Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK

BLOK 12 – MUKOSA DAN PERIODONTAL


PEMICU 4: GIGIKU GOYANG GIGIKU MALANG

KELOMPOK XII

DOSEN PEMBIMBING
Dr. drg. Pitu W, S.Psi., Sp.Perio (K)
drg. Zulkarnain, M.Kes,
Dr. drg. Trelia Boel, M.Kes., Sp.RKG (K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TAHUN 2021
NAMA ANGGOTA KELOMPOK

Ketua : Chintika Bernaditha Siregar (190600096)


Sekretaris : Mutia Salsabila Anzani Saragih (190600103)

Anggota:
1. Rasbina Anggriani Beru Sembiring Pandia (190600091)
2. Sara Nabila Br. Sebayang (190600092)
3. Al Shella Ramayani (190600093)
4. Isti Auliani Putri Lubis (190600094)
5. Yolanda Betsyeba Siregar (190600095)
6. Renata Arrin (190600097)
7. Berliana Cahya Ninghati (190600098)
8. Anastasia Pinky SM (190600099)
9. Eka Mangaranap Setiati Permatasari (190600100)
10. Stephanie Deasy Theresia Pasaribu (190600101)
11. Fathia Rizky Adinda (190600102)
12. Aprili Gracesonia (190600104)
13. Jessica Desriana Natalia Nababan (190600105)
14. Muhammad Harits Wicaksono (190600106)
15. Nandez Vieri (190600107)
16. Hilyah Hilaliah Uswanah (190600231)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkankan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Laporan ini berisi tentang hasil diskusi Pemicu 4 Blok 12 yang berjudul “Gigiku Goyang
Gigiku Malang”.

Laporan ini tidak akan selesai tanpa bimbingan dari dosen pengampu, narasumber dan
juga fasilitator yang sudah membantu kami dalam diskusi kelompok & sidang pleno dengan
memberikan kami masukan yang berarti. Untuk perbaikan dan peningkatan kualitas laporan ini
di masa yang akan datang, saran dan pendapat yang konstruktif dari pembaca sangat
diharapkan.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa selaku peserta didik dan juga
bermanfaat untuk pihak-pihak lain. Atas perhatiannya, kami mengucapkan terima kasih.

Medan, 8 Maret 2021

Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan pada umumnya.
Seperti kita ketahui bahwa rongga mulut merupakan salah satu bagian tubuh yang cukup
unik sehubungan dengan kesehatan penderita (as body's mirror), hal itu dikarenakan
timbulnya kelainan dalam mulut dapat menunjukkan keadaan kesehatan seseorang.
Gigi dan mulut disusun oleh jaringan periodontal. Jaringan periodontal sendiri terdiri
dari gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal, dan sementum. Penyakit periodontal
merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak dijumpai di masyarakat dunia
khususnya di Indonesia. Penyakit periodontal yang banyak dijumpai adalah peradangan
gusi atau gingivitis dan periodontitis. Penyakit periodontal berbeda dengan karies gigi, jika
penyakit periodontal sifatnya lebih kronis dan tidak menimbulkan rasa sakit yang hebat.
Bahkan pada saat kondisi dini tidak ada keluhan rasa sakit. Penyakit ini disebabkan oleh
bakteri plak yang diawali dengan gingivitis atau peradangan gusi.
Penyebab penyakit periodontal terdiri dari faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor local
meliputi faktor iritasi dan fungsional. Iritasi menyebabkan terjadinya proses peradangan
yang dimulai dari gingiva atau gusi, menjalar ke jaringan penyangga sehingga gigi mejadi
goyang. Faktor fungsional berkaitan dengan kontak prematur, hambatan oklusi, kebiasaan
parafungsi yang menyebabkan terjadinya trauma oklusi sehingga akan terjadi kegoyangan
pada gigi yang terlibat. Faktor sistemik berkaitan dengan kesehatan jaringan secara
menyeluruh sehingga akan memperberat kerusakan akibat iritasi dan faktor fungsional.
Oleh karena itu, jaringan periodontal ini harus dipelihara dengan baik agar dapat
mendukung berjalannya fungsi rongga mulut. Sehingga, penting kiranya bagi dokter gigi
untuk memahami bagaimana etiologi, patogenesis, dan pilihan perawatan yang tepat dalam
rangka mengembalikan fungsi dan kesehatan rongga mulut.

