Anda di halaman 1dari 13

TUGAS INDIVIDU PEMICU 3

“Bengkak, sakit di daerah rahang bawah dan leher akibat cabut gigi”

BLOK 9

DIAGNOSIS DAN INTERVENSI TERAPI PADA TINGKAT SEL DAN


JARINGAN

DISUSUN OLEH
NURUL AMIRAH
210600078
KELOMPOK 5

FASILITATOR
Dr. Siti Syarifah M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang
(forceps) , e l e va t o r atau pe nd e ka t a n t ra n sa l ve ol a r. E k st ra k si b e r si fa t
i r r e v e r si b l e dan terkadang menimbulkan komplikasi. Dry socket merupakan salah
suatu komplikasi pasca ekstrasi atau pencabutan gigi permanen yang sering ditemukan
dimana terjadi infeksi pada saat proses penyembuhan luka operasi. Dry socket bisa
disebut juga sebagai alveolar osteitis.
Setelah pencabutan gigi, proses normal yang terjadi adalah terbentuknya
bekuan darah di tempat pencabutan, di mana bekuan ini terbentuk oleh jaringan
granulasi, dan akhirnya terjadi pembentukan tulang secara perlahan-lahan. Bila
bekuan darah ini rusak, maka pemulihan akan terhambat dan menyebabkan sindroma klinis
yang disebut dry socket atau alveolar osteitis. Dinamakan dry socket karena ketika
dibersikan dari debris-debris dan bekuan darah lubang bekas pencabutan gigi akan tampak
kering.
Dry socket ini terjadi karena adanya perubahan plasminogen menjadi plasmin
yang menyebabkan fibrinolisis pada bekuan darah di soket bekas pencabutan. Ini adalah
sakit pasca operasi pada atau di sekitar soket gigi yang dapat meningkat tiap waktu
antara hari pertama dan hari ketiga setelah pencabutan yang ditandai dengan hilangnya
bekuan darah pada soket alveolar.

I.II Deskripsi Topik


Nama Pemicu : Bengkak, sakit di daerah rahang bawah dan leher akibat cabut gigi

Penyusun : drg. Minasari, MM ; dr. Sri Amelia, M.Kes., dr. Tri Widyawati, MSi., PhD.

Hari/Tanggal : Selasa / 27 September 2022

Skenario

Seorang pasien perempuan usia 35 tahun, datang berobat ke dokter gigi dengan keluhan
rasa sakit yang hebat pada bekas pencabutan gigi geraham bawah kanan 46, disertai
pembengkakan yang meluas sampai ke leher. Pasien melakukan pencabutan gigi 2 hari yang
lalu. Pasien tidak mengkonsumsi obat meskipun sudah diresepkan dokter. Hasil anamnesis
diketahui bahwa prosedur pencabutan gigi tersebut berlangsung lama sekitar 2 jam, sakit, dan
dokter memberikan anastesi berkali-kali. Dari pemeriksaan klinis (intra oral), socket bekas
pencabutan gigi 46 berwarna merah, bengkak, sakit dan disertai oral hygiene buruk. Pada
socket pencabutan gigi tidak dijumpai bekuan darah, tetapi dijumpai pseudomembrane
berwarna kuning dan berbau. Dokter mendiagnosa sebagai alveolitis.
BAB II

PEMBAHASAN

Pertanyaan:

2.1. Sebutkan morfologi dari gigi yang terlibat (46) pada kasus diatas, dan jelaskan
patofisiologis timbulnya rasa sakit, pembengkakan yang meluas sampai ke leher akibat
pencabutan gigi 46.

