TUMBUH KEMBANG
RONGGA MULUT
Ameta Primasari
2018
USU Press
Art Design, Publishing & Printing
Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU
Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia
usupress.usu.ac.id
Primasari, Ameta
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut / Ameta
Primasari -- Medan: USU Press 2018.
Bibliografi
ISBN: 978-602-465-029-2
ii
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahi robbil’alamin, Segala puji hanya milik
Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan karunia-Nya yang tak
terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan buku yang
berjudul “Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut”
dan menghantarkannya kepada tangan-tangan yang memerlukan
ilmu tentang embriologi dan tumbuh kembang maksila dan
mandibula.
Perkembangan dan pertumbuhan rongga mulut terjadi
secara prenatal dan postnatal dimulai dari hari keempat yang akan
terus berlanjut sampai dewasa dan mengalami pertumbuhan
negatif pada masa penuaan. Segala hal dapat terjadi selama
prenatal dan postnatal sehingga diperlukan perhatian dan
pengetahuan tentang embriologi dan tumbuh kembang pada
maksila dan mandibula. Buku ini berisi 10 bab yaitu Dasar
Pertumbuhan dan Perkembangan, Embriologi Rongga Mulut,
Pertumbuhan dan Perkembangan Maksila, Pertumbuhan dan
Perkembangan Mandibula, Pertumbuhan dan Perkembangan
Kelenjar Saliva, Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Geligi,
Erupsi Gigi, Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi,
Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Rahang dan Penutup.
Penulis sadar bahwa selesainya buku ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak terutama
keluarga penulis (Bapak Rizal Fahlevi Hasibuan dan anak-anak
tersayang) yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materil sehingga buku ini dapat diselesaikan. Penulis juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada Veronica Angelia yang
banyak membantu menyelesaikan buku ini.
iii
Tiada gading yang tak retak, andaipun retak jadikanlah
sebagai ukiran, begitupun dengan buku ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, melalui kata
pengantar ini dengan lapang dada dan tangan terbuka penulis
membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi
kritik dan saran yang bersifat membangun dalam rangka
penyempurnaan untuk edisi buku berikutnya.
Akhir kata, penulis sangat berharap semoga kiranya buku
ini dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa kedokteran,
kedokteran gigi, kesehatan masyarakat maupun dokter dan dokter
gigi serta masyarakat pada umumnya.
Penulis
iv
Daftar Isi
v
BAB 4. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
MANDIBULA ....................................................................... 64
Saliva ...................................................................................................... 91
Xerostomia.............................................................................................. 93
Etiologi Xerostomia................................................................... 94
Tanda dan Gejala Xerostomia ................................................... 95
Diagnosis Xerostomia................................................................ 95
Penatalaksanaan Xerostomia ..................................................... 95
vi
Organ Enamel ......................................................................... 101
Papila Dentis (Organ Dentin) .................................................. 101
Dental Sakus (Organ Periodontal) ........................................... 101
vii
BAB 9. GANGGUAN PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN RAHANG ......................................... 162
viii
Daftar Tabel
ix
Daftar Gambar
x
Gambar 22. Diagram skematik osifikasi endochondral
seperti yang terlihat dalam perkembangan
tulang-tulang panjang pada tubuh ............................50
Gambar 23. Periode perkembangan prenatal ...............................51
Gambar 24. Pertumbuhan dan perkembangan maksila ...............54
Gambar 25. Osifikasi maksila ......................................................55
Gambar 26. Diagram perkembangan lidah ..................................57
Gambar 27. Posisi lempeng palatina berada di samping
lidah anterior dan melewati lidah bagian
belakang ...................................................................58
Gambar 28. Elevasi lempeng palatina pada lidah ........................58
Gambar 29. Perkembangan palatum minggu ke-12 IUL .............59
Gambar 30. Elevasi palatum ........................................................61
Gambar 31. Tahapan perkembangan palatum .............................62
Gambar 32. Diagram perkembangan palatum dan struktur
sekitarnya .................................................................63
Gambar 33. Pembentukan branchial apparatus. .........................65
Gambar 34. Karakteristik embrio manusia ..................................66
Gambar 35. Branchial apparatus ................................................67
Gambar 36. Pertumbuhan mandibula dan maksila pada
hari ke-24 dan ke-28 ................................................68
Gambar 37. Lengkung brankial I-VI ...........................................69
Gambar 38. Tulang rawan lengkung brankial .............................70
Gambar 39. Otot-otot lengkung brankial dipersarafi oleh
saraf-saraf kranial.....................................................70
Gambar 40. Condylar cartilage ...................................................73
Gambar 41. Gambaran ilustrasi hubungan pembentukan
awal tulang mandibula dari tulang rawan
Meckel dan nervus alveolaris inferior......................74
Gambar 42. Area perkembangan mandibula dan respon
dari rangsangannya ..................................................74
Gambar 43. Pertumbuhan foramen mentalis dan badan
mandibula .................................................................75
Gambar 44. Pertumbuhan mandibula yang dibagi atas
lima bagian ...............................................................77
Gambar 45. Arah pertumbuhan kondilus .....................................81
Gambar 46. Pertumbuhan mandibula ..........................................81
Gambar 47. Remodelling mandibula ...........................................82
Gambar 48. Mandibula pada saat kelahiran.................................83
Gambar 49. Mandibula saat dewasa muda ..................................84
xi
Gambar 50. Mandibula saat dewasa tua ...................................... 84
Gambar 51. Mandibula saat tua ................................................... 85
Gambar 52. Skema kelenjar saliva mayor pada rongga
mulut ........................................................................ 89
Gambar 53. Kelenjar saliva mayor .............................................. 91
Gambar 54. Proses sekresi saliva................................................. 92
Gambar 55. Tahap inisiasi perkembangan gigi ......................... 110
Gambar 56. Perkembangan dental lamina dari epitel oral
pada lengkung mandibula ..................................... 110
Gambar 57. Tahap bud: terlihat proliferasi dari dental
lamina ke dalam ektomesenkim ............................ 111
Gambar 58. Tahap cap: terjadi proliferasi dan diferensiasi
membentuk benih gigi ........................................... 111
Gambar 59. Tahap bell .............................................................. 113
Gambar 60. Tahap pembentukan gigi ........................................ 114
Gambar 61. Proses erupsi gigi ................................................... 118
Gambar 62. Diagram siklus hidup gigi ...................................... 122
Gambar 63. Deskripsi modifikasi tahap Moorrees
digunakan untuk mengidentifikasi gigi tahap
perkembangan gigi berakar tunggal dan
berakar banyak ....................................................... 126
Gambar 64. Deskripsi modifikasi tahap Moorrees
digunakan untuk mengidentifikasi resorpsi
gigi berakar tunggal dan berakar banyak ............... 127
Gambar 65. Waktu erupsi gigi permanen .................................. 130
Gambar 66. Anodonsia .............................................................. 136
Gambar 67. Hipodonsia gigi permanen insisivus lateralis
rahang atas pada laki-laki usia 15 tahun ................ 137
Gambar 68. Hiperdonsia atau dens supernumerary atau
supernumerary teeth gigi premolar kiri dan
kanan rahang bawah............................................... 138
Gambar 69. Mesiodens dengan posisi inverted pada garis
tengah rahang atas .................................................. 140
Gambar 70. Makrodonsia gigi insisivus sentralis rahang
atas ......................................................................... 141
Gambar 71. Mikrodonsia gigi insisivus lateralis rahang
atas ......................................................................... 143
Gambar 72. Natal teeth .............................................................. 144
Gambar 73. Erupsi gigi insisivus sentralis rahang atas
yang tertunda.......................................................... 151
xii
Gambar 74. Enamel hypoplasia karena defisiensi nutrisi
selama masa pertumbuhan .....................................154
Gambar 75. Dentinogenesis imperfecta .....................................155
Gambar 76. Geminasi gigi insisivus sentralis permanen
rahang atas bilateral ...............................................157
Gambar 77. Geminasi gigi insisivus lateralis rahang
bawah .....................................................................157
Gambar 78. Fusi gigi insisivus sentralis dan lateralis
permanen ................................................................158
Gambar 79. Tetracycline-pigmented teeth .................................160
Gambar 80. Bayi berusia tiga bulan dengan celah bibir
dan langit-langit .....................................................165
Gambar 81. Klasifikasi Veau untuk celah bibir dan langit-
langit ......................................................................172
Gambar 82. Feeding plate dengan perluasan ke palatum
lunak .......................................................................175
Gambar 83. Agnasia menunjukkan fusi telinga luar pada
daerah garis tengah yang normalnya
ditempati oleh mandibula sehingga telinga
bertemu di garis tengah ..........................................176
Gambar 84. Makrognasia pada rahang bawah ...........................177
Gambar 85. Mikrognasia pada bayi perempuan usia 1
bulan .......................................................................178
Gambar 86. Sindrom Down .......................................................179
xiii
xiv
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
1
DASAR PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN
erkawinan adalah suatu ikatan sepasang anak manusia untuk
P membentuk satu keluarga yang menyatukan material genetik
dari pihak perempuan dengan pihak laki-laki. Gamet yang dibawa
pihak perempuan disebut sel telur (ovum) sedangkan gamet yang
dibawa pihak lelaki disebut sperma. Pertemuan kedua gamet pada
tuba uterina maternal akan dimulainya perkembangan dari sebuah
zigot, yang merupakan asal muasal seorang individu.
