Anda di halaman 1dari 12

TUGAS PEMICU KELOMPOK

PEMICU 3 : “PUTIHNYA GUSIKU”


BLOK 12 (MUKOSA DAN PERIODONTAL)

DISUSUN OLEH :
ANISA WANDA HAFIDZAH
190600082
KELOMPOK 11 (KELAS B)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit periodontal dapat didefinisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan
periodontal. Telah diketahui bahwa penyakit periodontal lmerupakan penyakit multifaktor yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor lingkungan seperti patogen periodontal dan
pertahanan tubuh. Walaupun faktor-faktor lain dapat mempengaruhi jaringan periodontal,
penyebab utama penyakit periodontal adalah mikroorganisme yang berkolonisasi dipermukaan
gigi (plak bakteri dan produk – produk yang dihasilkannya). Beberapa kelainan sistemik misalnya
faktor genetik, nutrional, hormonal dan hematologi dapat berpengaruh buruk terhadap jaringan
periodontal. tetapi faktor sistemik semata tanpa adanya plak bakteri tidak dapat menjadi pencetus
terjadinya periodontitis. Walaupun demikian sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa faktor
– faktor sistemik dapat memodifikasi respons jaringan terhadap iritasi bakteri dan mempengaruhi
perkembangan serta keparahan penyakit periodontal dan responnya terhadap perawatan.1

1.2 Deskripsi topik

Nama Pemicu : Putihnya Gusiku

Penyusun : Dr. drg., Wilda Hafni Lubis,M.Si; drg, Pocut Astari, M.Biomed; drg. Irma Ervina,
Sp.Perio (K)

Hari/Tanggal : Jumat, 26 Februari 2021

Jam : 07.30 – 09.30 WIB

SKENARIO :

Pak Gontar ( 67 tahun) datang ke dokter gigi dengan keluhan gigi dan gusi kanan bawah
sakit. Gigi goyang dan gusi sering berdarah sendiri. Pasien ingin mencabut gigi yang sakit dan
mengobati gusinya yang melepuh berwarna putih. Beberapa hari sebelumnya giginya sakit, pak
Gontar mengobati giginya dengan minum obat aspirin, tetapi tetap dirasakan sakit, akhirnya obat
aspirin dihancurkan dan dimasukkan ke gigi yang sakit. Keesokan hari dilihatnya gusi sudah
berubah menjadi putih yang luas dan berkerut terlihat seperti terkelupas.
Dari pemeriksaan intra oral diperoleh gigi 47: mobiliti derajat 2, karies sekunder dengan
tambalan yang rusak. Lesi putih ditemukan di gusi dan mukosa sekitar gigi 47 cukup luas. Gingiva
berwarna merah pada seluruh regio, BoP (+) dengan rerata PBI 2,5; OHIS: 3,8; dan poket absolut.
Kedalaman poket pada gigi 47 yaitu distal10 mm, bukal dan lingual 7 mm (Radiografi terlampir).

1.3 learning issue :


 Lesi Putih
 Penatalaksanaan Mukosa
 Penyakit Periodontal
 Lesi Endo Perio
 Perawatan penyakit periodontal
BAB II

PEMBAHASAN

Pertanyaan penuntun untuk menggali learning issue :

2.1 Jelaskan diagnosis berdasarkan keluhan-keluhan kasus tersebut beserta alasannya!

Jawaban :

 Diagnosis lesi putih traumatic

Diagnosis berdasarkan keluhan-keluhan tersebut adalah terdapat lesi di mukosa mulut pasien
tersebut yaitu : Lesi Putih Traumatik gambaran klinis nya yaitu daerah putih merupakan jaringan
yang nekrotik pada dasar mukosa tergantung pada kedalam lesi. Terjadi karena epitel melepuh.
Biasanya disebabkan pemakaian dental implan, menghisap kabel listrik, sering terjadi pada anak-
anak,terkena aliran listrik, misalnya: melepuh pada bibir, disebabkan bahan kimia termasuk obat
kumur seperti hydrogen peroxide,aspirin diletakkan dimukosa atau dimasukkan ke gigi yang sakit.
Dapat juga disebabkan karena makanan yang panas,makanan yang lengket.2

