DISUSUN OLEH
NURUL AMIRAH
210600078
FASILITATOR:
drg. Aini Hariyani Nasution.,Sp.Perio (K)
Penyusun : Nina Aini, drg., Sp.Perio(K); Aida Darwis, drg., M.DSc; Cek Dara
Manja, drg.,Sp.RKG
Skenario:
Seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke RSGM USU dengan keluhan gigi terasa goyang
dan terlihat memanjang. Pasien juga mengeluhkan adanya bau mulut seperti bau apel busuk
dan mulut yang kering. Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus dan nilai HbA1C terakhir
10,3% dan gula darah sewaktu 249 mg/dl. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat DM
secara rutin. Pemeriksaan intra oral terlihat gingiva berwarna merah, konsistensi oedematous,
disertai pembesaran gingiva terutama pada regio anterior rahang atas dan bawah. Dijumpai
mobiliti derajat 2 dan 3 pada hampir seluruh gigi, kedalaman poket antara 6-12 mm.
Pemeriksaan extra oral tidak dijumpai adanya kelainan. Saliva terlihat kental dan berbuih.
Dokter merujuk untuk dilakukan pengambilan radiografi panoramik (radiograf terlampir).
BAB II
PEMBAHASAN
Pertanyaan:
- Interdental CAL ( at site of greatest loss) >5 mm sedangkan pada kasus kedalaman poket
mencapai 6-12 mm.
- Radiographic bone loss ( RBL) sudah meluas ke sepertiga setengah akar dan seterusnya jika
dilihat dari kasus dengan kedalaman poket yang dalam mencapai 12 mm tentu saja sudah
meluas ke sepertiga akar.
- Tooth Loss >5 gigi, sedangkan pada kasus dilihat dari hasil panaromik yang tertera pasien
telah kehilangan banyak gigi hampir 5 gigi atau lebih.
Kompleksitas tahap III namun ada tambahan dimana disfungsi pengunyahan karena mulut
kerin, trauma oklusal sekunder karena dilihat banyaknya gigi yang hilang, tooth mobility
degree >2 dilihat dari kasus mobility derajat 2 atau 3, kemudian bite runtuh, melayang dan
melebar yang mana pada kasus gigi yang tersisa < 20 (10 pasangan lawan).
- Bone loss/ age > 1.0%, dilihat dari kasus dengan kedalaman poket yang dalam bone loss nya
kira” sudah mencapai 1.0% atau lebih.
- Case phenotype nya dilihat dari kasus pola klinis spesifik yang menunjukkan periode
perkembangan cepat.
- HbA1c > 7.0% pada penderita dengan diabetes,yang mana hal ini sesuai kasus dimana pasien
memiliki penyakit sistemik yaitu diabetes.
Kemudian bau mulut pada pasien adalah halitosis biasanya pada penderita diabetes, kadar gula
darah yang tinggi mampu meningkatkan kadar glukosa dalam air liur. Keadaan ini membuat
bakteri di mulut mendapatkan asupan sehingga mampu menyebabkan penumpukan plak gigi.
Jika plak tersebut tidak dihilangkan, kerusakan gigi dan penyakit periodontal sangat mungkin
terjadi. Sebagai akibatnya, bau mulut atau halitosis tidak bisa dihindari lagi. Kemudian mulut
kering yang dikeluhkan pasien adalah Xerostomia dimana kelainan ini akibat penyakit sistemik
yang diderita pasien yaitu diabetes melitus yang tidak dikontrol, Hipertiroid, pneumonia, tifoid
fever dan Demam yang menyebabkan dehidrasi
Peridontitis ialah salah satu dari enam komplikasi DM. Pada sejumlah penelitian bahwa pasien
DM beresiko 3 kali lebih tinggi mengalami periodontitis dibandingkan penderita non-DM.
Keparahan penyakit periodontal dipengaruhi oleh penurunan respon ilmun. Kondisi
tersebutditandai terjadinya sejumlah perubahan jaringan yang menyebabkan keretanan
terhadap penyakit. Perubahan vaskuler yang terjadi menunjukkan adanya peningkatan aktivitas
kolagen serta perubahan respon dan kemotaksis dari PMN terhadap antigen plak, sehingga
menyebabkan fagositosis terhambat. Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) pada
penderita DM menyebabkan komplikasi berupa mikrovaskuler yang ditandai dengan
peningkatan AGE pada plasma dan jaringan. Sekresi dan sintesis sitokin yang diperantarai
oleh adanya infeksi periodontal, memperkuat besarnya respon sitokin yang dimediasi
AGEs atau sebaliknya.