Oogenesis adalah proses pembentukan gamet perempuan
yang melibatkan meiosis untuk menghasilkan sel telur haploid
(gamet). Spermatogenesis adalah proses pembentukan gamet laki-
laki yang juga melibatkan meiosis untuk menghasilkan
spermatozoa haploid (gamet). Penyatuan jumlah haploid
kromosom dari masing-masing gamet, sebanyak 23 buah, akan
menghasilkan kromosom diploid, total menjadi 46 buah pada
zigot. Semua karakteristik yang diturunkan pada seorang individu
akan dibentuk dan ditetapkan pada waktu pertemuan kedua gamet
tersebut.
Zigot yang berukuran 100 µ, sebuah sel totipotential akan
segera memulai pembelahan-pembelahan sel menghasilkan
peningkatan jumlah sel-sel dengan cepat, menjadi 16 sel yang
disebut morula, sel ini belum lebih besar daripada ovum semula.
Zigot yang merupakan hasil pembuahan akan berjalan sepanjang
saluran uterus, serta tertanam dalam endometrium uterina, pada
hari ke 7 pasca pembuahan. Bagian luar sel membentuk tropoblas
dan sel sebelah dalam membentuk embrio. Tropoblas berubah
menjadi korion dengan mengeluarkan vili. Penanaman korionik
1
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
3
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
4
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
5
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
6
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
7
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
8
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
9
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
umur tersebut, berat badan anak meningkat 2,5 kg/tahun dan tinggi
badan meningkat 6,75-7,5 cm/tahun.
Pertumbuhan anak usia sekolah merupakan masa
pertumbuhan yang berjalan lambat dan teratur sampai masa akil
balik (12-16 tahun). Pada usia 6 tahun, tinggi badan anak sebesar 1
½ lebih besar dari panjang anak saat berumur 1 tahun dan berat
badan anak sebesar 2 kali lebih berat dari berat badan saat berumur
1 tahun. Sekitar umur 6-7 tahun, pertumbuhan yang terjadi pada
anak merupakan pertumbuhan cepat, saat anak mulai sekolah dan
nafsu makan anak sedang meningkat. Kemudian menyusul masa
istirahat sekitar umur 8-10 tahun, terjadi lagi pertumbuhan yang
cepat, sehingga anak bertambah tinggi dan aktivitas metaboliknya
juga bertambah.
Pada masa ini, anak lebih mampu menggunakan otot-otot
kasar daripada otot-otot halus. Misalnya loncat tali, badminton,
bola voli, pada akhir masa sekolah motorik halus lebih berkurang,
anak laki-laki lebih aktif daripada anak perempuan. Anak mulai
mencari lingkungan yang lebih luas sehingga cenderung sering
pergi dari rumah hanya untuk bermain dengan teman, saat ini
sekolah sangat berperan untuk membentuk pribadi anak, di sekolah
anak harus berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya,
sehingga peran guru sangat besar.
Pertumbuhan Kepala
Sewaktu lahir, kepala membentuk sekitar seperempat dari
tinggi total tubuh. Pada orang dewasa, kepala membentuk
seperdelapan dari tinggi total tubuh. Oleh karena itu, dari lahir
sampai maturitas, tubuh tentunya bertumbuh lebih pesat, baik pada
proporsi maupun ukuran, dibandingkan kepala. Pada kebanyakan
individu, kecepatan umum dari pertumbuhan tubuh mengikuti
suatu pola, walaupun ada variasi pada saat tahapan pola yang
berbeda. Pada bayi, pertumbuhan berlangsung dengan kecepatan
yang relatif tinggi, melambat secara progresif selama masa kanak-
10
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
11
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
12
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
13
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan
tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup
baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan
lingkungan yang kurang baik akan menghambatnya.11
14
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
15
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
16
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
17
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros,
dimana anthropos yaitu man (orang) dan metron yang berarti ukur
sehingga antropometri merupakan studi tentang pengukuran
individu manusia untuk mengetahui variasi fisik manusia.
Antropometri meliputi penggunaan secara teliti dari titik-titik pada
tubuh untuk pengukuran, posisi spesifik dari subjek yang ingin
diukur dan penggunaan alat yang benar. Pengukuran yang dapat
dilakukan pada manusia secara umum meliputi pengukuran massa,
panjang, tinggi, lebar, dalam, circumference (lingkaran), curvature
(busur), pengukuran jaringan lunak (lipatan kulit). Pada intinya
pengukuran dapat dilakukan pada tubuh secara keseluruhan
(stature) maupun membagi tubuh dalam bagian yang spesifik
seperti panjang tungkai. Penelitian dibidang antropometri mulai
berkembang dari perhitungan sederhana menjadi lebih rumit, yaitu
dengan menghitung indeks. Indeks adalah cara perhitungan yang
dikembangkan untuk mendeskripsikan bentuk melalui keterkaitan
antar titik pengukuran. Perhitungan indeks, titik pengukuran, dan
cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak pada
banyaknya variasi cara klasifikasi.
Sedangkan dari sudut pandang gizi, muncul istilah
nutritional anthropometry di dalam Body measurements and
Human Nutrition, sebagai pengukuran pada variasi dimensi fisik
dan komposisi besaran tubuh manusia pada tingkat usia dan derajat
nutrisi yang berbeda. Dengan demikian, tumbuh kembang manusia
dapat dipelajari dan dievaluasi misalnya tentang status gizi.
Pengukuran antropometri ada dua tipe, yaitu pertumbuhan
dan ukuran komposisi tubuh yang dibagi menjadi pengukuran
lemak tubuh dan massa tubuh yang bebas lemak. Penilaian
pertumbuhan merupakan komponen esensial dalam survei
18
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Parameter Antropometri
Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia,
antara lain yaitu berat badan, umur, dan tinggi badan. Berat badan
merupakan indeks gizi dan pertumbuhan yang terbaik terutama
pada bayi, karena mencakup aspek pertumbuhan badan
seluruhnya. Selain itu, berat badan merupakan salah satu
antropometri yang memberikan gambaran massa tubuh (otot dan
lemak) karena tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan
yang mendadak, misalnya karena terserang infeksi, menurunnya
nafsu makan, dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
19
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
20
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
kira 3 kali panjang waktu lahir. Sejak umur 13 tahun pada wanita
dan 15 tahun pada pria, kenaikan tinggi badan cepat menurun.
Pertumbuhan tinggi terhenti pada wanita sekitar umur 17-19 tahun,
sedangkan pria masih berlangsung terus dengan kenaikan yang
sangat lambat sesudah umur 20 tahun.
Indeks Antropometri
Indeks merupakan bentuk penyajian parameter
antropometri yang dikaitkan dengan variabel umur atau merupakan
kombinasi antara parameter.
21
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
22
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
23
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Tabel 1. Indeks massa tubuh laki-laki untuk kelompok umur 2-20 tahun
24
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Tabel 2. Indeks massa tubuh perempuan untuk kelompok umur 2-20 tahun
25
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
5. Indeks Sefalik
Keragaman bentuk kepala ataupun kranium merupakan hal
yang penting untuk bidang antropologi dan juga di bidang
kedokteran. Peran antropologi tentang ukuran dan bentuk kepala
interrasial ataupun subrasial penting dalam penilaian dan
perawatan di bidang ortodontik, prostodontik, dan rekonstruksi
wajah manusia. Ukuran kepala dapat diukur dari panjang kepala,
tinggi kepala dan lebar kepala
Panjang kepala diukur dari glabella (g) ke inion. Panjang
maksimum kepala diukur dengan menempatkan ujung kaliper pada
titik glabella dan inion. Jarak kedua ujung kaliper diukur dengan
menggunakan penggaris dan ukuran dicatat sebagai panjang
maksimum kepala.
26
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
27
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
28
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
29
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
30
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
31
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2
EMBRIOLOGI RONGGA MULUT
SUB BAB
ISTILAH PENTING
Kraniofasial Stomadium
Prasomit Bilateral maxillary processus
Somit Bilateral mandibular processus
Pasca somit Intramembranous
Hormon pertumbuhan Tuberculum impar
Ovum Bilah-bilah palatum
Intra Uterin Life (IUL) Midpalatal suture
Periode preimplantasi Endokondral
Periode embrionik Tulang rawan Meckel
Vesikel optik Nervus inferior mandibularis
Sel neural crest Periode fetal/fetus
Midventral Placodes
Prosesus frontonasalis Intramembranous
32
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
1. Periode Proliferasi/Preimplantasi
Periode ini mulai saat konsepsi pada hari ke 7-8 Intra
Uterin Life (IUL). Pada 2-3 hari pertama pasca pembuahan, zigot
berkembang dari satu sel menjadi sekelompok sel, berbentuk
morula, tidak lebih besar dari ovum semula. Selama periode ini,
hasil pembuahan tersebut akan berjalan sepanjang saluran uterus,
serta tertanam dalam endometrium uterin, pada hari ke-7 pasca
pembuahan. Bagian luar sel membentuk tropoblas dan bagian
dalam sel bentuk embrio. Tropoblas berubah menjadi korion
dengan mengeluarkan vili. Penanaman korionik menghasilkan
plasenta, organ perpindahan nutrisi dan pembuangan produk sisa
fetomaternal.
