Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


IMPLIKASI TEORI BELAJAR BERMAKNA DARI DAVID PAUL
AUSUBEL

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Usman Mulbar M.Pd.

Disusun Oleh:

HASNIATI HASAN (210101500020)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan hidayah
yang diberikan-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Belajar
Bermakna Dari David P. Ausubel”.Adapun makalah ini disusun untuk mmenuhi tugas matakuliah
Perkembangan peserta didik. Selain itu makalah ini bertujuan menambah wawasan mengenai
materi “Implikasi Teori Belajar Bermakna Dari David P. Ausubel” bagi para pembaca dan
juga bagi kami. Terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan hanya karena kemampuan kami
semata-mata. Namun, karena adanya juga dukungan dari pihak-pihak yang terkait

Sehubungan dengan hal tersebut, kami dengan ketulusan hati mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.Dalam
penyusunan makalah ini, kami menyadari pengetahuan dan pengalaman kami masih sangat
terbatas. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar
makalah ini lebih baik dan bermanfaat. Kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Terimakasih.

Penulis

Hasniati Hasan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Ausubel .......................................................................................... 3


2.2 Cara Menerapkan Teori Belajar Ausubel .............................................................. 5
2.3 Implikasi Teori Belajar Bermakna menurut Ausubel ............................................ 7

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 17

3.2 Saran.................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri manusia. Kegiatan
belajar sangat dipengaruhi bermacam-macam faktor. Metode dan strategi belajar
sangat menentukan keberhasilan pembelajaran. Keberhasilan siswa mencapai suatu
tahap hasil belajar memungkinkannya untuk belajar lebih lancar dalam mencapai tahap
selanjutnya. Strategi pembelajaran tidak terlepas dari teori belajar yang dihasilkan oleh
pakar-pakar pendidikan. Teori belajar yang bersumber dari pakar pendidikan atau
pakar psikologi pendidikan banyak macamnya. Seperti teori pembelajaran David
Ausebel.

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel bahan
subjek yang dipelajari siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep
relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah
faktafakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan
diingat siswa. Ausubel menyatakan bahwa belajar dilakukan dengan reception learning
yang artinya seorang individu belajar hanya dengan menerima informasi yang
didapatnya tanpa mencari atau menemukan sendiri informasi tersebut.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu

1. Bagaimana kah Teori Belajar Bermakna menurut David Paul Ausubel?


2. Bagaimana cara menerapkan Teori Belajar Bermakna menurut David Paul
Ausubel ?
3. Bagaimana Implikasi Teori Belajar Bermakna menurut Ausubel
1.3.Tujuan

1
Adapun tujuan yang dibahas dalam makalah ini yaitu

1. Untuk mengetahui Teori Belajar Bermakna menurut David Paul Ausubel


2. Untuk mengetahui cara menerapkan Teori Belajar Bermakna menurut David Paul
Ausubel
3. Untuk mengetahui Implikasi Teori Belajar Bermakna menurut Ausubel

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Teori Belajar Ausubel

a) Belajar Menurut Ausebel


Ausubel mengklasifikasikan belajar kedalam dua demensi sebagai berikut:
 Demensi-1, tentang cara penyajian informasi atau materi kepada siswa.
Demensi ini meliputi belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu
dalam bentuk final dan belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk
menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan
 Demensi-2, tentang cara siswa mengkaitkan materi yang diberikan dengan
struktur kognitif yang telah dimilikinya. Jika siswa dapat menghubungkan
atau mengkaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya
maka dikatakan terjadi belajar bermakna. Tetapi jika siswa menghafalkan
informasi baru tanpa menghubungkan pada konsep yang telah ada dalam
struktur kognitifnya maka dikatakan terjadi belajar hafalan

Kedua demensi ini merupakan suatu kontinum. Novak (dalam Dahar, 1988:
136) memperlihatkan gambar sebagai berikut:

3
Sepanjang kontinum mendaftar terdapat dari kiri ke kanan berkurangnya belajar
penerimaan dan bertambahnya belajar penemuan, sedangkan sepanjang
kontinum vertical terdapat dari bawah ke atas berkurangnya belajar hafalan dan
bertambahnya belajar bermakna

Dari gambar diatas dapat dikatakan bahwa belajar penerimaan yang bermakna
dapat dilakukan dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep,
sedangkan belajar penemuan yang masih berupa hafalan apabila belajar
dilakukan dengan pemecahan masalah secara coba-coba. Belajar penemuan
yang bermakna hanyalah terjadi pada penelitian ilmiah. Sehubungan dengan
kedua demensi diatas, Ausubel (dalam Hudoyo, 1988: 62) mengklasifikasikan
empat kemungkinan type belajar, yaitu belajar dengan penemuan bermakna,
belajar dengan ceramah yang bermakna, belajar penemuan yang tidak
bermakna, dan belajar ceramah yang tidak bermakna.