Advanced glycation end-product yang terbentuk dapat terjadi pada protein, lipid dan
asam nukleat. Pembentukan AGE pada protein, menyebabkan rantai silang antara polipeptida
kolagen dan menangkap plasma non glikosilasi atau protein interstitial. Pengendapan low
density lipoprotein (LDL) terjadi pada pembuluh darah besar dan deposit kolesterol di
intima. Advanced glycation end-product menyebabkan terbentuknya rantai silang kolagen tipe
IV membran basalis, berakibat melemahnya interaksi kolagen dan komponen matriks lain
(laminin, proteoglikan), menghasilkan jejas struktur dan fungsi membran basalis.
Bau mulut pengidap diabetes melitus juga bisa terjadi karena gangguan insulin. Orang
yang mengidap penyakit ini memang tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan insulin.
Tubuh manusia membutuhkan banyak insulin sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi.
Pada pengidap diabetes, tubuh kemudian beralih membakar lemak. Tingginya kadar keton
dalam darah karena tubuh tidak mampu menghasilkan insulin dalam jumlah cukup atau tidak
bisa menggunakan insulin untuk mengubah gula darah menjadi energi.
Halitosis terbentuk dari gas Volatile sulfur compunds (VSC) yang mudah menguap,
merupakan by product dari bakteri. Adanya inflamasi dalam rongga mulut, poket yang dalam,
pendarahan, apalagi dengan pendarahan spontan dapat meningkatkan konsentrasi VSC
sehingga menimbulkan halitosis. Poket da pendarahan pada gingiva akan meningkatkan
konsetrasi VSC karena protein yang berasal dari sisa makanan dan sel darah yang mati pada
poket, oleh aktivitas bakteri dalam mulut membentuk gas VSC dengan bau yang tidak sedap
dan menimbulkan halitosis. Poket dan akumulasi plak akan menimbulkan bau mulut yang
sangat mengganggu karena adanya pembusukan sisa makanan dan pembusukan jaringan pada
poket.
1) Organoleptik
2) Halimeter
- Konsentrasi VSC dalam rongga mulut diukur dalam satuan part per billion
(ppb), dengan nilai normal dibawah 100 ppb
3) Gas Chromatography
- Oral Chroma atau Refres-101 untuk mengenali tiga jenis gas VSC yaitu
hidrogen sulfida, metil mercaptan, dan dimetil sulfida
4) Tes BANA
5) Kemiluminesens
Gambar radiografi panoramik secara klinis digunakan untuk pasien yang membutuhkan
gambaran yang luas dari rahang, seperti evaluasi terhadap trauma, penyakit gigi atau tulang
yang parah, didiagnosa atau diperkirakan menderita lesi yang besar, menentukan lokasi molar
tiga, evaluasi gigi yang hilang, melihat perkembangan dan status erupsi dari gigi, melihat
retained tooth dan ujung akar pada pasien edentulous, memeriksa keadaan sinus maksilaris dan
gangguan pada sendi temporomandibular serta melihat perkembangan anomali seperti
prognathism dan retrognathism. Gambar panoramik sering digunakan sebagai evaluasi gambar
awal yang dapat memberikan tampilan yang diperlukan dan membantu dalam menentukan
kebutuhan proyeksi lainnya. Salah satu kelebihan dari gambar panoramik adalah tampilan dari
gigi yang lengkap dan memungkinkan untuk mendiagnosis jumlah, posisi dan anatomi gigi
yang mengalami gross abnormalities.
