Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dapat merasakan berbagai gradasi dingin dan panas, progresif
dingin dari sejuk ke dingin sampai membeku, progresif panas dari hangat ke
panas sampai panas membakar. Tingkatan suhu dibedakan tiga jenis organ
akhir: resptor dingin, reseptor hangat, dan dua subtipe reseptor nyeri (reseptor
nyeri dingin dan reseptor nyeri panas). Reseptor dingin dan hangat terletak
tepat di bawah kulit pada titik yang terpisah masing-masing mempunyai
diameter stimulus sekitar 1 mm. Pada bagian terbesar tubuh jumlah reseptor
hangat tiga kali jumlah reseptor dingin (Syaifuddin, 2006).
Bila suhu reseptor mengalami perubahan tiba-tiba, mula-mula ia
menjadi terangsang dengan kuat tetapi perangsangan ini menghilang dengan
cepat pada menit pertama secara progresif lebih lambat. Selama setengah jam
berikutnya beradaptasi tetapi tidak seluruhnya. Bila suhu kulit turun secara
aktif orang merasa jauh lebih dingin. Jika suhu meningkat secara aktif merasa
jauh lebih hangat daripada yang dirasakan pada suhu yang sama. Reseptor
suhu terangsang oleh perubahan kecepatan metabolik karena suhu mengubah
kecepatan reaksi kimia intrasel dua kali untuk tiap perubahan suhu 10 derajat
celcius. Deteksi suhu mungkin tidak disebabkan oleh perangsangan tidak
langsung tetapi oleh perangsangan kimia dari ujung saraf tersebut karena
diubah oleh suhu (Syaifuddin, 2006).
Isyarat suhu ditransmisikan dalam lintasan yang hampir sama dengan
nyeri. Dengan memasuki medula spinalis isyarat dihantarkan oleh beberapa
segmen ke atas atau ke bawah, kemudian diproses. Neuron medula spinalis
akhirnya memasuki serat suhu asendens yang panjang menyeberang ke
traktus spinotalamikus ke anterolateralis pada sisi berlawanan berakhir dalam
area retikularis batang otak, kompleks, ventrobasal talamus dan dalam
nukleus intralaminar talamus bersama dengan isyarat nyeri. Beberapa isyarat
suhu dihantarkan ke korteks somastetik dari koompleks ventrobasal suatu
neuron dalam daerah sensoris somastetik yang bereaksi terhadap rangsang

dingin dan hangat dalam daerah kulit tertentu (Syaifuddin, 2006). Keadaan ini
dapat menyebabkan gerak refleks. Gerak refleks merupakan respon otomatis
terhadap stimulus tertentu yang menjalar pada rute yang disebut lengkung
reflek. dari gerak tersebut bisa menimbulan efektor yaitu rasa nyeri pada
tubuh. Rasa nyeri ini bisa diberikan obat penghalang seperti analgesik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan saraf, struktur, susunan saraf?
2. Bagaimana mekanisme hantaran saraf ?
3. Apa gangguan dan faktor gangguan saraf ?
4. Apa yang dimaksud dengan nyeri, macam-macam nyeri ?
5. Bagaimana mekanisme kerja nyeri ?
6. Apa saja macam-macam obat nyeri dan efek samping obat nyeri?
1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan untuk mengetahui berbagai macam gerak refleks dan
mekanisme kerjanya dalam menanggapi berbagai jenis rangsangan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Saraf
2.1.1 Definisi Saraf
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
,menyampaikan ransangan reseptor untuk didektisi dan d respon oleh tubuh.sistem
saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap perubahanperubahan yang terjadi di lingkungan luar atau dalam (Budiyono, 2011).

2.1.2 Struktur Saraf


Sistem saraf manusia, baik sistem saraf pusat maupun sistem saraf
tepi, tersusun atas miliaran sel saraf yang di sebut neuron. Sel-sel saraf tersebut
saling berhubungan membentuk jaringan komunikasi yang besar.
Sebuah neuron atau sel saraf tersusun atas satu badan sel yang di
dalamnya terdapat sitoplasma, nukleus, dan organel-organel lainnya, termasuk
mitokondria dan granula-granula Nissl. Granula-granula Nissl merupakan
kelompok retikulum endoplasma kasar yang berhubungan dengan sintesis protein,
terutama neurotransmitter (pembawa pesan kimia). Dari badan sel keluar serabutserabut merupakan penonjolan sitoplasmanya. Serabut-serabutnya itu berfungsi
mengirimkan informasi atau pesan dalam bentuk rangsangan elektrokimiawi
(sinyal listrik). Serabut-serabut itu terdiri atas dua macam yaitu dedron dan akson
(neurit). Setiap neuron hanya memiliki satu akson dan beberapa dedron (gambar
1.1)

Gambar 1.1
Anatomi sel saraf

Dendron merupakan serabut pendek bercabang yang meneruskan


rangsangan dari respetor ke badan sel saraf. Reseptor adalah ujung-ujung saraf
pada alat indra yang yang berfungsi sebagai penerima rangsangan dari luar.
Dendron tersusun atas serabut pendek-pendek dan kecil-kecil, dinamakan dendrit.
Ujung dendrit berhubungan langsung dengan reseptor ataupun ujung akson dari
neuron lainnya.
Akson atau neurit merupakan serabut panjang yang meneruskan
rangsangan ataupun efektor.efektor adalah organ, jaringan atau sel yang mampu
bereaksi terhadap rangsangan. Akson dapan mencapai panjang lebih dari 1m.
Akson yang menuju kaki bisa saja memiliki badan sel di sum-sum tulang
belakang. Pertemuan antara akson suatu sel saraf dan ujung dendrit sel saraf
lainnya atau antara suatu sel saraf dan suatu serabut otot membentuk suatu
struktur seperti bongkol yang dinamakan bongkol sinapsis.
Pada mamalia, akson diselubungi oleh lapisan selubung mielin.
Selubung mielin di bentuk oleh suatu jenis sel neuroglia yang dinamakan sel
schwann. Tiap sel schwann mampu membentuk selubung mielin dengan ketebalan
1mm. Selubung mielin mengandung fosfolipid yang sangat banyak. Fungsi
selubung mielin adalah melindungi akson, memberi makanan bagi akson dan
sebagai isolator elektris.
Pada bagian tertentu akson, terdapat daerah yang tidak terbungkus
selubung mielin. Daerah tersebut dinamakan nodus ranvier yang berfungsi
mempercepat pengahantaran rangsang.
Sel-sel saraf berhubungan dengan sistem reseptor dan efektor.
Reseptor adalah alat-alat indra yang mendeteksi perubahan. Beberapa reseptor
merupakan organ-organ yang sangat berkembang, contohnya mata dan telinga.
Pada sebuah reseptor, stimulus (suatu bentuk energi, seperti cahaya, gelombang

suara, atau tekanan mekanis) di ubah menjadi rangsangan (suatu sinyal listrik atau
elektrokimia). Rangsangan di bangkitkan oleh sel-sel saraf dan dikirimkan ke
beberapa faktor melalui sel-sel saraf lainnya. Efektor menghasilakan tanggapan
tubuh terhadap stimulasi. Adapun yang termasuk efektor adalah jaringan otot serta
kelenjar-kelenjar.
Berdasarkan fungsinya dalam membawa rangsang, sel saraf dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor dan sel saraf
konektor (penghubung) (gambar 1.2).
Gambar 1.2
a. sel saraf konektor
b. sel saraf motorik
c. sel saraf sensorik

a. sel saraf konektor


Sel

saraf

konektor

merupakan

sel

saraf

yang

berfungsi

menghubungkan sel saraf sensorik dengan sel saraf motorik didalam sistem pusat,
misalnya di dalam sum-sum tulang belakang.
b. sel saraf motorik
Sel saraf motorik adalah sel saraf yang berfungsi mengirimkan
perintah dari sistem saraf pusat ke efektor (otot atau kelenjar).
c.

