Anda di halaman 1dari 15

MINIMAL INTERVENSI SEBAGAI TINDAKAN DALAM

PENCEGAHAN KARIES

Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Isu Terkini Kesehatan Gigi dan
Mulut
Dosen Pengampu drg. Ani Subekti, MDSc, Sp.KGA

Disusun oleh :

1. TEDI PURNAMA (P1337430417001)


2. NUGRAHENI WIDYASTUTI (P1337430417002)
3. EKKI PUTRI APRILIANI (P1337430417004)

PROGRAM STUDI TERAPIS GIGI DAN MULUT


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prinsip preparasi kavitas dari Black yang menekankan “perluasan untuk

pencegahan” telah dipraktekkan oleh para dokter gigi selama lebih dari 100 tahun.

Banyak dokter gigi masih berpendapat bahwa karies gigi dapat dirawat dengan

upaya restorasi gigi yang terkena. Pada kenyataan pengeboran dan selanjutnya

penambalan gigi hanya menghilangkan gejala, tanpa menghentikan penyakit

tersebut secara menyeluruh. Dewasa ini, pemeliharaan struktur gigi yang sehat

harus menjadi tujuan utama pada setiap perawatan gigi karena proses terjadinya

karies gigi dan mekanisme kerja fluorida sebagai agen pencegah karies semakin

dipahami. Oleh karena itu “pencegahan untuk perluasan” merupakan motto baru

yang lebih tepat untuk menggantikan “perluasan untuk pencegahan”. Minimum

Intervention Dentistry (MID) merupakan pendekatan baru penanganan karies gigi

yang diawali dengan proses identifikasi dan perawatan pencegahan dan selanjutnya

upaya restorasi yang seminimal mungkin. Berpatokan pada konsep MID maka

perawatan karies gigi telah mengalami pergeseran dari intervensi restorasi menjadi

intervensi pencegahan, sehingga di masa mendatang intervensi restorasi mungkin

tidak akan digunakan lagi.

Sejak dekade tahun delapan puluhan. konsep penatalaksanan karies telah

berubah dan mengarah kepada perawatan yang mengutarnakan tindakan preventif

dan mengurangi tindakan invasif kemudian jika memang betul diperlukan

penumpatan, jaringan gigi yang sehat dipertahanlan semaksimal mungkin.


Perubahan ini didasari oleh perkembangan kariologi serta ilmu-ilmu Iain yang

mendukungnya. Dengan perawatan yang mengutamakan preventif tersebut,

diharapkan penanggulangan karies menjadi lebih baik.

Perkembangan atau perubahan konsep penatalaksanaan karies ini sudah

banyak dikemukakan oleh para pakar. Di pihak lain telah dikembangkan pula

atraumatic restorative treatment yang dicanangkan oleh WHO tahun I994 salah satu

alternatif penanggulangan karies, yang juga merupakan tindakan intervensi

minimal dalam menumpat kavitas. Konsep-konsep yang dikembangkan diatas

sebetulnya mempunyai tujuan yang sama dan dapat diartikan sebagai intervensi

minimal.

Karies gigi merupakan penyakit pada jaringan gigi yang diawali dengan

terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures, dan

daerah inter proksimal), kemudian meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami

oleh setiap orang dan juga dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih, serta

dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari enamel ke dentin

atau ke pulpa. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya karies gigi,

diantaranya adalah karbohidrat, mikroorganisme dan saliva, permukaan dan

anatomi gigi.

Meningkatnya angka kejadian karies juga dihubungkan dengan peningkatan

konsumsi gula. Karies gigi merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada

anak-anak dan prevalensinya meningkat sejalan dengan pertambahan usia anak

tersebut. Survei epidemologi terbaru yang dilakukan di Negara Timur Tengah

menunjukkan bahwa karies pada anak relatif lebih tinggi dipengaruhi oleh diet.
Dalam rongga mulut proses demineralisasi dan remineralisasi selalu terjadi.

Sesudah makan pH plak akan menunrn dan dapat mencapai di bawah pH kritis

email. Proses deminerathasi dan remineralisasi ini akan seimbang jika serangan

asam dapat segera diimbangi dan segera kembali normal. Tetapi keseimbangan ini

dapat terganggu dengan adanya perubahan lingkungan gigi karena masukan

makanan dan minuman. Jika demineralisasi lebih besar akan rerjadi karies, dan jika

remineralisasi lebih besar gigi akan menjadi lebih tahan terhadap serangan asam.

