Anda di halaman 1dari 8

Gigitan Silang Posterior Unilateral dengan Pergeseran Mandibula

Abstrak
Berdasarkan literatur, direkomendasikan untuk melakukan perawatan ortodontik
secara dini pada kasus gigitan silang posterior unilateral dengan pergeseran
mandibula. Keberhasilan perawatan tinggi jika perawatan dilakukan sejak dini.
Bukti bahwa gigitan silanag tidak dapat terkoreksi sendiri, berhubungan dengan
gangguan temporomandibular dan dapat menyebabkan perubahan (adaptasi)
skeletal, dental serta otot menjadi alasan lebih jauh mengapa perawatan harus
dilakukan sejak dini. Perawatan gigitan silang unilateral pada pasien dewasa sulit
dilakukan jika tanpa kombinasi ortodontik dan bedah. Waktu yang paling tepat
untuk dilakukan perawatan adalah saat pasien pada akhir fase geligi desidui atau
geligi bercampur karena ekspansi sangat berhasil dilakukan pada kelompok usia
tersebut, dan insisif permanen mendapat ruang lebih banyak karena ekspansi yang
dilakukan. Perawatan gigitan silang unilateral posterior secara umum meliputi
ekspansi simetris lengkung rahang atas, menghilangkan gangguan oklusal secara
selektif dan eliminasi pergeseran fungsional mandibular. Praktisi umum dan
dokter gigi anak harus mampu mendiagnosa gigitan silang posterior unilateral
dengan benar dan melakukan perawatan maupun rujukan agar mendapat
keuntungan dari manfaat melakukan perawatan sejak dini.
Kata kunci : maloklusi/diagnosis; maloklusi/terapi, desain piranti ortodontik,
teknik ekspansi palatal/instrumentasi.

Gigitan silang posterior didefinisikan sebagai segala relasi buko-lingual yang


abnormal antara molar dan premolar yang berlawanan, atau keduanya pada oklusi
sentrik. Insiden gigitan silang posterior dilaporkan antara 7-23% dari populasi.
Angka kejadian bisa jadi lebih tinggi jika diskrepansi transversal edge-to-edge
diikutsertakan dalam definisi gigitan silang. Bentuk yang paling umum dari
gigitan silang posterior adalah jenis unilateral disertai pergeseran fungsional
mandibular pada sisi gigitan silang (FXB); terjadi pada 80-97% kasus gigitan
silang. Prevalensi FXB pada fase geligi desidui adalah 8,4% dan menurun
menjadi 7,2% pada fase geligi bercampur. Frekuensi terkoreksi sendiri secara
spontan berkisar dari 0-9%. Hampir mirip, gigitan silang yang terjadi secara
spontan dan tidak nampak sejak awal sebanyak 7%.
Etiologi gigitan silang posterior meliputi beberapa kombinasi dari
komponen fungsional dental, skeletal, dan neuromuscular. Allen dkk. meneliti
kontribusi skeletal terhadap gigitan silang posterior. Rasio lebar geligi intermolar
rahang atas yang lebih kecil daripada rahang bawah, dan ketinggian wajah bagian
bawah yang lebih besar adalah 2 variabel yang paling sering dikaitkan dengan
gigitan silang posterior. Rasio lebar lengkung rahang atas yang lebih kecil
daripada rahang bawah dapat disebabkan faktor genetik maupun lingkungan.
Obstruksi jalan napas bagian atas akibat hipertrofi adenoid atau tonsil dan rhinitis
alergika, menyebabkan pasien bernapas melalui mulut dan berkaitan dengan
terjadinya gigitan silang posterior. Pasien yang penah menjalani intubasi saat bayi
juga secara signifikan memiliki prevalensi yang lebih tinggi mengalami gigitan
silang posterior.
Kebiasaan menghisap non-nutritif dikaitkan dengan terjadinya gigitan
silang posterior. Pada anak Amerika usia 2-6 tahun, kebiasaan menghisap jari
secara signifikan berkaitan dengan terjadinya gigitan silang posterior. Penelitian
pada anak Skandinavia usia 3 tahun membandingkan kebiasaan menghisap jari
dan dot yang pernah dilakukan dengan terjadinya gigitan silang. Dengan
menggunakan regresi logistik, diketahui bahwa penggunaan dot berkaitan dengan
bertambahnya lebar interkaninus rahang bawah dan meningkatnya insidensi
gigitan silang posterior. Penelitian lain pada anak usia 2-5 tahun melaporkan
adanya prevalensi gigitan silang posterior yang secara signifikan lebih tinggi pada
anak yang menggunakan dot. Baik menghisap dot maupun jari, terutama jika
berlanjut setelah usia 4 tahun sangat berkaitan dengan terjadinya gigitan silang
posterior. Sangat penting untuk diperhatikan bahwa kaitan antara kebiasaan
menghisap non-nutritif, obstruksi jalan napas, intubasi neonatal, dan gigitan silang
posterior tidak menunjukkan adanya hubungan sebab akibat.