Seperti kita ketahui diatas bahwa lesi traumatik iritasi kimia dapat disebkan oleh aspirin
diletakkan dimukosa atau dimasukkan ke gigi yang sakit. Agents ini dapat menyebabkan lapisan
superficial epitel mengalami nekrosis yang meninmbulkan lesi putih atau eschar yang dapat
terkelupas.itu alasan mengapa saya mendiagnosis pasien mengalami lesi traumatik akut

 Diagnosis periodontitis kronis

Berdasarkan kasus, diagnosanya adalah Periodontitis kronis berat. Periodontitis kronis


adalah bentuk periodontitis yang paling umum, dan umumnya menunjukkan karakteristik penyakit
inflamasi yang berkembang perlahan.

Periodontitis kronis dapat ditemukan secara klinis dengan menggunakan skrining dan
pencatatan periodontal (PSR), didiagnosis dengan penilaian tingkat perlekatan klinis, dan dengan
itu deteksi perubahan inflamasi pada gingiva marginal. Pengukuran kedalaman poket probing
periodontal yang dikombinasikan dengan lokasi gingiva marginal memungkinkan kesimpulan
mengenai hilangnya perlekatan klinis. Radiografi gigi menunjukkan tingkat kehilangan tulang
yang ditunjukkan oleh jarak antara sambungan semento-enamel dan puncak tulang alveolar.3,4
Diagnosis ini berdasarkan dari tanda-tanda yang terlihat saat pemeriksaan intraoral.

 Plak supragingiva dan subgingiva (kalkulus), diketahui bahwa nilai OHIS pasien bernilai
3,8 yang tergolong buruk.

 Pembengkakan gingiva, kemerahan diseluruh regio, dan hilangnya bintik gingiva.

 Pendarahan saat probing (+) dengan rerata PBI 2,5.

 Margin gingiva berubah (berguling, diratakan, papila berlubang, resesi).

 Kehilangan keterikatan.

 Keterlibatan furkasi akar.

 Peningkatan mobilitas gigi, pada gigi47 mobiliti derajat 2.

 Kehilangan gigi.

 Adanya karies sekunder dengan tambalan yang rusak.

 Terdapat poket absolut dengan kedalaman yang berat ≥ 5mm.

2.2 Jelaskan jenis respon inflamasi pada mukosa yang melepuh?

Jawaban :

Inflamasi merupakan respon kompleks biologi dari jaringan pembuluh darah terhadap
stilmulus berbahaya seperti patogen, sel-sel tubuh yang rusak, atau iritan. Tanpa inflamasi, luka
dan infeksi tidak akan pernah sembuh dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang
berbahaya. Berdasarkan kasus diatas, penyebab inflamasi pada mukosa tersebut adalah akibat dari
Aspirin. Aspirin dapat menyebabkan penghambatan regenerasi mukosa.

Mekanisme kerja Aspirin, yaitu dengan menghambat jalur cyclooxigenase (COX) dan
sistesis prostaglandin. Cyclooxigenase (COX) merupakan enzim yang berperan penting sebagai
katalisator konversi asam arakhidonat menjadi cyclic-prostaglandin endoperoxides.
Penghambatan COX dapat menurunkan ekspresi prostaglandin sehingga mengakibatkan
kegagalan pemeliharaan integritas mukosa. Prostaglandin (PGE2) adalah suatu agen penting
dalam saliva yang mempunyai peran melindungi mukosa mulut. Penghambatan COX dapat
mengakibatkan penurunan sekresi cairan mukus dan sekresi bikarbonat, menyebabkan kerusakan
vaskular, pembentukan akumulasi leukosit, dan menghambat diferensiasi sel. Prostaglandin
(PGE2) saliva berkurang selama tahap ulseratif dari stomatitis. Dalam keadaan normal, sel basalis
dapat berproliferasi secara berkelanjutan, kemudian sel tersebut menggantikan sel di lapisan
permukaan yang hilang, sehingga integritas mukosa tetap terjaga. Penghambatan aktifitas
proliferasi sel menyebabkan epitel menjadi tipis dan terbentuk ulkus.5

