Disusun Oleh:
Intan Oktaviani 0103519034
Muhamad Muzaki Assidiqi 0103519040
Willda Pricillia Ayuningrum 0103519041
Meylinda Ambar Pamungkas 0103519043
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “
Teori Belajar Bermakna Ausubel” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah Pengembangan Pembelajaran IPA SD Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Teori Belajar
Bermakna Ausubel” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Sulityorini, M.Pd.
selaku dosen mata kuliah Pengembangan Pembelajaran IPA SD yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan nanti kami an demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori belajar menurut David Ausubel?
2. Apa saja tipe-tipe belajar menurut David Ausubel?
3. Variabel apa saja yang mempengaruhi belajar penerimaan bermakna?
4. Bagaimana penerapan teori Ausubel dalam pembelajaran?
5. Bagaimana implementasi penerapan teori bermakna Ausubel pada IPA ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari teori belajar bermakna Ausubel.
2. Untuk mengetahui tipe – tipe belajar menurut Ausubel
3. Untuk mengetahui variable yang mempengaruhi belajar penerimaan
bermakna.
4. Untuk mengetahui penerapan teori Ausubel dalam pembelajaran
5. Untuk mengetahui penerapan teori belajar bermakna Ausubel pada IPA.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Dimensi Pertama
Berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang
disajikan pada pelajar melalui penerimaan atau penemuan. Pada tingkat
pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan dalam bentuk belajar
penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam
bentuk belajar penemuan yang mengharuskan pelajar untuk menemukan
sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan.
2. Dimensi Kedua
Menyangkut cara bagaimana pelajar dapat mengaitkan informasi pada
struktur kognitif yang telah ada. Dalam tingkat kedua, siswa menghubungkan
atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep atau lainnya)
yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi,
siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu
tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Inti dari teori belajar Ausubel adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar
bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-
konsep yang relevan yang terdapat pada struktur kognitif seseorang (Dahar, 2006
: 95). Belajar bermakna akan terjadi apabila informasi yang baru diterima pelajar
6
mempunyai kaitan erat dengan konsep yang sudah ada / diterima sebelumnya dan
tersimpan dalam struktur kognitifnya (Andriyani, 2008, 3.20-3.21). Lebih lanjut
Andriyani menyatakan bahwa informasi baru ini juga dapat diterima atau
dipelajari pelajar tanpa menghubungkannya dengan konsep atau pengetahuan
yang sudah ada. Cara belajar ini disebut belajar menghapal.
7
2.2 Tipe – Tipe Belajar
Menurut Ausubel dan Robinson dalam Slameto (2010, 24) ada empat macam
tipe belajar :
a. Belajar menerima bermakna (Meaningful Reception Learning)
Belajar menerima bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun
secara logis disampaikan kepada pelajar sampai bentuk akhir, kemudian
pengetahuan yang baru itu dikaitkan dengan pengetahuan yang ia miliki.
b. Belajar menerima yang tidak bermakna (Reception learning)
Belajar menerima yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah
tersusun secara logis disampaikan kepada pelajar sampai bentuk akhir,
kemudian pengetahuan yang baru itu dihafalkan tanpa mengaitkannya
dengan pengetahuan yang ia miliki.
c. Belajar penemuan bermakna (Meaningful discovery learning)
Belajar dengan penemuan bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang
telah dimilikinya dengan materi pelajaran yang dipelajarinya atau pelajar
menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian
pengetahuan baru itu ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
d. Belajar penemuan yang tidak bermakna (Discovery learning)
Belajar dengan penemuan tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari
ditemukan sendiri oleh pelajar tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah
dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
8
b. Anak yang akan melaksanakan belajar bermakna sebaiknya mempunyai
kesiapan dan niat untuk belajar belajar.
Dahar melanjutkan kebermaknaan materi pelajaran secara potensial
bergantung pada dua faktor yaitu sebagai berikut:
a. Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis
b. Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif pelajar.
Oleh karena itu, agar terjadi belajar bermakna materi pelajaran harus
bermakna secara logis. Pelajar harus memasukkan materi itu ke dalam struktur
kognitifnya dan dalam struktur kognitif pelajar harus terdapat unsur-unsur yang
cocok untuk mengaitkan materi baru secara non arbitrer dan substantif (Dahar,
2006, 100). Selanjutnya Rosser dalam Dahar (2006, 100) menyatakan bahwa jika
salah satu komponen itu tidak ada, maka materi tersebut dipelajari secara hapalan.
Dahar (2006, 100) mengatakan bahwa untuk dapat menerapkan teori Ausubel
dalam mengajar, sebaiknya kita perhatikan apa yang dikemukakan oleh Ausubel
dalam bukunya yang berjudul Educational Psychology: A Cognitive
View, pernyataan itu berbunyi : “The most important single factor influencing
learning is what the learner already knows. Ascertain this and teach him
accordingly." Ausubel mengatakan faktor terpenting yang mempengaruhi belajar
ialah apa yang telah diketahui pelajar. Yakinilah hal ini dan ajarlah ia demikian."