Periode preimplantasi merupakan periode pertama
perkembangan prenatal. Berlangsung selama pada minggu pertama
setelah pembuahan. Diawali dengan proses meiosis yakni
pengurangan kromosom yang diploid (2n) menjadi haploid (1n).
Yang terdiri dari Meiosis tahap pertama dan tahap kedua. Pada
tahap pertama, 2n menjadi 1n dan 1n kemudian pada tahap kedua
menjadi 1n + 1n +1n + 1n yakni 4 sel haploid. Meiosis terjadi pada
gametes yakni sel ovum atau sel sperma.
33
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Prophase I leptotene
Sitoplasma
Kromosom Sentriol
Membran sel Membran nukleus
Zygotene to pachytene
Bivalen kromosom
homolog
Diplotene to diakenesis
Chiasma
Metaphase I
Satu kromosom dari
masing-masing pasangan
menuju ke pusat
Anaphase I
Telophase I
Metaphase II to anaphase II
Pemisahan kromatid
Telophase II
34
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
35
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
banyak sel. Mitosis terjadi pada semua sel somatik dalam rangka
pertumbuhan sel menjadi jaringan dan seterusnya.
Zigot akan mengalami pembelahan-pembelahan awal, bola
solid sel menjadi morula. Karena proses mitosis dan sekresi cairan
yang terus berlanjut oleh sel-sel di dalam morula, zigot sekarang
menjadi blastokista atau blastula.
Pada akhir minggu pertama IUL, blastokista berhenti dan
menjalani implantasi dan dengan demikian menjadi tertanam
dalam endometrium, lapisan paling dalam dari rahim di bagian
dinding belakangnya.
Setelah seminggu mengalami permecahan, blastokista
terdiri dari lapisan sel perifer, lapisan trofoblas, dan massa sel
embrio kecil, atau lapisan embrioblas.
36
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Periode Embrionik
Tahap ini dimulai pada minggu ke-2 sampai minggu ke-8
IUL. Periode ini dapat dibagi menjadi 3 tahapan yakni: Tahap
prasomit (8-20 hari IUL), tahap somit (21-31 hari IUL) dan pasca
somit (minggu ke 4-8 IUL).
Tahap prasomit dapat juga dikatakan periode embrio disk,
yaitu massa sel yang tebal dan akan membentuk semua struktur
yang ada pada tubuh. Periode inilah kesempurnaan bayi akan
mulai terbentuk. Embrio disk akan mengalami diferensiasi menjadi
tiga lapisan, dibedakan menjadi 3 tahap yaitu:
Ektodermal merupakan lapisan sebelah luar yang akan
membentuk epitel pada jaringan kulit, epidermis, sistem saraf,
rambut, dan termasuk yang membentuk enamel gigi.
Mesodermal merupakan lapisan sebelah tengah, yang terbentuk
di sebelah dalam setelah lapisan ektodermal dan endodermal.
Jaringan yang kemudian akan dibentuk oleh mesodermal adalah
connective tissue, otot-otot, tulang, dan termasuk dentin, pulpa,
sementum, dan ligamen periodontal.
Endodermal merupakan lapisan sebelah dalam yang akan
membentuk sistem pencernaan (sistem traktus gastrointestinal)
termasuk epitelnya.
Pembentukan stomadeum
Tahap somit terjadi setelah jaringan dasar telah terbentuk
pada hari ke-21, yang akan dilanjutkan 10 hari kemudian dengan
pelipatan ataupun melekuknya jaringan untuk membentuk suatu
struktur. Pada periode ini terbentuk tubuh yang berbentuk tubular.
Terdapat 42-44 pasang somit yang muncul secara bertahap dengan
arah craniocaudal. Pola somit pada regio tubuh teridentifikasi
dengan 4 occipital, 8 cervical, 12 thoracic, 5 lumbar, 5 sacral dan
8-10 coccygeal. Kemudian, setiap somit akan berdiferensiasi
menjadi 3 bagian, yakni bagian ventromedial disebut sclerotome,
bagian lateral disebut dermatome dan bagian intermediate disebut
myotome.
37
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 12. Perkembangan embrio pada minggu ke-3 sampai ke-4 IUL.
Gambar 13. Proses pembentukan rongga mulut defenitif pada masa prenatal.
38
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
39
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
40
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Perkembangan Wajah
41
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
bibir atas, alveolar atas, dan palatum primer yang terjadi sekitar
minggu ke-6 IUL. Pada minggu ke-7 IUL bilah-bilah palatum akan
naik ke posisi horizontal di atas lidah dan berfusi satu sama lain
membentuk palatum sekunder. Bagian palatum yang berasal dari
prosesus maksilaris di sebut palatum sekunder. Di bagian anterior
penyatuan dua bilah ini dengan triangular palatum primer akan
membentuk foramen insisivum. Perkembangan wajah seorang
manusia sudah terlihat. Bibir atas telah menyatu, dan telah
terbentuk filtrum.
Gambar 15. Embrio pada usia 6 minggu IUL. A. pembentukan bibir bagian atas
dan bawah, B. dan C. bagian sagital kepala menunjukkan
perkembangan segmen intermaksilari dari perpaduan processus
nasal medial di bagian dalam stomodeum.
42
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
placode. Pada masa ini vesikel optik terletak pada sisi lateral dari
perkembangan kepala.
Sel neural crest membelah menjadi 2 bagian, yaitu
posterior anterior, bagian anterior berkembang membentuk elevasi
ke midventral menjadi prosesus frontonasalis. Bagian posterior
berkembang menjadi 6 lengkung brankial, pada tahap ini muncul
perkembangan kraniofasial.
43
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 17. Perkembangan wajah pada minggu ke-4 IUL dan ke-8 IUL.
44
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
45
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 18. Tulang tengkorak pada fetus 3 bulan menunjukkan tulang spikula
menyebar dari osifikasi utama tengah pada tulang datar tengkorak.
2. Intramembranous
Jaringan mensenkim berdiferensiasi menjadi osteoblas.
Osteoblas mensekresi fibers (protein) menjadi matriks tulang
(osteoid) dan akan terkalsifikasi. Osteoid masuk ke dalam
pembuluh darah di area osifikasi membentuk tulang spongeus.
Sponge bone berkondensasi menjadi periosteum. Compact bone
terjadi bila kondensasi terjadi secara terus menerus pada tulang
spongy dan pada akhirnya terbentuk red bone marrow yang akan
mengisi trabekula (celah) tulang spongy.
46
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
47
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
48
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
49
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
50
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
51
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
3
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN MAKSILA
SUB BAB
Perkembangan Lidah
ISTILAH PENTING
52
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
53
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
54
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
55
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Saat Lahir :
1. Diameter transversal dan antero-posterior tulang lebih banyak
dari pada vertikal.
2. Prosesus frontalis terbentuk dengan baik dan komposisi tulang
prosesus frontalis lebih banyak dari prosesus alveolaris.
3. Soket gigi mencapai hampir ke dasar orbital.
4. Sinus maksilaris menampilkan alur pada dinding lateral hidung.
Saat Dewasa :
Pada dewasa diameter vertikal mencapai maksimal.
Perkembangan Lidah
Lidah berasal dari beberapa lengkung brankial. Pada 2/3
anterior lidah berasal dari lengkung brankial I, berkembang dari
dinding orofaring ventral. Kemudian 2/3 anterior lidah dibentuk
dari tonjolan lingual yang berasal dari lengkung brankial I.
Sedangkan 1/3 posterior lidah berasal dari lengkung brankial II, III
dan IV yang dibentuk oleh hypobrachial eminence. Bagian
anterior dan posterior lidah dihubungkan oleh sulkus terminalis.
Lidah berkembang pada minggu ke-4 sampai ke-8 IUL,
yang membesar ke dalam, di atas dasar pharynx. Body lidah
berkembang dari lengkung brankial I dan dasar lidah berasal dari
lengkung brankial II, III dan IV.
56
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
A
.
57
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 27. Posisi lempeng palatina berada di samping lidah anterior dan
melewati lidah bagian belakang, A. pandangan frontal, dan B.
pandangan intraoral/inferior.
Gambar 28. Elevasi lempeng palatina pada lidah. Posisi lidah berada di atas
lempeng palatina selama prosesus elevasi di awal minggu ke-8
IUL.