sel saraf sensorik

Sel saraf sensorik adalah sel saraf yang berfungsi menghantarkan


implus atau membawa rangsangan dari reseptor (alat indra kesistem pusat yaitu
otak dan sum-sum tulang belakang.
Sel saraf sensorik menyusun bagian sensorik sistem saraf tepi,
sedangkan sel saraf motor menyusun bagian sadar dan tak sadar sistem saraf tepi.
Tidak seperti sel-sel tubuh lainnya, sel-sel saraf tidak dapat membelah diri
menggantikan sel-sel yang telah rusak.
2.1.3 Susunan Sistem Saraf
Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf
otonom.
a. sistem saraf pusat
1. otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat
pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga tengkorak,
beratnya lebih kurang 1/50 dari berat badan. Bagian utama otak adalah otak besar
(Cerebrum), otak kecil (Cerebellum), dan batang otak.
Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari.
Otak besar dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan kiri.
Masing-masing belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak
besar belahan kanan mengatur dan mengendalikan kegiatan tubuh sebelah kiri,
sedangkan otak belahan kiri mengatur dan mengendalikan bagian tubuh sebelah
kanan.
Otak manusia dewasa beratnya hanya sekitar 1.3 Kg sampai dengan
1.75 Kg, bentuknya jelek berkerut-kerut seperti kulit jeruk purut atau seperti
kacang walnut yang mengkerut. Otak Terbuat dari 75% - 80% air, 10% lemak dan
8% protein serta materi lainnya, terdiri dari 100 milyar neuron (sel terkecil otak)
dengan trilyunan koneksi melalui dendrit dan axon, juga terdapat celah kecil yg
disebut synapsis.

Meskipun otak manusia suatu struktur kesatuan dan tidak bisa


dianggap sebagai konponen yang terpisah. Otak adalah struktur kesatuan yang
setiap bagiannya berperan sebagai satu kesatuan fungsi keseluruhan. Tetapi untuk
mempermudah pembahasan maka otak dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama
yaitu :
1. Otak Depan/Besar (Otak Manusia), terdiri dari Cerebrum dan Diensefalon,
merupakan bagian terbesar otak manusia yang dilapisi Cortex sehingga bagian ini
sering disebut dengan Cortex Cerebri atau Cortex (selanjutnya kita sebut Cortex
saja).
Otak besar (telencephalon, cerebrum) adalah bagian depan yang paling
menonjol dari otak depan. Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri
dan kanan. Setiap belahan mengatur dan melayani tubuh yang berlawanan,
belahan kiri mengatur tubuh bagian kanan dan sebaliknya. Jika otak belahan kiri
mengalami gangguan maka tubuh bagian kanan akan mengalami gangguan,
bahkan kelumpuhan. Tiap belahan otak depan terbagi menjadi empat lobus yaitu
frontal, pariental, okspital, dan temporal. Antara lobus frontal dan lobus pariental
dipisahkan oleh sulkus sentralis atau celah Rolando.
2. Otak Belakang/Kecil (Otak Reptilia), terdiri dari Cerebelum termasuk Pons dan
Medulla oblongata (Batang Otak).

10

3. Otak Tengah/Lymbic System/Sistim Limbik (Otak Mamalia), terdiri dari


Hippocampus (Hipokampus), Hypothalamus (Hipotalamus) dan Amygdala
(Amigdala)
2. sum-sum tulang belakang
Sum sum tulang belakang terletak memanjang di dalam rongga tulang
belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang
kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar
berwana putih dan lapisan dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung
serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf.
Di dalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik, saraf
motorik, dan saraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari
otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak refleks.
B. Sistem Saraf Tepi
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa pesan dari
dan ke sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem saraf tepi
membentuk perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon rangsangan dari
lingkunganmu. Sistem saraf ini dibedakan menjadi sistem saraf somatis dan
sistem saraf otonom.
1. Sistem saraf somatis
Sistem saraf somatis terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang
saraf sumsum tulang belakang. Kedua belas pasang saraf otak akan menuju ke
organ tertentu, misalnya mata, hidung, telinga, dan kulit. Saraf sumsum tulang
belakang keluar melalui sela-sela ruas tulang belakang dan berhubungan dengan
bagian-bagian tubuh, antara lain kaki, tangan, dan otot lurik.
Saraf-saraf dari sistem somatis menghantarkan informasi antara kulit, sistem saraf
pusat, dan otot-otot rangka. Proses ini dipengaruhi saraf sadar, berarti kamu dapat
memutuskan untuk menggerakkan atau tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh
di bawah pengaruh sistem ini. Contoh dari sistem saraf somatis adalah sebagai
berikut.

Ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga akan
sampai ke otak. Otak menterjemah- kan pesan tersebut dan mengirimkan
isyarat ke kaki untuk berjalan mendekati pintu dan meng- isyaratkan ke
tangan untuk membukakan pintu.

Ketika kita merasakan udara di sekitar kita panas, kulit akan


menyampaikan

informasi

tersebut

ke

otak.

Kemudian

otak

mengisyaratkan pada tangan untuk menghidupkan kipas angin.

Ketika kita melihat kamar berantakan, mata akan menyampaikan


informasi tersebut ke otak, otak akan menterjemahkan informasi tersebut
dan mengisyaratkan tangan dan kaki untuk bergerak membersihkan
kamar.
2. Sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak

disadari atau yang tidak dipengaruhi oleh kehendak kita. Jaringan dan organ tubuh
diatur oleh sistem saraf otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf
otonom terdiri atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.
Sistem saraf simpatik disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf
preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan ke-12. Sistem
saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf yang terdapat di sumsum
tulang belakang. Fungsi dari sistem saraf simpatik adalah sebagai berikut.

Mempercepat denyut jantung

Memperlebar pembuluh darah

Memperlebar bronkus

Mempertinggi tekanan darah

Memperlambat gerak peristaltis

Memperlebar pupil

Menghambat sekresi empedu

Menurunkan sekresi ludah

12

Meningkatkan sekresi adrenalin.


Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf

kraniosakral, karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral.
Susunan saraf parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-hubungan
dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke organ
tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik.
Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan
fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik berfungsi
mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf parasimpatik akan
memperlambat denyut jantung.
2.1.4 Mekanisme kerja saraf
Jalur saraf motorik. Impuls berjalan dari korteks serebri menuju
sumsum tulang belakang, melalui jalur-jalur menurun yang disebut traktus serebro
spinalis atau traktus piramidalis. Neuron pertama, yaitu neuron motorik atas
memiliki badan-badan sel dalam daerah pre-Rolandi pada korteks serebridan
serabut-serabutnya berpadu erat pada saat mereka melintas antara nukleuskaudatus dan lentiformis dalam kapsula interna.
Neuron motorik bawah, yang bermula dalam badan sel dalam kornu
anterior sumsum tulang belakang, keluar, lantas masuk akar anterior saraf spinalis,
lalu didistribusikan ke periferi dan berakhir dalam organ motorik misalnya otot.
Jalur saraf sensorik. Impuls saraf sensorik bergerak melintasi traktus menaik yang
terdiri dari tiga neuron. Yang pertama, atau neuron yang paling tepi, memiliki
badan sel dalam ganglion sensorik, pada akar posterior sebuah saraf spinalis lantas
dendron yang merupakan sebuah cabangnya bergerak menuju periferi dan
berakhir pada satu organ sensorik, misalnya kulit. Sementara axon yang
merupakan cabangnya yang lain, masuk ke dalam sumsum tulang belakang, lantas
naik menuju kolumna posterior dan berakhir pada sekeliling sebuah nukleus
dalam medulla oblongata.

Sel neuron yang kedua timbul dalam nukleus tersebut, kamudian


melintasi garis tengah dalam cara yang sama seperti jalur motorik desendens
untuk membentuk dekukasio sensorik, naik melalui pons dan dien salafon guna
mencapai thalamus. Neuron yang ketiga dan terakhir, bermula dalam talamus,
bergerak melalui kapsula interna untuk mencapai daerah sensorik korteks serebri.
Traktus menaik ini menghasilkan impuls sentuhan, kedudukan sendi-sendi dan
getaran, sementara yang lainnya menghantarkan impuls sentuhan, rasa sakit dan
suhu.
2.1.5 Mekanisme penghantaran saraf
Pesan atau informasi di hantarkan oleh saraf dalam bentuk rangsangan
saraf. Dalam istilah sederhan, rangsangan adalah pergerakan suatu potensial kerja
(sinyal di sepanjang akson suatu sel saraf. Rangsangan yang merambat di
sepanjang akson ini dapat dikatakan sebagai aliran listrik yang merambat
dengan kecepatan 100m/det. Sel-sel saraf menghantarkan rangsangan jika
menerima stimulus yang dapat berupa cahaya yang masuk ke mata, perubahan
suhu tubuh, atau suatu rangsangan yang datang dari sel saraf tetangga. Jika cukup
kuat, stimulus akan memicu suatu rangsangan.
a. Penghantar rangsangan melalui akson
Di sepanjang akson terdapat perbedaan potensial listrik antara bagian
dalam dan bagian luar membran akson. Penghantar rangsangan pada
serabut saraf disebabkan oleh adanya perbedaan potensial listrik tersebut.
Perbedaan potensial listrik di timbuklan oleh perbedaan muatan listrik
pada dua sisi membran. Pada saat sel saraf beristirahat (tidak
mengantarkan rangsang), bagian luar membran bermuatan positif,
sedangkan bagian dalam membran bermuatan negatif. Keadaan muatan
listrik seperti itu dinamakan potensial istirahat, sedangkan membran akson
dalan keadaan polarisasi. Akson yang beristirahat memiliki perbedaan
potensial listrik antara -50milivolt (mV) hingga -90 mV, bergantung pada
jenis makhluk hidupnya. Namun, nilai yang umum adalah -70mV. Pada
sebagian besar sel tubuh, keadaan seperti itu selalu tetap. Namun, sel-sel
saraf, sel-sel otot, dan reseptor mudah terangsang sehingga muatan
listriknya juga mudah berubah.

14

Adanya stimulus pada reseptor dapat menyebabkan terjadinya


pembalikan muatan listrik untuk sementara waktu. Bagian luar membran
yang tadinya bermuatan listrik positif berubah menjadi bermuatn negatif.
Begitu pula sebaliknya, bagian dalam membran yang tadinya bermuatan
negatif berubah menjadi bermuatan positif. Perubahan atau pembalikan
muatan listrik ini disebut depolarisasi. Depolarisasi tersebut terjadi secara
berurutan di sepanjang akson. Perubahan tiba-tiba pada potensial istirahat
karena datangnya rangsang di namakan potensial kerja. Pada saat potensial
kerja perbedaan potensial di dalam membran berbalik dari -70mV menjadi
mendekati +40mV. Kecepatan penghantaran rangsangan atau potensial
kerja di sepanjang akson sangat di pengaruhi oleh besar kecilnya diameter
akson serta ada tidaknya selubung mielin.
Sebagian besar sel saraf pada vertebrata memiliki akson yang
beselubung mielin, sedangkan akson yang tidak berselubung mielin
merupakan ciri khas sel-sel saraf invertebrata. Mamalia memiliki sel-sel
saraf yang berselubung mielin dan tidak berselubung mielin. Contohnya,
sel-sel saraf konektor di sum-sum tulang belakang dan sel-sel saraf sistem
otonom tidak memiliki selubung mielin. Sebaliknya, sel-sel saraf motor
dan sel-sel saraf sensori merupakan sel-sel saraf bermielin.

Selubung mielin sebagian besar tersusun atas lemak dan memiliki


hantaran listrik yang tinggi. Oleh karena itu, selubung mielin bertindak
sebagai isolator (penghambat) aliran listrik atau rangsangan pada
membran akson. Pada akson bermielin, potensial kerja tidak dapat
berbentuk karena membran akson tidak dapat distimulasi oleh aliran
listrik.namun potensial kerja dapat terbentuk pada nodus ranvier yang
tidak berselubung mielin sehingga rangsang saraf atau potensial kerja
melompat dari nodus ranvier ke nodus ranvier lainnya (karena
depolarisasi di hambat pada nodus ranvier). Penghantaran rangsangan
pada akson bermielin dinamakan penghantaran atau konduksi saltatori
(karena rangsangan melompat di sepanjang akson).
Jadi,

keberadaan

selubung

mielin

pada

akson

mempercepat

penghantaran rangsang disepanjang akson. Sebagai contoh, kecepatan


penghantaran rangsang pada akson bermielin adalah 100m/det, sedangkan
pada akson tidak bermielin kecepatannya 3m/det. Penghantaran rangsang
pada akson tidak bermielin dinamakan penghantaran atau konduksi
berkelanjutan.
b. Penghantar rangsangan melalui sinapsis
Setelah dihantarkan ke sepanjang sel saraf, rangsang juga harus di
teruskan dari satu sel saraf ke sel saraf berikutnya. Suatu rangsang dari
ujung jari harus melewati setidaknya tiga sel saraf sebelum mencapai otak
dan menghasilkan perasaan sadar. Rangsangan dari ujung akson suatu sel
saraf akan di teruskan ke badan sel ataupun ujung dendrit sel saraf
berikutnya melalui titik pertemuan yang disebut sinapsis. Akson itu berasal
dari sel saraf prasinapsis, sedangkan badan sel atau dendrit berasal dari sel
saraf pascasinapsis. Setiap ujung akson suatu sel saraf membentuk struktur
tonjolan seperti bongkol yang disebut bongkol sinapsis. Di dalam bongkol
sinapsis terdapat mitokondria dan struktur terbungkus membran (disebut
vesikula sinapsis) yang berisi cairan neurotransmitter. Neurotransmitter
adalah suatu senyawa kimia yang dapat mengantarkan dari satu sel saraf

16

ke sel saraf lainnya dengan cara difusi. Pada mammalia, bahan


neurotransmitter yang paling penting adalah asetilkolin (ACh). Badan
neurotransmitter

(pengantar)

penting

lainnya

adalah

adrenalin,

narodrenalin, dopamin dan serotonin.