Mekanisme kerusakan mukosa akibat bahan kimia melalui asam yang terdapat dalam
bahan kimia. Protein sel berikatan dengan asam menyebabkan denaturasi protein dan
mengakibatkan nekrosis koagulatif. Nekrosis ini dapat terjadi karena policresulen sebagai
hemostatik lokal mengkoagulasi protein darah menyebabkan serat otot pembuluh darah kecil
berkontraksi sehingga pembuluh darah kapiler menyempit serta mengakibatkan sel tidak mendapat
suplai darah dan menjadi nekrosis.6

2.3 Jelaskan etiologi kasus pada mukosa dan penyakit periodontal kasus tersebut!

Jawaban :

 Lesi putih traumatic


Etiologi kasus pada mukosa dibagi menjadi 4
1. Mechanics burn
Biasanya disebabkan pemakaian dental implan
2. Electric burn
Biasanya disebabkan menghisap kabel listrik, sering terjadi pada anak-anak,terkena
aliran listrik, misalnya: melepuh pada bibir
3. Chemical burn
Biasanya disebabkan bahan kimia termasuk obat kumur seperti hydrogen
peroxide,aspirin diletakkan dimukosa atau dimasukkan ke gigi yang sakit.
4. Thermal burn
Disebabkan karena makanan yang panas,makanan yang lengket.

Seperti kita ketahui diatas bahwa lesi traumatik iritasi kimia dapat disebkan oleh aspirin
diletakkan dimukosa atau dimasukkan ke gigi yang sakit. Agents ini dapat menyebabkan lapisan
superficial epitel mengalami nekrosis yang meninmbulkan lesi putih atau eschar yang dapat
terkelupas. Akibat dari penggunaan obat aspirin seperti yang di skenario yang dimasukkan ke gigi
yang sakit dapat mengakibatkan lesi putih dan gusi berubah menjadi putih yang luas dan berkerut
terlihat seperti terkelupas.7

 Periodontitis kronik

Periodontitis kronis merupakan karakteristik klinis dan etiologi utama seperti :

(1) pembentukan biofilm mikroba (plak gigi), pada kasus ini diketahui bahwa OHIS pasien
dalam kategori sangat buruk sehingga terjadi perkembangan plak pada gigi. Mikroorganisme yang
terdapat di dalam plak subgingiva seperti Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus
actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia, Provotella intermediadan Treponema denticola
akan mengaktifkan respon imun terhadap patogen periodontal dan endotoksin tersebut dengan
merekrut neutrofil, makrofag dan limfosit ke sulkus gingiva untuk menjaga jaringan pejamu dan
mengontrol perkembangan bakteri.

(2) peradangan periodontal (pembengkakan gingiva, perdarahan saat probing), BOP (+)
dengan rerata 2,5.

(3) perlekatan serta kehilangan tulang alveolar, dalam kasus ini terlihat adanya poket
absolut dengan kedalaman berat yaitu ≥5mm.

Selain respon imun lokal terhadap biofilm gigi, periodontitis juga dapat dikaitkan dengan
sejumlah gangguan sistemik dan sindrom tertentu. Dalam kebanyakan kasus, pasien dengan
penyakit sistemik, yang menyebabkan gangguan kekebalan tubuh, juga dapat menunjukkan
kerusakan periodontal. Di sisi lain, periodontitis tidak hanya terbatas pada area rongga mulut
tetapi dapat dikaitkan dengan penyakit sistemik yang parah seperti penyakit kardiovaskular, stroke,
dan diabetes mellitus. Selain itu, etiologi diringkas dalam kategori yang menjelaskan faktor-faktor
yang diketahui (mikrobiologis, imunologi, genetik, dan lingkungan) yang terlibat dalam patologi
periodontitis kronis.3

2.4 Jelaskan pathogenesis kelainan yang terjadi pada mukosa dan penyakit periodontal
kasus tersebut!

Jawaban :