1.2 Deskripsi Topik


Nama Pemicu : Gigiku Goyang Gigiku Malang
Penyusun : Dr. drg. Pitu W, S.Psi., Sp.Perio (K), drg. Zulkarnain, M.Kes,
Dr. drg. Trelia Boel, M.Kes., Sp.RKG (K)
Hari/ Tanggal : Jumat, 5 Maret 2021
Pukul : 07.30 – 09.30 WIB
Skenario :
Pasien laki-laki berusia 52 tahun, datang ke Instalasi Periodonsia RSGMP FKG USU
dengan keluhan gigi depan atas dan bawah goyang sejak 1 bulan lalu. Pasien juga mengeluh
gusinya bengkak dan mudah berdarah bila disikat serta bau mulut. Hasil anamnesis pasien
seorang perokok (3 batang rokok/hari), pasien mengaku menyikat giginya 1 kali sehari
karena takut gusinya berdarah ketika disikat. Pasien sangat berharap agar giginya tidak ada
yang dicabut karena goyang.
Pemeriksaan intra oral:
1. Gingiva merah, oedematus dan BOP (+)
2. Kedalaman Poket absolut: gigi 16, 15, 12, 11, 21, 32, 31, 44, 45: 7mm
3. Kedalaman Poket absolut: gigi 24, 25, 36: 5mm
4. Resesi gingiva: gigi 16, 15, 12, 11, 21, 24, 25, 32, 31, 36, 44, 45: 3mm
5. Gigi 12, 11, 21, 31, 32 mobiliti 2o
6. Gigi 44 mobiliti 1o
7. Karies media pada gigi 36, 37
8. Indeks Debris: 2,5
9. Indeks Kalkulus: 3
10. Pemeriksaan radiografi: Kehilangan tulang lebih dari 1/3 tengah pada gigi 16, 15, 12,
11, 21, 32, 31, 44, 45.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis tersebut?
Jelaskan secara lengkap!
Pemeriksaan Subjektif (Anamnesis)1,2
Pada kasus tersebut, diperoleh hasil anamnesis berupa:
a. Identitas pasien → Pasien merupakan seorang pria berusia 52 tahun.
b. Keluhan utama/chief complaint → Gigi depan atas dan bawah goyang sejak 1 bulan
lalu, gusi bengkak dan mudah berdarah bila disikat serta bau mulut.
c. Riwayat sosial/social history → Pasien seorang perokok (3 batang rokok/hari), dan
pasien mengaku hanya menyikat giginya 1 kali sehari karena takut gusinya berdarah
ketika disikat.
d. Keluhan utama pasien yaitu: gigi depan atas dan bawah goyang sejak 1 bulan lalu,
gusi bengkak dan mudah berdarah bila disikat serta bau mulut
e. Riwayat dental masa lalu berupa frekuensi menyikat gigi yakni 1 kali sehari
dikarenakan takut gusinya berdarah ketika disikat dan memiliki riwayat perokok
(3batang rokok/hari)

Pemeriksaan Objektif1,2
a. Pemeriksaan ekstraoral → Tidak ditemukan kelainan/ tidak tertera dalam skenario.
b. Pemeriksaan intraoral
▪ Pemeriksaan gigi-geligi
Gigi 12,11,21,31,32 mobiliti 2 ͦ yang berarti gigi bergerak dalam arah horizontal
(labiolingual) sampai 1 mm,
Gigi 44 mobiliti 1 ͦ yang berarti gigi bergerak dalam arah horizontal
(labiolingual) tetapi belum melebihi dari 1 mm, dan
▪ Karies media pada gigi 36, 37 dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi
belum melebihi setengah dentin.
▪ Pemeriksaan periodonsium
▪ Keberadaan plak dan kalkulus Diperoleh Indeks Debris: 2,5 dan Indeks
Kalkulus: 3. Jika dijumlahkan maka akan diperoleh skor OHIS pasien adalah
5,5 yang berarti oral hygiene buruk.
▪ Inflamasi pada gingiva: Gingiva merah, dan oedematous.
▪ Keberadaan poket periodontal Kedalaman Poket absolut: gigi 16, 15, 12,11,21,
32,31,44,45: 7mm, dan kedalaman Poket absolut: gigi 24,25,36: 5mm. Dimana,
untuk kedalaman poket yang normal adalah 1-3 mm. Apabila kedalaman poket
sudah 4 mm atau lebih menandakan adanya keadaan patologis.
▪ Perdarahan pada probing Pemeriksaan deteksi poket menggunakan probe
periodontal diperoleh BoP (+).
▪ Resesi gingiva: Gigi 16,15,12,11,21,24,25,32,31,36,44,45: 3 mm

Pemeriksaan Penunjang1,2
Berdasarkan kasus, jenis pemeriksaan penunjang yang digunakan adalah radiografi
periapikal. Pada gambaran radiografi periapikal pasien tersebut ditemukan adanya
kehilangan tulang lebih dari 1/3 tengah pada gigi 16, 15, 12,11,21, 32,31,44,45.

2.2 Jelaskan cara menghitung kehilangan perlekatan pada gigi 16, 15, 12, 11, 21, 24, 25,
32, 31, 36, 44, 45!
Prosedur untuk menentukan CAL untuk tiga kemungkinan hubungan margin gingiva
ke CEJ. Margin gingiva mungkin ke apical CEJ, menutupi CEJ, atau berada di CEJ.
Pengukuran yang digunakan untuk menghitung tingkat perlekatan klinis: kedalaman
probing dan tingkat margin gingiva (jarak dari CEJ ke margin gingiva). Kehilangan
perlekatan atau Loss of Attachment (LOA) adalah kerusakan pada struktur yang mendukung
gigi. LOA terjadi pada periodontitis dan ditandai oleh relokasi epitel junctional ke akar
gigi, perusakan serat gingiva.3
Clinical Attachment Loss (CAL) artinya jarak antara cemento-enamel junction ke dasar
poket periodontal, diketahui dengan cara:3
a. Pada keadaan posisi puncak gingiva sejajar dengan CEJ. Kehilangan perlekatan
epitel sama dengan nilai kedalaman poket periodontal.
b. Pada keadaan pembesaran gingiva. Kehilangan perlekatan epitel adalah
mengurangi nilai kedalaman poket periodontal dengan jarak antara puncak gingiva
ke CEJ.
c. Pada keadaan resesi gingiva. Kehilangan perlekatan epitel adalah mengukur secara
langsung jarak dari CEJ ke dasar poket periodontal atau menjumlahkan jarak antara
puncak gingiva ke CEJ dengan nilai kedalaman poket periodontal.