58
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Palatum Sekunder
Selama minggu ke-6 hingga ke-7 IUL, dinding medial
(permukaan oral) dari prosesus maksilaris memproduksi sepasang
tambahan medial yang tipis yang disebut prosesus palatina (bilah-
bilah palatum). Bilah-bilah ini berkembang ke arah inferior dan
lebih dalam dari stomodeum dalam arah vertikal di sepanjang
kedua sisi dari lidah yang sedang berkembang. Pada permulaan
59
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
60
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Elevasi palatum
Kontak simetris
Disintegrasi epitel
61
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
62
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
63
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
4
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN MANDIBULA
SUBBAB
ISTILAH PENTING
64
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
65
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
66
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
67
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 36. Pertumbuhan mandibula dan maksila pada hari ke-24 dan ke-28.
68
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
69
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
70
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
71
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
3. Kartilago Symphyseal
Kartilago ini muncul di jaringan ikat antara ujung tulang
rawan Meckel tetapi sepenuhnya berdiri sendiri (tidak tergantung
pada tulang rawan Meckel). Mereka akan hilang setelah setahun
pertama kelahiran.
72
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 40. Condylar cartilage (warna biru). A. Area yang terpisah dari
kondensasi mesenkimal pada minggu ke-8 IUL. B. Fusi dari tulang
kartilago dengan badan mandibula pada bulan ke-4. C. Situasi pada
saat lahir.
73
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
74
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
75
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
76
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2
1
3
5
77
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
78
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Korpus Mandibula
Tepi anterior pada ramus orang dewasa menunjukkan
resorpsi, sementara tepi posterior perubahan dari pembentukan
tulang rawan ke bagian posterior dari badan mandibula. Hal ini
berarti, badan mandibula memanjang. Jadi penambahan ruang
yang dibuat oleh resorpsi tepi anterior ramus untuk
mengkomodasikan erupsi molar.
3. Sudut Mandibula
Pada sisi lingual sudut mandibula, resorpsi bertempat pada
aspek posterior-anterior sementara aposisi terjadi pada aspek
anterior-posterior. Pada sisi bukal, resorpsi terjadi pada bagian
posterior-superior. Hal ini mengakibatkan pelebaran sudut
mandibula sesuai dengan bertambahnya usia.
4. Tuberositas lingualis
Sama dengan tuberositas maksilaris, tuberositas lingualis
membentuk satu bagian besar pertumbuhan untuk lengkung tulang
mandibula. Tuberositas maksilaris membentuk perbatasan antara
ramus dan badan ramus. Tuberositas lingualis bergerak ke
posterior dan aposisi pada pemukaan posterior wajah. Dapat
dikatakan bahwa tuberositas lingualis terlihat menonjol dalam
arah lingual.
5. Tulang Alveolar
Terbentuknya tulang alveolar merupakan respon terhadap
adanya benih gigi. Jika gigi tidak mempunyai benih, tulang
79
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
6. Kondilus
Awalnya dipercayai bahwa pertumbuhan kondilus terjadi
karena permukaan kartilago kondilus oleh aposisi tulang. Jadi
pertumbuhaan kondilus ke arah dasar kranial. Saat kondilus
mendesak dasar kranial, bagian mandibula akan mengalami
perpindahan ke arah depan dan ke bawah. Sekarang dipercayai
bahwa pertumbuhan jaringan lunak yang meliputi otot dan
jaringan ikat, membawa mandibula jauh ke depan dari basis kranii.
Pertumbuhan tulang mengikuti secara sekunder pada kondilus
untuk memelihara kontak yang konstan dengan basis kranii.
Pertumbuhan kondilus rata-rata meningkat pada masa pubertas
antara 121/2-14 tahun dan terhenti kira-kira pada umur 20 tahun.
7. Tulang Koronoideus
Pertumbuhan tulang koronoideus mengikuti prinsip huruf
v. Bagian longitudinal tulang koronoideus dari aspek posterior
dapat dilihat bahwa terjadi aposisi pada permukaan lingual dari
tulang koronoid bagian kanan dan kiri. Mengikuti prinsip huruf v,
penampakan dari oklusal, aposisi pada bagian lingual tulang
koronoid menghasilkan suatu pergerakkan pertumbuhan posterior
dalam pola huruf v.
8. Dagu
Pada laki-laki sangat berkembang dibanding perempuan.
Dagu biasanya berkembang seiring bertambahnya umur.
Pertumbuhan dagu menjadi sangat signifikan untuk perkembangan
wajah. Hal ini dipengaruhi oleh faktor seksual dan genetik.
80
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
81
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
+
+
- +
- +
- +
-
-
- +
- +
- +
- +
- +
+
+
+
+
+
82
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
83
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
84
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
85
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
86
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
5
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN
KELENJAR SALIVA
SUBBAB
Saliva
Xerostomia
Etiologi Xerostomia
Tanda dan Gejala Xerostomia
Diagnosis Xerostomia
Penatalaksanaan Xerostomia
ISTILAH PENTING
87
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
88
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 52. Skema dari kelenjar saliva mayor pada rongga mulut.
Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis adalah kelenjar yang pertama muncul pada
minggu ke-6 IUL di bukal bagian dalam dekat sudut mulut, dan
tumbuh menuju ke telinga. Di daerah 'parotid', atau daerah telinga,
sel epithelial cord dan salurannya menghasilkan acini dan saluran
dari kelenjar. Sistem saluran dan asinar tertanam dalam stroma
mesenkim yang diorganisasikan ke dalam lobulus dan
dienkapsulasi. Saluran kelenjar parotid, meskipun direposisi,
menelusuri jalur embryonic epithelial cord saat dewasa.
89
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Kelenjar Submandibularis
Kelenjar submandibularis buds juga muncul pada minggu
ke-6 IUL sebagai rangkaian berkelompok membentuk pegunungan
epitel di kedua sisi garis tengah di dasar mulut. Serabut epitel
berkembang kembali ke mesenkim di bawah mandibula yang
sedang berkembang, ke cabang dan menyalurkan, membentuk
asini dan salurannya dari kelenjar submandibularis. Stroma
mesenkim memisahkan lobulus parenkim, dan menghasilkan
kapsul kelenjar.
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar terbesar
kedua setelah kelenjar parotis. Letaknya di bagian medial sudut
bawah mandibula. Kelenjar submandibularis menghasilkan 60-
65% dari volume total saliva di rongga mulut, yang merupakan
campuran cairan serus dan mukus.
Kelenjar Sublingualis
Kelenjar sublingualis muncul pada minggu ke-8 IUL
sebagai rangkaian sekitar sepuluh kuncup epitel bagian lateral ke
kelenjar submandibularis. Cabang dan saluran ini untuk
menyediakan sejumlah duktus yang terbuka secara independen di
bawah lidah.
Kelenjar yang letaknya pada fossa sublingual, yaitu dasar
mulut bagian anterior. Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar
saliva mayor yang terkecil yang menghasilkan 10% dari volume
total saliva di rongga mulut dimana sekresinya didominasi oleh
cairan mukus.
90
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Saliva
91
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
92
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Xerostomia
Banyak pasien mengeluh mulutnya kering walaupun
kelenjar saliva mereka berfungsi dengan normal. Xerostomia dapat
disebabkan oleh penyakit kelenjar saliva primer atau manifestasi
sekunder dari suatu kelainan sistemik atau terapi obat. Penyakit
kelenjar saliva primer meliputi sindrom Sjorgen, kerusakan pasca
radiasi atau anomali pertumbuhan. Penyebab sistemik sekunder
dari xerostomia meliputi kegelisahan kronis, dehidrasi atau terapi
obat. Adapun gambaran klinis dari xerostomia berupa konfirmasi
93
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Etiologi Xerostomia
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan xerostomia antara lain:
1. Gangguan pada kelenjar saliva. Ada beberapa penyakit yang
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada kelenjar saliva
sehingga laju aliran saliva menjadi berkurang. Penyakit ini
seperti: sialodenitis kronis, kista, tumor kelenjar saliva, mumps,
dan sindrom Sjogren.
2. Keadaan fisiologis seperti berolahraga, berbicara yang lama,
bernafas melalui mulut, gangguan emosional, stress, putus asa
dan perasaan takut.
3. Penggunaan obat-obatan seperti analgesik, antikonvulsan,
antihistamin, antihipertensi, antidepresan, antiparkinson,
diuretik dan dekongestan.
4. Usia. Seiring dengan bertambahnya usia maka akan terjadi
kemunduran dan atropi pada kelenjar saliva sehingga dapat
menurunkan aliran saliva. Dalam kelompok lain wanita
menopause juga sering kita temukan mengalami xerostomia.
5. Terapi radiasi pada daerah kepala dan leher menyebabkan
perubahan pada sekresi sel serous sehingga terjadi penurunan
sekresi saliva.
6. Keadaan-keadaan lain seperti diabetes yang tidak terkontrol,
komplikasi pasca operasi dan sebagainya.
94
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Diagnosis Xerostomia
Beberapa tahapan dalam menegakkan diagnosis xerostomia yaitu:
1. Anamnesa yaitu menanyakan keluhan utama yang dirasakan
oleh penderita, mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan xerostomia.
2. Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan menyeluruh pada
kelenjar saliva, jaringan lunak dan jaringan keras rongga mulut.