Dalam hal ini peran saliva sangat penting. Karenanya jika produksi kelenjar saliva

terganggu, karies akan lebih mungkin terjadi. Dalam hubungannya dengan proses

demineralisasi dan remineralkasi tersebut, ada pula definisi karies yang

menyebutkan bahwa karies adalah hasil kumulatif antara proses demineralisasi dan

remineralisasi. Dengan kata lain karies terjadi jika ada gangguan keseimbangan

antara proses demineralisasi dan remineralisasi.

Karena penyebabnya multifaktor pnnsrp dasar terapi karies adalah dengan

memerangi semua penyebabnya. Dalam hal ini karena salah satu penyebabnya

adalah bakteri, maka eliminasi bakteri harus dilakukan. Selanjutnya karena

diperparah dengan masukan sukrosa juga menjadi pentjng. Namun karena kejadian

karies juga dapat dimodifikasi oleh fluor, Suplemen fluor dapat diberikan kepada

yang memerlukannya. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa

penanggutangan karies pada dasarnya mengurangi serangan dan meningkatkan

pertahanan.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian minimal intervensi.

2. Mengetahui prinsip minimal intervensi.


BAB II

PEMBAHASAN

Teknologi pencegahan dan perlindungan utamanya adalah teori karies terkini,

khususnya dalam pengertian demineralisasi versus reminerasisai, dan “Minimum

Intervention”, khususnya dalam rangka proteksi gigi yang rawan karies. Pada dasarnya

prinsip perawatan “Minimum Intervention” dan intervensi seawal mungkin terbukti

memiliki nilai tambah, dalam arti lebih efektif dan terukur.

Intervensi minimal merupakan pendekatan moderen terhadap penatalaksanaan

penyakit mulut. Hal tersebut memegang prinsip-prinsip sangat sederhana, yaitu

identifikasi, pencegahan, dan restorasi. Pendekatan ini menunjukkan identifikasi dan

penilaian potensi faktor risiko karies awal, pencegahan karies berdasarkan faktor-

faktor risiko ini dan menghilangkan atau meminimalisir efeknya, serta merestorasi gigi

dengan bahan biomimetik. Selain dengan bahan biomimetik, teknik invasif minimal

juga digunakan untuk mempertahankan struktur gigi sehat.

The World Dental Federation (FDI) membuat lima prinsip Minimal

Intervention dalam penanganan karies, yaitu: mengurangi bakteri kariogenik,

pendidikan kepada pasien, remineralisasi dari lesi non-cavitated pada enamel dan

dentin, minimum surgical intervention, perbaikan restorasi yang rusak.

1. Mengurangi bakteri kariogenik.

Karies bukan merupakan kejadian tetapi proses yang dapat dikontrol

dalam kedokteran gigi. Bakteri berkaitan erat dengan peningkatan risiko karies.

Karies adalah penyakit infeksi, maka fokus utama adalah mengontrol infeksi,

kontrol plak, dan mengurangi makanan karbohidrat.


Hubungan antara diet dengan karies telah banyak diteliti. Namun diet

itu sendiri tidak menyebabkan karies. Makanan-makanan yang mengandung zat

asam dapat menyebabkan demineralisasi dan erosi. Makanan yang berpotensi

sebagai penyebab karies adalah makanan yang mengandung karbohidrat yang

dapat difermentasikan.

Bakteri plak mulut menggunakan karbohidrat yang dapat difermentasikan

dalam metabolisme glikositik untuk menghasilkan asam. Bahan yang dapat

mengembalikan keseimbangan rongga mulut antara lain adalah antimicrobial.

2. Pendidikan kepada pasien.

Pendidikan kepada pasien dilakukan dengan tujuan untuk

memberitahukan penyebab karies, sehingga ada tindakan pencegahan yang lebih

dini dari pasien. Peran serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing,

memberikan pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak

agar anak dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua

juga mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi

plak dan terjadinya karies pada anak.

Pengetahuan orang tua sangat penting dalam mendasari terbentuknya

perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kebersihan gigi dan mulut anak.

Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami maupun secara terencana yaitu

melalui proses pendidikan. Orang tua dengan pengetahuan rendah mengenai

kesehatan gigi dan mulut merupakan faktor predisposisi dari perilaku yang tidak

mendukung kesehatan gigi dan mulut anak.