▪ Diketahui kedalaman poket absolut gigi 16,15,12,11,21,32,31,44,45: 7 mm,


kedalaman poket absolut gigi 24,25,36: 5 mm, dan resesi gingiva: gigi
16,15,12,11,21,24,25,32,31,36,44,45: 3 mm
▪ Pada gigi 16,15,12,11,21,32,31,44,45 terjadi resesi gingiva sebanyak 3 mm, oleh
karena itu nilai CAL gigi 16,15,12,11,21,32,31,44,45 adalah 7 +3 = 10 mm
▪ Sama halnya dengan gigi 24,25,36, memiliki resesi gingiva sebanyak 3 mm dan
nilai CAL ketiga gigi tersebut adalah 5+3 = 8 mm
▪ Maka nilai CAL seluruh gigi 16,15,12,11,21,24,25,32,31,36,44,45 dihitung dengan
= (10 x 9) + (8 x 3) dibagi 12 = 90 +24 dibagi 12 = 9,5 maka hal itu termasuk
parah/severe

2.3 Jelaskan diagnosis kasus tersebut beserta alasannya (sesuai AAP 1999 dan AAP
2017)!
Berdasarkan American Academy of Periodontology International Workshop (AAP)
1999
Diagnosis penyakit periodontal kasus tersebut berdasarkan AAP 1999 yaitu
“Periodontitis Kronis Generalisata Berat” karena daerah yang mengalami kerusakan
sudah > 30% dan kehilangan perlekatan ≥ 5 mm. Periodontitis kronis merupakan bentuk
yang paling umum dari periodontitis pada orang dewasa, yaitu suatu infeksi bakteri pada
jaringan pendukung gigi yang menyebabkan kehilangan perlekatan dan tulang secara
progresif. Penyakit ini dikarakteristikan dengan kerusakan serat-serat ligamen periodontal
dan tulang alveolar, terbentuknya poket, dan resesi gingiva.4
Periodontitis kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan keparahan.
Berdasarkan perluasan, yaitu banyaknya daerah yang mengalami kerusakan, dapat
dibedakan menjadi lokal dan general. Periodontitis kronis dikategorikan lokal apabila <
30% daerah yang mengalami kerusakan dan dikategorikan general apabila > 30% daerah
yang mengalami kerusakan. Klasifikasi berdasarkan keparahan dilihat dari jumlah clinical
attachment loss (CAL) atau kehilangan perlekatannya, yaitu (a) ringan = kehilangan
perlekatan 1-2 mm; (b) sedang = kehilangan perlekatan 3-4 mm; dan (c) berat = kehilangan
perlekatan ≥ 5 mm.

Tanda klinis dari periodontitis kronis5


▪ Inflamasi gingiva dan pendarahan → Adanya dan keparahan inflamasi gingiva
tergantung pada status kebersihan mulut; bila buruk, inflamasi gingiva akan
timbul dan terjadi pendarahan waktu penyikatan atau bahkan perdarahan
spontan. Berdasarkan pada kasus diperoleh bahwa:
▪ Gingiva merah, dan oedematous.
▪ BoP (+) menandakan adanya perdarahan pada waktu probing, sesuai dengan
keluhan pasien yang gusinya sering berdarah ketika menyikat gigi.
▪ OHIS 5,5 menandakan bahwa pasien memiliki oral hygiene yang buruk
▪ Poket → Secara teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam
lebih dari 2 mm menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epithelium
krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai individu
usia muda sehingga poket sedalam 3-4 mm dapat seluruhnya merupakan poket
gingiva atau poket ‘palsu’. Poket sedalam 4 mm menunjukkan adanya
periodontitis kronis tahap awal.

Berdasarkan kasus:
▪ Kedalaman Poket absolut: gigi 16, 15, 12,11,21, 32,31,44,45: 7 mm
▪ Kedalaman Poket absolut: gigi 24,25,36: 5 mm
▪ Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat menyertai periodontitis kronis tetapi
tidak selalu merupakan tanda dari penyakit. Pada kasus adanya resesi gingiva
pada gigi 16,15,12,11,21,24,25,32,31,36,44,45: 3 mm.
▪ Mobilitas gigi → Pada kasus gigi 12,11,21,31,32 mobiliti 2 ͦ , gigi 44 mobiliti

▪ Nyeri → Salah satu tanda penting dari periodontitis kronis adalah absennya
nyeri dan sakit kecuali bila keadaan tersebut didahului oleh inflamasi.
▪ Kerusakan tulang alveolar → Resorpsi tulang alveolar dan kerusakan ligamen
periodontal adalah tanda paling penting dari periodontitis kronis dan merupakan
salah satu penyebab lepasnya gigi. Tanda radiografi yang pertama dari
kerusakan periodontal adalah hilangnya densitas tepi alveolar. Pada kasus,
adanya kehilangan tulang lebih dari 1/3 tengah pada gigi 16, 15, 12,11,21,
32,31,44,45.
▪ Halitosis dan rasa tidak enak dikarenakan kebersihan mulut yang buruk.
Dari tanda-tanda ini, poket dan kerusakan tulang alveolar adalah tanda yang penting
dari periodontitis kronis

Berdasarkan American Academy of Periodontology International Workshop (AAP)


2017
Diagnosis penyakit periodontal kasus tersebut berdasarkan AAP 2017 yaitu “Periodontitis
Stage III Grade C”.
STAGE III, karena6
▪ Hasil radiografi menunjukkan adanya resorpsi tulang alveolar lebih dari 1/3 tengah
akar gigi dan menyebar / diffuse yang mana resorpsi tersebut >5 mm.
▪ Kehilangan gigi : ≤ 4 gigi
▪ Local: selain kompleksitas class II: kedalaman probing ≥ 6 mm, vertical bone loss:
≥ 3 mm, keterlibatan furkasi class II atau III.

GRADE C, karena7
▪ Berdasarkan hasil radiografi menunjukkan adanya resorpsi vertikal yang
kedalamannya sudah lebih dari 2 mm.
▪ Resorpsi vertikal pada pasien tersebut sudah menyebar ke arah apikal akar gigi,
dimana pasien tersebut sudah mengalami 67% resorpsi tulang alveolar. Maka
didapatkan % bone loss / age =67 %: 52 tahun = 1,28 > 1.
▪ Destruksi yang berlebihan pada tulang alveolar disebabkan oleh deposit biofilm
oleh karena pasien adalah seorang perokok dan oral hygiene buruk yang hanya
menyikat giginya sekali sehari. Hal ini menyebabkan tingkat perkembangan
periodontitis menjadi sangat cepat.