Pemeriksaan ekstra oral dan intra oral pasien.
3. Pemeriksaan penunjang mencakup sialometri, serologi,
mikrobiologi, histologi dan radiografi.
Penatalaksanaan Xerostomia
Terapi pilihan perawatan xerostomia meliputi:
A. Terapi preventif
Penderita xerostomia sebaiknya melakukan evaluasi dental
secara rutin untuk mencegah terjadinya komplikasi oral seperti
kandidiasis, karies, ulkus, dan sebaiknya tersedia terapi obat-
obatan yang kandungannya selain menstimulasi saliva juga untuk
mencegah terjadinya komplikasi oral yang banyak digunakan
seperti biotene, bioextra, oral balance, zendium.
95
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
96
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
6
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN GIGI GELIGI
SUB BAB
Proses Odontogenesis
1. Bud Stage
2. Cap Stage
3. Bell Stage
Benih Gigi
1. Organ Enamel
2. Papila Dentis (Organ Dentin)
3. Dental Sakus (Organ Periodontal)
Perkembangan Gigi
1. Pembentukan Dentin
a. Kolagen
b. Protein Non Kolagen
2. Pembentukan Enamel
Fase Pembentukan Matriks Organik Enamel
Fase Maturasi (Pematangan)
3. Pembentukan Akar Gigi
97
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
ISTILAH PENTING
Proses Odontogenesis
98
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2) Cap Stage
Tahap cap dimulai pada minggu ke-11 IUL. Tahap ini
ditandai dengan kondensasi dari jaringan ektomesenkim.
Kondensasi mesenkim ini akan mendesak bagian bawah organ
enamel sehingga akan menyerupai bentuk sebuah topi (cap)
dengan bola di bawahnya. Bagian topi ini dikenal sebagai organ
enamel. Organ enamel akan membentuk enamel gigi sedangkan
papila dentis akan membentuk dentin dan pulpa. Pada tahap ini
akan terbentuk 3 lapisan sel-sel yang berbeda, yaitu:
Outer Enamel Ephitelium, tersusun atas sel-sel low cuboidal dan
merupakan sel perifer dan terletak di bagian cembung organ
enamel.
Inner Enamel Ephitelium, tersusun atas low columnar pada
bagian cekung organ enamel.
Reticulum Stelata, terletak di antara outer enamel ephitelium dan
inner enamel ephitelium yang akan mengisi bagian inti organ
enamel.
3) Bell Stage
Dibagi menjadi 2 tahap yaitu :
Bell Awal
Perubahan bentuk organ enamel dari bentuk topi (cap)
menjadi suatu struktur yang berbentuk bell. Komponen pembentuk
gigi pada tahap ini yaitu, organ enamel, papila dentis, dan dental
sakus telah berkembang dengan sempurna. Diferensiasi sel-sel
organ enamel pada tahap bell awal masih terus berlanjut sehingga
menghasilkan 4 lapisan sel yang sebelumnya terdiri dari 3 lapisan
sel pada tahap cap, yaitu :
99
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Bell Akhir
Terjadi pada minggu ke-18 IUL. Pada tahap bell akhir
berlangsung 3 proses penting untuk pembentukan gigi desidui,
yaitu :
a. Permulaan mineralisasi.
b. Pembentukan mahkota.
c. Permulaan perkembangan akar.
Benih Gigi
Perkembangan gigi telah dimulai pada minggu ke-6 IUL
yang dirangsang oleh sel cranial neural crest (ektomesenkim)
yang berasal dari neuroektodermal. Sel-sel cranial neural crest
akan berinteraksi dengan lapisan mesodermal dan diikuti oleh
proliferasi lapisan ektodermal, mulut akan menghasilkan
100
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
101
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Perkembangan Gigi
Pembentukan Dentin
Dentin merupakan bagian terbesar yang membangun struktur
gigi geligi. Dilihat dari segi kualitas fisik dan khemikal, dentin
lebih menyerupai tulang. Dentin secara khemikal tersusun dari
70% matriks inorganik, 20% matriks organik, dan 10% air.
102
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
103
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Pembentukan Enamel
Enamel merupakan substansi terkeras yang terdapat pada
mahkota gigi geligi sekaligus organ terkeras yang terdapat pada
tubuh manusia. Enamel paling tebal dapat dijumpai pada ujung
kuspid gigi geligi (sekitar 2,0-2,6 mm). Secara khemikal enamel
terdiri atas 96-99% matriks anorganik, 1-4% matriks organik dan
air.
Matriks organik enamel adalah garam mineral kalsium
fosfat dalam bentuk kristal hidroksiapatit. Komposisi kristal
hidroksiapatit yang terdapat pada enamel sama dengan yang
terdapat pada dentin, bedanya bentuk kristal hidroksiapatit yang
terdapat pada enamel lebih besar dari pada dentin dan berbentuk
seperti lempengan dalam bentuk heksagonal.
104
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
105
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
106
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
107
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
7
ERUPSI GIGI
SUB BAB
ISTILAH PENTING
Pra-erupsi Ameloblas
Bud stage Histodiferensiasi
Cup stage Morfodiferensiasi
Bell stage Ulser
108
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
109
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 56. Perkembangan dental lamina dari epitel oral pada lengkung
mandibula.
110
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 57. Tahap bud : terlihat proliferasi dari dental lamina ke dalam
ektomesenkim.
Gambar 58. Tahap cap: terjadi proliferasi dan diferensiasi membentuk benih
gigi.
111
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
d. Morfodiferensiasi
Sel pembentuk gigi tersusun sedemikian rupa dan
dipersiapkan untuk menghasilkan bentuk dan ukuran gigi
selanjutnya. Proses ini terjadi sebelum deposisi matriks dimulai.
Morfologi gigi dapat ditentukan bila epitel enamel bagian dalam
tersusun sedemikian rupa sehingga batas antara epitel enamel dan
odontoblas merupakan gambaran dentinoenamel junction yang
akan terbentuk. Dentinoenamel junction mempunyai sifat khusus
yaitu bertindak sebagai pola pembentuk setiap macam gigi.
Terdapat deposit enamel dan matriks dentin pada daerah tempat
sel-sel ameloblas dan odontoblas yang akan menyempurnakan gigi
sesuai dengan bentuk dan ukurannya.
e. Aposisi
Aposisi adalah pengendapan matriks dari struktur jaringan
keras gigi (email, dentin, dan sementum). Pertumbuhan aposisi
ditandai oleh pengendapan yang teratur dan berirama dari bahan
ekstraseluler yang mempunyai kemampuan sendiri untuk
pertumbuhan yang akan datang. Pembentukan matriks keras gigi
baik pada enamel, dentin, dan sementum terjadi pada tahap ini.
Matriks enamel terbentuk dari sel-sel ameloblas yang bergerak ke
arah tepi dan telah terjadi proses kalsifikasi sekitar 25%-30%.
112
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
f. Kalsifikasi
Tahap kalsifikasi adalah suatu tahap pengendapan matriks
dan garam-garam. Kalsifikasi akan dimulai di dalam matriks yang
sebelumnya telah mengalami deposisi dengan jalan presipitasi dari
satu bagian ke bagian lainnya dengan penambahan lapis demi
lapis. Kalsifikasi gigi desidui di mulai pada minggu ke-14 IUL,
diikuti dengan kalsifikasi gigi molar pertama pada minggu ke-15
IUL. Gigi insisivus lateral mengalami kalsifikasi pada minggu ke-
16 IUL, gigi kaninus pada minggu ke-17 IUL, sedang gigi molar
kedua pada minggu ke-18 IUL. Gangguan pada tahap ini dapat
menyebabkan kelainan pada kekerasan gigi seperti hipokalsifikasi.
113
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
114
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
115
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
116
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
117
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 61. Proses erupsi gigi. A. Mahkota gigi mendekati epitel mulut pada
fase praerupsi. B. Kontak pada epitel enamel yang menyusut
bersama kutikel development, menyatu dengan epitel mulut. C.
Penyatuan antara epitel enamel yang menyusut dengan kutikel
development dan epitel mulut. D. Penipisan epitel yang menyatu. E.
Epitel mulut terbelah, berlaku gerakan pada gingiva yang melekat,
mahkota muncul. F. Mahkota gigi muncul ke dalam rongga mulut
(fase prafungsional). G. Gigi erupsi ke arah oklusi fungsional.
118
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
119
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
120
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
121
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
122
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
123
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
124
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
125
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
126
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
127
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
128
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
129
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
130
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Faktor Ras
Perbedaan ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan
urutan erupsi gigi permanen. Waktu erupsi gigi orang Eropa dan
campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat daripada waktu
erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. Orang
Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras
yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan
waktu erupsi yang terlalu besar.
4. Faktor Lingkungan
Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh
faktor lingkungan tetapi tidak banyak mengubah sesuatu yang
telah ditentukan oleh faktor keturunan. Pengaruh faktor
lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah sekitar 20%.
Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan
antara lain:
1. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan
nutrisi, kesehatan seseorang dan faktor lainnya yang
berhubungan. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung
menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan
anak dengan tingkat ekonomi menengah.
