen planus dan ANUG.
2) Riwayat medis dan gigi
Tujuan dari riwayat medis:
a. Untuk mengidentifikasi faktor sistemik yang dapat membantu untuk
menjelaskan kondisi periodontal. Penyakit yang melemahkan seperti diabetes
dapat mempengaruhi kesehatan periodontal.
b. Mencatat adanya kondisi sistemik yang memerlukan tindakan pencegahan
khusus, mis. antibiotik profilaksis diperlukan untuk melindungi pasien selama
terapi periodontal.
c. Mencatat adanya penyakit menular yang dapat membahayakan klinisi, staf
gigi atau pasien lain.
Riwayat gigi harus mencakup referensi frekuensi, tanggal kunjungan terakhir,
sifat perawatan dan profilaksis oral atau pembersihan oleh dokter gigi. Regimen
kebersihan mulut pasien harus diperhatikan, termasuk frekuensi menyikat gigi,
waktu, metode, jenis sikat gigi dan pasta gigi, dan interval penggantian sikat.
Riwayat masalah periodontal sebelumnya juga harus dicatat, termasuk sifat
kondisi dan, jika sebelumnya dirawat, jenis perawatan yang diterima dan
perkiraan periode penghentian perawatan sebelumnya.
3) Pemeriksaan klinis
a. Pemeriksaan ekstraoral: Amati pasien untuk mencatat karakteristik fisik dan
kelainan dan membuat penilaian secara keseluruhan. Inspeksi meliputi
evaluasi simetri bilateral, perbandingan anatomi satu sisi kepala, wajah, dan
leher dengan sisi yang berlawanan. Palpasi digunakan untuk menentukan
tekstur, ukuran dan konsistensi dengan indera peraba. Dokter dapat meraba
struktur leher, kelenjar getah bening, dan kelenjar ludah. Klinisi dapat
menggunakan auskultasi untuk mendengarkan TMJ untuk krepitus.
b. Pemeriksaan intraoral: Kebersihan rongga mulut dinilai dalam hal tingkat
akumulasi sisa makanan, plak, materia alba, dan noda permukaan gigi.
Disclosing solution dapat digunakan untuk mendeteksi plak yang tidak
diketahui.
Dalam penyakit periodontal, ada beberapa pemeriksaan, yaitu:
- Berbagai Alat untuk Pemeriksaan dan Penilaian Gingiva dan Periodontal

- Pemeriksaan gigi
Terdiri dari pemeriksaan karies, restorasi, hubungan kontak proksimal,
impaksi makanan, atrisi, erosi, abrasi, abfraksi, hubungan oklusal, stain gigi,
trauma oklusi, dan migrasi patologis.
- Pemeriksaan gingiva
Terdiri dari pengukuran gingiva cekat, pengukuran ketebalan gingiva, frenum
abnormal, pengukuran resesi gingiva, bleeding on probing, dan supurasi.
- Pemeriksaan jaringan periodontal
Terdiri dari pemeriksaan plak dan kalkulus, mobliti, kedalaman poket
periodontal, level perlekatan, kehilangan tulang alveolar, lesi furkasi dan
penentuan aktivitas penyakit.
4) Pemeriksaan radiografi
Radiografi adalah tambahan penting untuk cara penilaian lain ketika
merencanakan program perawatan lengkap untuk pasien. Survei radiografi seluruh
mulut harus terdiri dari minimal 14 film intraoral dan empat film bitewing
posterior.
5) Tes laboratorium
Tes laboratorium medis diindikasikan ketika diperlukan lebih banyak informasi
tentang status medis pasien atau untuk membantu dokter gigi lebih tepat
menentukan penyebab atau prognosis penyakit periodontal. Tes darah, tes urin,
apusan darah dan biopsi diindikasikan untuk mengidentifikasi faktor sistemik
yang mungkin mempengaruhi atau memodifikasi perawatan periodontal. Analisis
apusan darah, jumlah sel darah merah dan putih, jumlah diferensial sel darah putih
dan tingkat sedimentasi eritrosit digunakan untuk mengevaluasi adanya diskrasia
darah dan infeksi umum.
2. Jelaskan diagnosis pada kasus tersebut beserta alasannya!
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan klinis, pasien didiagnosis
periodontitis stage III grade B dan morsicatio buccarum.