Radiografi panoramik dapat memperlihatkan jarak dari gigi yang mengalami impaksi
dengan struktur vital seperti inferior alveolar canal, dasar dan dinding posterior sinus
maksilaris, maxillary tuberosity dan gigi sebelahnya. Disamping itu semua pasien dapat dengan
mudah memahami gambar yang dihasilkan dari radiografi panoramik dan dapat berguna sebagi
media pembelajaran visual bagi pasien. Namun yang menjadi alasan utama pasien dirujuk
untuk dilakukan radiografi panoramik adalah sebagai pemeriksaan penunjang agar diagnosis
dapat ditentukan serta untuk melihat kondisi tulang alveolar secara keseluruhan diantaranya
memudahkan untuk melihat radiolusen atau radiopak nya puncak tulang alveolar, kemudian
untuk melihat penurunan tulang alveolar secara vertikal atau horizontal.
Pada kunjungan pertama, pasien tidak bisa dilakukan perawatan dental karena kadar
gula darah yang tinggi sehingga beresiko untuk dilakukannya tindakan dental. Pasien diedukasi
untuk memperbaiki oral hygiene dengan menggosok gigi 2x sehari. Diinstruksikan untuk
istirahat yang cukup, diet makanan dan konsultasi dengan dokter spesialis penyakit dalam
untuk mengontrol kondisi pasien.
Perawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien tersebut terdiri dari terapi inisial berupa
edukasi mengenai teknik, frekuensi, dan durasi menyikat gigi yang tepat. Pada tahap awal
dilakukan scaling and root planing untuk menghilangkan fokus infeksi berupa plak dan
kalkulus kemudian pasien dievaluasi dan dikontrol skor OHI-S pasien. Rencana perawatan
selanjutnya, ekstraksi seluruh sisa akar gigi rahang atas dan bawah yang memiliki prognosis
hopeless dengan kegoyangan gigi derajat 3 dilanjutkan pembuatan gigi tiruan penuh. 2 hari
sebelum tindakan pencabutan, pasien akan diresepkan obat antibiotik per oral untuk mencegah
komplikasi saat tindakan pencabutan berlangsungdan dilakukan pengecekkan gula darah
sewaktu kembali sesaat sebelum tindakan untuk memantau angka gula darah dalam tubuh.
Setelah dilakukan pencabutan semua sisa akar gigi, pasien dievaluasi Kembali. Kemudian
dilakukan Prosedur kuretase dengan bagian kuret yang tajam menghadap ke gingiva/lateral
poket 45 dengan tekanan lateral dan digerakkan secara apikooklusal.12 Kuret dilakukan untuk
membuang jaringan granulasi sampai keluar darah segar. Irigasi dilakukan dengan povidone
iodine 1% dan salin. Permukaan gingiva diadaptasikan kembali ke gigi dengan sedikit dipijat.
Pasien diinstruksikan untuk tetap menjaga oral hygiene dan diinstruksikan untuk kontrol.
Rencana perawatan yang akan dilakukan pada penyakit periodontal dengan diabetes
melitus yaitu ekstraksi seluruh sisa akar gigi rahang atas dan bawah dilanjutkan pembuatan gigi
tiruan penuh. Pada kunjungan pertama pasien diberikan Dental Health Education (DHE)
diresepkan obat kumur povidone iodine 1% untuk membantu menjaga kebersihan rongga
mulut (kontrol plak) dan edukasi tahapan perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Boedi S., Mengenal Kelainan Dalam Mulut yang Menyertai Diabetes Mellitus, Jurnal Ilmiah
dan Teknologi Kedokteran Gigi Universitas Prof. DR. Moestopo. 2013; 1(2): 1639-7039
2. Keeling, HM. Wright, TL. 2015. Periodontal Disease and Diabetes Mellitus: Case Report.
Clinical Case Report. 3(2): 61-68.
3. American Diabetes Association. 2014. Diabetes care. Journal and Applied Research an
Education. 42(1): 51-193.
5. Arifiana, V., & Prandita, N. (2019). Penatalaksanaan Periodontitis Kronik Pada Penderita
Diabetes Mellitus. STOMATOGNATIC - Jurnal Kedokteran Gigi, 16(2), 59-63.
7. Djaya A. Bau mulut Nafas Tak Sedap. P.T. Dental Lintas Mediatama. Jakarta, 2000:28- 33
9. Pasler FA. Color Atlas of Dental Medicine: Radiology. Rateitschak KH, Wolf HF, editors.
New York: Thieme; 1993. p. 13.
10. Celvin CM. The Relationship Between Diabetes and Periodontal Disease, J Can Dent
Assoc, 2015 68 (3): 161-4,