2.4 Jelaskan etiologi yang mungkin untuk masing-masing keluhan yang dirasakan
pasien!
Etiologi Primer8
Plak dental
Plak dental adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk ke
permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut, dimana plak dental ini akan
melakukan invasi ke dalam jaringan sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi.
Pembentukan biofilm dimulai dari interaksi bakteri dengan gigi sehingga terjadi interaksi
fisikal dan fisiologis antara berbagai spesies dalam massa mikrobial bakteri yang ada dalam
biofilm plak yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Akumulasi plak terjadi
akibat kondisi rongga mulut yang tidak baik atau oral hygiene buruk. Akumulasi plak pada
jaringan periodontal akan menyebabkan peradangan/inflamasi periodontal.

Etiologi Sekunder8
Kalkulus
Efek primer kalkulus bukan berasal dari iritasi mekanis melainkan dari bakteri yang
selalu membalutnya. Kalkulus berperan penting dalam mempertahankan dan memperhebat
penyakit periodontal dengan jalan memegang plak sehingga berkontak rapat pada jaringan
gingiva dan menciptakan daerah di mulut. Plak pada permukaan kalkulus merupakan iritan
utama, kemudian plak terkalsifikasi di bagian dalam merupakan faktor pendorong. Plak
memulai inflamasi dari dalam pocket dan pocket merupakan tempat menguntungkan bagi
penumpukan plak dan bakteri hingga kalkulus menjadi faktor patogen yang signifikan pada
penyakit periodontal.

Kebiasaan buruk
Kebiasaan buruk merupakan faktor yang terlibat dalam terjadinya dan berkembangnya
penyakit periodontal. Metode, interval, dan waktu penyikatan gigi yang salah pada pasien
tersebut dimana pasien menyikat gigi 1 kali sehari sehingga menyebabkan penumpukan
plak semakin berkembang pesat. Oleh karena itu, penting pemberian dental health
education untuk menambah pengetahuan pasien sehingga dapat meminimalisir
pertumbuhan plak.

Trauma sikat gigi dan alat pembersih mulut lainnya


Penyikatan terlalu agresif dengan pasta gigi yang terlalu abrasif dapat mencederai
gingiva secara langsung. Pada gingiva akan terlihat gambaran klinis seperti terkelupasnya
epitel gingiva, pembentukan vesikel, atau eritema yang diffus. Trauma sikat gigi kronis
akan terlihat gambaran klinis resesi gingiva yang disertai tersingkapnya akar gigi, dan
biasanya tepi gingiva sedikit menggembung.

Penggunaan tembakau/merokok
Berperannya merokok sebagai faktor etiologi disebabkan karena rokok mempermudah
penumpukan kalkulus, dimana stein tembakau yg kasar akan mudah ditumpuki oleh plak
yang terkalsifikasi menjadi kalkulus; Asap rokok dapat menurunkan kemampuan
khemotaksis dan fagositosis netrofil; Kandungan nikotin rokok dapat menurunkan
kemampuan fagositosis, menekan proliferasi osteoblas, dan mengurangi aliran darah ke
gingiva. Sehingga dampak dari kebiasaan penggunaan tembakau/merokok ialah
mengurangi aliran darah ke gingiva dan menghalangi sekresi mediator inflamasi oleh
monosit.

2.5 Jelaskan patogenesis terjadinya kasus tersebut!


Periodontitis adalah gangguan multifaktorial yang disebabkan oleh bakteri dan
gangguan keseimbangan pejamu dan parasite sehingga menyebabkan destruksi jaringan.
Proses terjadinya periodontitis melibatkan mikroorganisme dalam plak gigi dan faktor
kerentanan pejamu. Faktor yang meregulasi kerentanan pejamu berupa respon imun
terhadap bakteri periodontopatogen.9
Tahap awal perkembangan periodontitis adalah inflamasi pada gingiva sebagai respon
terhadap serangan bakteri. Periodontitis dihubungkan dengan adanya plak subgingiva.
Perluasan plak subgingiva ke dalam sulkus gingiva dapat mengganggu perlekatan bagian
korona epitelium dari permukaan gigi. Mikroorganisme yang terdapat di dalam plak
subgingiva seperti Porphiromonas gingivalis, Actinobacillus actinomycetemcomitans,
Tannerella forsythia, Provotella intermedia dan Treponema denticola akan mengaktifkan
respon imun terhadap patogen periodontal dan endotoksin tersebut dengan merekrut
neutrofil, makrofag dan limfosit ke sulkus gingiva untuk menjaga jaringan pejamu dan
mengontrol perkembangan bakteri.9
Faktor kerentanan pejamu sangat berperan dalam proses terjadinya periodontitis.
Kerentanan pejamu dapat dipengaruhi oleh genetik, pengaruh lingkungan dan tingkah laku
seperti merokok, stres dan diabetes. Respon pejamu yang tidak adekuat dalam
menghancurkan bakteri dapat menyebabkan destruksi jaringan periodontal.9
Tahap destruksi jaringan merupakan tahap transisi dari gingivitis ke periodontitis.
Destruksi jaringan periodontal terjadi ketika terdapat gangguan pada keseimbangan jumlah
bakteri dengan respon pejamu, hal ini dapat terjadi akibat subjek sangat rentan terhadap
infeksi periodontal atau subjek terinfeksi bakteri dalam jumlah yang besar. Sistem imun
berusaha menjaga pejamu dari infeksi ini dengan mengaktivasi sel imun seperti neutrofil,
makrofag dan limfosit untuk memerangi bakteri. Makrofag distimulasi untuk memproduksi
sitokin matrix metalloproteinases (MMPs) dan prostaglandin E2 (PGE2). Sitokin MMPs
dalam konsentrasi tinggi di jaringan akan memediasi destruksi matriks seluler gingiva,
perlekatan serat kolagen pada apikal epitel penyatu dan ligamen periodontal. Sitokin PGE2
memediasi destruksi tulang dan menstimulasi osteoklas dalam jumlah besar untuk
meresorbsi puncak tulang alveolar.9
Kehilangan kolagen menyebabkan sel epitelium penyatu bagian apikal berproliferasi
sepanjang akar gigi dan bagian korona dari epitelium penyatu terlepas dari akar gigi.
Neutrofil menginvasi bagian korona epitelium penyatu dan memperbanyak jumlahnya.
Jaringan akan kehilangan kesatuan dan terlepas dari permukaan gigi. Sulkus akan meluas
secara apikal dan pada tahap ini sulkus gingiva akan berubah menjadi poket periodontal.9