- Periodontitis
Berdasarkan kasus, diagnosis pasien adalah periodontitis kronis dikarenakan
diperoleh pemeriksaan klinis pasien menunjukkan hampir seluruh gigi terjadi
migrasi epitel penyatu ke arah apikal. Periodontitis kronis merupakan penyakit
jaringan periodontal yang disebabkan oleh sekelompok mikroorganisme spesifik,
sehingga mengakibatkan kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar
dengan membentuk poket, resesi gingiva, atau keduanya. Periodontitis kronis
ditandai dengan pergeseran epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan
perlekatan, dan resorpsi tulang alveolar. Penyakit ini mengakibatkan gangguan
fungsi pengunyahan dan hilangnya gigi geligi. Hal yang paling mendukung pada
kasus tersebut adalah terdapat poket absolut atau sering juga disebut poket
periodontal.2
Hal ini sesuai dengan anamnesis dan kondisi pasien yaitu hampir seluruh gigi
pasien terjadi migrasi epitel penyatu ke apical, mobility pada gigi, oedematous,
poket absolute 8 mm, adanya kehilangan tulang alveolar dan skor OHIS buruk.
Selain itu pasien diketahui sudah berhenti merokok sejak 1 bulan yang lalu namun
dulunya pasien merokok 5 batang/hari, dimana rokok merupakan faktor
modifikasi periodontitis sehingga diagnosis yang diberikan kepada pasien adalah
periodontitis stage III grade B

- Morsicatio Buccarum
Morsicatio dipicu oleh kebiasaan mengunyah. Perilaku parafungsional ini
dilakukan secara tidak sadar dan oleh karena itu sulit untuk dihentikan. Morsicatio
paling sering terlihat di mukosa bukal dan bibir dan tidak pernah ditemukan di
area yang tidak mungkin mengalami trauma dengan kebiasaan mengunyah.
Biasanya, morsicatio tidak menyebabkan ulserasi tetapi meliputi area robekan
yang asimtomatik. Dalam kasus kerusakan yang lebih luas dari jaringan mulut
dengan kebiasaan mengunyah, gangguan kejiwaan harus dicurigai.3
Gambaran klinis pada awalnya, plak putih yang agak tidak beraturan muncul
dalam pola difus yang menutupi area trauma. Peningkatan trauma dapat
menghasilkan respons hiperplastik yang meningkatkan ukuran plak. Terlihat pola
linear atau lurik yang berisi area bergelombang tebal dan zona intervensi eritema.
Trauma persisten menyebabkan plak yang membesar zona eritema tidak teratur
dan ulserasi traumatis. Morsicatio Buccarum biasanya terlihat di bagian anterior
mukosa bukal dan jarang pada mukosa labial. Lesi dapat unilateral atau bilateral
dan dapat terjadi disegala usia. Area mukosa putih menunjukkan permukaan tidak
beraturan, dan pasien dapat mengeluarkan atau mengangkat sisa-sisa daerah putih
dari area yang terlibat. Mukosa yang berubah biasanya terletak di bagian tengah
mukosa bukal anterior sepanjang bidang oklusal.4
Keadaan pasien sesuai dengan gambaran klinis di atas yaitu adanya plak putih,
terkadang ada yang terlepas, dan kebiasaan pasien menggigit daerah pipi karena
kondisi emosional (kesal dan cemas).
3. Jelaskan etiologic kasus tersebut!
1) Periodontitis5,6
Penyakit periodontal terjadi akibat adanya interaksi kompleks antara biofilm
subgingiva dengan sistem imuninflamasi dari pejamu yang berlangsung pada
jaringan gingiva dan periodontal sebagai respon dari infeksi bakteri. Etiologi dari
penyakit periodontal bersifat multifaktorial; infeksi bakteri sendiri tidak cukup
untuk menyebabkan penyakit periodontal. Terdapat beberapa bakteri penyebab
inflamasi dan destruksi pada jaringan periodontal, seperti bakteri dari genus
Porphyromonas, Aggregatibacter, Treponema, Fusobacterium, Rothia, dan
lainnya. Bakteri-bakteri ini dapat merusak jaringan periodontal dengan
menghasilkan senyawa kimia seperti lipopolisakarida (LPS), enzim, produk
berbahaya seperti ammonia dan hidrogen sulfida. Bakteri tersebut dapat
menginvasi secara langsung jaringan periodontal. Inflamasi pada jaringan
periodontal terutama disebabkan oleh plak bakteri, dengan faktor predisposisi
seperti kalkulus, restorasi yang tidak baik, kebiasaan merokok, dan lainnya.
Prevalensi terjadinya periodontitis pada perokok meningkat sampai empat kali
dibanding bukan perokok.Penyebabnya adalah ketidakseimbangan antara jumlah
bakteri plak dengan respon imun perokok. Pada perokok, akumulasi plak
cenderung meningkat karena kandungan tar dalam rokok yang memudahkan
perlekatan plak. Zat yang terkandung dalam rokok terutama nikotin akan
mengganggu respon imun.