Instruksi pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak telah banyak

disusun oleh para ahli. Program tersebut menekankan pada pencegahan terjadinya
karies. Oleh karena masih banyak para orang tua yang beranggapan bahwa geligi

susu hanya sementara dan akan diganti oleh geligi tetap sehingga mereka tidak

memperhatikan mengenai kebersihan geligi susu. Penerapan instruksi

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut sebaiknya telah dimulai sejak bayi masih

di dalam kandungan, sehingga orang tua akan lebih siap di dalam melakukan

instruksi tersebut.

Pencegahan dalam kedokteran gigi meliputi proses pengembalian

keseimbangan lingkungan rongga mulut. Pengembalian keseimbangan

merupakan proses alami yang terjadi dalam lingkungan mulut. Individu dengan

bebas karies akan menyeimbangkan serangan asam dari biofilm dengan sistem

bufer saliva dan penyikatan gigi untuk mempertahankan kontrol biofilm. Faktor-

faktor lain, seperti pemberian fluor dan control diet juga berperan dalam

ekuilibrium bebas karies.

Kriteria risiko tinggi untuk anak-anak meliputi satu atau lebih dari hal-hal

berikut ini: gigi karies, karies email awal pada area multipel (white spot lesion),

plak terlihat pada gigi anterior, gambaran radiografis menunjukkan karies email,

titer tinggi terhadap Streptococcus mutans (SM), penggunaan alat ortodontik, dan

adanya hipoplasia email.

Anak-anak lain yang dapat dimasukkan ke dalam risiko tinggi adalah anak

yang belum pernah dilakukan aplikasi fluor secara topikal, anak yang

mengkonsumsi gula-gula dan makanan kariogenik lebih dari tiga kali sehari, ibu

dengan karies aktif, anak dengan kebutuhan khusus, dan kondisi yang

mengganggu komposisi serta aliran saliva.


Terdapat bukti ilmiah yang kuat yang menyatakan bahwa dalam rangka

mencegah karies, terdapat beberapa faktor yang harus diubah, yaitu diet,

kebersihan mulut, fluor dan fisur silen. Lingkungan rongga mulut berada dalam

keadaan berubah-ubah. Hal tersebut disebabkan oleh biofilm yang merupakan

komunitas biofilm yang berubah-ubah secara konstan, namun ini dapat

dimanipulasi sehingga menjadi lingkungan mulut yang sehat dengan cara

mengembalikan keseimbangan dalam rongga mulut.

3. Remineralisasi dari lesi non-cavitated pada enamel dan dentin

Terapi remineralisasi adalah suatu tindakan dengan memberikan sediaan

calcium-phosphate khusus agar terjadi proses kembalinya calcium dan phosphate

ke dalam email gigi yang mengalami demineralisasi, yaitu hilangnya mineral gigi

dalam proses karies pada gigi. Dengan terapi remineralisasi proses karies dapat

dihentikan bahkan dikembalikan seperti semula. Beberapa tindakan klinis

remineralisasi diantaranya :

a. Pemberian CPP ACP

Suatu cara terapi pencegahan karies dengan mengoleskan Casein

Phospho Peptide – Amorphous Calcium Phosphate (CPP-ACP) pada gigi dalam

kondisi awal karies yang bermanivestasi sebagai “White Spot”. Iptek terkini

menunjukkan bahwa karies gigi bukan sekedar gigi berlubang, tetapi adalah

proses Demineralisasi versus Remineralisasi yang terjadi dalam struktur gigi.

“White spot” (bercak putih pada gigi) adalah proses karies masih reversible dan

dapat disembuhkan dengan memasukkan kembali ion Calcium dan ion

Phosphate ke dalam struktur gigi yang telah hilang, melalui sediaan CPP-ACP.
Gambar 1. White Spot pada gigi 21

1) Tujuan:

a) Mencegah terjadinya proses karies dengan memberikan suplemen

calcium-phosphate khusus untuk menjaga keseimbangan proses demin-

remin menjadi positf/ menguntungkan.

b) Menyembuhkan proses karies awal (white spot).

2) Indikasi:

a) Digunakan pada gigi yang ada tanda tanda white spot.

b) Digunakan sebagai realisasi rekomendasi Simulator Risiko Karies

(Donut Irene).

c) Digunakan pada individu yang rawan karies (anak yang pempunyai

risiko karies nggi, anak dengan gigi berjejal, pasien dalam perawatan

menggunakan obat jangka panjang, pasien dalam perawatan ortodonsi,

anak cacat, orang tua)

3) Bahan sediaan:

Krem CPP¬-ACP (Casein PhosphoPep de-Amor¬phous Calcium Phosphate

nano-complexes)

4) Penatalaksanaan Persiapan:

a) Sortir anak yang mempunyai risiko karies tinggi.

b) Beri penjelasan manfaat dan cara penggunaan CPP-ACP.


c) Siapkan krem CPP-ACP.