2.6 Jelaskan pengaruh merokok terhadap jaringan periodontal!


Pada perokok, akumulasi plak cenderung meningkat karena kandungan tar dalam rokok
yang memudahkan perlekatan plak. Zat yang terkandung dalam rokok terutama nikotin
akan mengganggu respon imun. Nikotin yang berada didalam darah dapat mengakibatkan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah pada periodonsium, menurunkan fungsi netrofil,
Ig G, limfosit T, dan limfosit B yang sangat berperan dalam menyerang bakteri plak.10,11
Nikotin akan menghasilkan zat metabolit berupa kotinin yang merupakan penghancur
dari jaringan periodontal. Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap, akumulasi
nikotin akan semakin banyak sehingga akan menimbulkan efek yang signifikan terhadap
kehilangan tulang alveolar dan terbentuk poket. Nikotin juga akan mengendap pada akar
gigi dan menghancurkan perlekatan gigi. Akar gigi perokok menunjukan bahwa terjadi
penurunan dari jumlah fibroblast yang berperan dalam penyembuhan jaringan. 10,11
Semakin lama nikotin yang dikonsumsi dan akumulasi yang banyak akan menekan
sistem imun sehingga status periodontal yang buruk banyak dijumpai pada perokok kronis.
Asap rokok mengandung ribuan zat toksik seperti nikotin yang akan berpenetrasi ke
jaringan lunak rongga mulut. Meskipun bakteri sebagai faktor primer penyakit periodontal,
respon imun pasien merupakan faktor penentu dari kerentanan. Gabungan dari kolonisasi
bakteri dan efek sistemik dari rokok terhadap sistem imun berhubungan jelas dengan
keparahanan periodontitis. Status kesehatan jaringan periodontal yang buruk akan sulit
untuk dilakukan perawatan jika masih diiringi dengan konsumsi rokok sehingga
penghentian kebiasaan merokok harus dilakukan. 10
Panas yang ditimbulkan akibat pembakaran rokok, dapat mengiritasi mukosa mulut
secara langsung, menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi saliva. Merokok juga
menyebabkan penurunan antibodi dalam saliva, yang berguna untuk menetralisir bakteri
dalam rongga mulut, sehingga terjadi gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh. Potensial
reduksi-oksidasi pada regio gingiva dan rongga mulut menurun akibat merokok. Hal
tersebut berpengaruh terhadap peningkatan jumlah bakteri anaerob dalam rongga mulut.
Penurunan fungsi antibodi saliva, disertai dengan meningkatnya jumlah bakteri anaerob
rongga mulut, menimbulkan rongga mulut rentan terserang infeksi. Kerusakan jaringan
periodontal akibat merokok, diawali dengan terjadinya akumulasi plak pada gigi dan
gingiva. Tar yang mengendap pada gigi, selain menimbulkan masalah secara estetik, juga
menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar, sehingga mudah dilekati plak. Akumulasi
plak pada margin gingiva, diperparah dengan kondisi kebersihan mulut yang kurang baik,
menyebabkan terjadinya gingivitis. Gingivitis yang tidak dirawat, dapat berlanjut menjadi
periodontitis akibat dari invasi kronis bakteri plak dibawah margin gingiva. Peningkatan
vaskularisasi, diikuti dengan akumulasi sel-sel inflamasi kronis, menyebabkan hilangnya
kolagen pada jaringan ikat gingiva yang terpapar. Hilangnya perlekatan gingiva dengan
gigi, menyebabkan terjadinya resesi gingiva, yang berakibat pada resiko karies akar.
Kehilangan tulang alveolar serta kehilangan gigi merupakan kondisi paling parah dari
periodontitis. 11
Dampak merokok terhadap jaringan periodontal: 10,11
▪ Dapat memperparah kerusakan jaringan periodontal
▪ Dampak meningkatkan kedalaman poket, lepasnya ikatan serat-serat dan reabsorbsi
tulang alveolar
▪ Dapat menyebabkan tanggalnya gigi
▪ Dapat menyebabkan prevalensi tanggalnya gigi.
2.7 Jelaskan cara menghitung persentase kehilangan tulang pada gigi kasus tersebut!
Tulang alveolar merupakan salah satu jaringan periodontal atau jaringan pendukung
gigi yang dapat dilihat dengan menggunakan radiografi. Tinggi tulang alveolar dapat
diukur dengan menghitung jarak dari CEJ ke puncak tulang alveolar. Menurut beberapa
penelitian, jarak normal antara CEJ ke puncak tulang alveolar merupakan 1-2 mm dan jarak
tersebut dapat meningkat akibat pertambahan usia, serta penyakit periodontal.12,13 Tinggi
tulang alveolar yang hilang dapat diukur dengan mengukur jarak dari cemento enamel
junction (CEJ) ke puncak tulang alveolar (ABC) dan mengukur jarak dari ABC ke apeks
akar (AP) gigi.12,13

