Anda di halaman 1dari 4

RESUME JURNAL

OSTEOMIELITIS KRONIK
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
Dosen Pengampu : Nabella Ayu Jeihan Fadhila, M. Tr.Kep

Disusun Oleh : Devani Zulfira A.

P27901121010
3A / D3 Keperawatan

PRODI D-III KEPERAWATAN TANGERANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
Nama : Heinz Frick Simanjuntak, Melita Sylvyana, Fathurachman

Judul Jurnal : Osteomyelitis kronis supuratif mandibula sebagai komplikasi


Sekunder impaksi gigi molar tiga

Tahun Terbit : April 2016

Publikasi : https://jurnal.ugm.ac.id/mkgk/article/download/28778/17337

A. LATAR BELAKANG
Osteomyelitis adalah keadaan infeksi yang terjadi pada tulang dan sumsum tulang yang
dapat terjadi pada tulang rahang akibat infeksi kronis. Infeksi yang terjadi dapat disebabkan
oleh infeksi odontogenik. Osteomyelitis dapat dapat diklasifikasikan menjadi supuratif atau
non-supuratif dan sebagai proses akut atau kronis.3 Osteomyelitis akut terjadi jika proses
inflamasi akut menyebar ke ruang medula sehingga tidak ada waktu untuk tubuh bereaksi
terhadap timbulnya infiltrat inflamasi. Osteomyelitis kronis timbul jika terdapat respon
pertahanan tubuh sehingga menghasilkan jaringan granulasi yang akan menjadi jaringan
parut padat sebagai usaha pertahanan dan mengisolasi daerah infeksi. Daerah nekrotik yang
terisolasi berfungsi sebagai penampungan bakteri dimana sulit untuk antibiotik mencapai
daerah tersebut.
Pada masa sekarang, insidensi osteomyelitis telah menurun karena telah meluas dan
tersedianya agen antimikroba dan perawatan kesehatan gigi yang lebih baik. Penggunaan
antibiotik yang tidak tepat, kurangnya kesadaran mengenai kesehatan gigi dan mulut,
malnutrisi, dan berkembangnya strain mikroorganime yang resisten terhadap beberapa
antibiotik dapat dikaitkan dengan kasus osteomyelitis rahang. Selain faktor virulensi
mikroorganisme, kondisi sistemik yang mempengaruhi daya tahan tubuh dan kondisi yang
merubah vaskularisasi tulang rahang sangat berperan dalam onset dan keparahan
osteomyelitis.3 Laporan kasus ini bertujuan mendeskripsikan penatalaksanaan ostemielitis
kronis supuratif yang terjadi disebabkan komplikasi sekunder dari impaksi gigi molar tiga.
Pada kasus ini pasien telah menyetujui untuk dilakukan publikasi mengenai kasus yang
dideritanya.

B. TUJUAN
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan penunjang, dibuatlah suatu diagnosis klinis
yaitu impaksi gigi 18, 28, 38, 48 disertai osteomyelitis kronis suppuratif mandibula dextra.
Penatalaksanaan meliputi nekrotomi debridemen, sekuesterketomi, ekstrasi gigi 18, 28, 38,
48, dan 47 dalam anestesi umum. Dilakukan insisi flap pada area didepan gigi 47 sampai ke
posterior, kemudian flap dielevasi. Gigi 48 diekstraksi dengan bantuan bein, diikuti
ekstraksi gigi 47 dan jaringan sekuester diangkat dengan bantuan bur tulang disertai irigasi
dengan larutan NaCL 0,9%. Jaringan granulasi di bawah sekuester dibersihkan sampai
tampak tulang sehat yang terdapat perdarahan. Pada bagian ekstra oral dilakukan
sekuesterektomi dan fistulektomi pada mandibula kanan, kemudian flap intra oral
dikembalikan dilakukan penjahitan primer dengan silk 4.0 dan ekstra oral dengan silk 6.0,
diikuti pemeriksaan histopatologi sampel jaringan (Gambar 4). Selama di ruang perawatan,
pasien dilakukan pembersihan intra oral setiap hari dengan larutan NaCl 0,9%. Pemberian
obat injeksi yaitu antibiotik Ceftriaxon 2 × 1 gr, Ketorolac 2 × 30 mg, Ranitidin 2 × 50 mg
selama dua hari. Pasien kemudian diperbolehkan pulang dan mendapat resep obat pulang
antibiotik Cefadroxil kapsul 2 × 500 mg, analgetik ibuprofen 2 × 400 mg dan ranitidine 2 ×
150 mg untuk 5 hari.