Inti dari belajar Ausubel ini adalah belajar penerimaan yang bermakna.
Dikatakan Ausubel (dalam Hudoyo, 1988:62) bahwa belajar dikatakan
bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai
dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Dengan belajar bermakna ini peserta
didik menjadi kuat ingatannya dan transfer belajar mudah dicapai Menurut

4
Ausubel (dalam Dahar, 1988: 142), bahwa prasyarat belajar bermakna adalah
sebagai berikut:

1. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial.


Kebermaknaan materi tergantung pada dua factor berikut:
 Materi harus memiliki kebermaknaan logis, yaitu merupakan materi
yang nonarbitrar dan substantive. Materi yang nonarbitrar adalah materi
yang konsisten dengan yang telah diketahui, sedangkan materi yang
substantive adalah materi yang dapat dinyatakan dalam berbagai cara
tanpa mengubah artinya.
 Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif
siswa. Dalam hal ini harus diperhatikan pengalaman anak-anak, tingkat
perkembangan intelektual mereka, intelegensi dan usia
2. Siswa yang akan belajar harus bertujuan untuk melaksanakan belajar
bermakna.
Dengan demikian siswa mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar
bermakna. Jadi tujuan siswa merupakan faktor utama dalam belajar
bermakna Sebagaimana disimpulkan oleh Rosser (dalam Dahar, 1988: 143)
bahwa belajar bermakna dapat terjadi bila memenuhi tiga komponen yaitu
materi pelajaran harus bermakna secara logis, siswa harus bertujuan untuk
memesukkan materi itu kedalam struktur kognitifnya dan dalam struktur
kognitif siswa harus terdapat unsur-unsur yang cocok untuk mengkaitkan
atau menghubungkan materi baru secara nonarbitrar dan substantif. Jika
salah satu komponen tidak ada,maka materi itu akan dipelajari secara
hafalan
2.2. Cara Menerapkan Teori Belajar Ausubel
Untuk menerapkan teori belajar Ausubel, Dadang Sulaiman menyarankan agar
menggunakan dua fase yaitu fase perencanan dan fase pelaksanaan. Fase
perencanaan terdiri dari menetapkan tujuan pembelajaran, mendiagnosis latar

5
belakang pengetahuan siswa, membuat struktur materi dan memformulasikan
advance organizer. Fase pelaksanakan terdiri darai advance organizer, diferensiasi
progresif dan rekonsiliasi integratif
a) Fase Perencanaan
 Menetapkan Tujuan Pembelajaran, tahapan pertama dalam kegiatan
perencanaan adalah menetapkan tujuan pembelajaran. Model Ausubel ini dapat
digunakan untuk mengajarkan hubungan antara konsep-konsep dan
generalisasi-generalisasi. Sebagaimana dikatakan Sulaiman (1988: 199), bahwa
model Ausubel tidak dirancang untuk mengajarkan konsep atau generalisasi,
melainkan untuk mengajarkan “Organized bodies of content” yang memuat
bermacam konsep dan generalisasi
 Mendiagnosis latar belakang pengetahuan siswa, model Ausubel ini meskipun
dirancang untuk mengajarkan hubungan antar konsep-konsep dan
generalisasigeneralisasi dan tidak untuk mengajarkan bentuk materi pengajaran
itu sendiri tetapi cukup fleksibel untuk dipakai mengajarkan konsep dan
generalisasi, dengan syarat guru harus menyadari latar belakang pengetahuan
siswa, Efektivitas penggunaan model ini akan sangat tergantung pada
sensitivitas guru terhadap latar belakang pengetahuan siswa, pengalaman siswa
dan struktur pengetahuan siswa. Latar belakang pengetahuan siswa dapat
diketahui melalui pretes, diskusi atau pertanyaan
 Membuat struktur materi, membuat struktur materi secara hierarkis merupakan
salah satu pendukung untuk melakukan rekonsiliasi integratif dari teori Ausubel
 Memformulasikan Advance Organizer, menurut Eggen(1979: 277), Advance
organizer dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: a) mengkaitkan atau
menghubungkan materi pelajaran dengan struktur pengetahuan siswa, b)
mengorganisasikan materi yang dipelajari siswa.