CEJ (Cementoenamel Junction) : Batas antara mahkota gigi dengan sementum


ABC (Alveolar Bone Crest) : Titik paling koronal tulang alveolar di bagian proksimal
gigi sepanjang ligamen periodontal
AP (Apeks Akar) : Bagian paling apikal dari akar gigi

𝑑1 6
% 𝑏𝑜𝑛𝑒 𝑙𝑜𝑠𝑠 = × 100% = × 100% = 𝟔𝟔, 𝟔𝟕%
𝑑2 9
2.8 Jelakan jenis radiografi yang paling baik dalam membantu penegakkan diagnosis
pada kasus tersebut!
Kasus pada skenario berfokus pada kondisi jaringan periodontal pasien, sehingga harus
diterapkan jenis radiografi yang mampu mencakup kondisi gigi dan jaringan periodontal di
sekitarnya. Jenis radiografi intraoral diperlukan untuk kasus ini, radiografi intraoral adalah
radiografi yang memperlihatkan gigi dan struktur di sekitarnya. Tipe radiografi yang tepat
untuk kasus ini adalah Radiografi Periapikal.14,15 Hal-hal yang berkaitan dengan kelainan
periodontal yang harus diamati pada analisis radiografis adalah:16
1. Kontinuitas lamina dura pada krista septum interdental.
2. Jumlah tulang yang hilang, terbatas pada septum interdental.
3. Pola destruksi tulangnya: horizontal atau angular/vertikal.
4. Kepadatan (density) tulang alveolar pendukung.
5. Lebar ruang ligamen periodontal pada mesial dan distal akar gigi.
6. Rasio mahkota-akar gigi.
7. Deposit atau tepi tumpatan yang mengemper pada permukaan proksimal gigi
Sehingga jelas bahwa radiografi periapikal mampu memeriksa gigi (crown dan root)
serta jaringan yang disekitarnya sehingga sangat tepat penerapannya untuk kasus kali ini.

2.9 Jelaskan prognosis kasus tersebut!


Beberapa tipe prognosis:17
▪ Prognosis yang baik: kontrol faktor etiologi dan jaringan periodontal yang adekuat
memastikan gigi akan mudah dirawat oleh pasien dan dokter.
▪ Prognosis yang adil: sekitar 25% kehilangan perlekatan atau invasi furkasi tingkat
I (lokasi dan kedalaman memungkinkan perawatan yang tepat dengan kepatuhan
pasien yang baik).
▪ Prognosis buruk: kehilangan perlekatan 50%, invasi furkasi derajat II (lokasi dan
kedalaman memungkinkan perawatan tetapi sulit).
▪ Prognosis yang meragukan: kehilangan perlekatan > 50%, rasio mahkota-akar
buruk, bentuk akar yang buruk, invasi furkasi tingkat II (lokasi dan kedalaman
membuat akses menjadi sulit) atau invasi furkasi tingkat III; mobilitas nomor 2 atau
3; kedekatan akar.
▪ Prognosis tanpa harapan: keterikatan yang tidak adekuat dalam menjaga kesehatan,
kenyamanan, dan fungsi.

Prognosis periodontitis dibedakan atas:17


Prognosis umum
▪ Tipe periodontitis; Periodontitis kronis dengan inflmasi disertai kehilangan tulang
lebih dari 1/3 = prognosis buruk
▪ Usia; Pasien sudah berusia 52 tahun = Prognosis baik
▪ Latar belakang sistemik; Pasien tidak memiliki penyakit sistemik = Prognosis baik
▪ Maloklusi
▪ Penilaian terhadap status periodontal & kemungkinan prostetik
▪ Kebiasaan merokok; Pasien merokok 3 batang/ hari = prognosis buruk
▪ Kooperatif pasien; Pasien memiliki keinginan untuk mempertahankan gigi geligi
yang mobility = prognosis baik
Prognosis gigi
▪ Mobility; Pasien giginya mobility karena adanya kerusakan tulang alveolar =
prognosis buruk
▪ Saku/ poket periodontal
▪ Masalah mukogingiva
▪ Lesi furkasi
▪ Morfologi gigi
▪ Gigi yang berbatasan dengan daerah edentulous
▪ Lokasi tulang yang tinggal
▪ Hubungan dengan gigi tetangga

Berdasarkan kasus
Prognosis Umum
▪ Tipe periodontitis: prognosis buruk karena adanya attachment bone loss yang cukup
besar.
▪ Berdasarkan usia: prognosis baik karena perjalanan penyakit sejalan dengan usia
pasien.
▪ Latar belakang sistemik: pada pasien tidak diketahui adanya penyakit sistemik
maka dapat diperkirakan bahwa prognosis bisa lebih baik
▪ Penilaian terhadap status periodontal: prognosis buruk karena adanya masalah pada
jaringan periodontal
▪ Kebiasaan merokok: prognosis buruk karena seperti yang diketahui bahwa pasien
merokok 3 batang/ hari
▪ Kooperatif pasien: pasien diketahui memiliki kemauan untuk memperthankan
giginya agar tidak dicabut dan hilang maka ini sangat mempengaruhi prognosis dari
penyakit tersebut.
Prognosis Gigi
▪ Mobiliti gigi: lebih diutamakan penilaian terhadap faktor penyebab bukan derajat/
keparahan mobiliti. Maka prognosis buruk karena adanya kehilangan tulang yang
tidak mungkin untuk di koreksi yang menyebabkan mobiliti pada gigi.
▪ Saku periodontal: dikarenakan adanya kehilangan tulang yang cukup besar, yaitu
>1/3 tengah maka dapat dinyatakan prognosis buruk. Maka dapat dinyatakan bahwa
prognosis pasien tidak terlalu baik.