 Lesi putih traumatic


Patogenesis kelainan yang terjadi pada mukosa adalah Mukosa oral mempunyai
kemampuan yang terbatas untuk merespon stimuli patologi.Salah satu respon adaptive adalah
menghasilkan keratin sebagai mekanisme protektif melawaniritasi fisik . Lesi terjadi karena
overproduksi keratin dan kerusakan epitel.7

 Patogenesis periodontitis

Periodontitis adalah gangguan multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri dan gangguan
keseimbangan pejamu dan parasit sehingga menyebabkan destruksi jaringan. Proses terjadinya
periodontitis melibatkan mikroorganisme dalam plak gigi dan faktor kerentanan pejamu. Faktor
yang meregulasi kerentanan pejamu berupa respon imun terhadap bakteri periodontopatogen.

Tahap awal perkembangan periodontitis adalah inflamasi pada gingiva sebagai respon
terhadap serangan bakteri. Periodontitis dihubungkan dengan adanya plak subgingiva. Perluasan
plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva dapat mengganggu perlekatan bagian korona epitelium
dari permukaan gigi. Mikroorganisme yang terdapat di dalam plak subgingiva seperti
Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tannerela forsythia,
Provotella intermediadan Treponema denticola akan mengaktifkan respon imun terhadap patogen
periodontal dan endotoksin tersebut dengan merekrut neutrofil, makrofag dan limfosit ke sulkus
gingiva untuk menjaga jaringan pejamu dan mengontrol perkembangan bakteri.

Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses terjadinya periodontitis.


Kerentanan pejamu dapat dipengaruhi oleh genetik, pengaruh lingkungan dan tingkah laku seperti
merokok, stres dan diabetes. Respon pejamu yang tidak adekuat dalam menghancurkan bakteri
dapat menyebabkan destruksi jaringan periodontal.8

2.5 Jelaskan prognosis kelainan mukosa dan penyakit periodontal kasus tersebut!

Jawaban :

Prognosis periodontitis kronis: Prognosis baik, karena pasien tidak menderita penyakit
sistemik, pasien mempunyai motivasi yang tinggi dan sangat kooperatif. Sisa penyangga cukup
masih adekuat, kemungkinan untuk mengontrol etiologi dan terciptanya gigi geligi yang mungkin
dipelihara. Penyebab inflamasi pada gingiva berupa adanya plak, kalkulus dan oral hygiene yang
buruk sehingga dapat diatasi dengan scalling dan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut.1
Prognosis traumatic lesi : prognosis juga baik, kondisi ini tidak berbahaya tanpa
konsekuensi jangka panjang. Biasanya sembuh dengan tindakan sederhana seperti menghilangkan
iritasi, menggunakan anastesi tropical dan analgesic.

2.6 Jelaskan penatalaksanaan kelainan mukosa tersebut?

Jawaban :

1. Hilangkan iritasi, dan biasanya akan sembuh kurang lebih dalam 14 hari

Kita intruksikan pasien agar tidak memakai aspirin lagi dan memasukkan nya ke gigi ketika
giginya sakit.

2. Anastesi topikal
Adalah obat bius lokal yang digunakan untuk mematikan permukaan bagian tubuh saja.
Dilakukan dengan cara memberikan bahan anastetikum lokal tertentu pada daerah
membran mukosa yang mengalami sakit. Ini dilakukan ketika pasien mengeluhkan
nyeri hebat dan tidak tahan lagi dengan nyeri yang dirasakannya.
3. Analgesic.
Obat yang digunakan sebagai pereda nyeri.

Seperti yang kita ketahui bahwa lesi putih traumatik dapat sembuh dengan sendirinya
kurang lebih 14 hari, dan pak gontar pun tidak ada merasa nyeri, lesi yang ada dimulut bapak
gontar masih terhitung hari berdasarkan skenario. Jadi menurut saya penatalaksanaan untuk bapak
gontar menghilangkan faktor iritasi dengan mengintruksikan agar beliau tidak menggunakan
aspirin lagi.6

2.7 Jelaskan rencana perawatan penyakit periodontal pada kasus tersebut ?

Jawaban :

Periodontitis kronis dapat diobati secara efektif dengan terapi periodontal sistematis yang
mencakup pengendalian plak jangka panjang yang optimal, debridemen endapan lunak dan keras,
atau pengurangan kantong dengan pembedahan.