Datangnya rangsang pada ujung saraf pada ujung akson prasinapsis


membuat vesikulasinapsis mendekat dan melebur dengan membran
prasinapsis (membran ujung akson). Kemudian vesikula sinapsis
melepaskan neurotransmitter yang berupa asetilkolin dengan cara
eksositosis kecelah sinapsis. Asetilkolin ini selanjutnya berdifusi melalui
celah sinapsis dan berikatan dengan protein reseptor pada membran
pascasinapsis (membran ujung dendrit sel saraf berikutnya). Ikatan antara
asetilkolin dan protein reseptor akan menimbulkan rangsangan atau
potensial kerja pada sel saraf pascasinapsis. Selanjutnya rangsangan itu
akan berjalan menuju akson pada sinapsis berikutnya atau pada suatu
motor end plate (di otot). Asetilkolin yang telah melaksanakan tugasnya
akan diuraikan oleh enzim kolinesterase dari membran pascasinapsis
menjadi aseti (asam etanoat) dan kolin yang merupakan neurotransmitter
yang tidak aktif. Bentuk neurotransmitter yang tidak aktif itu kemudian
masuk kembali ke bongkol sinapsis pada sel saraf prasisnapsis dan
disimpan dalam vesikula sinapsis untuk digunakan kembali pada
penghantaran rangsang berikutnya. Prosen penghantaran rangsangan

tersebut memerlukan energi dalam bentuk ATP yang diperoleh dari


mitokondria yang banyak terdapat di dalam bongkol sinapsis.
2.1.6 Gangguan sistem saraf
Sistem saraf menerima rangsangan dari sekitarnya dan dari dalam
tubuh sendiri, serta mengarahkan fungsi tubuh dengan memperngaruhi aktivitas
otot dan fungsi saraf otonom.
Gangguan Sistem Saraf dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti
kelainan genetic, penyakit degeneratif, tumor, lesi mekanik (trauma), perdarahan,
iskemia, gangguan metabolic sistemik (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia,
gagal hati, gangguan endokrin, dll), dan kelainan elektrolit. Berbagai penyebab
yang lain meliputi obat-obatan, toksin (missal, logam berat, alcohol), radiasi,
inflamasi, dan infeksi (virus, bakteri, prion, dan penyakit autoimun.
Fungsi efektor di perifer (reseptor sensorik, otot, dan organ yang
dipersarafi oleh sistem saraf otonom), konduksi saraf perifer, fungsi medulla
spinalis, dan/atau sistem saraf supraspinal dapat terganggu akibat gangguan sistem
saraf.
Kerusakan pada efektor perifer akan menyebabkan gangguan fungsi
tertentu, yang dapat bersifat local (mengenai satu otot) atau bersifat umum
(mengenai seluruh otot). Kerusakan seperti ini dapat mengakibatkan aktivitas
yang berlebihan (misalnya kram otot yang bersifat involuntar atau aktivitas
reseptor sensorik yang tidak adekwat dengan kesalahan persepsi sensorik), atau
defisit fungsional (paralisis otot atau defisit sensorik). Meskipun reseptor sensorik
tetap utuh, persepsi sensorik terutama melalui mata atau telinga, dapat terganggu
jika bagian transmisi mengalami kerusakan.
Hambatan pada konduksi saraf perifer akan mengganggu sinyal yang
melalui saraf ini, tetapi gangguan pada jenis serabut yang berbeda (missal,
mengandung myelin atau tidak) mungkin berbeda. Hambaran total pada konduksi
saraf akan mengakibatkan paralisis flaksid, hilangnya sensasi, dan hilangnya
pengaturan otonom di daerah persarafan yang terkena. Analog dengan hal di atas,
lesi saraf spinal akan mempengaruhi dermatom yang sesuai. Jadi, diagnosis lesi
saraf membutuhkan pengetahuan yang tepat mengenai daerah persarafan setiap
saraf dan dermatom.

18

Lesi medulla spinalis dapat menyebabkan hilangnya persepsi sensorik


dan/atau fungsi otonom, serta paralisis spastic atau flaksid. Sebaliknya,
perangsangan neuron yang abnormal, dapat menyebabkan sensasi dan fungsi yang
tidak adekwat. Daerah yang dipengaruhi biasanya mengikuti distribusi dermatom.
Lesi pada struktur supraspinal dapat juga mengakibatkan berbagai
defisit atau perangsangan abnormal, yang terbatas pada fungsi dan daerah tubuh
tertentu (misal, lesi yang terlokalisasi di area korteks sensorik primer). Namun
kelainan ini lebih sering menyebabkan gangguan yang kompleks pada sistem
sensorik dan motorik dan/atau pengaturan otonom. Selain itu gangguan fungsi
otak yang terintegrasi seperti memori, emosi, dan kognitif dapat terjadi dalam
berbagai perjalanan penyakit.
2.1.7 Faktor-faktor gangguan saraf
Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan
perkembangan neurologis dapat dibagi menjadi tiga golongan
1. Faktor pranata
Termasuk dalam golongan ini adalah faktor genetik yaitu defek gen
atau defek kromosom, misalnya trisomi 21 pada sindrom Down. Banyak
sekali defek kromosom yang dapat menyebabkan gangguan perkembangan
neurologis. Penyimpangan ini sudah ada sejak dini dan dalam bermacammacam fase, menyebabkan malforasi serebral, tergantung gen yang
bersangkutan. Kesehatan ibu hamil, keadaan gizi dan emosi yang baik ikut
mempengaruhi keadaan bayi sebelum lahir. Faktor pranatal lain yang dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan perkembangan neurologis adalah
penyakit menahun pada ibu hamil seperti: tuberkolosis, hipertensi, diabetes
militus, anemia, penggunaan narkotik, alkohol serta rokok yang
berlebihan. Usaha untuk menggugurkan kandungan sering pula berakibat
cacatnya bayi yang lahir yang sering kali dapat disertai gangguan
perkembangan neurologis. Infeksi virus pada ibu hamil seperti rubella,
citomegalovirus (CMV) dan toksoplasmosis dapat mengakibatkan
kerusakan otak berkembang secara abnormal. Anogsia dalam kandungan,
terkena radiasi sinar X dalam kehamilan, abrubtio placenta, plasenta