Pada kasus ini, periodontitis yang dialami pasien dimodifikasi dengan
kebiasaan merokok pasien 1 bulan yang lalu.
2) Morsicatio Buccarum4,7
Beberapa penyebab cheek biting, yaitu aadanya gigi yang tajam atau runcing, alat
ortodontik, gigi tiruan yang tidak pas, cusp patah, tepi kasar pada gigi karies atau
gigi yang rusak, adanya gigi yang erupsi tidak teratur yang biasa terjadi dengan
gigi bungsu, terutama di rahang atas. Gigi ini biasanya tumbuh kearah bukal
sehingga mukosa bukal akan tidak sengaja tergigit secara terus menerus. Selain
gigi bungsu, gigi molar dan premolar dengan inkinasi yang menyimpang dari
lengkung rahang atau desain mahkota yang tidak tepat dapat menyebabkan
mukosa bukal tergigit. Etiologi ini diamati pada area yang mengalami peningkatan
abrasi, yang menstimulasi epitelium untuk merespon dengan meningkatkan
produksi keratin. Reaksi ini dapat dianggap sebagai respon fisiologis terhadap
trauma minor. Penyebab lain yang tidak disebabkan oleh gigi yang menyipang
diantaranya adalah karena stress (kecemasan) psikologis yang dapat disebut
obsessive‐compulsive cheek biting disorder (OCD), kelainan TMJ, kelainan
penutupan rahang, dan disfungsi otot. Selain itu, merokok dan konsumsi alkohol
telah dilaporkan sebagai faktor predisposisi.
4. Jelaskan pathogenesis kasus tersebut!
1) Periodontitis
Periodontitis adalah gangguan multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri dan
gangguan keseimbangan pejamu dan parasit sehingga menyebabkan destruksi
jaringan. Proses terjadinya periodontitis melibatkan mikroorganisme dalam plak
gigi dan faktor kerentanan pejamu. Faktor yang meregulasi kerentanan pejamu
berupa respon imun terhadap bakteri periodontopatogen.8
Tahap awal perkembangan periodontitis adalah inflamasi pada gingiva sebagai
respon terhadap serangan bakteri. Periodontitis dihubungkan dengan adanya plak
subgingiva. Perluasan plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva dapat
mengganggu perlekatan bagian korona epitelium dari permukaan gigi.
Mikroorganisme yang terdapat di dalam plak subgingiva seperti Porphiromonas
gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia,
Provotella intermedia dan Treponema denticola akan mengaktifkan respon imun
terhadap patogen periodontal dan endotoksin tersebut dengan merekrut neutrofil,
makrofag dan limfosit ke sulkus gingiva untuk menjaga jaringan pejamu dan
mengontrol perkembangan bakteri.8
Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses terjadinya periodontitis.
Kerentanan pejamu dapat dipengaruhi oleh genetik, pengaruh lingkungan dan
tingkah laku seperti merokok, stres dan diabetes. Respon pejamu yang tidak
adekuat dalam menghancurkan bakteri dapat menyebabkan destruksi jaringan
periodontal.8
Tahap destruksi jaringan merupakan tahap transisi dari gingivitis ke periodontitis.
Destruksi jaringan periodontal terjadi ketika terdapat gangguan pada
keseimbangan jumlah bakteri dengan respon pejamu, hal ini dapat terjadi akibat
subjek sangat rentan terhadap infeksi periodontal atau subjek terinfeksi bakteri
dalam jumlah yang besar. Sistem imun berusaha menjaga pejamu dari infeksi ini
dengan mengaktifasi sel imun seperti neutrofil, makrofag dan limfosit untuk
memerangi bakteri. Makrofag distimulasi untuk memproduksi sitokin matrix
metalloproteinases (MMPs) dan prostaglandin E2 (PGE2). Sitokin MMPs dalam
konsentrasi tinggi di jaringan akan memediasi destruksi matriks seluler gingiva,
perlekatan serat kolagen pada apikal epitel penyatu dan ligamen periodontal.
Sitokin PGE2 memediasi destruksi tulang dan menstimulasi osteoklas dalam
jumlah besar untuk meresorbsi puncak tulang alveolar. Kehilangan kolagen
menyebabkan sel epitelium penyatu bagian apikal berproliferasi sepanjang akar
gigi dan bagian korona dari epitelium penyatu terlepas dari akar gigi. Neutrofil
menginvasi bagian korona epitelium penyatu dan memperbanyak jumlahnya.