Salah satu cara untuk mengontrol dan menstabilisasi kegoyangan gigi adalah splinting.
Splinting diindikasikan pada keadaan kegoyangan gigi derajat 2 dengan kerusakan tulang sedang.
Adapun indikasi utama penggunaan splint dalam mengontrol kegoyangan yaitu imobilisasi
kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien serta menstabilkan gigi pada tingkat
kegoyangan yang makin bertambah. Ditambahkan oleh Strassler dan Brown splinting juga
digunakan untuk mengurangi gangguan oklusal dan fungsi mastikasi.

Splinting dilakukan pada terapi inisial (fase etiotropik) dalam rencana perawatan penyakit
periodontal. Tindakan yang dilakukan pada fase pertama adalah pemberian kontrol plak yang
meliputi motivasi, edukasi dan instruksi, skeling dan penghalusan akar, splinting dan terapi
oklusal, serta pemberian terapi penunjang berupa antimikroba.1,3
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Periodontitis kronis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi
epitel jungsional ke apikal, kehilangan perlekatan dan puncak tulang alveolar. Pada pemeriksaan
klinis terdapat peningkatan kedalaman probing, perdarahan saat probing, kemerahan, dan
pembengkakan gingiva. Periodontitis kronis adalah tipe periodontitis yang biasanyaberjalan
lambat, terjadi pada usia 35 tahun keatas. Kehilangan tulang berkembang lambat dan didominasi
oleh bentuk horizontal. Periodontitis kronis disebabkan oleh inflamasi intra oral setelah infeksi
dengan bakteri tertentu dan meningkatnya resorpsi tulang alveolar yang menyokong gigi.

Lesi Putih Traumatik gambaran klinis nya yaitu daerah putih merupakan jaringan yang
nekrotik pada dasar mukosa tergantung pada kedalam lesi. Terjadi karena epitel melepuh.
Biasanya disebabkan pemakaian dental implan, menghisap kabel listrik, sering terjadi pada anak-
anak,terkena aliran listrik, misalnya: melepuh pada bibir, disebabkan bahan kimia termasuk obat
kumur seperti hydrogen peroxide,aspirin diletakkan dimukosa atau dimasukkan ke gigi yang sakit.
Dapat juga disebabkan karena makanan yang panas,makanan yang lengket.
DAFTAR PUSTAKA

1. Suwandi T. Perawatan awal penutupan distema gigi goyang pada penderita periodontitis
kronis dewasa. Jurnal PDGI,2010;56(3):105-109.
2. Herawati E, Dwiarie T. Temuan Klinis dan Manajemen Kasus Ulserasi Rongga Mulut
Terkait Trauma Iatrogenik. J Ked Gi Unpad. 2019; 31(2): 102-107.
3. Carranza FA, Takei HH, Newman MG. Clinical Periodontology.13th Ed.
California:Elsevier Saunders;2006.
4. Hall WB. Critical decisions in periodontology. 4th ed. Hamilton: BC Decker Inc, 2003.
5. Arinawati DS, Susilowati H, Supriatno S. Pengaruh lama pemberian aspirin pada ekspresi
protein KI-67 dan ketebalan epitel mukosa rongga mulut tikus Wistar jantan. Dent. J. (Maj.
Ked. Gigi), Volume 47, Number 3, September 2014: 135–140.
6. Puspita A, Suharsini M. Luka Bakar Kimia pada Mukosa Rongga Mulut Akibat
Penggunaan Policresulen. Journal Of Indonesian Dental Association. 2018; 1(1): 97-100.
7. Langkir A, Pangemanan D, Mintjelungan C. Gambaran Lesi Traumatik Mukosa Mulut
Pada Lansia Pengguna Gigi Tiruan Sebagian Lepasan di Panti Werda Kabupaten
Minahasa. Jurnal e-Gigi. 2015; 3(1): 1-8.
8. Quamilla N. Stres dan kejadian periodontitis. Journal Of Kuala Dentistry
Society,2016;1(2):161-168.

Anda mungkin juga menyukai