Diagnosis banding
Gigitan silang sederhana melibatkan satu gigi terjadi jika gigi berada di
luar lengkung akibat gigi desidui yang lama tanggal, kurangnya panjang lengkung
rahang, atau pola erupsi yang menyimpang. Gambaran klinis FXB berupa gigitan
silang posterior dengan pergeseran fungsional mandibular pada sisi yang
mengalami gigitan silang. Diskrepansi oklusi sentrik (CO) hingga relasi sentrik
(CR) merupakan tanda pada kasus FXB, dimana CO dan CR biasanya sama-sama
pada kondisi gigitan silang unilateral. Gigitan silang bilateral akibat
ketidakseimbangan skeletal antara dimensi transversal rahang atas dan rahang
bawah berbeda dengan FXB hanya dari derajat keparahannya saja; diskrepansi
lebar rahang atas dan rahang bawah lebih kecil pada FXB. Pergeseran lateral
rahang bawah pada FXB menyebabkan terjadinya defleksi garis median skeletal
mandibular (dan seringkali gigi), ke sisi gigitan silang. Lengkung rahang atas
biasanya simetris dengan garis median gigi dan skeletal rahang atas. Rahang atas
menyempit dalam arah transversal pada FXB, dengan marginal ridge tetap pada
garisnya dan tidak adanya gigitan silang sederhana. Karena kurangnya ruang
transversal rahang atas, seringkali kondisi berjejal lebih terlihat di rahang atas
dibandingkan rahang bawah. Sisi gigitan silang pada FXB seringkali
menunjukkan relasi molar kelas II sebagian ataupun penuh; sisi yang tidak ada
gigitan silang (non-crossbite) menunjukkan relasi kelas I akibat penutupan
rotasional mandibula. Tomogram yang diambil sebelum perawatan menunjukkan
posisi kondilus asimetris, sisi non-crossbite lebih di bawah dan depan dari fossa,
sedangkan sisi crossbite berada di tengah fossa. Kadangkala rahang bawah terlalu
lebar, menyebabkan pergeseran mandibular pada FXB, walaupun ini bukan
gambaran yang biasa terlihat.

Alasan untuk Perawatan Dini


Angka Keberhasilan
Angka keberhasilan untuk metode perawatan yang dipilih harus cukup
tinggi supaya pasien dapat melihat hasil atas perawatan yang diupayakan, dan
mau melakukan perawatan sedari dini. Perawatan pada fase geligi desidui
biasanya diikuti oleh erupsi transversal premolar 1 permanen yang benar.
Meskipun begitu, dapat dipertimbangkan untuk menunda perawatan hingga molar
1 permanen erupsi untuk menghindari self-correction dan menyertakan gigi
tersebut pada piranti. Pada anak usia 7 tahun dengan FXB melibatkan molar 1
permanen dan desidui, dirawat dan diikuti perkembangannya secara longitudinal,
dan hasilnya premolar dapat erupsi dengan normal pada 12 pasien yang dirawat.
Tipe piranti, periode follow-up dan kriteria untuk definisi keberhasilan yang
digunakan juga mempengaruhi angka keberhasilan. Angka keberhasilan
perawatan FXB dengan piranti ekspansi pada fase awal geligi bercampur berkisar
antara 84-100%. Piranti cekat lebih disukai untuk ekspansi karena mengurangi
biaya dan waktu perawatan. Waktu perawatan dan retensi menggunakan quad
helix adalah 1/5 kali, dan biayanya 1/3 kali dibandingkan plat ekspansi lepasan.
Waktu perawatan dan biaya lebih tinggi pada plat ekspansi lepasan dapat
disebabkan karena adaptasi yang buruk dan hilangnya piranti.

Self-correction dan Equilibration/Penyeimbangan


Angka terjadinya self-correction pada kasus gigitan silang terlalu rendah
untuk diputuskan tidak melakukan intervensi. Gigitan silang posterior pada geligi
desidui menunjukkan adanya self-corection sebanyak 0-9%. Menghilangkan
halangan fungsional nampaknya hanya berhasil pada pasien usia di bawah 5
tahun, dengan angka keberhasilan antara 27-64%. Penelitian Lindner pada 76
anak usia 4 tahun dengan gigitan silang posterior melapokan bahwa sebanyak
50% terkoreksi setelah pengasahan fungsional. Kesempatan terbesar dapat
terkoreksi setelah pengasahan selektif terjadi jika lebar interkaninus rahang atas
setidaknya 3,3 mm lebih besar dibandingkan lebar interkaninus rahang bawah.