Jawab: Nyeri yang dirasakan pada region wajah atau rongga mulut, berasal dari perifer ke
system saraf pusat melalui nervus trigeminal atau nervus cranial V. Nyeri dapat terjadi dan
dirasakan pasien sebagai nyeri tajam, berdenyut, hilang timbul di daerah wajah dan pipi, di
area sendi rahang, di depan telinga, sekitar mata dan tulang temporal, atau sakit saat membuka
mulut lebar, mengunyah makanan dan adanya nyeri tekan pada otot-otot wajah. Peningkatan
rasa sakit setelah beberapa hari pasca ekstraksi gigi dapat menyebabkan dry socket. Dry socket
atau alveolitis merupakan suatu komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling
sakit sesudah pencabutan gigi. Pasien yang didiagnosa mengalami dry socket mempunyai
beberapa gejala seperti soket gigi kosong dengan atau tanpa debri, rasa sakit di sekitar gigi
yang diekstraksi setelah 3-5 hari pasca ekstraksi, rasa nyerinya sedang hingga parah, terdiri
dari nyeri yang berdenyut dan dapat menyebar ke daerah telinga. Rasa sakitnya bisa pula
digambarkan sebagai sakit yang menusuk, yang disebabkan oleh iritasi kimia dan termal dari
ujung saraf yang terpapar dalam ligament periodontal dan tulang alveolar. Dry socket terjadi
sekitar 3% dari ekstraksi rutin. Penyebab alveolitis adalah hilangnya bekuan akibat lisis,
mengelupas atau keduanya. Alveolitis ini biasanya disebabkan oleh streptococcus, tetapi lisis
mungkin bisa juga terjadi tanpa keterlibatan bakteri. Selain itu diduga trauma berperan karena
mengurangi vaskularisasi, yaitu pada tulang yang mengalami mineralisasi yang tinggi pada
pasien lanjut usia. Didasarkan hal tersebut, pada waktu melakukan pencabutan pada pasien
lanjut usia atau pasien dengan gangguan kesehatan, perlu dilakukan packing profilaksis dengan
pembalut obat-obatan pada alveolus mandibula. Beberapa faktor yang berhubungan dengan
peningkatan risiko terjadinya dry socket, diantaranya trauma ekstraksi, infeksi praoperatif,
merokok, penggunaan kontrasepsi oral , penggunaan anestesi lokal dengan vasokonstriktor,
irigasi pasca operatif yang tidak adekuat, dan rendahnya tingkat pengalaman dokter gigi
2.2. Jelaskan kondisi/proses yang dapat terjadi bila dijumpai adanya kontaminasi
mikroorganisme pada luka dan sebutkan bakteri apa saja yang berperan sebagai
penyebab alveolitis.

Jawab: Peningkatan rasa sakit atau peradangan setelah beberapa hari pasca pencabutan gigi dapat
disebabkan oleh dry socket (alveolar osteitis). Karakteristik alveolar osteitis yaitu tulang
alveolaris yang kosong mengalami kaku dan nyeri pasca pencabutan gigi disertai disintegrasi
blood clot sebagian maupun total dengan atau tanpa halitosis. Akibat dari dry socket ini, tulang
terpapar dengan udara, makanan, cairan, dan zat lain yang masuk ke mulut. Kondisi ini
menyebabkan peradangan padatulang dan gejala rasa ngeri yang amat sangat dan bisa menjalar
sampai leher, telinga, dan kepala. Rasa nyeri ini umumnya timbul 2-5 hari setelah pencabutan
gigi. Dry socket ini lebih sering terjadi pada rahang bawah dibandingkan pada rahang atas,
karenaa suplai darah relative lebih sedikit pada rahang bawah. Karena adanya infeksi di rahang
bawah, maka mudah terjadi pelepasan mediator kimia yang dapat menyebabkan peningkatan
permeabilitas vascular yang nantinya akan menimbulkan tanda inflamasi berupa pembengkakan

Kontaminasi bakteri merupakan pemicu terjadinya infeksi daerah operasi. Bakteri


memasuki tubuh melalui luka sayatan pada daerah operasi. Infeksi pada rongga mulut umumnya
disebabkan oleh adanya Streptococcus dan Staphylococcus serta organisme mikro gram negatif
yang berbentuk batang dan anaerob.

Pertumbuhan bakteri pada luka operasi tergantung pada mekanisme pertahanan tuan
rumah dan kemampuan bakteri untuk melawan sistem pertahanan tubuh atau yang disebut
virulensi bakteri. Infeksi merupakan hasil masuknya, pertumbuhan dan perkembangan dari
mikroorganisme di dalam jaringan, yang berakibat perubahan metabolisme dan fisiologi dari
jaringan itu sendiri. Penyebab infeksi yang masih tinggi dapat disebabkan dari autoinfeksi yaitu
bakteri yang memang sudah terdapat di dalam tubuh manusia dan berpindah ke bagian lain dari
tubuh atau yang berasal eksogen dari lingkungan rumah sakit seperti udara ruang operasi,
peralatan yang tidak steril, maupun petugas rumah sakit yang kurang menerapkan perilaku
aseptik dan antiseptik.
2.3. Apa hubungan prosedur pencabutan gigi yang lama, sulit, serta anestesi berkali-kali
menyebabkan gangguan penyembuhan luka pada kasus di atas.