Untuk menerapkan konsep belajar Ausubel dalam mengajar, selain konsep-
konsep yang telah dibahas terdahulu ada beberapa konsep lain yang perlu
diperhatikan yaitu konsep pengaturan awal, diferensiasi progresif, penyesuaian
integratif, dan belajar superordinat (Dahar, 2006, 100)
Menurut Dahar (2006, 100-104) Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan untuk
menerapkan teori Ausubel :
1) Pengaturan awal
Ausubel (2006, 11) mengatakan bahwa Pengaturan Awal adalah
perangkat pedagogik yang membantu menerapkan prinsip-prinsip
dengan menghubungkan kesenjangan antara apa yang pelajar sudah ketahui
dan apa yang perlu ia ketahui. Pengaturan awal mengarahkan para pelajar ke
materi yang akan merekapelajari dan menolong mereka untuk mengingat
kembali informasi yang berhubungan dengan materi itu, sehingga dapat
9
digunakan dalam menanamkan pengetahuan baru. Pengaturanan awal ini
berisi konsep-konsep atau ide-ide yang diberikan kepada pelajar jauh sebelum
materi pelajaran yang sesungguhnya diberikan (Andriyani, 2008, 3.23).
Ada tiga hal yang dapat dicapai dengan menggunakan pengaturan awal
(Andrayani, 2008, 3.23) :
a. Pengaturanan awal memberikan kerangka konseptual untuk belajar yang
bakal terjadi berikutnya
b. Dapat menjadi penghubung antara informasi yang sudah dimiliki pelajar
saat ini dengan informasi baru yang akan diterima/ dipelajari
c. Berfungsi sebagai jembatan penghubung sehingga memperlancar proses
pengkodean pada pelajar
2) Diferensiasi Progresif
Diferensiasi progresif artinya proses penyusunan konsep yang akan diajarkan.
Menurut Ausubel dalam Dahar (2011, 101), pengembangan konsep
berlangsung paling baik jika unsur-unsur yang paling umum atau paling
inklusif diperkenalkan terlebih dahulu, kemudian baru diberikan hal-hal yang
lebih mendetail dan lebih khusus dari konsep itu. Dengan perkataan lain,
model belajar menurut Ausubel pada umumnya berlangsung
dari umum ke khusus.
3) Belajar Superordinat
Dahar (2006, 103) menyebutkan belajar superordinat terjadi bila konsep-
konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur suatu
konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Sedangkan menurut Andriyani (2008,
3.23) untuk menerapkan strategi mengajar seperti ini perlu dilakukan analisis
konsep. Lanjutnya Andriyani mengatakan analisis konsep dilakukan untuk
menemukan kemudian menghubungkan konsep-konsep utama dari suatu mata
pelajaran sehingga dapat diketahui mana konsep yang paling utama dan
superordinat dan mana konsep yang lebih khusus dan subordinat.
4) Penyesuaian Integratif
Untuk mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran hendaknya disusun
sedemikian rupa hingga kita menggerakkan hierarki konseptual dari atas
hingga ke bawah selama informasi disajikan. Menurut Ausubel dalam Dahar
(2006, 103), dalam mengajar bukan hanya urutan menurut diferensiasi
progresif yang diperhatikan, melainkan juga harus diperlihatkan bagaimana
10
konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep
superordinat. Andriyani (2008, 3.24) tahap ini guru menjelaskan dan
menunjukkan secara jelas perbedaan dan persamaan materi yang baru dengan
materi yang telah dijelaskan terlebih dahulu yang telah dikuasai pelajar.
Dengan demikian pelajar akan mengetahui alasan dan manfaat materi yang
akan dijelaskan tersebut.
11
Kekurangan Belajar Bermakna menurut Ausubel :
1. Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat
2. Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa
mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka
baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan
KELAS V
PB 1
12
Pengaplikasian teori belajar Bermakna Ausubel adalah sebagai berikut:
1. Pilih suatu bacaan atau salah satu bab dari sebuah buku pelajaran.
( terlampir )
2. Tentukan konsep-konsep yang relevan dari topik yang akan atau sudah
diajarkan.