5) Pelaksanaan:

a) Latih anak/orang tua anak untuk mengoleskan krem CPP-ACP pada

permukaan gigi yang rawan atau pada white-spot.

b) Oles krem pada gigi yang rawan dengan jari/ sikat gigi, dan gunakan

lidah untuk membagi keseluruh permukaan gigi

c) Sisanya boleh diludahkan, tetapi jangan berkumur-kumur sedikitnya

selama 30 menit agar terjadi transfer Calcium-Phosphate.

d) Gunakan pagi hari setelah sikat gigi dan atau malam hari setelah sikat

gigi sesuai keparahnya.

b. Pembertian Fluor

Penambahan fluor meningkatkan presipitasi mineral dalam lesi

subpermukaan. Penggunaan sehari-hari fluor dosis rendah diperlukan, hal ini

dapat dicapai dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor dan obat

kumur sodium fluorida yang dijual bebas. Penggunaan fluor varnish telah

terbukti bermanfaat dalam menghambat demineralisasi gigi, remineralisasi

berhasil bila varnish fluorida atau bahan lain yang melepaskan fluor dalam

jumlah besar ditempatkan di atas lesi email awal.

c. Surface Protection

Tindakan melapisi permukaan oklusal dengan menggunakan bahan

tambal yang bersifat adesif seper glass ionomer kaya fluor dan mempunyai

kemampuan mengalir (flowable) agar pada email terjadi pematangan dengan

terbentuknya ikatan fluorapatet yang tahan asam. Dengan demikian walaupun

kemudian lapisan lepas, email gigi telah terproteksi.


1) Tujuan:

a) Mematangkan permukaan email yang baru erupsi, yang masih banyak

mengandung karbonat, agar terjadi pematangan email karena terjadinya

ikatan Fluorapatit yang tahan asam.

b) Melindungi permukaan oklusal gigi yang ada fisur hitamnya yang rawan

karies menjadi ikatan Fluorapa t yang tahan asam.

2) Indikasi:

a) Untuk gigi molar yang baru erupsi, terutama pada anak/ pasien yang

rawan karies (sesuai rekomendasi Simulator Risiko Karies).

b) Untuk gigi molar yang mempunyai fisur hitam terutama pada

anak/pasien yang rawan karies (sesuai rekomendasi Simulator Risiko

Karies).

3) Kontra indikasi:

Tidak untuk gigi dengan permukaan oklusal dengan fisur yang dangkal

yang tergerus oleh gigi antagonisnya.

4) Instrumen Surface Protec on adalah set GIC viskositas nggi, terdiri dari:

a) Paper pad

b) Spatula plastik

c) Kaca mulut

d) Sonde

e) Pinset

f) Plastis instrument (aplikator + trimer)

g) Kapas

h) Cawan berisi air bersih


i) Vaseline

5) Penatalaksanaan Surface Protection

Persiapan:

a) Baca petunjuk penggunaan GIC viskositas tinggi

b) Atur instrument Surface protection beserta peralatan lainnya pada

meja kerja dan cukup cahaya.

Pelaksanaan:

a) Bersihkan permukaan gigi yang akan diproteksi dengan butiran kapas

dijepit dengan pinset. Gunakan kapas kering dan diselingi butiran

kapas basah untuk mencuci. Lakukan sedikitnya 2 kali atau hingga

oklusal gigi cukup bersih dari debris / plak.

b) Isolasi gigi yang akan diaplikasi dengan co on-roll, permukaan

oklusal dikeringkan dengan butiran kapas kering, kemudian oleskan

condi oner 20 de k, cuci dengan bu ran kapas basah, dan keringkan

dengan butiran kapas kering

c) Sendok powder dan satu tetes aduk liquid sesuai peraturan yang

berlaku, oleskan secara merata pada permukaan oklusal termasuk pit

dan fissure dengan plass instrument, tekan dengan jari yang

terlindungi sarung karet, trim dengan plastis intrumen dan lapisi

dengan Vaseline / cocoa butter.

Penyelesaian:

a) Catat ndakan ke dalam formulir/status kesehatan gigi anak/pasien

b) Instrusikan anak/ pasien tidak makan/minum selama 1 jam.