Terdapat tiga macam organizer, yaitu definisi konsep, generalisasi dan analogi

6
1) Definisi konsep dapat merupakan organizer materi yang bermakna, bila materi
tersebut merupakan bahan pengajaran baru atau tidak dikenal oleh siswa.
Untuk kemudahan siswa, guru sebaiknya mengusahakan agar definisi dibuat
dalam terminalogi yang dikenal siswa.
2) Generalisasi berguna untuk meringkas sejumlah informasi
3) Analogi merupakan advance organizer yang paling efektif karena seringkali
sesuai dengan latar belakang siswa. Nilai analogi sebagai advance
organizertergantung pada dua faktor yaitu(1)penguasaan atau pengetahuan
siswa terhadap analogi itu, (2) tingkat saling menunjang antara gagasan yang
diajarkan dengan analogi yang digunakan. Dengan analogi, motif dan minat
siswa lebih baik dibandingkan dengan generalisasi dan definisi konsep
b) Fase Pelaksanaa
Setelah fase perencanaan, guru menyiapkan pelaksanaan dari model Ausubel ini.
Untuk menjaga agar siswa tidak pasif miaka guru harus dapat mempertahankan
adanya interaksi dengan siswa melalui tanya jawab, memberi contoh perbandingan
dan sebaginya berkaitan dengan ide yang disampaikan saat itu Guru hendaknya
mulai dengan advance organizer dan menggunakannya hingga akhir pelajaran
sebagai pedoman untuk mengembangkan bahan pengajaran. Langkah berikutnya
adalah menguraikan pokok-pokok bahan menjadi lebih terperinci melalui
diferensiasi progresif. Setelah guru yakin bahwa siswa mengerti akan konsep yang
disajikan maka ada dua pilihan langkah berikutnya yaitu:
1) menghubungkan atau membandingkan konsep-konsep itu melalui rekonsiliasi
integratif, atau
2) melanjutkan dengan difernsiasi progresif sehingga konsep tersebut menjadi
lebih luas
2.3.Implikasi Teori Belajar Bermakna menurut Ausubel

Konsep lain dari Ausubel adalah Integrative Reconciliation dimana kita mencoba
melihat persamaan dan perbedaan dari dua materi berbeda. Misalnya saja dalam mata

7
kuliah Konstruksi Alat Ukur ketika mempelajari konstruksi tes prestasi dan skala sikap.
Melihat kedua materi tersebut, saya melihat langkah-langkah dalam mengkonstruksi
alat ukur keduanya memiliki beberapa persamaan seperti alat ukur harus memiliki
tujuan ukur, aitem dalam tes harus relevan dengan tujuan ukur, dan sebagainya. Selain
itu, saya juga dapat menemukan perbedaan diantara keduanya. Setiap manusia
memiliki struktur kognitif dimana struktur tersebut tersusun secara hirarki. Struktur
kognitif yang kita miliki atau dengan kata lain pengetahuan yang kita miliki
menentukan proses belajar selanjutnya. Jika kita memiliki anchoring ideas maka akan
lebih mudah bagi kita dalam menyesuaikan/mencocokan informasi yang kita miliki dan
yang kita baru dapatkan. Misalnya, di semester sebelumnya banyak dibahas mengenai
tokoh Bandura. Karena sering dipelajari maka materi tersebut akan lebih mudah
dipahami. Tetapi ketika mendapat materi mengenai tokoh Bruner sedangkan
sebelumnya tidak pernah dibahas, saya menjadi merasa agak susah memahami
materivtersebut.