Jaringan akan kehilangan kesatuan dan terlepas dari permukaan gigi. Sulkus akan
meluas secara apikal dan pada tahap ini sulkus gingiva akan berubah menjadi
poket periodontal.8
2) Morsicatio Buccarum
Morsicatio buccarum merupakan lesi yang terjadi akibat adanya trauma gigitan
kronis. Pada awalnya, plak putih yang agak tidak beraturan muncul dalam pola
difus yang menutupi area trauma. Peningkatan trauma dapat menghasilkan
respons hiperplastik yang meningkatkan ukuran plak. Terlihat pola linear atau
lurik yang berisi area bergelombang tebal dan zona intervensi eritema. Trauma
persisten menyebabkan plak yang membesar zona eritema tidak teratur eritema
dan ulserasi traumatis.4
Kebiasaan buruk pasien menggigit-gigit daerah pipi ditambah dengan kebiasaan
merokok semakin memperburuk kesehatan rongga mulut. Komponen toksik
dalam rokok dapat mengiritasi jaringan lunak rongga mulut, menyebabkan
terjadinya infeksi mukosa, drysocket, memperlambat penyembuhan luka,
memperlemah kemampuan fagositosis, menekan proliferasi osteoblas, serta dapat
mengurangi asupan aliran darah ke gingiva.9
5. Bagaimana prognosis umum kasus tersebut?
Prognosis adalah prediksi dari kemungkinan perawatan, durasi dan hasil akhir
suatu penyakit berdasarkan pengetahuan umum dari patogenesis dan kehadiran faktor
risiko penyakit. Prognosis muncul setelah diagnosis dibuat dan sebelum rencana
perawatandilakukan. Faktor-faktor prognosis adalah karakteristik yang memprediksi
hasil akhir suatu penyakit begitu penyakit itu muncul sedangkan faktor-faktor risiko
adalah karakteristik individu yang membuatnya berisiko tinggi menderita suatu
penyakit. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk menentukan prognosis yaitu10:

Tipe Peridontitis

Peridontitis Kronis
Keparahan inflamasi; prognosis lebih baik pada pasien dengan inflamasi yang
lebih parah.
- Tinggi tulang alveolar yang tinggal
Pada kasus, pasien sudah mengalami kehilangan tulang alveolar
- Usia
Prognosis usia tua lebih baik dari pada usia muda. Prognosis dua pasien dengan
sisa tingkat perlekatan jaringan ikat dan tulang alveolar yang sama lebih baik pada
pasien yang lebih tua. Pasien yang lebih muda memiliki jangka waktu kemunculan
destruksi periodontal yang lebih pendek sehingga proses perbaikan periodontal
yang mungkin muncul secara alami akan terlampaui.
- Latar belakang sistemik
Prognosis baik karena penyakit sistemik pasien masih dapat dikontrol. Pada kasus
pasien tidak mengalami penyakit sistemik yang harus dikontrol.
- Maloklusi
Terhalang atau tidaknya program kontrol plakAda atau tidaknya hambatan
oklusal. Pada kasus pasien tidak memeiliki hambatan oklusal
- Penilaian terhadap status periodontal dan kemungkinan prostetik
Dinilai apakah cukup banyak gigi yang dapat dipertahankan dinilai dari level
tulang yang tinggal dan kedalaman poket. Untuk memperkirakan apakah cukup
banyak gigi yang dapat dipertahankan. Pada kasus pasien mengalami eduntulus
pada gigi 26, 27, dan 45.
- Kebiasaan merokok
Prognosis baik jika tidak merokok atau dapat menghentikan kebiasaan merokok.
Pada kasus pasien sudah menghentikan kebiasaan merokok sejak 1 bulan yang
lalu.
- Kooperatif pasien
Apabila pasien tidak berkeinginan atau tidak mampu melaksanakan kontrol plak
secara adekuat, dan menjalani perawatan pemeliharaan. Pada kasus skor OHIS
pasien buruk. Dengan mengedukasi pasien tentang pentingnya menjaga
kebersihan rongga mulut dengan cara menyikat gigi minimal 2 kali sehari dan
menggunakan obat kumur akan meningkatkan kebersihan rongga mulut pasien.
Berdasarkan penilaian pasien termasuk dalam good prognosis (prognosis baik),
tulang penyangga masih memadai, kemungkinan kontrol faktor etiologi dan
pemeliharaan gigi yang adekuat dan tidak ada nya penyakit sistemik.