2. Nutrisi
Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu erupsi
gigi dan perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor
pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi.
Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor
131
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
132
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
8
GANGGUAN PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN GIGI
SUB BAB
Diskolorasi
ISTILAH PENTING
Hipodonsia Mikrodonsia
Persistensi Makrodonsia
Mesiodens Gigi Natal
Laterodens Gigi Neonatal
Distomolar
133
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
134
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Perawatan
Pada keadaan anodonsia, bisa dibuatkan gigi tiruan penuh bila
anak sudah dapat diajak untuk bekerjasama. Gigi tiruan penuh
dapat dibuat semasa gigi desidui dan diganti/disesuaikan setelah
masa gigi permanen.
135
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Hipodonsia
Hipodonsia atau disebut juga oligodonsia yaitu tidak
adanya satu atau beberapa elemen gigi. Kegagalan perkembangan
satu atau beberapa benih gigi relatif umum terjadi dan sering
bersifat herediter. Ada beberapa sindrom yang disertai hipodonsia,
yang paling umum adalah sindrom Down (mongolisme).
Hipodonsia dapat terjadi pada gigi desidui maupun gigi
permanen. Gigi yang paling sering mengalami hipodonsia yaitu
gigi insisivus lateralis atas, premolar dua bawah, premolar dua
atas, molar tiga dan insisivus sentralis bawah. Hipodonsia dapat
menimbulkan masalah estetis dan diastema. Celah langit-langit
merupakan kelainan perkembangan lainnya yang berhubungan
dengan hipodonsia.
Perawatan
Pada hipodonsia gigi insisivus dua atas permanen dipasang gigi
tiruan lepasan dan dapat diganti dengan gigi tiruan cekat bila apeks
gigi insisivus satu atas sebelahnya sudah tertutup sempurna
136
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 67. Hipodonsia gigi permanen insisivus lateralis rahang atas pada laki-
laki usia 15 tahun.
137
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
138
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
b. Laterodens
Laterodens berada di daerah interproksimal atau bukal dari gigi-
gigi selain
insisivus sentralis.
c. Distomolar
Lokasinya di sebelah distal gigi molar tiga.
Perawatan
Perawatan pilihan untuk masing-masing kasus harus
dianalisa secara individual, tergantung kepada jenis dan posisi gigi
yang berlebih. Secara garis besar perawatannya dilakukan dengan
pencabutan, pengambilan secara bedah (bila gigi tersebut tidak
dapat erupsi) atau pada kasus tertentu gigi dibiarkan berada dalam
mulut dengan observasi (misal distomolar di belakang molar tiga
dan tidak mengganggu).
Pada kasus diastema yang disebabkan mesiodens,
perawatan dilakukan dengan pencabutan, kemudian dilanjutkan
dengan perawatan ortodonti. Waktu yang ideal untuk pengambilan
gigi berlebih pada regio depan adalah usia 6-7 tahun, karena akar
insisivus sentralis sedang berkembang, namun belum sepenuhnya
terbentuk. Penting untuk memonitor ruangan yang ada serta
139
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
oklusinya selama periode ini. Gigi mesiodens rahang atas gigi para
molar rahang atas.
Gambar 69. Mesiodens dengan posisi inverted pada garis tengah rahang atas.
Perawatan :
Hampir tidak ada, kecuali dicabut bila dianggap mengganggu
estetis.
140
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Mikrodonsia
Mikrodonsia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan
ukuran gigi lebih kecil dari normal. Bentuk koronanya (mahkota)
seperti conical atau peg shaped. Sering diduga sebagai gigi
berlebih dan sering dijumpai pada gigi insisivus dua atas atau
molar tiga. Ukuran gigi yang kecil ini dapat menimbulkan
diastema.
Perawatan :
Pada gigi insisivus dua dapat ditambal dengan komposit resin
(dapat digunakan selluloid crown sebagai alat bantu) sehingga
kembali seperti ukuran normal atau dibuatkan crown bila akarnya
sudah tertutup sempurna. Sedangkan pada molar tiga umumnya
tidak dilakukan perawatan.
141
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Etiologi
a. Posisi benih yang superfisial (dekat ke permukaan)
b. Bertambahnya proses erupsi gigi selama atau setelah anak
mengalami demam
c. Keturunan
d. Akibat sifilis kongenital
e. Gangguan kelenjar endokrin
f. Defisiensi makanan
Gambaran klinis
Gambaran klinis menunjukkan perkembangan yang kurang,
ukuran kecil, bentuk konikal, warna kuning (bahkan ada yang
coklat) disertai hipoplasia email dan dentin serta kurangnya atau
tidak ada perkembangan akar. Akibat tidak mempunyai akar atau
kurangnya perkembangan akar, maka gigi tersebut hanya melekat
pada leher gingiva, tidak kuat sehingga memungkinkan gigi
tersebut dapat bergerak ke segala arah. Lokasi paling sering adalah
142
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Perawatan
Gigi yang tidak menimbulkan kesulitan dan keluhan pada bayi
maupun ibunya, dapat dipertahankan. Bila gigi tersebut fraktur,
sangat mobiliti (dikhawatirkan dapat tertelan), mengganggu
sewaktu menyusui (ASI) maka sebaiknya gigi tersebut dicabut
saja. Pencabutan dianjurkan setelah bayi berusia 10 hari, hal ini
dihubungkan dengan produksi vitamin K dalam tubuhnya dan
sebaiknya dilakukan di rumah sakit. Bila menimbulkan ulkus pada
lidah bayi (disebut penyakit Riga Fede) akibat posisi lidah sewaktu
menyusui atau ulkus pada puting susu ibu, gigi dapat diasah
dengan menggunakan stone bur.
143
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Teething
Definisi teething merupakan ketidaknyamanan suatu proses
fisiologis dari waktu erupsi gigi yang terjadi pada masa bayi, anak
dan remaja (sewaktu gigi molar tiga akan erupsi) yang diikuti
dengan gejala lokal maupun sistemik. Teething lebih sering timbul
pada erupsi gigi desidui, terutama erupsi gigi molar yang relatif
besar, sedangkan gigi insisivus desidui yang ukurannya relatif
lebih kecil dapat erupsi tanpa mengalami gangguan, walaupun
gejala lokal dan sistemik dapat juga menyertainya. Erupsi gigi
pada anak secara umum diketahui dapat menimbulkan gejala.
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara erupsi gigi
dengan demam, iritabilitas, menangis pada malam hari bahkan
dapat timbul kejang-kejang.
Dokter anak, orang tua dan dokter gigi anak mempunyai
kesamaan bahwa tanda dan gejala yang diakibatkan oleh erupsi
mempunyai hubungan yang erat. Kebanyakan orang tua (56,7%)
dan dokter gigi anak (52%) menyatakan bahwa diare berhubungan
144
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gejala Lokal :
Pada rongga mulut :
Terlihat warna kemerahan atau pembengkakan gingiva pada
regio yang akan erupsi, konsistensinya keras, berkilat dan
kontornya sangat cembung.
Terjadi hipersalivasi dan konsistensinya kental.
Di sekeliling gigi yang akan erupsi terlihat daerah keputih-
putihan.
Pada wajah :
Terdapat eritema yaitu bercak-bercak merah pada pipi (ruam),
tepi mulut dari regio yang akan erupsi, hal ini disebabkan aliran
saliva yang terus menerus.
Terlihat asimetris wajah atau pembengkakan. Eritema pada
wajah
145
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gejala Sistemik :
Bayi akan gelisah, menangis, tidak dapat tidur
Kehilangan nafsu makan
Rasa haus yang meningkat
Bahkan disertai diare yang berat
146
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Teething foods
Merupakan makanan berupa biskuit yang keras atau biskuit biasa
yang digunakan semasa pertumbuhan gigi bayi. Makanan/biskuit
ini terdiri dari gandum dan lemak tetapi tidak mengandung gula
atau pemanis lainnya. Tidak mengandung gula karena kebiasaan
memberikan rasa manis kepada bayi/anak dapat menyebabkan
terjadinya sweet tooth yaitu cenderung menyukai
makanan/minuman yang manis. Pemakaiannya yaitu digigit atau
dihisap.
Perawatan Sistemik
Pemberian obat-obatan berupa analgetik, anti piretik dan
sedatif/hipnotik. Bila disertai gejala diare sebaiknya bayi dibawa
ke rumah sakit atau dirujuk ke dokter anak, karena diare yang terus
menerus dapat menyebabkan bayi kekurangan cairan sehingga
membahayakan jiwanya.
3. Kista Erupsi
Kista erupsi atau eruption cyst adalah suatu kista yang
terjadi akibat rongga folikuler di sekitar mahkota gigi
desidui/permanen yang akan erupsi mengembang karena
penumpukan cairan dari jaringan atau darah.
Gambaran Klinis:
Diawali dengan terlihatnya daerah kebiru-biruan pada gigi yang
akan erupsi,
Kemudian terjadi pembengkakan mukosa yang disertai warna
kemerahan.