previa juga dapat mempengaruhi timbulnya gangguan perkembangan


neurologis.
2. Faktor Perinatal
Keadaan keadaan penting yang harus diperhatika pada masa perinatal
adalah:
a. Asfiksia. Bila keadaan ini berat dapat menyebabkan kematian atau
kerusakan

permanen

pada

otak

(Hypoxic-Ischemic

Encephalopathy / HIE) sehingga bayi dapat mengalami gangguan


perkembangan neurologis bahkan menderita cacat seumur hidup.
b. Trauma lahir. Trauma lahir merupakan salah satu faktor potensial
terjadinya gangguan perkembangan neurologis karena terdapat
resiko terjadinya kerusakan otak terutama akibat perdarahan.
c. Hipoglikemia. Dikatakan hipoglikemia bila kadar glukosa darah <
45mg/dL (2,6mmol/L). Keadaan ini bila tidak di tanggulangi
dengan segera dapat menyebabkan kerusakan otak berat bahkan
kematian.
d. Bayi berat lahir rendah (BBLR). Prognitis pada tumbuh kembang
termasuk perkembangan neurologis pada bayi kecil massa
kehamilan (KMK) lebih kurang baik dari pada bayi prematur,
karena pada KMK telah terjadi retardasi pertumbuhan sejak dalam
kandungan, lebih-lebih jika tidak mendapatkan nutrisi yang baik
sejak lahir.
e. Infeksi. Infeksi berat dapat memberi dampak gejala sisa neurologis
yang jelas seperti : hidrosefalus, buta, tuli, cara bicara yang tidak
jelas dan retardasi mental. Gejala sisa yang ringan seperti
gangguan pengelihatan, kesukaran belajar dan kelainan tingkah
laku dapat pula terjadi
f. Hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia akan berpengaruh buruk
apabilah bilirubin indirek telah melalui sawar otak, sehingga
terjadi enselopati biliaris (kern icterus) yang dapat mengakibatkan
gangguan neurologis dikemudian hari
3. Faktor pascanatal

20

Banyak sekali faktor pascanatal yang dapat menimbulkan


kerusakan otak dan mengakibatkan terjadinya perkembangan
neurologis. Termasuk diantaranya adalah infeksi intra kranial,
kapitis, tumor otak, gangguan pembuluh darah, kelainan tulang
tengkorak (misalnya kraniosinotosis). Kelainan indokrin dan
metabolik, keracunan otak, malnutrisi. Otak anak dengan
malnutrisi lebih kecil dari otak normal seumurannya, jumlah sel
neuron dan jumlah lemak otak juga berkurang.

2.2 Gerak Refleks


2.2.1 Definisi gerak refleks
Refleks adalah respon otomatis terhadap stimulus tertentu yang menjalar
pada rute yang disebut lengkung refleks. Sebagian besar proses tubuh involunter
(misalnya, denyut jantung, pernafasan, aktivitas, pencernanaan, dan pengaturan
suhu) dan proses otomatis (misalnya sentakan akibat suatu stimulus nyeri atau
sentakan pada lutut) merupakan kerja refleks (Sloane, 2004).
Semua lengkung (jalur) refleks terdiri dari komponen yang sama. Yaitu:
1. Reseptor adalah ujung distal dendrit, yang menerima stimulus.
2. Jalur aferen melintas di sepanjang sebuah neuron sensorik sampai ke otak
atau medulla spinalis.
3. Bagian pusat adalah sisi sinaps, yang berlangsung dalam substansi abu-abu
sistem saraf pusat. Impuls dapat ditransmisi, diulang rutenya, atau
dihambat pada bagian ini.
4. Jalur eferen melintas disepanjang akson neuron motorik sampai ke efektor,
yang akan merespons impuls eferen sehingga menghasilkan aksi yang
khas.
5. Efektor dapat berupa otot rangka, otot jantung, atau otot polos, atau
kelenjar yang merenspon. ( Sloane, 2004 )
2.2.2 Macam-macam gerak refleks

Refleks tulang belakang (reflek spinalis) yaitu jika konektor terdapat si


sumsum tulang belakang. Contoh: gerakan menarik tangan saat menyentuh
benda panas atau kaki terkena duri.

Refleks otak (refleks kranialis) yaitu jika konektor terdapat di otak.


Contoh gerakan mata terpejam karena kilat

2.2.3 Mekanisme gerak refleks


Merupakan suatu gerakan yang terjadi secara tiba-tiba di luar kesadaran
kita. Refleks fleksor adalah penarikan kembali tangan secara refleks dari
rangsangan yang berbahaya, merupakan suatu reaksi perlindungan (Syaifuddin,
2006).

22

Refleks ekstensor (Polisinaps). Rangsangan dari reseptor perifer yang


mulai dari fleksi pada anggota badan dan juga berkaitan dengan ekstensi anggota
badan (Syaifuddin, 2006).
2.2.3.1 Jalur saraf motorik
Impuls berjalan dari korteks serebri menuju sumsum tulang belakang
melalui jalur traktus serebro spinalis atau traktus piramidalis. Neuron pertama
yaitu neuron motorik atas memiliki badan sel dalam daerah pre rolandi pada
korteks serebri, serabut-serabutnya berpadu erat pada saat melintasi antara
nukleus kaudatus dan lentiformis dalam kapsula interna (Syaifuddin, 2006).
Neuron motorik bawah yang bermula sebagai badan sel dalam kornu
anterior sumsum tulang belakang keluar dan masuk ke akar anterior saraf spinalis
lalu didistribusikan ke perifer dan berakhir pada organ motorik (Syaifuddin,
2006).
2.2.3.2 Jalur Saraf Sensorik
Impuls saraf sensorik bergerak melintasi traktus asendens, terdiri dari 3
neuron:
1. Neuron yang paling tepi, memiliki badan sel dalam ganglion sensorik,
pada ekor posterior sebuah saraf spinalis, cabang sebuah dendrit bergerak
menuju perifer dan berakhir dalam satu organ sensorik, misalnya kulit,
sementara akson yang merupakan cabangnya yang lain masuk ke dalam
sumsum tulang belakang selanjutnya naik menuju kolumna anterior dan
berakhir pada sekeliling nukleus dalam medula oblongata.
2. Sel neuron yang kedua timbul dalam nukleus tersebut melintasi garis
tengah dengan cara yang sama seperti jalur motorik desendens untuk
membentuk dekusatio, sensorik naik melalui pons varoli dan diensefalon
guna mencapai talamus.
3. Neuron yang ketiga (terakhir), bermula dalam talamus bergerak melalui
kapsula interna untuk mencapai daerah sensorik korteks serebri. Traktus
asendens menghantarkan impuls sentuhan rasa sakit dan suhu
(Syaifuddin, 2006).
Gerak refleks akan timbul apabila tubuh kita terkena atau tersentuh benda
yang panas, karena suatu peristiwa, terkena benda tajam (Syaifuddin, 2006).