6. Bagaimana prognosis pada gigi 46?
Prognosis merupakan predileksi dari kemungkinan durasi dan hasil dari
penyakit berdasarkan pengetahuan umum tentang patogenesis penyakit dan kehadiran
faktor-faktor risiko untuk penyakit atau ramalan perkembangan, perjalanan dan akhir
suatu penyakit. Terdapat beberapa tipe dari diagnosis prognosis, antara lain10:
- Prognosis Sangat Baik (Excellent Prognosis)
Tidak ada kehilangan tulang, kondisi gingiva yang sangat baik, kerja sama pasien
baik, tidak ada faktor sistemik.
- Prognosis Baik (Good Prognosis)
Satu atau lebih dari kondisi berikut ini, yaitu: dukungan tulang yang masih
adekuat, kemungkinan adekuat untuk mengendalikan faktor etiologi dan
membentuk perawatan gigi yang dapat dipertahankan, kerja sama pasien yang
adekuat, tidak ada faktor sistemik atau jika ada faktor sistemik mereka
dikendalikan dengan baik.
- Prognosis Adil (Fair Prognosis)
Satu atau lebih dari kondisi berikut ini, yaitu: dukungan tulang yang kurang
memadai/inadekuat, gigi sedikit mobiliti, keterlibatan lesi furkasi derajat I,
kemungkinan perawatan yang adekuat, pasien kooperatif, adanya keterbatasan
faktor sistemik.
- Prognosis Buruk (Poor Prognosis)
Satu atau lebih dari kondisi berikut ini, yaitu: kehilangan tulang sedang sampai
parah, mobiliti gigi, lesi furkasi derajat I dan II, sulit untuk mempertahankan atau
kerja sama pasien yang meragukan, adanya faktor sistemik.
- Prognosis Dipertanyakan (Questionable Prognosis)
Satu atau lebih dari kondisi berikut ini, yaitu: kehilangan tulang yang parah, lesi
furkasi derajat II dan III, mobilit gigi, adanya sisi yang tidak dapat diakses, adanya
faktor sistemik.
- Prognosis Tidak Ada Harapan (Hopeless Prognosis)
Satu atau lebih dari kondisi berikut ini, yaitu: kehilangan tulang yang parah, area
sulit dipertahankan, indikasi ekstraksi gigi karena kurangnya dukungan jaringan
periodontal, adanya faktor sistemik yang tak terkendali.
Berdasarkan kasus pada gigi 46 pasien memiliki prognosis yang buruk (poor
prognosis), dengan alasan mobiliti gigi derajat 2, yaitu gigi bergerak dalam arah
vestibular maupun oral > 1 mm. Lesi furkasi derajat II, yaitu lesi jaringan lunak telah
disertai kehilangan tulang yang memungkinkan probe bisa dimasukkan ke daerah
furkasi dari salah satu sisi (bukal/oral) >1mm namun belum tembus ke sisi lainnya.
Gingiva oedematous dan terdapat poket absolut dengan kedalaman 8 mm dimana
hampir seluruh gigi terjadi migrasi epitel penyatu ke arah apikal sehingga
pemeliharaannya sukar dilakukan dan kehilangan tulang vertikal
7. Jelaskan rencana perawatan kasus tersebut!
- Periodontitis11
Penatalaksanaan kasus dilakukan sesuai dengan prosedur perawatan penyakit
periodontal. Perawatan periodontal terbagi menjadi tiga fase yaitu11:
1) Fase I: Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan
beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan
bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut
ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I:
- Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
- Scaling dan root planning.
- Perawatan karies dan lesi endodontik.
- Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging.
- Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment).
- Splinting temporer pada gigi yang goyah.
- Perawatan ortodontik.
- Analisis diet dan evaluasinya.
- Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas.
2) Fase II: Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal
seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang
berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor
predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah
beberapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:
- Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain:
kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal,
rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal
(bone and tissue graft).
- Penyesuaian oklusi.
- Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang
hilang
3) Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur
yang dilakukan pada fase ini:
- Riwayat medis dan riwayat gigi pasien.
- Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak,
ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
- Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan
tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
- Scalling dan polishing tiap 6 bulan sekali, tergantung dari evektivitas
kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus.
Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies.

Pada kasus pasien, rencana perawatan yang tepat dilakukan adalah fase I, yaitu
penghilangan etiologi berupa edukasi, scalling, splinting. Dilanjut dengan fase IV
yaitu pasien akan di recall pada interval waktu tertentu. Kemudian dilakukan fase II
dan III yaitu dilakukan pembedahan pada tulang alveolar gigi 46, dan pembuatan
protesa pada gigi yang edentulous.