6) Pengendalian infeksi silang:


Instrumen setelah digunakan dilakukan sterilisasi sesuai peraturan yang

berlaku.

4. Minimum Surgical Intervention

Minimum surgical intervention dan tindakan bedah dilakukan bila

perlu, misalnya lesi cavitas tidak dapat dipertahankan dan keperluan untuk fungsi

dan estetik. Meminimalkan jumlah struktur gigi yang dibuang saat preparasi kavitas

dapat mempertahankan struktur alami gigi.

Adapun prinsip preparasi berdasarkan konsep intervensi minimal adalah

sebagai berikut:

a. Hanya degraded enamel dan infected dentin yang dibuang, sedangkan

affected dentin ditinggalkan.

b. Bentuk kavitas dibuat sesuai dengan bentuk karies.

c. Dasar enamel didukung oleh bahan adhesif restorative.

5. Perbaikan Restorasi yang Rusak

Konsep intervensi minimal dalam kedokteran gigi menempatkan restorasi

sebagai usaha terakhir. Memperbaiki restorasi yang rusak berfungsi untuk

mencegah perluasan karies, memperbaiki fungsi dan estetik. gigi sulung dan

permanen direstorasi dengan protokol restoratif invasif minimal dan bahan-bahan

biomimetik. Restorasi diperlukan jika permukaan gigi menjadi berlubang dan

bahan restorasi yang dipilih yang dapat menggantikan dalam hal estetik dan fungsi.

Bahan tersebut antara lain adalah semen glass ionomer. Semen tersebut berfungsi

dengan baik sebagai bahan tambal untuk gigi sulung maupun permanen.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Intervensi minimal merupakan filosofi dari penanganan karies secara

profesional. Intervensi minimal memberikan perhatian utama pada gejala awal,

deteksi dini dan perawatan dini pada tingkat mikro (tahap yang paling kecil),

diikuti dengan invasi yang paling minimal dan “patient friendly” sebagai pilihan

untuk memperbaiki kerusakan ireversibel yang disebabkan oleh penyakit.

Intervensi minimal bertujuan memberdayakan pasien untuk berperan aktif dan

bertanggung jawab terhadap penyakitnya sendiri, sehingga hanya memerlukan

intervensi minimal dari dokter gigi.

The World Dental Federation (FDI) membuat lima prinsip Minimal

Intervention dalam penanganan karies, yaitu: mengurangi bakteri kariogenik,

pendidikan kepada pasien, remineralisasi dari lesi non-cavitated pada enamel

dan dentin, minimum surgical intervention, perbaikan restorasi yang rusak.

Bakteri berkaitan erat dengan peningkatan risiko karies. Oleh karena itu

pendidikan kepada pasien sangat penting dilakukan agar pasien mengetahui

penyebab karies, sehingga ada tindakan pencegahan yang lebih dini dari pasien.

Peran serta orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing, memberikan

pengertian, mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak

dapat memelihara kebersihan gigi dan mulutnya. Selain itu orang tua juga

mempunyai peran yang cukup besar di dalam mencegah terjadinya akumulasi

plak dan terjadinya karies pada anak.


DAFTAR PUSTAKA

Agtini, MD. 2010. Efektifitas Pencegahan Karies dengan A Traumatic Restorative


Treatment dan Tumpatan Glass Ionomer Cement dalam Pengendalian Karies
dibeberapa negara. Media Litbang Kesehatan Volume XX Nomor 1.

Angela, A. 2005. Pencegahan primer pada anak yang berisiko karies tinggi. Maj. Ked.
Gigi. (Dent. J.), Vol. 38. No. 3 Juli–September: 130–134.

Awaru, BT dan Nugroho, JK. Karies dental: sebuah paradigm baru.

Kemenkes, 2012. Pedoman Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS). Jakarta :


Kementerian Kesehatan RI.

Leman, MA. 2009. Moving From Operative to Preventive Treatment in Dental Caries
Management. Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 3, November, hlm 131-141.

Rahayu, YC. 2013.Peran Agen Remineralisasi pada Lesi Karies Dini. Stomatogantic
(J. K. G Unej) Vol. 10 No. 1: 25-30.

Sasmita, IE dan Pertiwi, ASP. Identifikasi, Pencegahan, dan Restorasi sebagai


Penatalaksanaan Karies Gigi pada Anak.

Sundoro, IH. 2006. Perkembangan Konsep Penatalaksanaan Karies kearah Intervensi


Minimal. IJD: Edisi Khusus KPPTKG Xit.

Anda mungkin juga menyukai