2.3 Nyeri
2.3.1 Definisi Nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri,
2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya
kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan.

2.3.2 Macam-macam nyeri


1. Nyeri akut
Adalah suatu reaksi sensoris dari nosiseptif yang mendadak yang merupakan
sinyal alarm untuk mekanisme proteksi tubuh. Nyeri akut hampir selalu terjadi
oleh adanya picu kerusakan jaringan somatic maupun visceral, yang lama
berlangsungnya hampir bersamaan dengan lama sembuhnya perlukaan yang tidak
disertai penyulit. Rasa nyeri akan hilang pada saat perlukaan sembuh.
Berdasarkan sifatnya nyeri akut ada 2 macam:

Nyeri fisiologis : terjadi apabila intensitas rangsang mencapai ambang


nosiseptor dan mengakibatkan timbulnya refleks menghindar. Nyeri ini
sifatnya sementara,hanya selama ada rangsang nyeri dan dapat dilokalisir

Nyeri Klinis : timbul karena terjadinya perubahan kepekaan system syaraf


terhadap rangsang nyeri sebagai akibat adanya kerusakan jaringan yang
disertai proses inflamasi , nyeri ini sifatnya terlokalisir dan baru hilang bila
penyebabnya hilang / sembuh

2. Nyeri Kronik
adalah nyeri yang berlansung satu bulan di luar lamanya perjalanan penyakit akut
atau nyeri yang tetap berlangsung walaupun perlukaan sudah sembuh.

24

3. Nyeri somatik
Adalah nyeri yang dipicu oleh adanya kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian permukaan tubuh(soma), meliputi kulit dan jaringan muskulo-skeleta atau
deep somatic,yaitu : otot sendi.,ligamentum,dan tulang.kualitas nyerinya tajam
dengan lokalisasi berbatas tegas.
4. Nyeri visceral
Adalah nyeri yang di picu olehkerusakan pada bagian dalam tubuh, terutama
organ visceral yang disebabkan karena trauma atau nyeri punggung bawah karena
jepitan/benturan.
Cirinya adalah karena terjadinya tidak berhubungan dengan perlukaan organ atau
bangunan internal, maka sifat umumnya tumpul,arcing dan di rujuk kelokasi lain
(referred pain). sifat nyerinya difus, lokasinya tidak jelas dan selalu disertai reflek
motorik dan otonom.
5. Nyeri psikogenik
Adalah nyeri yang tidak ditimbulkan oleh stimulus,gangguan fungsi tranmisi nyeri
atau gangguan modulasi neuron. Mekanisme nyeri psikogenik lebih mirip dengan
mimpi,halusinasi atau memori dan sama sekali berbeda dengan nyeri atau sensasi
yang datang dari nosiseptor.
6. Nyeri neuromatik
Disebut juga sebagai nyeri patologis,

nyeri abnormal adalah nyeri yang

disebabkan oleh kerusakan serabut saraf perifer atau saraf sentral sendiri
7. Nyeri sentral
Adalah nyeri yang disebabkan oleh karena rusaknya serabut perifer pada nyeri
sentral yang rusak adalah sistem saraf pusat sendiri (otak)
2.3.3 Proses terjadinya nyeri

Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang


ditemukan hampir pada setiap jaringantubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem
Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiridari serabut
A bermielin halus bergaris tengah 2-5 m, dengan kecepatan hantaran 6-30
m/detik. Sistem keduaterdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2
m, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik.Serabut A berperan dalam
menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang jelas,
tajamdan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan
menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak.Pusat
nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus
spinotalamus lateral danimpuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke
nukleus posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus.Dari sini impuls
diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak.

2.3.4 Obat nyeri


2.3.4.1 Analgesik
Analgesik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan
sensoris dan emosional yang tidak enak dan yang berhubungan dengan gangguan /

26

kerusakan jaringan. Rasa nyeri dapat debagai isyarat adanya gangguan di jaringan,
seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot (Chaerun W. 2005).
Berdasarkan kerja farmakologinya, analgetika dibagi menjadi:
a. Analgetika perifer (non-narkotik): yaitu obat yang tidak bersifat narkotik
dan tidak bekerja sentral
b. Analgetik narkotik: untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti fractura dan
kanker.
Penanganan nyeri ringan maupun nyeri demam dapat diberi analgetika
perifer seperti parasetamol, asetosal, ibuprofen. Sedangkan nyeri sedang dapat
diberi kodein. Nyeri yang disertai pembengkakan atau akibat trauma sebaiknya
diobati dengan analgetikum antiradang, seperti obat golongan NSAID. Nyeri yang
hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atau opiat lainnya (Chaerun W. 2005).
Kesadaran akan perasaan sakit terbentuk dari dua proses, yakni
penerimaan perangsang nyeri di otak besar dan reaksi emosional individu
terhadapnya.

Analgetika

mempengaruhi

proses

pertama

dengan

jalan

meningkatkan ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotika


menekan reaksi psikis yang di akibatkan oleh perangsang nyeri itu (Tjay, 2002).
Berikut akan dijabarkan analgesic berdasarkan kerja farmakologisnya:
a. Analgetika Perifer
Analgetika jenis ini yang juga disebut analgetika kecil memiliki
spektrum kerja farmakologi yang mirip walaupun struktur kimianya
berbeda-beda. Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa
nyeri, tanpa mempengaruhi sistem saraf pusat atau menurunkan kesadaran,
juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan obat ini juga mengandung
anti piretis (anti radang). Oleh karenanya obat ini juga bisa digunakan
pada gangguan demam (infeksi virus/kuman, salesma, dan pilek).
Senyawa-senyawa ini tidak mempunyai sifat psikotropik dan sifat sedasi.
Akibat spektrum kerja ini pemakaiaya luas dan karena itu termasuk pada
bahan-bahan obat yang banyak digunakan. Secara kimiawi, analgetika
perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni (Tjay, 2002) dan
(Mutschler, 1991) :

Parasetamol.

Salisilat: asetosal, salisilamida, dan benorilat.

Penghambat prostaglandin: ibu profen (arthrifen), dan lain-lain.

Derivat- derivat pirazolinon: aminofenazon, isoprofilpenazon,


isopropilaminofenazon dan metamizol.