Jawab: Terhambatnya penyembuhan luka diketahui adalah karena terjadinya peningkatan


aktivitas fibrinolysis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Jika dikaitkan
dengan kasus, diketahui bahwa pencabutan gigi tersebut berlangusung lama sehingga
memperbesar kemungkinan luka terkontaminasi oleh mikroorganisme.

Bakteri dari genus streptococcus dan staphylococcus diketahui dapat menghilangkan bekuan
darah akibat porses lisis. Peran bakteri ini yaitu menaikkan aktivitas fibronolitik yang
menyebabkan terhambatnya penyembuhan luka. Bakteri Actinomyces viscosus juga dapat
memperlambat penyembuhan pasca pencabutan gigi.

Dalam melakukan tindakan pencabutan, pemberian anestesi diberikan untuk mencegah


tejadinya rasa sakit pada pasien saat dan menunjang keberhasilan tindakan pencabutan. Ketidak
efektifan kerja anestesi dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien sehingga
menimbulkan hambatan saat tindakan pencabutan. Ketidak efektifan kerja anestesi lokal dapat
terjadi karena beberapa hal diantaranya penentuan dosis anestesi lokal yang kurang tepat dan
kemungkinan adanya pengaruh inflamasi pada apeks gigi sehingga mempengaruhi kerja agen
anestesi.

Pemberian dosis anestesi lokal dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya yaitu status fisik
pasien, area yang akan dilakukan anestesi, vaskularisasi jaringan lunak dan teknik yang anestesi
yang dilakukan. Pemberian anestesi dengan volume yang tidak tepat dapat menyebabkan kerja
agen anestesi yang tidak efektif, atau jika berlebihan maka akan menyebabkan terjadinya
keracunan

2.4. Jelaskan fakor lokal dan sistemik yang dapat menyebabkan gangguan penyembuhan
luka akibat pencabutan gigi pada kasus di atas.

Jawab: Faktor sistemik karena kondisi tubuh yang menyebabkan gangguan penyembuhan luka,
seperti: diabetes, obesitas, punya penyakit medis lain contohnya penyakit autoimun dan
penyakit hati, hemofili, penyakit kardiovaskuler, malfungsi adrenal, serta pemakaian obat
antikoagulan.
Untuk faktor local, yaitu:

- Trauma terlebih pada jaringan lunak


- Mukosa mengalami peradangan pada daerah yang telah dilakukan pencabutan gigi

2.5. Jelaskan peran bekuan darah (clot) pada socket gigi terhadap penyembuhan luka.

Jawab: Luka pasca pencabutan gigi mampu memicu pembekuan darah dengan teraktivasinya
tromboplastin. Sel epitel yang membatasi socket mulai berpoliferasi dan bermigrasi sepanjang
bekuan. Setelah 10 hari maka akan terjadinya epitelisasi socket pada luka pasca pencabutan
gigi dan pada hari ke 10 akan terjadi pembentukan tulang. Di dalam bekuan yang terbentuk,
terjadi reapon inflamasi yang melibatkan neutrophil, disusul oleh makrofag,

2.6. Jelaskan peran farmakokinetik dalam proses penyembuhan luka.

Jawab: Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antibiotik bisa
bersifat bakterisid (membunuh bakteri) atau bakteriostatik (mencegah berkembangbiaknya
bakteri). Istilah antibiotik pada dasarnya mengacu kepada zat kimia yang dihasilkan oleh satu
macam organisme, terutama fungi yang menghambat pertumbuhan atau dapat membunuh
organisme lain. Secara umum terdapat dua kelompok antibiotik berdasarkan
farmakokinetiknya, antara lain:

a. Time dependent killing, yaitu lamanya antibiotik terdapat dalam darah dalam kadar diatas
KHM (Kadar Hambat Minimal) sangat penting untuk memperkirakan outcome klinik ataupun
kesembuhan. Contoh antibiotik yang tergolong time dependent killing yaitu penicillin,
sefalosporin dan makrolida.

b. Concentration dependent, semakin tinggi kadar antibiotika dalam darah melampaui KHM
maka semakin tinggi pula daya bunuhnya terhadap bakteri. Rejimen dosis yang dipilih harus
memiliki kadar dalam serum atau jaringan 10 kali lebih tinggi dari KHM. Jika gagal mencapai
kadar ini ditempat infeksi atau jaringan akan mengakibatkan kegagalan terapi, situasi inilah
yang selanjutnya menjadi salah satu penyebab timbulnya resistensi.
2.7. Obat apa yang seharusnya diberikan kepada pasien (kasus di atas) & bagaimana
mekanisme kerjanya.