- Morsicatio Buccarum7
Perawatan diarahkan pada penghilangan iritasi kronis atau menghilangkan
etiologi. Oklusi gigi yang mengganggu atau tidak tepat dapat dikoreksi menjadi
oklusi normal, permukaan kasar pada gigi atau komponen gigi tiruan yang tidak
sesuai juga dapat dikoreksi. Kebiasaan menggigit mukosa bukal juga dihentikan
semaksimal mungkin. Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien diantranya
adalah7:
a. Terapi relaksasi untuk melepaskan stres, mengurangi kecemasan dan kondisi
neuropsikologis pada orang yang menggigit pipi terkait stres atau OCD.
Metode yang dapat digunakan adalah meditasi, yoga, self-hypnosis, dan lain-
lain
b. Pemakaian pelindung akrilik (acrylic guard) juga dapat menjadi pilihan
perawatan
c. Perawatan Ortodontik dilakukan pada kasus dimana terjadi maloklusi gigi
yang menyebabkan mukosa bukal tergigit
d. Pasien dianjurkan mengunyah permen karet dalam rangka mencegah pasien
untuk menggigit pipi. Memperhatikan kecepatan mengunyah saat makan dan
tanpa berbicara atau menonton TV agar mukosa bukal tidak tergigit secara
tidak sengaja
e. Ekstraksi gigi dalam kasus yang disebabkan gigi molar ketiga impaksi
f. Edukasi pasien tentang menggigit pipi sebagai kebiasaan yang tidak sehat dan
harus dieliminasi.

Pada kasus di atas, pasien menggigit mukosa pipi saat kesal dan cemas, maka
perawatan yang dapat dilakukan ke pasien yaitu terapi relaksasi untuk mengurangi
kecemasan, memakai pelindung akrilik dan edukasi pasien.

8. Jelaskan diagnosis banding lesi pada kasus tersebut!


- Linea alba12
Lesi normal berbentuk garis horizontal pada mukosa bukal, sejajar dengan bidang
oklusal. Biasanya memanjang dari lipatan bibir ke gigi posterior dan dapat
memanjang sampai mukosa bibir bagian dalam dan sudut mulut. Linea alba
biasanya disebabkan Aktivitas motorik dan faktor psikis. Gambaran klinis linea
alba adalah lesi biasanya bilateral berupa plak berwarna putih horizontal
berbentuk garis yang teratur sejajar bidang oklusal dan lebih tebal dari
sekelilingnya. Sedangkan morsicatio buccarum memiliki bentuk dan tidak teratur
mengikuti bentuk dari penyebab atau etiologinya. Tidak ada perawatan khusus
untuk linea alba karena linea alba termasuk lesi normal. Edukasi kepada pasien
jika garis berwarna putih didalam rongga mulut merupakan lesi normal yang tidak
berbahaya
- Leukoplakia13
WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai lesi putih keratosis berupa bercak atau
plak pada mukosa mulut yang tidak mempunyai ciri khas secara klinis atau
patologis seperti penyakit lain, dan tidak terkait dengan agen penyebab fisik atau
kimia kecuali penggunaan tembakau. Leukoplakia ditandai dengan adanya plak
putih yang tidak bisa digolongkan secara klinis atau patologis ke dalam penyakit
lainnya. Leukoplakia merupakan lesi pra kanker yang paling banyak, yaitu sekitar
85% dari semua lesi pra kanker. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar,
mukosa lingual, labia, palatum, daerah dasar cavum oris, gingiva, mukosa lipatan
buccal, serta mandibular alveolar ridge
Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang agak transparan,
berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya batasnya tegas
tetapi dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam minggu
sampai bulan menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan keras. Lesi
ini biasanya tidak sakit, tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan pedas
dan iritan lainnya
- Lichen planus12
Penyakit autoimun yang dapat mengenai kuku, kulit, rambut, dan membran
mukosa. Gambaran klinis dari lichen planus oral yang klasik dapat dengan mudah
dikenal yaitu dengan dijumpai lesi putih yang menyebar di mukosa bukal sebelah
kanan dan kiri (simetris) berbentuk seperti jala yang rata dengan mukosa
sekitarnya). Namun demikian gambaran yang klasik (tipe retikular) tidak selalu
terlihat pada pasien lichen planus oral. Reticular/plaque lesions biasanya
asimptomatik, sedangkan pada lesi erosif mungkin menyakitkan. Pada biopsi
insisi dan pathologi menunjukkan karakteristik superficial keratinisasi, infiltrasi
limposit yang padat dan menyolok serta adanya degenerasi pada regio basal
membrana epitelium. Epitel mengalami atrofik, dan ulkus dapat terjadi karena
nekrosis epitel atau vesikel yang terbentuk pecah. Displasia epitel yang sedang
atau berat mempunyai resiko kemungkinan berkembangnya karsinoma
- White sponge nevus12
Kelainan bawaan menunjukkan transmisi autosomal dominan yang ditandai
dengan adanya plak putih pada mukosa pipi (sering bilateral), Secara klinis, White
Sponge Nevus pada rongga mulut ditandai dengan adanya plak yang berbentuk
seperti "spons", asimptomatik, dapat terdapat bilateral. Permukaan plak tebal serta
dapat terkelupas dari jaringan di bawahnya. Lesi tidak menunjukkan gejala dan
kasar apabila di palpasi. Kondisi ini mungkin melibatkan seluruh mukosa mulut
untuk meninggalkan sedikit mukosa normal terlihat, atau dapat didistribusikan
secara sepihak sebagai bercak putih diskrit. Mukosa bukal merupakan daerah yang
paling sering terkena, diikuti oleh palatum molle, ventral lidah, mukosa labial, dan
dasar mulut
- Leukoedema14
Leukoedema merupakan salah satu lesi dalam rongga mulut yang paling sering
muncul akibat merokok. Leukoedema biasanya berupa plak putih yang terletak
pada mukosa bukal dan dianggap sebagai variasi normal. Leukoedema pernah
dianggap sebagai lesi premaligna tetapi pernyataan tersebut telah dihapus karena
terbukti tidak memiliki potensi ganas.