C. PEMBAHASAN
Impaksi gigi molar tiga merupakan alasan umum yang membuat pasien mencari pengobatan
gigi. Komplikasi dari impaksi gigi molar bungsu adalah karies gigi, perikoronitis, kista dan
tumor.1,4 Impaksi molar ketiga rentan mengalami karies karena daerah tersebut mudah
terjadi retensi sisa makanan dan sulit dibersihkan.5 Hal ini menyebabkan dekalsifikasi
enamel gigi dan bila kerusakan berlanjut maka akan mencapai lapisan dentin dan akhirnya
menembus atap pulpa. Pulpa gigi akan mengalami peradangan atau disebut pulpitis yang
dapat terjadi akut dan kronis, yang lambat laun apabila terus berlanjut pulpa akan menjadi
non vital atau disebut gangren pulpa. Sebagaimana gigi gangren lainnya, gigi bungsu
gangren merupakan sumber infeksi kronis yang dapat menyebar secara hematogen ke organ
tubuh lain yang jauh letaknya.5 Pada gigi molar tiga yang mengalami impaksi parsialis,
makota gigi ditutupi oleh jaringan lunak yang disebut operkulum dan celah dibawah
operkulum menjadi tempat akumulasi debris yang menjadi media sempurna untuk
pertumbuhan kuman anaerob. Operkulum juga dapat mengalami trauma gigitan dari molar
ketiga rahang atas yang sudah erupsi sehingga terjadi ulkus. Ulkus dapat menjadi pintu
masuk kuman sehingga terjadi operkulitis yaitu infeksi operkulum pada daerah korona
gigiInfeksi dapatmeluas ke daerah perikoronal yaitu seluruh mukosa sekitar korona gigi,
atau disebut perikoronitis.6 Perikoronitis umumnya terjadi pada dewasa muda, yang terjadi
segera setelah gigi molar bungsu erupsi. Gejala awal perikoronitis berupa nyeri dan
pembengkakan lokal pada operculum yang menutupi mahkota gigi. Perikoronitis telah
dilaporkan dapat mengalami progresi menjadi osteomyelitis.
Osteomyelitis kronis mandibula merupakan hal yang jarang terjadi, namun telah dilaporkan
akibat potensial komplikasi dari infeksi kronis odontogenik.7,8 Terjadi kerusakan jaringan
akibat enzim proteolitik yang dihasilkan bakteri yang mati disertai thrombosis vaskular dan
iskhemi. Terbentuk pus yang kemudian mengalami akumulasi menyebabkan tekanan
intramedula meningkat menyebabkan gangguan vaskularisasi lokal. Akumulasi pus dibawah
periosteum akan mendesak periosteum dari kortek tulang sehingga suplai vaskularisasi
semakin terganggu. Bila proses ini terus berlanjut maka pus akan menembus periosteum dan
mukosa kemudian terbentuk abses subkutan dan fistula.8 Pada kasus ini yang mungkin
menjadi penyebab osteomielitis supuratif kronis adalah infeksi odontogenik pada gigi
parsial impaksi molar tiga mandibula kanan yang mengalami gangren karena karies dan
perikoronitis. Osteomyelitis kronis pada rahang dapat disebabkan oleh infeksi dengan
virulensi rendah seperti karies, periodontitis,erupsi gigi dan tempat bekas ekstraksi gigi.8
Gejala klinis osteomielitis kronis supuratif mandibula meliputi nyeri lokal, malaise, demam,
anoreksia. Setelah 10 – 14 hari setelah terjadinya osteomielitis supuratif, gigi-gigi yang
terlibat mulai mengalami mobiliti dan sensitif terhadap perkusi, pus keluar di sekitar sulkus