147
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Perawatan
Beberapa kista yang ringan (pembengkakan kecil) dapat hilang
dengan robeknya kista dan erupsinya gigi.
Pada keadaan yang parah disertai gangguan pada anak yaitu
cengeng atau gelisah, kista dapat diinsisi, kemudian diberi
antibiotik dan analgetik untuk mencegah infeksi dan rasa sakit.
Perawatan
- Beberapa kasus, gigi yang terbenam tersebut dapat lepas sendiri.
- Bila ada tanda terganggunya benih premolar dua di bawahnya (
melalui ronsen foto) atau kemungkinan gigi didekatnya terungkit
148
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Etiologi
Faktor lokal
Ukuran gigi desidui dan gigi permanen lebih besar dari normal
Ukuran gigi molar dua desidui dan gigi molar satu permanen
lebih besar dari normal
Ukuran rahang lebih kecil dari normal
Angulasi/jalan erupsi molat satu permanen tidak normal
Erupsi dini molar satu permanen
Kurangnya pertumbuhan tulang pada regio tuberositas
Faktor Herediter
Erupsi ini ternyata sering dijumpai diantara saudara kandung
dibanding populasi umum.
Perawatan
Tujuan perawatan adalah menjauhkan gigi yang erupsi ektopik
dari gigi yang diresorpsinya. Perawatan difokuskan dengan
mengubah jalan erupsi gigi molar pertama permanen untuk
149
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gigi Kaninus
Disebabkan jalur erupsi gigi kaninus tidak sebagaimana mestinya,
mengalami penyimpangan. Sering terjadi pada rahang atas.
150
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gigi premolar
Adanya impaksi (tekanan) kearah gigi-gigi lain disebabkan
angulasi abnormal (sehingga gigi yang akan erupsi mengalami
penyimpangan). Dapat juga disebabkan gigi berjejal, resorpsi yang
terlambat dari gigi molar desidui atau terpendamnya molar desidui
sehingga premolar tidak dapat erupsi.
Gigi Molar
Adanya impaksi kearah lain.
Gambar 73. Erupsi gigi insisivus sentralis rahang atas yang tertunda
1. Enamel
Dibanding jaringan-jaringan gigi yang lain, enamel adalah jaringan
yang paling kuat, keras dan merupakan pelindung gigi yang paling
tahan terhadap rangsanganrangsangan pada waktu pengunyahan.
151
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Kelainan enamel :
Kelainan pada struktur jaringan keras gigi dapat terjadi pada tahap
histodiferensiasi, aposisi dan kalsifikasi selama tahap pertumbuhan
dan perkembangan gigi, yang dapat mengenai gigi desidui maupun
gigi permanen.
152
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
b. Hipoplasia Enamel
Hipoplasia enamel atau sering juga disebut enamel hipoplasia
adalah suatu gangguan pada enamel yang ditandai dengan tidak
lengkap atau tidak sempurnanya pembentukan enamel. Dapat
terjadi pada gigi desidui maupun permanen.
Gambaran klinis :
Terdapatnya groove, pit dan fisur yang kecil pada permukaan
enamel
Pada keadaan yang lebih parah dijumpai adanya guratan-
guratan pit yang dalam, tersusun secara horizontal pada
permukaan gigi.
Etiologi
Faktor Lokal
Trauma (misal Turner Teeth)
Infeksi
Radiasi
Idiopatik
Faktor Umum
Lingkungan
Prenatal : Sifilis kongenital (Hutchinson’s Teeth/Mulberry Molar)
Neonatal : Hipokalsemia
Postnatal : Defisiensi vitamin atau fluor yang berlebihan (Mottle
enamel)
Herediter
153
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Dentin
Dentin merupakan bagian pertama yang dibentuk dari jaringan
keras gigi.
Komposisi dentin yaitu:
Mineral 66 %
Organis 18 %
Air16 %
154
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
b. Dentin Displasia
Yaitu kelainan pada dentin yang melibatkan sirkum pulpa dentin
dan morfologi akar, sehingga akar terlihat pendek.
Etiologi
Sebagai etiologi dentinogenesis imperfekta dan dentin displasia
adalah faktor herediter yang diturunkan secara autosomal
dominan.
155
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
3. Sementum
Penumpukan sementum terjadi akibat pembentukan sementoblas
yang berlebihan, menyebabkan sementum bersatu dengan ligamen
periodontal.
Etiologi
1. Faktor Lokal
Misalnya peradangan, rangsangan mekanis.
2. Faktor Umum
Misalnya penyakit akromegali, penyakit paget atau
kleidokranial disostosis.
Perawatan :
Gigi depan : Penambalan dengan komposit resin, akrilik siap pakai
atau porselen.
Gigi belakang : Penambalan dengan amalgam, komposit resin,
GIC (Glass Ionomer Cement), SSC (stainless steel crown) untuk
gigi desidui.
Gambaran Klinis :
Bentuk gigi yang besar dan tidak normal ditunjukkan dengan
adanya groove berbentuk longitudinal pada mahkota atau adanya
lekukan pada tepi insisal. Akar dapat terpisah secara keseluruhan
atau sebagian.
156
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 76. Geminasi gigi insisivus sentralis permanen rahang atas bilateral.
Perawatan
Tidak ada perawatan yang dilakukan untuk gigi desidui.
Sedangkan gigi permanen dirawat untuk memperbaiki estetik. Jika
kamar pulpa dan saluran akar terpisah, dapat dilakukan pemisahan
mahkota dengan menggunakan bur. Jika terdapat satu kamar
pulpa, maka pemisahan mahkota sulit dilakukan. Perbaikan
penampilan dapat dilakukan dengan memperdalam groove
longitudinal pada mahkota, sehingga terlihat sebagai dua gigi yang
terpisah.
157
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
2. Fusi
Fusi merupakan gigi yang besar (makrodonsia) dengan satu
mahkota besar yang terdiri atas penyatuan mahkota-mahkota dan
akar-akar. Akar umumnya mempunyai dua saluran akar, karena
satu gigi dibentuk oleh dua benih gigi yang terpisah.
Gambaran Klinis :
Adanya lekukan yang dalam pada bagian palatal, mahkota
bentuknya kecil, konus dan mirip gigi berlebih. Lekukan pada
bagian palatal kadang-kadang terbentuk sedemikian dalam serta
158
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Perawatan
Dicabut, bila gigi tersebut terletak diantara gigi berjejal.
Ditambal (Crown) untuk memperbaiki estetis
4. Dilaserasi
Bentuk akar gigi atau mahkota yang mengalami
pembengkokan yang tajam (membentuk sudut/kurva) yang terjadi
semasa pembentukan dan perkembangan gigi tahap/fase
kalsifikasi. Kurva/pembengkokan dapat terjadi sepanjang gigi
tergantung seberapa jauh pembentukan gigi sewaktu terjadi
gangguan.
Perawatan
Dicabut (secara bedah) bila gigi tidak erupsi.
Kombinasi pembedahan dan ortodonti.
Diskolorasi
Diskolorisasi merupakan terjadinya penyimpangan warna
gigi secara klinis. Sejauh ini tidak ada metode kuantitatif untuk
menilai warna gigi yang abnormal. Pada masa gigi bercampur,
warna gigi tidak sama dengan gigi permanen, perbedaan ini jelas
terlihat.
Etiologi
Perubahan warna formatif
Perubahan warna infiltratif
Perubahan warna semu
159
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
160
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Eksogen
a. Iatrogen : bahan pengisi saluran akar, semen atau amalgam
b. Lokal : hipoplasia enamel
Perawatan
Perawatan ditujukan untuk mengembalikan estetis gigi dan
tergantung penyebab serta parahnya perubahan warna. Perawatan
dapat dilakukan dengan
a. Grinding dan pemolisan
b. Pembuangan stain dan karang gigi
c. Bleaching
d. Penutupan dengan mahkota
e. Penambalan gigi
161
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
9
GANGGUAN PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN
RAHANG
SUB BAB
Agnasia
Mikrognasia
Makrognasia
\
ISTILAH PENTING
162
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
163
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
164
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 80. Bayi berusia tiga bulan dengan celah bibir dan langit-langit.
165
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
1. Faktor gen/herediter
Faktor gen/herediter merupakan salah satu dari multifaktor
penyebab dari celah bibir dan atau celah langit-langit, keturunan
166
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
167
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
168
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
169
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
B. Kelainan Kromosom
Celah bibir terjadi sebagai suatu ekspresi bermacam-
macam sindroma akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya
trisomi 13 (patau), trisomi 15, trisomi 18 (edwars) dan trisomi 21.
Sindrom yang umumnya dapat dihubungkan dengan
terjadinya celah langit-langit adalah sindrom Apert’s, Stickler's dan
Treacher Collins, sedangkan sindrom Van der Woudes dan
Waardenberg berhubungan dengan terjadinya celah bibir dengan
atau tanpa celah langit-langit.
2. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:
1. Usia ibu
Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka
bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan
meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan
trisomi. Peningkatan resiko diduga sebagai akibat
bertambahnya umur sel telur yang dibuahi sehingga daya
pembentukan embrio menjadi menurun.