Pemeriksaan histopatologi leukoedema menunjukkan akantosis ireguler dan
edema intraselular pada epidermis. Tidak ada diskeratosis di epidermis atau
infiltrasi sel inflamasi di dermis.
Menggigit pipi adalah kebiasaan kompulsif intermiten yang menghasilkan sensasi
menyakitkan. Meskipun lesi ini mungkin menyerupai leukoedema secara klinis
dan gambaran histologis, gambaran histologis permukaan pipi yang digigit
ditutupi oleh lapisan bakteri dan reaksi inflamasi dapat diamati pada dermis
papiler
9. Jelaskan penatalaksanaan perawatan lesi furkasi pada gigi 46!
Kunci kesuksesan perawatan lesi furkasi sama dengan masalah periodontal
lainnya yaitu diagnosis awal, rencana perawatan, oral higiene pasien yang baik, teknik
perawatan dan rencana pemeliharaan periodontal yang baik. Berdasarkan keparahan
lesi furkasi sebagaimana posisi gigi pada maksila atau mandibula, maka berbagai
metode perawatan dapat dilakukan. Berdasarkan kasus diatas, dikatakan bahwa pada
gigi 46 mobilti derajat 2, Lesi furkasi derajat II, gingiva oedematus.15
- Lesi furkasi derajat II: Jika keterlibatan furkasi horizontal (derajat II) maka
perawatannya menjadi semakin kompleks. Keterlibatan horizontal yang dangkal
tanpa kehilangan tulang vertikal biasanya memberikan respon yang baik jika
dilakukan bedah flep yang dikombinasi dengan tindakan odontoplasti dan
osteoplasti. Kedalaman furkasi tingkat II memberikan respon terhadap prosedur
flep dengan odontoplasti dan osteoplasti. Hal ini dapat menurunkan daerah furkasi
dan berkaitan dengan kontur gingiva dalam memudahkan penyingkiran plak. Jika
akses subgingiva tidak mungkin diperoleh untuk daerah furkasi dengan lesi yang
dalam, open flep debridement atau flep modifikasi Widman dapat dilakukan untuk
menghilangkan plak dan kalkulus. Regenerasi jaringan terarah dengan
menggunakan membrane barrier sintetis atau organik dan penggunaan bone graft
dapat digunakan untuk perawatan lesi tahap ini.15
10. Jelaskan jenis radiografi yang digunakan pada kasus tersebut!
Radiografi yang digunakan pada kasus tersebut adalah periapical. Radiografi
periapikal merupakan jenis radiografi intraoral yang bertujuan melihat keseluruhan
makhota dan akar gigi (crown and root), tulang alveolar dan jaringan sekitarnya.
Radiografi periapikal memiliki beberapa kegunaan yaitu untuk mendeteksi infeksi
atau inflamasi periapikal, penilaian status periodontal, trauma yang melibatkan gigi
dan tulang alveolar, gigi yang tidak erupsi, keadaan dan letak gigi yang tidak erupsi,
penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi, perawatan endodontik, penilaian sebelum
dilakukan tindakan operasi dan penilaian pasca operasi apikal, mengevaluasi kista
radikular secara lebih akurat dan lesi lain pada tulang alveolar serta evaluasi pasca
pemasangan implant.16
Pada kasus diatas, dikatakan bahwa pada gigi 46 mobiliti dejarat 2, lesi furkasi
derajat II, gingiva oedematus. Dan adanya penurunan tulang secara vertikal dan juga
diagnosis yang untuk kasus tersebut adalah periodontitis kronis sehingga diperlukan