Adaptasi
Terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa gigitan silang yang tidak
dirawat akan menyebabkan perubahan dalam pertumbuhan gigi permanen,
sehingga penting untuk melakukan perawatan secara dini. Bukti penelitian
tomografik menunjukkan bahwa kondilus pada pasien anak dengan gigitan silang
terhubung dengan fossa secara asimetris, namun menjadi simetris setelah
dilakukan perawatan dini. Dapat disimpulkan bahwa fossa glenoidalis dan
kondilus akan mengalami remodeling selama pertumbuhan untuk
mengkompensasi asimetri kondilus jika tetap tidak dirawat, meskipun tidak ada
penelitian longitudinal yang menyimpulkan adanya adaptasi skeletal fossa
glenoidalis dan kondilus. Bagaimanapun, simetri mandibular dan posisi rotasional
relatif terhadap basis cranium berubah pada pasien dewasa dengan gigitan silang
posterior yang tidak dirawat. Pada suatu penelitian, gambaran radiografis
submentovertex dari 30 sampel dewasa dengan gigitan silang posterior 1 sisi
menunjukkan bahwa mandibula berotasi relatif terhadap basis cranium namun
simetris dalam fossa, dibandingkan dengan 30 sampel dewasa normal. Koreksi
FXB dengan ekspansi rahang atas pada pasien dalam masa pertumbuhan
diperlihatkan untuk menciptakan simetri kondilus dan gigi, serta untuk
menyesuaikan kembali rotasi mandibular. Meskipun terdapat bukti yang
berlainan, satu kesimpulan yang didapat adalah bahwa adaptasi sendi, skeletal,
dan otot pada kasus gigitan silang terjadi pada fase awal perkembangan. Sekali
perubahan akibat adaptasi ini terjadi pada masa remaja, perawatan membutuhkan
kombinasi pendekatan ortodontik dan bedah. Untuk mendapatkan manfaat dari
koreksi FXB, ekspansi rahang atas harus dilakukan sejak dini, sebelum terjadi fusi
di belahan/sutura palatal.

Gangguan Temporomandibular
Koreksi awal pada kasus gigitan silang posterior dapat mencegah tanda
dan gejala gangguan temporomandibular (TMD). Penelitian terkini menunjukkan
korelasi antara gigitan silan posterior dan tanda serta gejala TMD, walaupun
penelitian lain tidak dapat menunjukkan adanya keterkaitan hubungan sebab-
akibat. Oleh karena itu, gigitan silang dapat menjadi kofaktor dalam identifikasi
pasien dengan TMD, namun hal ini hendaknya tidak terlalu dijadikan acuan.

Waktu Perawatan
Ekspansi rahang atas hendaknya ditujukan untuk membuka sutura
midpalatal, karena dapat mengurangi kecenderungan relaps pada gigi dan
mengurangi efek samping yang merugikan akibat gigi tipping; untuk itu segala
upaya hendaknya ditujukan untuk membuka sutura secara maksimal, dan
meminimalisir tipping gigi. Selama fase geligi desidui dan fase geligi bercampur
tahap awal (pasien usia di bawah 8 tahun), gaya yang lebih kecil dapat digunakan
untuk mendapat ekspansi sutural, yang dibuktikan dengan adanya diastema pada
midline selama ekspansi atau dari gambaran radiografis yang menunjukkan
pembukaan sutura. Keuntungan lain dari perawatan dini (geligi desidui atau geligi
bercampur tahap sangat awal) adalah perbaikan defisiensi panjang lengkung
rahang atas akibat konstriksi rahang atas, karena insisif permanen bisa mendapat
ruang yang lebih banyak sebelum atau selama erupsi daripada jika gigitan silang
dirawat pada usia setelahnya. Jika ekspansi dilakukan saat akhir fase geligi
desidui, molar pertama permanen biasanya akan erupsi pada posisi transversal
yang seharusnya (i.e. tanpa gigitan silang).
Perawatan selama akhir fase geligi bercampur sulit dilakukan karena
tanggalnya gigi desidui. Pasien yang usianya lebih tua pada fase geligi permanen
tahap awal (usia 12 tahun ke atas) membutuhkan gaya yang lebih besar untuk
ekspansi dan nilai (kecepatan) ekspansi yang lebih cepat akibat adanya perubahan
yang terkait pertumbuhan pada biologi sutura. Oleh karena itu, Perawatan FXB
pada ekspansi rahang atas paling baik dilakukan pada fase geligi desidui akhir
atau awal fase geligi bercampur.