Prognosis pada penyakit periodontal yang dialami pasien umumnya dapat berujung
baik asalkan inflamasi dapat dikontrol melalui kebersihan mulut yang baik dan
penghilangan faktor penahan biofilm local. Pada pasien yang lebih parah yang dibuktikan
dengan invasi furkasi dan mobilitas gigi, atau pada pasien yang tidak patuh dengan praktik
kebersihan mulut, prognosisnya mungkin dapat dipertanyakan atau berujung tidak baik,
bahkan tanpa harapan.

2.10 Jelaskan rencana perawatan yang dilakukan pada kasus tersebut!


Untuk perawatan periodontitis yang dialami oleh pasien dapat dilakukan melalui 4 fase
perawatan penyakit periodontal yang terdiri atas:17,18
1. Fase I (Fase Etiotropik atau fase nonbedah)
Fase etiotropik merupakan perawatan inisial pada periodontitis. Tujuan dari fase ini
yaitu menghilangkan ataupun mengurangi peradangan, dan mencegah penjalaran
penyakit periodontal yang lebih dalam. Fase ini dilakukan dengan cara membuang
semua iritan lokal penyebab radang, diantaranya adalah:
a. Kontrol plak
b. Scaling dan penghalusan akar (SPA)/ root planing; yaitu penskeleran dan
penyerutan akar
c. Ekskavasi karies dan restorasi (sementara atau permanen, tergantung apakah
prognosis giginya sudah final, dan lokasi karies). Pada kasus di atas, terdapat karies
media pada gigi 36 dan 37 yang akan diekskavasi dan pembuatan restorasi
(sementara atau permanen).
d. Terapi antimikrobial (lokal atau sistemik)
Antimikroba yang diberikan secara lokal setelah perawatan mekanis sebagai
kombinasi scaling dan penghalusan akar dapat meningkatkan efektivitas perawatan
periodontal. Hal ini memudahkan antimikroba atau antibiotik dengan obat polimer
melepaskan obat ke dalam poket. Di antara antimikroba tambahan yang diberikan
secara lokal, yang memberikan hasil paling efektif adalah tetrasiklin, minosiklin,
metronidazole, dan klorheksidin.
e. Terapi oklusal (penyelarasan oklusal) pada gigi yang direstorasi, yaitu pada gigi 36
dan 37.
f. Pensplint-an provisional untuk gigi yang mobility
Splint merupakan suatu piranti yang dibuat untuk menstabilkan atau
mengencangkan gigi-gigi yang goyang akibat suatu trauma atau penyakit. Derajat I
apabila gigi dapat digerakan (tetap pada aksinya) pada pergerakan bukolingual atau
mesiodistal kurang dari 1mm. Derajat II apabila gigi dapat digerakan 1 mm atau
lebih pada gerakan abnormal ke arah oklusal apikal. Derajat III yaitu apabila gigi
dapat digerakan 1 mm lebih ke arah keduanya, buccolingual atau mesiodistal dan
oklusoapikal. Pada kasus di atas, maka gigi yang akan displin adalah gigi 44 dengan
mobiliti 10 dan gigi 12, 11, 21, 31, 32 dengan mobiliti 2o.
g. Motivasi, edukasi, instruksi (MEI) mengenai pencegahan penyakit periodontal.
h. Evaluasi respons terhadap fase I, yaitu
▪ Pengecekan kembali kedalaman saku dan inflamasi gingiva
▪ Pengecekan kembali plak, kalkulus, dan karies

2. Fase II (Fase Bedah)


Fase II disebut juga sebagai fase bedah. Fase bedah dilakukan pada periodontitis
yang disebabkan oleh plak yang disertai dengan pembesaran gingiva. Fase ini bertujuan
untuk mencapai kondisi jaringan periodonsium yang fisiologis, stabil dan mudah dalam
pemeliharaan.
Bedah flep periodontal merupakan salah satu terapi perawatan dalam bidang
periodonsia dengan tujuan untuk eliminasi plak, kalkulus, jaringan nekrosis dan
jaringan granulasi pada kerusakan tulang dengan poket sedang sampai dalam, serta
penempatan material regeneratif. Dalam prosedur bedah periodontal, gingiva
memerlukan evaluasi dan reseksi untuk mendapatkan akses ke permukaan akar dan
struktur pendukung tulang. Kompromi estetik pada daerah anterior dapat menjadi
konsekuensi serius prosedur bedah periodontal.
Pada kasus diatas, bedah flep ini dilakukan untuk menaikkan gusi, yaitu pada gigi
16, 15, 12, 11, 21, 32, 31, 44, 45 yang kehilangan tulang lebih dari 1/3 tengah pada gigi
tersebut yang dilihat dalam pemeriksaaan radiografi.

3. Fase III (Fase Restoratif)


Fase III disebut juga sebagai fase restoratif. Perawatan yang dapat dilakukan
pada fase ini adalah restorasi final yaitu melakukan restorasi secara indirect. Pada tahap
ini juga dapat dilakukan pembuatan protesa apabila diperlukan. Lalu, evaluasi respons
terhadap prosedur restoratif dengan cara pemeriksaan periodontal.