gingiva atau melalui fistel mukosa dan kutaneus, biasanya dijumpai halitosis, pembesaran
dimensi tulang akibat peningkatan aktivitas periosteal, terbentuknya abses, eritema, lunak
apabila dipalpasi. Trismus kadang dapat terjadi sedangkan limphadenopati sering
ditemukan.3,8 Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan nyeri lokal dan fistula ekstra
oral pada mandibula kanan.
Gambaran radiologis menunjukkan gigi 48 erupsi sebagian mengalami karies dalam yang
menembus atap pulpa dan adanya gambaran radiolusen pada periapikal akar mesial. Posisi
gigi 48 menunjukan posisi menekan mahkota gigi 47 didepannya. Adanya gambaran
sekuester dan laminasi periosteal tulang baru merupakan gambaran khas osteomyelitis.Tapi,
karakteristik tersebut dapat berubah karena pengobatan sendiri dengan obat antiiflamasi dan
antibiotik, yang dapat menyulitkan diagnosis.
Osteomyelitis pada rahang didominasi kasus osteomyelitis yang terjadi pada mandibula,
dengan frekuensi tertinggi terjadi pada angulus dan corpus mandibula. Osteomyelitis lebih
sering terjadi pada mandibula daripada maksila karena ketebalan tulang mandibula,
rendahnya vaskularisasi plate kortikal, suplai darah hanya berasal dari bundle alveolaris
inferior nervusvaskular.Osteomyelitis kronis pada rahang umumnya memerlukan terapi
medik dan pembedahan, meskipun terkadang penggunaan terapi antibiotik saja dapat
berhasil.
Pada kasus ini dilakukan sekuesterektomi dan debridemen bedah untuk mengangkat tulang
nekrotik dan membuka tulang sehat yang memiliki vaskularisasi baik. Hal ini akan
memfasilitasi proses penyembuhan dan memungkinkan antibiotik mencapai daerah yang
dituju. Oleh karena itu pembedahan dan antibiotik merupakan tatalaksana utama untuk
kasus ini. Pada saat pasien kontrol pasca operasi secara subjektif tidak ada keluhan, dan dari
pemeriksaan fisik intra oral tampak luka post ekstraksi telah tertutup jaringan sehat.
Topazian merekomendasikan untuk melanjutkan terapi post operatif selama 2–4 bulan
setelah resolusi gejala sedangkan Bamberger merekomendasikan durasi pemberian terapi
antibiotik minimal adalah selama 2 minggu.Prinsip penatalaksanaan osteomyelitis yaitu
menyangkut eliminasi sumber infeksi, pemberian antibiotik yang adekuat, melakukan
sekuestrektomi, debridement, dekortikasi, dan jika lesi ekstensif dilakukan reseksi dan
rekonstruksi,serta mengevaluasi dan memperbaiki sistem daya tahan tubuh dengan
meningkatkan asupan gizi ataupun suplemen dan multivitamin.

D. KESIMPULAN
Kasus impaksi molar tiga rahang bawah dapat menimbulkan osteomyelitis supuratif kronis
mandibula bila terapi tidak adekuat. Perawatan osteomyelitis kronis supuratif mandibula
adalah dengan elimininasi sumber infeksi, pemberian antibiotik disertai tindakan
sekuesterktomi dan debridemen bedah. Diagnosa yang tepat dan rencana perawatan yang
baik merupakan hal yang terpenting dalam merawat osteomyelitis kronis supuratif
mandibula.

Anda mungkin juga menyukai