Ada juga konsep lain yang dicetuskan Ausubel yakni Progressive


Differentiation.dimana kita belajar secara inklusif atau dengan kata lain kita belajar
dari hal-hal umum sampai ke hal yang lebih mendetail/spesifik. Hal ini dapat dilihat
dalam program mata kuliah yang diberikan. Mata kuliah yang diberikan biasanya yang
lebih mendasar dulu baru ke tingkat yang lebih tinggi. Contohnya, kami biasanya
diajarkan pengenalan Psikologi kemudian ke cabang-cabangnya yaitu Psikologi
Pendidikan, Psikologi Industri Organisasi. Nantinya materi yang dipelajari akan
semakin spesifik atau mendetail. Selain diterapkan dalam program mata kuliah yang
ada di kampus, konsep ini juga dapat diterapkan dalam satu mata kuliah. Misalnya saja
ketika mempelajari dasar organisasi. Pertama akan dipelajari apa itu organisasi, apa
yang menjadi tujuan organisasi, bagaimana sistem dalam organisasi sampai belajar
bentuk-bentuk organisasi yang ada. Untuk memahami suatu materi, kesiapan materi
juga harus dipertimbangkan melalui pemahaman seseorang mengenai materi
sebelumnya. Prinsip ini disebut reconciliation. Prinsip ini dapat berjalan dengan adanya

8
konfirmasi, koreksi, dan klarifikasi. Misalnya saja, ketika kelompok menyudahi suatu
presentasi, Bu Ika akan bertanya apa saja yang telah kami tangkap dari suatu materi.
Maksud dari pertanyaan tersebut adalah untuk mengetahui apakah konsep yang telah
kami dapat sudah benar atau belum. Selain itu, Bu Ika akan melakukan koreksi apabila
pemahaman kami salah. Hal itu dilakukan sebagai umpan balik agar kami dapat
menguasai suatu materi dengan benar.

Implikasi teori belajar menurut Ausabel adalah:

1. Guru menjelaskan tujuan pengajaran.


Pengertian tujuan pembelajaran menurut para ahli dapat dijadikan patokan
dalam memahaminya. Seperti yang telah disebutkan Menurut David E. Kapel dan
Edward L. Dejnozka, tujuan pembelajaran merupakan sebuah deklarasi yang detail
yang dikemukakan dalam sikap dan dimanifestasikan dalam bentuk tulisan agar
bisa dicerna dengan baik dan bisa menjadi hasil yang diinginkan. Sedangkan,
Henry Ellington (1984) dan Fred Percival menyatakan bahwa tujuan pembelajaran
adalah suatu deklarasi yang jelas dan memperlihatkan penampilan atau skill dari
siswa yang bisa diraih dalam aktivitas pembelajaran. Selain itu, Robert F Mager,
menyebutkan tujuan pembelajaran merupakan sikap yang akan meraih suatu
kompetensi yang telah dicanangkan. Sikap yang dimaksud adalah fakta yang
abstrak maupun konkret. Langkah berikutnya tujuan pembelajaran
diimplementasikan secara global di tahun 1971 termasuk di Indonesia.
Penyusunan tujuan pembelajaran sangatlah penting dalam rangkaian
pengembangan desain pembelajaran. Pada tahap ini, kamu akan menentukan tujuan
pembelajaran yang menjadi acuan untuk menentukan jenis materi pembelajaran,
strategi pembelajaran, metode pembelajaran, dan media pembelajaran yang akan
digunakan dalam proses pembelajaran. Tanpa tujuan yang jelas, pembelajaran
akan menjadi kegiatan tanpa arah, tanpa fokus, dan menjadi tidak efektif.
a) Manfaat Tujuan Pembelajaran

9
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu,
baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi
4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:

1. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar


kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara
lebih mandiri;
2. Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;
3. Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media
pembelajaran;
4. Memudahkan guru mengadakan penilaian.
b) Komponen Penulisan Tujuan Pembelajaran
Terdapat beberapa komponen penting dalam menulis format tujuan
pembelajaran. Berikut diantaranya:
1. Mengungkapkan sesuatu yang memang harus dilaksanakan peserta didik
pada saat pembelajaran berlangsung dan memberikan pemberitahuan
berupa apa saja keterampilan atau kemampuan yang harus dikuasainya.
2. Adanya panduan berupa masalah atau hambatan yang bisa muncul saat
pembelajaran dilaksanakan
3. Adanya panduan yang jelas tentang parameter rendah dan tinggi suatu
tujuan pembelajaran diraih.
c) Klasifikasi Tujuan Pembelajaran
1. Ranah Kognitif
Pada ranah ini tujuan pembelajaran membicarakan tentang aktivitas
intelektual yang bermuara dari level pengetahuan hingga ke level atas yaitu
evaluasi. Pada ranah kognitif ini terdapat enam level. Berikut urutan level
kognitif yang perlu diketahui:
 Level Knowledge (Pengetahuan).