4. Fase IV (Fase Pemeliharaan)


Fase IV disebut juga sebagai fase pemeliharaan. Fase ini merupakan fase yang
meliputi kegiatan pengecekan kembali secara periodik di akhir setiap fase yang
bertujuan untuk mencegah kambuhnya periodontitis. Fase ini meliputi:
▪ Kunjungan berkala yang teratur dengan interval kunjungan yang disesuaikan
dengan kebutuhan pasien
▪ Kondisi restorasi yang kemungkinan dapat mempengaruhi periodonsium
▪ Kontrol plak berkala ke dokter gigi
▪ Melakukan prosedur oral hygiene sehari-hari di rumah.
▪ Mengevaluasi kondisi gingiva (saku, inflamasi)
▪ Mengevaluasi oklusi, mobiliti gigi
▪ Mengevaluasi perubahan patologis lainnya
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Penumpukan plak dapat mengarah ke gingivitis hingga menyebabkan terjadinya
periodontitis. Periodontitis adalah peradangan yang mengenai jaringan pendukung gigi,
disebabkan oleh mikroorganisme dan dapat menyebabkan kerusakan yang progresif pada
ligament periodontal, tulang alveolar dan disertai dengan pembentukan poket. Periodontitis
menyebabkan destruksi jaringan yang permanen yang dikarakteristikkan dengan inflamasi
kronis, migrasi epitelium penyatu ke apikal, kehilangan jaringan ikat dan kehilangan tulang
alveolar. Diagnosis pada kasus diatas berdasarkan AAP 1999 adalah Periodontitis Kronis
Generalisata Berat sedangkan diagnosis berdasarkan AAP 2017 adalah Periodontitis Stage
III Grade C. Etiologi yang mungkin untuk keluhan yang dirasakan pasien antara lain adalah
plak, karies media, kalkulus, debris, inflamasi yang disebabkan oleh akumulasi plak, dan
trauma karena oklusi.
Selain itu kebiasaan merokok pasien merupakan salah satu faktor risiko terbesar yang
dapat menyebabkan penyakit periodontal. Merokok dapat mempengaruhi prevalensi dan
tingkat keparahan periodontitis. Pada perokok, akumulasi plak cenderung meningkat
karena kandungan tar dalam rokok yang memudahkan perlekatan plak. Nikotin yang berada
didalam darah dapat mengakibatkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah pada
periodonsium, menurunkan fungsi netrofil, Ig G, limfosit T, dan limfosit B yang sangat
berperan dalam menyerang bakteri plak.
Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien penderita seperti pada kasus yaitu 4 fase
perawatan penyakit periodontal. Apabila perawatan dilakukan dengan tepat, lalu pasien
bersikap kooperatif serta tidak didukung dengan factor sistemik maupun local, maka
prognosis kasus yang awalnya sedang dapat menjadi baik. Oleh karena itu, perlu
dilakukannya edukasi kepada pasien tetang bagaimana cara menjaga oral hygiene secara
baik dan benar, serta perlunya pasien untuk melakukan kunjungan runtin ke dokter gigi
setiap 6 bulan sekali untuk mencegah, mengatasi dan mengobati keadaan pada rongga
mulut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Junaidi & Pahrul Razi. Konsep Dasar Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut II &
III. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
2018.
2. Gosanti, A. Z., & Ernawaty, E. Analisis Kelengkapan Penulisan SOAP, KIE, dan ICD X
pada Rekam Medis di Poli Umum dan Kia-Kb Puskesmas X Surabaya. Jurnal Administrasi
Kesehatan Indonesia. 2017; 5(2): 139-144.
3. Carranza FA, Takei HH, Newman MG. Clinical Periodontology. 13th Ed.
California:Elsevier Saunders. 2019.
4. Nield-Gehrig JS and Donald EW. Foundations of periodontics for the dental hygienist. 3rd
Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
5. Soeprapto A. Pedoman dan Tata Laksana Praktik Kedokteran Gigi. Yogyakarta, Jembatan
Merah: STPI Bina Insan Mulia; 2017. (2).
6. Caton J, Armitage G, Berglundh T, et al. A new classification scheme for periodontal and
peri‐implant diseases and conditions – Introduction and key changes from the 1999
classification. J Clin Periodontol. 2018;45.
7. Babay, et al., Majors highlights of the new 2017 classification of periodontal and peri-
implant diseases and conditions. Saudi Dental Journal. 2019: 1-3.
8. Preshaw PM. Etiology of Periodontal Diseases : Carranza’s Clinical Periodontology. 11th
eds. California : saunders elsavier, 2012 : 89-207.
9. Quamilla Nadia. Stres Dan Kejadian Periodontitis (Kajian Literatur). [Jds] Journal Of
Syiah Kuala Dentistry Society. 2016;1(2):161–8.
10. Nelis S, Putri I, Machmud R. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Status Kesehatan
Jaringan Periodontal. Stomatognatic (J. K. G Unej), 2015; 12(2): 71-74.
11. Sumerti NN. Merokok dan Efeknya Terhadap Kesehatan Gigi dan Rongga Mulut. Jurnal
Kesehatan Gigi 2016; 4(2): 49-57.
12. Madukwe IU. Anatomy of the periodontium: a biological basis for radiographic evaluation
of periradicular pathology. J Dent Oral Hyg 2014; 6(7): 70-6.
13. Novak JM, Novak KF. Chronic Periodontitis In: Carranza’s Clinical Periodontology. Ed
10. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2006: 494-9.
14. Boel T. Dental Radiografi. Medan: USU press, 2020.
15. Whaites E, Drage N. Essentials of dental radiography and radiology. Elsevier Health
Sciences; 2013 Jun 20.
16. Daliemunthe SH. Terapi Periodontal. Medan; 2006.
17. Aggraeni ZR, dkk. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Gigi. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI, 2014: 103-4, 83-7, 159-64.
18. Novak JM, Novak KF. Chronic periodontitis. in: Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR,
Carranza FA, editors. Carranza’s clinical periodontology. 10 edn. Philadelphia: Saunders
Elsevier, 2006:494-9.

Anda mungkin juga menyukai