Jawab: Berdasarkan kasus di atas, obat yang seharusnya diberikan kepada pasien adalah
antibiotic. Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk menhambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme. Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri terdiri dari
polipeptidoglikan yaitu suatu komples polimer mukopeptida (glikopeptida).Obat ini dapat
melibatkan otolisin bakteri (enzim yang mendaur ulang dinding sel) yang ikut berperan
terhadap lisis sel. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini seperti beta-laktam (penisilin,
sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan
vankomisin.Pada umumnya bersifat bakterisidal.

2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein. Sel bakteri mensintesis berbagai protein
yang berlangsung di ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA.Penghambatan terjadi melalui
interaksi dengan ribosom bakteri.Yang termasuk dalam kelompok ini misalnya aminoglikosid,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin), klindamisin,
mupirosin, dan spektinomisin.Selain aminoglikosida, pada umumnya antibiotik ini bersifat
bakteriostatik.

3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimetoprim dan


sulfonamid.Pada umumnya antibiotik ini bersifat bakteriostatik.

4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon, nitrofurantoin.


5. Mempengaruhi permeabilitas membran sel bakteri. Antibiotika yang termasuk adalah
polimiksin

2.8. Jelaskan dampak pasien tidak mengkonsumsi obat yang diinstruksikan oleh dokter
terhadap proses penyembuhan luka.

Jawab: Kepatuhan minum obat sesuai dengan dosis dan petunjuk medis pada pasien merupakan
hal yang sangat penting, karena apabila menghentikan minum obat sebelum waktunya
mengakibatkan bakteri menjadi resisten yang mengakibatkan pengobatan menjadi lebih lama dan
mahal. Kepatuhan atau ketaatan (Commpliance/ adherence) adalah tingkat pasien melaksanakan
cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau oleh orang. Sementara itu
ketidakpatuhan adalah jika pasien tidak melakukan apa yang diperintahkan dokter.

Pada kasus diatas, pasien tidak meminum obat atas resep dari dokter mungkin beberapa
faktor yang memengaruhinya, seperti: akibat daripada pengalaman yang dialami antara pasien
dan dokter gigi. Ketika proses pencabutan, pasien merasa sakit dan menimbulkan
ketidakpercayaan, masalah keuangan, karakteristik psaien, tidak meminum obat hingga batas
waktu yang ditentukan, meminum obat yang salah dan di waktu yang salah, dan berhenti
melakukan perubahan pola hidup yang sehat yang dianjurkan praktisi kesehatan.

Dampak ketika pasien tidak meminum obat untuk proses pembekuan darah luka, maka
proses penyembuhan luka tidak berjalan dengan baik malah darah akan lama untuk mengalami
pembekuan. Dengan begitu aktivitas fibrinolysis meningkat sehingga melarutkan bekuan darah
yang sudah terbentuk. Fibrinolisis terbagi dua yaitu tanpa bakteri dan keterlibatan bakteri,yaitu
fibrinolysis tanpa keterlibatan bakteri. Kerusakan bekuan darah disebabkan oleh mediator yang
keluar selama inflamasi, mediator ini secara langsung atau tidak langung mengaktifkan
plasminogen kedalam darah. Lalu Fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri. anaerob penyebab
dari terjadinya dry socket yang dilihat dari aktifitas fibrinolitik dari Treponema denticola yang
menyebabkan penyakit periodontal. Actinomyces viscosus and Streptococcus mutans dapat
memperlambat penyembuhan pasca pencabutan gigi. Beberapa spesies bakteri mensekresikan
pirogen yang menjadi aktivator tidak langsung dari fibrinolisis in vivo.

2.9. Jelaskan mekanisme terjadinya resistensi terhadap obat (khususnya antibiotik).

Jawab: Antibiotik merupakan bahan kimiawi yang dihasilkan oleh organisme seperti bakteri
dan jamur, yang dapat mengganggu mikroorganisme lain. Biasanya bahan ini dapat membunuh
bakteri (bakterisidal) atau menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau
mikroorganisme lain. Beberapa antibiotik bersifat aktif terhadap beberapa spesies bakteri
(berspektrum luas) sedangkan antibiotik lain bersifat lebih spesifik terhadap spesies bakteri
tertentu (berspektrum sempit). Obat-obat antimikroba tidak efektif terhadap semua
mikroorganisme. Spektrum aktivitas setiap obat merupakan hasil gabungan dari beberapa
faktor, dan yang paling penting adalah mekanisme kerja obet primer. Demikian pula fenomena
terjadinya resistensi obat tidak bersifat universal baik dalam hal obat maupun
mikroorganismenya. Perubahan-perubahan dasar dalam hal kepekaan mikroorganisme
terhadap antimikroba tanpa memandang faktor genetik yang mendasarinya adalah terjadinya
keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Dihasilkannya enzim yang dapat menguraikan antibiotik seperti enzim penisilinase,


sefalosporinase, fosforilase, adenilase dan asetilase.