Lainnya : benzidamin (tantum).

b. Mekansime kerja
Prostaglandin yang merupakan kelompok asam lemak hidroksi
yang memiliki hubungan secara kimiawi dan terdapat secara alami,
yang merangsang kontraktilitas uterus dan otot polos lainnya serta
mempunyai kemampuan untuk menurunkan tekanan darah, mengatur
sekresi asam lambung, mengatur suhu tubuh dan agregasi trombosit,
serta

mengendalikan

radang

dan

permeabilitas

vaskular

dan

mempengaruhi kerja hormon tertentu, terlibat dalam terjadinya nyeri


dan demam juga reaksi-reaksi radang juga mudah dilihat bahwa
senyawa-senyawa yang menghambat pembentukkan prostaglandin,
sekaligus

bekerja

menekan

nyeri,

menurunkan

demam

dan

menghambat terjadinya radang. Karena penghambatan spesifik dalam


berbagai jaringan misalnya dalam jaringan ikat, tidak memungkinkan
maka

pada

semua

penghambat

sintetis

prostaglandin

harus

diperhitungkan juga efek samping yang sama. Dipihak lain harus


dipertahankan bahwa tidak semua efek analgetika yang bekhasiat
lemah disebabkan oleh pengamatan sintesis prostaglandin. Ini hanya
merupakan sebagian aspek tetapi sangat bermakna (Mutschler, 1991).
Kebanyakan anlagetika jenis ini diabsropsi dengan baik dan cepat
dari segi farmako kinetika untuk pemakaian terapeutika yang terutama
berarti

waktu

paruh

eliminasinya

yang

sangat

berbeda-beda

(Mutschler, 1991).
c. Indikasi
Analgetika yang berkhasiat lemah diindikasi pada nyeri ringan
sampai sedang misalnya sakit kepala dan sakit gigi, migrain, kondisi

28

demam dan sejauh senyawa tersebut mempunyai komponen kerja anti


flogistik maka dipakai pula pada penyakit-penyakit yang disertai
radang khususnya pada penyakit reumatik yang disertai radang. Di
samping itu penghambat sintesis prostaglandin digunakan untuk
pengobatan suatu ductus arteriosus botalli yang tetap terbuka setelah
kelahiran (jembatan antara arteria pulmonalis dan aorta) karena
prostaglandin sangant terlibat dalam terjadinya ductus arteriosus
botalli (Mutschler, 1991).
d. Kontraindikasi
Penghambat sintesis prostaglandin tidak boleh digunakan pada
luka lambung, usus dan diatesis hemoragis juga dalam minggu terakhir
kehamilan tidak boleh digunakan karena bahaya menutupnya ductus
arteriosus botalli sebelum waktunya. Pada kerusakan hati dan ginjal
hanya boleh digunakan dengan hati-hati (Mutschler, 1991).
e. Efek samping
Yang paling umum adalah gangguan lambun-usus, kerusakan
darah, kerusakan hati dan ginjal dan juga reaksi alergi pada kulitefek
ini terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi,
oleh karenanya penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan
terutama untuk wanita hamil dan menyusui (Tjay, 2002).
2.3.4.2 Penggolongan
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi menjadi 2 kelompok
yaitu :
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obatan yang
tidak bersifat narkotik dan idak bekerja secara sentral.
b. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri
yang hebat, seperti pada fraktura dan kanker.
Jenis nyeri diantaranya:

a.

Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol,


asetosal, mefenaminat, propifenazon, atau aminofenazon, begitu pula

b.

rasa nyeri dengan demam.


Nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri yang
disertai pembengkakan atau akibat trauma (jatuh, tendangan,
tubrukan) sebaiknya diobati dengan analgetikum antiradang, seperti
aminofenazon dan NSAID (mefenaminat, nifluminat). Nyeri yang
hebat perlu ditanggulangi dengan morfin atau jenis opiate lainnya.

2.3.4.3 Macam-macam obat


1. Asetaminofin / Parasetamol
Farmakologi:
Asetaminofin mempunyai aktivitas sebagai analgetik dan antipiretik
dengan sedikit efek anti-inflamasi. Efek analgetiknya diperkuat oleh
kofein dengan kira-kira 50% dan kodein. Seperti aspirin, asetaminofen
berefek menghambat sintesa prostaglandin di otak tetapi sedikit
aktivitasnya sebagai inhibitor prostaglandin perifer. Asetaminofen tidak
menghambat aksi platelet normal, aktivitas prothrombin, atau merusak GI
mucosal (Chaerun W. 2005).
Indikasi:
Asetaminofen berefek meringankan sementara rasa sakit, nyeri ringan dan
perut terasa panas atau gangguan perut lainnya. Asetaminofen tablet
chewable, elixir, drops, dan suspensi drops didisain untuk bayi dan anakanak untuk meringankan sementara demam, nyeri dan rasa tidak enak
karena imunisasi dan pertumbuhan gigi (Chaerun W. 2005).
Kontraindikasi:
Asetaminofen sebaiknya jangan diberikan pada pasien yang sebelumnya
pernah hipersensitif terhadap obat tersebut (Chaerun W. 2005).
2. Aspirin
Farmakologi:
Aspirin adalah senyawa yang mempunyai akitivitas sebagai analgesik,
antipiretik dan anti-inflamasi. Aspirin menghambat cyclo-oxygenase
(COX-I) secara nonselektif, berkaitan dengan efek GI dan hambatan pada

30

agregasi platelet, dan cyclo-oxygenase-2 (COX-2), yang berhubungan


dengan respon inflamasi. Pada dosis rendah (40mg) berdaya menghambat
agregasi trombosit. Efek antrombosit ini tidak reversible dan berdasarkan
blokade enzim siklo-oksigenase yang bertahan selama hidupnya trombosit.
Salisilat tanpa asetil (misal, sodium salisilat) tidak memiliki efek
antiplatelet tetapi sebagai analgesik, antipiretik dan aktivitas antiinflamasi. Dosis rendah (1-2 g/hari) menurunkan ekskresi urat; dosis tinggi
(>5g/hari) meningkatkan uricosuria (Chaerun W. 2005).
Indikasi:
Analgetik, antipiretik dan antiinflamasi. Pengobatan sementara sakit
kepala; nyeri, demam dan masuk angin; sakit dan nyeri otot; nyeri
arthritis, sakit gigi dan nyeri pada saat menstruasi.Selain sebagai
analgetikum,

asetosal

dapat

digunakan

sebagai

alternatif

dari

antikoagulansia untuk pencegah infark kedua setelah terjadi serangan. Hal


ini berkat daya antitrombotisnya. Obat ini juga efektif untuk profilaksis
serangan stroke kedua setelah menderita TIA (Transient Ischaemic Attack)
(Chaerun W. 2005).

Kontraindikasi;
Jangan diberikan pada pasien yang hipersensitif terhadap aspirin dan atau
NSAIDs. Aspirin jangan diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat
pendarahan gastrointestinal atau gangguan pendarahan misal: hemophilia
(Chaerun W. 2005).