penilaian status periodontal sehingga jenis radiografi yang digunakan adalah
radiografi periapikal
11. Jelaskan interpretasi dan radiodiagnosis kasus tersebut!
- Interpretasi

Mahkota Terdapat gambaran radiolusen hingga


mencapai dentin
Akar Jumlah akar 2, saluran akar 2 berada pada
mesial dan distal
Lamina dura Menghilang pada bagian mesial dan distal
puncak septum interdental dan
interradicular
Membran Periodontal Menghilang pada bagian mesial dan distal
puncak septum interdental dan
interradicular
Furkasi Bifurkasi, terdapat gambaran radiolusen
pada interradicular
Crest Alveolar Penurunan crest alveolar atau resorpsi
tulang alveolar pada mesio proksimal
horizontal dan disto proksimal vertical
Periapical DBN
Kesan Adanya kelainan pada mahkota, lamina
dura, membrane periondontal dan crest
alveolar
Suspek radiodiagnosis Periodontitis kronis

- Radiodiagnosis
Radiodiagnosis pada kasus diatas adalah periodontitis kronis atau periodontitis
stage III grade B dikarenakan adanya kehilangan perlekatan dan tulang alveolar
mengalami resorpsi vertikal
DAFTAR PUSTAKA
1. Bathla S. Periodontics revisited. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher,
2011: 188,215, 257-8, 266, 391.
2. Kurniawan AA, Pramaeswari AS, Laksitasari A. Kajian kasus: periodontitis kronis
pada pasien dengan riwayat diabetes melitus. Stomatognatic (J.K.G Unej) 2018;
15(2): 26-9.
3. Glick M. Burket’s oral medicine 12th ed. Connecticut: PMPH-USA, 2015: 117-8
4. Mersil S, Sari LH. Frictional Keratosis “Mimicking” Leukoplakia. JITEKGI 2019;
15(1): 16-20.
5. Harsas NA, Safira D, Aldilavita H, dkk. Curettage treatment on stage III an IV
periodontitis patient. Journal of Indonesian Dental Association 2021; 4(1): 47-54.
6. Suwandi T. Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita
periodontitis kronis dewasa. Jurnal PDGI 2010; 59(3): 105
7. Ngoc V.T.N., Hang L.M., Bach H.V., Chu D.T., 2018, On ‐site treatment of oral
ulcers caused by cheek biting: A minimally invasive treatment approach in a pediatric
patient, Wiley Clinical Case Report, 7:426-230
8. Quamilla N. Stres dan kejadian periodontitis (Kajian Literatur). J Syiah Kuala Dent
Soe 2016; 1(2):161-8
9. Nelis S, Putri IE, Machmud R. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Status
Kesehatan Jaringan Periodontal. Stomatognatic (J.K.G UNEJ) 2015 ;12(2):71-4
10. Fanny Ssi. Determinasi Prognosis.
https://www.academia.edu/5333587/DETERMINASI_PROGNOSIS. [28 Februari
2022]
11. Kiswaluyo. Perawatan periodontitis pada Puskesmas Sumbersari, Puskemas Wuluhan
dan RS Bondowoso. Stomatognatic (J. K. G Unej) 2013; 10(3):115-20
12. Hanafie AP. Resume bidang ilmu penyakit mulut co-ass XV Morsicatio Buccarum.
2020. file:///C:/Users/ASUS/Downloads/pdfcoffee.com_morsicatio-buccarum-2-pdf-
free.pdf. [28 Februari 2022]
13. Prasetya MA. Leukoplakia oral. 2018.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/64a37985912c3ef71d6f2c550
58cb0b0.pdf. [28 Februari 2022]
14. Mambu PT, Suling PL, Supit ASR. Leukoedema pada perokok. e-GiGi 2020; 8(2):54-
60
15. Wulandari P. Lesi furkasi: klasifikasi dan penatalaksanaannya. 2014.
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwidsP2
K3qH2AhX1meYKHfjeByEQFnoECAcQAQ&url=https%3A%2F
%2Frepository.usu.ac.id%2Fhandle
%2F123456789%2F2271&usg=AOvVaw2srvMEPbNu5DZg7SPRlT9L. [28 Februari
2022]
16. Sukmana BI. Radiografi di bidang kedokteran gigi. 2019.
http://eprints.ulm.ac.id/283/1/Buku%20Radiografi%20di%20bidang%20KG%20oleh
%20drg%20Bayu.pdf. [28 Februari 2022]

Anda mungkin juga menyukai