2. Perubahan permeabilitas sel bakteri terhadap obat.

3. Meningkatnya jumlah zat-zat endogen yang bekerja antagonis terhadap obat.

4. Perubahan jumlah reseptor obat pada sel bakteri atau sifat komponen yang mengikat obat
pada targetnya.

Resistensi bakteri dapat terjadi secara intrinsik maupun didapat. Resistensi intrinsik
terjadi secara khromosomal dan berlangsung melalui multiplikasi sel yang akan diturunkan
pada turunan berikutnya. Resistensi yang didapat dapat terjadi akibat mutasi khromosomal atau
akibat transfer DNA.
BAB III

PENUTUP

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Nyeri disebabkan karena adanya perangsangan nosiseptor. Terdapat
komplikasi nyeri pada pasca ekstraksi gigi, salah satunya adalah dry socket.

Infeksi merupakan hasil masuknya, pertumbuhan dan perkembangan dari


mikroorganisme di dalam jaringan, yang berakibat perubahan metabolisme dan fisiologi dari
jaringan itu sendiri. Kontaminasi bakteri merupakan pemicu terjadinya infeksi daerah operasi.
Bakteri memasuki tubuh melalui luka sayatan pada daerah operasi. Infeksi menyebabkan
peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat penyembuhan luka.

Kegagalan hemostasis menimbulkan perdarahan. Hemostasis adalah suatu mekanisme


tubuh dalam mencegah dan menghentikan perdarahan. Proses hemostasis dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu pembuluh darah melalui proses vasokonstriksi, trombosit untuk
membentuk sumbat trombosit dan faktor pembekuan yang akan membentuk sumbat fibrin.
Pemeriksaan penyaring hemostasis meliputi pemeriksaan yang terkait dengan sistem
pembekuan darah seperti prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(APTT), thrombin time (TT) dan pengukuran kadar fibrinogen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahrudin M. Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika 2017; 13(1): 8-11

2. Sari LR. Kepatuhan Pasien pada Instruksi Pasca Operasi dengan Komplikasi Pasca
Odontektomi di Klinik Gigi Swasta Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta:Poltekes Kemenkes
Yogyakarta,2019:7-9.

3. Effendy AH. Perbedaan Efektifitas Manajemen Nyeri Pasca Ekstraksi Gigi Di RSUD Dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen Dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Tesis. Semarang: Universitas
Diponegoro, 2014: 17.

4. Wilantri GD. Kolonisasi Bakteri Patogen Potensial Penyebab Infeksi Daerah Operasi Pada
Kulit Pasien Praoperatif. Semarang: Universitas Diponegoro, 2015: 10.

5. Barung S, Sapan HB, Sumanti WM, et al. Pola Kuman dari Infeksi Luka Operasi pada Pasien
Multitrauma. Jurnal Biomedik 2017; 9(2): 115-20.

6. Yuristin D, Apriza. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyembuhan Luka Post Op


Seksio Sesaria di RSUD Bangkinang Tahun 2018. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat
2018; 2(1): 19-27.

7. Nurunnisa, Wasi’a. Gambaran Angka Kejadian Fraktur Gigi Berdasarkan Klasifikasi Ellis
Kelas 2 Periode Tahun 2016 Di RSGM UMY. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, 2018: 6-9.

8. Wiyatmi H. Anestesi Lokal dalam Pencabutan Gigi di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Propinsi
DIY. 2014: 42-6.

9. Pohan JA, Budiningsih TE. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Minum
Obat Pasien Tuberkulosis di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Intuisi Jurnal
Psikologi Ilmiah 2012; 4(3): 2-4.

10. Enggardini AS, Revianti S, Prameswari N. Efektifitas Ekstrak Nannochloropis oculata


Terhadap Peningkatan Kepadatan Kolagen pada Proses Penyembuhan Alveolar Osteitis. Denta
Jurnal Kedokteran Gigi 2016; 10(1): 10-3.

11. Permatasi RI. Pengaruh Pemberian Chlorhexidine Terhadap Kejadian Komplikasi Pada
Proses Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro,
2015: 13
12. UMY Repository. Penatalaksanaan dry socket

Anda mungkin juga menyukai