13
5. Hubungkan konsep-konsep ini dengan kata-kata sehingga menjadi sebuah
peta konsep
jenis contoh
Makhluk Hidup Hewan Sapi
makan
Di cerna masuk
Esofagus mulut Rumput
Di olah di
Rumen retikulum
menuju
Di olah
Abomasum
Di teruskan dalam
Anus (enzim Omasum
pepsin)
14
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi yaitu
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada
pelajar melalui penerimaan (reception learning) atau penemuan (discovery
learning) dan menyangkut cara bagaimana pelajar dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada, yaitu belajar bermakna (meaningful
learning) atau hafalan (rote meaningful). Pembelajaran bermakna merupakan
suatu proses yang mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel
dalam Dahar (2006, 98) ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan
pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Ausubel
mengemukakan bahwa belajar menerima dan belajar menemukan adalah dua hal
yang berbeda. Pada belajar menerima, isi pokok yang akan dipelajari diberikan
kepada pelajar dalam bentuk catatan. Sedangkan dalam belajar penemuan, metode
dan tujuan tidak sepenuhnya beriring. Ausubel juga menjelaskan bahwa
perbedaan antara belajar hafalan dan belajar bermakna sering dicampuradukkan
dengan perbedaan antara belajar menerima dan belajar menemukan.
Menurut Dahar (2006, 100-104) Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan untuk
menerapkan teori Ausubel : 1) pengaturan awal, 2) Diferensiasi progresif , (3)
belajar superordinat, 4) penyesuaian integratif.
3.2 SARAN
3.2.1 Bagi mahasiswa calon guru sebaiknya memahami teori belajar bermakna
untuk dijadikan sebagai bekal agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan
baik nantinya.
3.2.2 Bagi pendidik sebaiknya memahami teori belajar bermakna untuk dapat
membantu meningkatkan pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu
pendidikan.
15
DAFTAR RUJUKAN
16
Lampiran
Hewan Ruminansia
Hewan pemamah biak (Ordo Artiodactyla atau hewan berkuku genap, terutama dari
subordo Ruminansia) adalah sekumpulan hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang
mencerna makanannya dalam dua langkah: pertama dengan menelan bahan mentah,
kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya dan
mengunyahnya lagi. Lambung hewan-hewan ini tidak hanya memiliki satu ruang
(monogastrik) tetapi lebih dari satu ruang (poligastrik, harafiah: berperut banyak).
Hewan pemamah biak secara teknis dalam ilmu peternakan serta zoologi dikenal
sebagai ruminansia. Hewan-hewan ini mendapat keuntungan karena pencernaannya
menjadi sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan,
dengan dibantu mikroorganisme di dalam perut-perut pencernanya.
Semua hewan yang termasuk subordo Ruminansia memamah biak, seperti sapi,
kerbau, kambing, domba, jerapah, bison, rusa, kancil, gnu, dan antelop. Ruminansia
yang bukan tergolong subordo Ruminansia misalnya unta dan llama. Kuda, walaupun
bukan poligastrik, memiliki modifikasi pencernaan yang efisien pula.
(Sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Hewan_pemamah_biak)
17
Esophagus
Rongga Mulut
Esophagus (Kerongkongan)
18
lambung. Makanan yang melalui kerongkongan cukup singkat sebab sebagian banyak
hewan ruminansia mempunyai organ kerongkongan relatif pendek.
Rumen adalah bagian lambung terbesar. Didalam rumen inilah makanan akan
menjadi lembut, dan bila telah memasuki rumen yang kedua kalinya selanjutnya
mengeluarkan makanan tersebut. Karena makanan itu telah bercampur dengan air liur
dan enzim-enzim yang ada dalam rongga mulut. Rumen bisa menampung lumayan
bayak makanan.
Kemudian makanan akan menuju omasum, didalam omasum ada enzim-enzim yang
bertugas untuk menghaluskan makanan. Disinlah terjadi proses absorpsi yakni
penyerapan air yang dikerjakan oleh dinding omasum. Bentuk permukaan omasum
ini berbuku-buku. Ph omasum sekitar antara 5,2 – 6,5.
Usus Halus
19
Sesudah melewati beragam tahap pencernaan yang ada di dalam lambung, lalu
makanan lanjut ke usus halus. Usus halus akan menyerap sari-sari makanan di dalam
lambung yang telah di giling halus. Kemudian sari-sari tersebut di edarkan ke seluruh
tubuh serta menjadi energi. Usus halus terdiri atas tiga bagian yakni duodenum,
jejenum serta ileum. Proses penyerapan sari dari organ gastrointestinal caranya
dengan transpor pasif (difusi dipermudah).
Rektum
adalah organ terakhir dari usus besar pada beberapa jenis mamalia yang berakhir di
anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses
Anus
Setelah proses penyerapan sari-sari makanan oelh usus halus, kemudian ampas-ampas
bekas dari proses penyerapan tersebut di bawa menuju anus. Kemudian ampas-ampas
tersebut menumpuk ampas-ampas sebelumnya dan menjadi kotoran yang siap untuk
dikeluarkan.
(sumber https://mengakujenius.com/sistem-pencernaan-hewan-ruminansia-pemamah-
biak-lengkap/) nama organ, fungsi organ.
20