2. Obat-obatan
Menurut Schardein (1985), penggunaan asetosal atau aspirin
sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimester pertama
dapat menyebabkan terjadinya celah bibir. Beberapa obat yang
tidak boleh dikonsumsi rifampisin, fenasetin, sulfonamid,
aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen dan
penisilamin, diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat
170
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
171
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 81. Klasifikasi Veau untuk celah bibir dan langit-langit. Daerah yang
diarsir, perluasan celah. A, Kelas I celah pada palatum lunak. B,
Kelas II celah pada palatum lunak dan keras tetapi sampai prosesus
alveolaris. C, Kelas III celah lengkap unilateral pada bibir dan
langit-langit. D, Kelas IV celah bilateral pada bibir dan langit-
langit.
Celah bibir dapat bervariasi, dari pit atau takik kecil pada
tepi merah bibir sampai celah yang meluas ke dasar hidung.
Kelas I : Takik unilateral pada tepi vermilion dan meluas
sampai bibir.
Kelas II : Bila takik pada vermilion sudah meluas ke bibir,
tetapi tidak mengenai dasar hidung.
Kelas III : Celah unilateral pada vermilion yang meluas melalui
bibir ke dasar hidung.
Kelas IV : Setiap celah bilateral pada bibir yang menunjukkan
takik tak sempurna atau merupakan celah yang
sempurna.
172
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
173
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
174
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
a b
Gambar 82. Feeding plate dengan perluasan ke palatum lunak a. pada model
kerja, dan b. pemasangan dalam rongga mulut pasien.
175
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Agnasia
Kesalahan pembentukan lengkung mandibula sering
dihubungkan dengan anomali fusi telinga luar pada daerah garis
tengah yang normalnya ditempati oleh mandibular sehingga
telinga bertemu di garis tengah. Agenesis absolut mandibula masih
diragukan apakah bias terjadi. Pada keadaan ini, lidah juga tidak
terbentuk atau mengalami reduksi ukuran. Meskipun astomia
(tidak terbentuknya mulut) dapat terjadi, mikrostomia (mulut yang
kecil) lebih sering terjadi. Kadang-kadang tidak ada hubungan
dengan faring, yang tersisa hanya membran bukofaringeal.
Agnasia sering juga disebabkan oleh gangguan vaskularisasi.
Gambar 83. Agnasia menunjukkan fusi telinga luar pada daerah garis tengah
yang normalnya ditempati oleh mandibula sehingga telinga bertemu
di garis tengah.
176
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Makrognasia
Makrognasia adalah rahang yang besar. Jika terjadi pada
rahang bawah, hal ini dapat menyebabkan protrusi (klas III Angle)
dengan dagu menonjol. Keadaan ini dapat bersifat kongenital dan
dapat pula bersifat dapatan melalui penyakit serta dapat dikoreksi
dengan tindakan bedah.
Mikrognasia
Istilah mikrognasia umumnya dipakai khusus untuk
mandibula meskipun dapat pula dipakai untuk menunjukkan
pengecilan ukuran mandibular dan maksila. Dagu dapat sangat
retrusif atau absen sama sekali. Hidung dan bibir atas menjadi
menonjol sehingga muka seperti burung.
Keadaan ini dapat bersifat kongenital seperti yang
ditemukan pada berbagai sindrom, dapat pula terjadi sesudah lahir,
misalnya akibat trauma, atau infeksi seperti arthritis rematoid
177
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 85. Mikrognasia pada bayi perempuan usia 1 bulan. Dagu kelihatan
dengan jelas resesif.
178
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Gambar 86. Sindrom Down mempunyai ciri khas berupa rahang atas yang kecil,
wajah yang lebar, jarak antar mata yang lebar, dan hidung yang
rata.
179
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
10
PENUTUP
180
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
181
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
182
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
183
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
184
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
185
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Daftar Pustaka
186
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
187
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
188
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
189
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
cleft lip and alveolus, unilateral cleft lip and palate, and
cleft palate. Angle Orthod 2011:1-8.
Sforza C, Dellavia C, Gofredi M, Ferrario V. Soft tissue facial
angles in individual with ectodermal dysplasia : a three
dimensional noninvasive study. Italia : Cleft Palate-
Craniofacial Journal. 2006 : 43 (3) :339.
Shapira Y, Lubit E., Kuftinec MM. Hypodontia in children with
various types of cleft. Angle Orthod 2000; 70-16-21.
Shcuurs A.H.B. Patologi gigi geligi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1988:16-24.
Shetye PR., Evans CA. Midfacial morphology in adult unoperated
complete unilateral cleft lip and palate patients. Angle
Orthod 2006; 76: 810-6.
Ship J.A. Xerostomia in older adults: diagnosis and management.
Geriatric and aging 2003; 6(8): 44-8.
Short MJ. Head, neck & dental anatomy. 3rd ed. Canada: Thomson
delmar learning, 2002: 128-31.
Solis A., et al. Maxillary dental development in complete
unilateral alveolar cleft. Cleft Palatal Craniofac J. 1998:
35: 321-8.
Som P.M, Naidich P.T. Illustrated review of the embryology and
development of the facial region, part 1: early face and
lateral nasal cavities. AJNR 2013:1-7.
Sperber G.H. Embriologi kraniofasial. Ed 4. Alih Bahasa Lilian
Yuwono. Jakarta: HIPOKRATES, 1991: 14-68, 111, 114-5,
119-27.
Sudiono J. Gangguan tumbuh kembang dentokraniofasial. Jakarta:
EGC, 5-40.
Suri L, Gagari E, Vastardis H. Delay tooth eruption: pathogenesis,
diagnosis, and treatment: A literature review. Am J
Orthodontic Dentofacial Orthopedic, 2004; 126: 432-45.
Suri S, et al. Craniofacial computed tomography analysis of the
middle of patients with repaired complete unilateral cleft
190
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
191
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
Indeks
A E
Agnasia, viii, xiii, 162, 176 Ektodermal, 37, 64, 87
alveolar, 42, 44, 62, 64, 71, 75, 79, embrio, x, xi, 1, 2, 3, 33, 36, 37, 38,
83, 84, 85, 101, 107, 109, 111, 40, 41, 47, 48, 49, 53, 66, 98,
115, 116, 117, 123, 124, 175, 163, 166, 170, 182
189, 190 Endodermal, 37, 64
alveolaris, xi, 52, 55, 56, 64, 71, epiblas, x, 2, 3
74, 75, 76, 77, 78, 85, 86, 101, Epithelial bud, 87
172, 173, 183 Erupsi dini, 149
Ameloblas, 108
amelogenesis imperfecta, 124 F
Anodonsia, xii, 135, 136
Antioksidan, 56 Feeding plate, xiii, 175
Fetal, v, 32, 41
B Fetus, v, 32, 41
Fluorosis, 160
Bell stage, 98, 108 Fusi, xiii, 60, 61, 73, 158
bilah-bilah palatum, 8
Bud stage, 98, 108 G
C Geminasi, xiii, 156, 157
Genetik, 108, 130
cacat bawaan, 163, 184, 185 Gigi berlebih, 137
Cap stage, 98 Gigi supernumerari, 137, 138
Celah bibir, 162, 163, 164, 165, Growth factor, 88
166, 170, 172
Celah langit-langit, 136, 162, 163, H
164, 167
celah wajah, 163 Herpes Simplex, 15, 181, 184
Cytomegalovirus, 15, 181, 184 Hipodonsia, xii, 133, 135, 136, 137
D I
Dental Sakus, vii, 97 impaksi, 138, 151, 185
dentinoenamel junction, 105, 112 inisiasi, xii, 109, 110, 123, 134
Dentinogenesis, xiii, 103, 155, 160
Dentinogenesis Imperfekta, 155
Diabetes melitus, 171
K
diastema, 136, 138, 139, 141 Kelenjar saliva mayor, xii, 87, 91
Dilaserasi, 159 Kelenjar saliva minor, 87, 91
Diskolorasi, vii, 133, 159
192
Embriologi dan Tumbuh Kembang Rongga Mulut
L Persistensi, 133
Postnatal, vi, 64, 76, 153
lamina dentis, 98, 101, 102, 110 Praerupsi, vii, 108, 109
Lengkung Brankial, vi, 64, 65, 67, Prafungsional, vii, 108, 115
68, 69 Praoklusal, 108, 115
Lidah, v, 52, 56 Prenatal, v, 32, 33, 64, 71, 153
Prosesus mandibularis, 39, 44
M
R
Makrognasia, viii, xiii, 162, 178,
179 Resorpsi, 78, 116, 121, 149
Mesiodens, xii, 133, 139, 140 rotasi, 116, 138
Mesodermal, 37, 52, 66 Rubella, 15, 181, 184
Mikrodonsia, xii, 133, 141, 143
Mikrognasia, viii, xiii, 162, 177, S
178
Mutasi gen, 162, 166, 167 Saliva, iii, vi, 87, 88, 89, 91, 164
sindrom Apert, 170, 179
N sindrom Sjogren, 94
P
Papila Dentis, vii, 97
193