3. Ibuprofen
a. Indikasi: Menekan rasa nyeri dan radang, misalnya dismenorea
primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, paska operasi, nyeri
tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir (Muchid,dkk,2006).
b. Hal yang harus diperhatikan
Gunakan obat dengan dosis tepat
Hati-hati untuk penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal
jantung, asma dan bronkhospasmus atau konsultasikan ke dokter
atau apoteker

Hati-hati untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi,


metotreksat, urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid,
penisilin dan vitamin C atau minta petunjuk dokter.
Jangan minum obat ini bersama dengan alkohol karena

meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna (Muchid, dkk,


2006).
c. Kontra Indikasi
Obat tidak boleh digunakan pada:
Penderita tukak lambung dan duodenum (ulkus peptikum) aktif
Penderita alergi terhadap asetosal dan ibuprofen
Penderita polip hidung (pertumbuhan jaringan epitel berbentuk
tonjolan pada hidung)
Kehamilan tiga bulan terakhir (Muchid,dkk,2006).
d. Efek Samping

Gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, diare, konstipasi


(sembelit/susah buang air besar), nyeri lambung sampai

pendarahan.
Ruam kulit, bronkhospasmus, trombositopenia
Penurunan ketajaman penglihatan dan sembuh bila obat

dihentikan
Gangguan fungsi hati
Reaksi alergi dengan atau tanpa syok anafilaksi
Anemia kekurangan zat besi (Muchid,dkk,2006).

e. Bentuk sediaan

Tablet 200 mg
Tablet 400 mg (Muchid,dkk,2006).

f. Aturan pemakaian
Dewasa : 1 tablet 200 mg, 2 4 kali sehari,. Diminum setelah
makan
Anak : 1 2 tahun : tablet 200 mg, 3 4 kali sehari
3 7 tahun : tablet 500 mg, 3 4 kali sehari

32

8 12 tahun : 1 tablet 500 mg, 3 4 kali sehari,


tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya kurang dari 7 kg.
Ibuprofen memiliki efek terapi antiradang lebih tinggi
dibandingkan dengan efek anti demamnya (Muchid,dkk,2006).
4. Indometasin
indometasin adalah turunan asam asetat indol,
Obat ini mempunyai efek antipiretik, antiinflamasi dan analgetik
sebanding dengan aspirin, tetapi lebih toksik (Muchid,dkk,2006).
a. Indikasi
Nyeri dan peradangan sedang sampai berat pada kasus
reumatik,sakit kepala,alergi dan gangguan otot skeletal, gout akut,
dismenorea (Muchid,dkk,2006).
b. Kontraindikasi
Hati-hati pada pasien usia lanjut, gagal ginjal,

payah jantung,

pengidap tukak lambung aktif. Hati-hati juga pada kasus epilepsi,


parkinson dan goncangan jiwa. Tidak dianjurkan untuk anak
(Muchid,dkk,2006).
c. Efek samping
Gangguan cerna, sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, hatihati khususnya pengemudi (Muchid,dkk,2006).
d. Sediaan
Indometasin (generik) kapsul 25 mg (Muchid,dkk,2006).
e. Aturan pemakaian :Tablet 25 mg 2-4 kali sehari (Muchid,dkk, 2006).
Daya analgetik dan anti radang sama kuat dengan asetosal, sering digunakan
pada serangan encok akut. Efek samping berupa gangguan lambung usus,
perdarahan tersembunyi (okult), pusing, tremor dan lain-lain (Muchid,dkk,2006).

BAB III
KONSEP MAPPING

3.1 Kerangka konsep

Sistem saraf
Sistem saraf tepi

Sistem saraf pusat

Otak

Sumsum tulang
belakang

Rangsangan panas

Somatis

Gerak reflek

Nyeri
Pengobatan

Parasimpati
k

34

BAB IV
PEMBAHASAN
Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsanagan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh
tubuh. Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi dilingkungan luar maupun dalam.
Susunan sistem saraf manusia tersusun dari sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat tediri dari otak dan sumsum tulang belakang.
Sedangkan sistem saraf tepi terdiri atas sistem saraf somatis dan sistem saraf
otonom. Pengertian dari sistem saraf somatik merupakan sistem saraf yang
kerjanya secara sadar atau diperintah oleh otak, sedangkan sistem saraf otonom
mengatur kerja jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari atau yang tidak
dipengaruhi oleh kehendak kita. Sistem saraf otonom terdiri atas sistem saraf
simpatik dan sistem saraf parasimpatik. Sistem saraf simpatik terletak didepan
kolumna vertebrata dan berhubungan serta bersambung dengan sumsum tulang
belakang melalui serabut-serabut saraf. Sedangkan sistem saraf parasimpatis yang
terbagi manjadi dua bagian yang terdiri atas saraf otonom kranial dan saraf
otonom sakral. Susunan sistem saraf ini dapat menyebabkan gerak reflek.
Pengertian dari gerak reflek adalah respon otomatis terhadap stimulus tertentu
yang menjalar pada rute yang disebut lengkung reflek. Gerak reflek ini
dipengaruhi oleh rangsangan panas sehingga menimbulkan nyeri. Nyeri
didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Karena timbulnya
rasa nyeri tersebut, maka diberikan obat penghalang nyeri seperti analgesik.
Analgesik atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
a. Refleks adalah respon otomatis terhadap stimulus tertentu yang menjalar pada
rute yang disebut lengkung refleks. Mekanisme gerak refleks yang terjadi yakni
dimulai dari adanya stimulus dari luar misalnya karena benda tajam tau benda
panas, setelah itu reseptor akan menerima stimulus yang berada di ujung distal
dendrit. Kemudian reseptor meneruskan ke neuron sensorik sampai ke medulla
spinalis. Medulla spinalis atau bagian pusat adalah sisi sinaps yang berlangsung
dalam substansi abu-abu SSP, impuls dapat ditransmisi, diulang rutenya, atau
dihambat. Selanjutnya medulla spinalis akan meneruskannya ke neuron motoris
yang akan merespon impuls eferen sehingga menghasilkan aksi yang khas. Yang
terakhir yakni efektor atau sasaran, efektor dapat berupa otot rangka, otot jantung,
atau otot polos, atau kelenjar yang merespon.
b. Nyeri berkaitan dengan perasaan tidsak menyenangkan. Nyeri ternyata
merupakan sensasi yang sangat rumit karena jika nyeri berkepanjangan dan
jaringan rusak, jalur-jalur non reseptor serta mengalami fasilitasi dan reorganisasi.
Nyeri dibedakan menjadi 3, yakni nyeri secara fisiologis, dan patologis.
c. Peran obat anti nyeri atau analgesik pada luka bakar yakni untuk mengurangi
rasa nyeri yang ditimbulkan dari efek luka bakar.
5.2 Saran
Setelah mempelajari Gerak Refleks dan Nyeri diharapkan nantinya
mahasiswa FKG IIK Bhakti Wiyata dapat lebih mengetahui, memahami, dan
menerapkan bagaimana penanganan luka bakar yang menyebabkan nyeri yang
tepat dan mekanisme gerak refleks.

36

DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, setiadi. 2011. Anatomi tubuh manusia. Bekasi: Laskar aksara.
Chaerun,

W.

2005.BukuObat-ObatanPentinguntukPelayanKefarmasian.

Yogyakarta:farsigama.
Ethel, Sloane. 2004. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC.
Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar FisiologiKedokteran Ed. 22.Jakarta: EGC.
Muchid,A,dkk.2006. Pedoman penggunaan obat bebas dan obat terbatas.Jakarta:
Depkes.
Mutschler, Ernest. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi DanToksikologi.
Bandung: ITB.
Pujiyanto, Sri. 2007. Menjelajah Dunia Biologi 2. Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa perawat. Jakarta: EGC.
Tjay, dan KiranaRahardja. 2002.OBAT-OBAT PENTING, Khasiat Penggunaan
danEfek Sampingnya. Elek Media Komputindo:Jakarta (294-302).

Anda mungkin juga menyukai