Perawatan
Perawatan FXB meliputi ekspansi lengkung rahang atas, menghilangkan
halangan oklusal, dan eliminasi pergeseran fungsional. Slow Maxillary Expansion
dapatd igunakan selama fase geligi desidui atau fase awal geligi bercampur.
Dengan menggunakan W arch (gb. 1a), quad helix (gb. 1b), atau fix expander (alat
ekspansi cekat), seperti Haas (gb. 1c), Hyrax (gb. 1d) atau superscrew (gb. 1e),
ekspansi ¼ putaran sekrup tiap 2-3 hari dan perkiraan waktu gigitan silang dapat
terkoreksi adalah 6-12 minggu. Overekspansi patut dilakukan, hingga cusp
lingual (palatal) molar rahang atas berkontak dengan cusp bukal molar rahang
bawah. Piranti hendaknya tidak dilepas untuk berfungsi sebagai retainer selama 4-
6 bulan selanjutnya (dan untuk periode setidaknya sama dengan waktu yang
dibutuhkan untuk mengkoreksi gigitan silang). Jika sekrup digunakan sebagai
mekanisme aktif, piranti ini dapat distabilisasi dengan kawat ligature atau dengan
komposit untuk mencegah relaps.
Jika piranti lepasan (gb.1f) digunakan, frekuensi putaran dikurangi
menjadi tiap 5-7 hari, karena jika frekuensi putaran lebih cepat dari itu akan
mengubah posisi piranti. Pendekatan yang lebih lambat ini juga digunakan untuk
“fan expander”, untuk mencegah bagian piranti yang mengekspansi tergelincir ke
oklusal. Sangat penting untuk membuat piranti dengan disertai cengkeram yang
melekat dengan pas untuk mencegah displacement (perubahan letak piranti).
Piranti lepasan tidak direkomendasikan, karena alat yang kurang baik dapat
menyebabkan relaps pada ekspansi sebelumnya dan angka keberhasilannya
rendah.
Rapid maxillary expansion (RME) dapat digunakan pada fase geligi
desidui, awal geligi bercampur atau awal fase geligi permanen menggunakan
ekspander Haas, hyrax, atau superscrew. Ekspansi dilakukan 1-2 kali dengan ¼
putaran sekrup per hari, dan estimasi waktu gigitan silang dapat terkoreksi adalah
2-6 minggu. Pasien hendaknya diperingatkan bahwa awalnya akan terbentuk
diastema pada midline rahang atas. Selama tahap perawatan retensi, diastema akan
berangsur menutup, seringkali dengan adanya tipping pada gigi akibat serat
ligament transeptal mendekati insisif sentral. Overekspansi sengaja dilakukan
untuk mengatasi relaps. Retensi diperlukan minimal 4-6 bulan. Fase retensi
dilakukan baik dengan membuat retainer lepasan atau dengan tetap membiarkan
piranti dalam rongga mulut. RME direkomendasikan pada pasien dalam fase
geligi permanen awal karena akan menghasilkan ekspansi skeletal yang lebih
besar dan tipping gigi yang minimal dibandingkan cara lain.

Efek samping yang mungkin pada perawatan


Pada RME, terjadi penambahan lebar interkaninus pada geligi permanen
rahang bawah secara spontan. Hal ini juga terjadi dengan derajat yang lebih
sedikit pada awal fase geligi bercampur jika menggunakan slow maxillary
expansion. Karena cusp lingual (palatal) gigi posterior rahang atas menempel pada
gigi posterior rahang bawah, dapat terjadi gigitan terbuka anterior, terutama jika
molar 2 permanen sudah erupsi. Gigitan terbuka ini bisa diinginkan maupun tidak
diinginkan. Jika ada tendensi adanya gigitan terbuka anterior, perawatan yang
lebih harus dilakukan untuk mengontrol erupsi molar. Protraksi rahang atas dapat
dilakukan setelah autorotasi mandibular akibat terbukanya gigitan. Terlebih lagi
ekspansi sutural juga dapat menyebabkan pergerakan maksila ke depan. Hal ini
dapat berguna pada kasus kelas III, terutama jika protraksi rahang atas digunakan
bersama dengan ekspansi rahang atas.
Dalam jangka pendek, dapat diharapkan pertambahan perimeter (ukuran)
lengkung sebesar 4 mm karena koreksi FXB pada perkembangan fase geligi
bercampur tahap awal atau desidui. Follow up jangka panjang menunjukkan
sekitar 85% peningkatan perimeter/ukuran ini tidak berubah. Bagaimanapun,
Glanelly mengingatkan bahwa meskipun peningkatan perimeter pada lengkung
rahang atas ini stabil, hal ini tidak selalu menjadi strategi yang baik pada semua
kasus kekurangan lengkung, sebagaimana ekspansi mandibula sifatnya tidak
stabil.

Anda mungkin juga menyukai