10
Siswa dituntut untuk bisa mengingat atau menghafal suatu materi
(pelajaran). Selain itu siswa akan ditantang untuk bisa menjelaskan
kembali pengetahuan yang sudah diterima sebelumnya.
 Level Comprehension (Pemahaman).
Siswa diharuskan untuk bisa melakukan tafsiran, mengartikan,
menerjemahkan dan menjelaskan dengan cara mereka sendiri mengenai
pengetahuan yang sudah pernah diterima sebelumnya.
 Level Application (Penerapan).
Menguji keahlian siswa dalam menerapkan pengetahuan untuk tujuan
menyelesaikan masalah yang ada dalam soal maupun kehidupan nyata.
 Level Analysis (Analisis).
Kemampuan siswa dalam mempraktekan segala pengetahuan yang
diraih untuk membuat solusi dari kehidupan sehari hari.
 Level Synthesis (Sintesis).
Keahlian siswa untuk bisa menghubungkan dan memadukan berbagai
komponen dan aspek dari pengetahuan untuk dijadikan sebuah
pengetahuan baru.
 Level Evaluation (Evaluasi).
Keahlian siswa untuk menciptakan prediksi atau keputusan dari sebuah
persoalan atau pengetahuan yang telah dipunya.
2. Ranah Afektif (Sikap dan Perilaku)
Ranah afektif memiliki hubungan dengan perilaku, minat, penghargaan
dan adaptasi mental sosial. Berikut urutan level afektif yang perlu
diketahui:\
 Kemauan Menerima: Kemauan untuk bisa mengamati suatu fenomena
dan mampu menerima secara lapang, seperti kemauan menerima
pendapat orang lain.

11
 Kemauan Menanggapi: Ketika siswa ikut serta secara aktif dalam acara
tertentu, yang lebih condong pada perilaku inisiatif.
 Berkeyakinan: Penerimaan siswa terhadap sistem nilai tertentu dalam
diri personal masing masing.
 Penerapan Karya: Pengakuan siswa pada sistem nilai yang bersifat
subyektif pada sebuah karya. Contohnya adalah kesadaran pada hak dan
kewajiban.
 Ketekunan dan Ketelitian: Siswa yang telah mempunyai sistem nilai
akan bisa berkomitmen tentang apa yang sudah diyakini tentang sistem
nilai tersebut. Ini bisa terlihat bila siswa telah bisa berperilaku objektif
pada setiap hal.
3. Ranah Psikomotor
Pada ranah ini tujuan pembelajaran yang berhubungan dengan skill atau
keterampilan yang memiliki karakter konkret, fisik atau motorik. Berikut
urutan level psikomotor yang perlu diketahui:
 Persepsi. Hal yang berhubungan dengan cara pemakaian indra saat
melaksanakan suatu aktivitas.
 Kesiapan. Hal yang berkaitan dengan kesanggupan dalam
melaksanakan sesuatu hal, seperti kesiapan fisik, pikiran, hingga
mental.
 Mekanisme. Aktivitas yang berhubungan dengan performa respon
dalam sebuah habit (kebiasaan). Ini bisa dilihat saat seseorang bisa
menampilkan performa pada bidang keahlian tertentu yang bersifat
spesifik.
 Respons Terbimbing. Berkaitan dengan cara menduplikasi atau meniru
suatu aksi dari orang lain. Dan melakukan aksi tersebut secara identik.
 Kemahiran. Tingkatan ini berhubungan dengan keterampilan pada
kinerja gerakan motorik.

12
 Adaptasi. Berkaitan dengan skill yang telah ada dan berkembang pada
masing masing personal. Sehingga individu tersebut bisa
mentransformasikan setiap gerakan yang ada dengan keadaan atau
kondisi tertentu.
 Originasi. Berhubungan dengan metode untuk membuat gerakan baru
yang diadaptasi sesuai pada kondisi tertentu.
2. Guru menyajikan organizers, yang meliputi identifikasi, atribut-atribut tertentu dan
lain sebagainya.
Dalam menyajikan organizer ini, penyajiannya yaitu pertama guru menyajikan
kerangka konsep yang umum dan menyeluruh terlebih dahulu untuk kemudian
dilanjutkan dengan penyajian informasi yang lebih spesifik. Gambaran konsep atau
proposisi yang utama harus dikemukakan secara jelas dan hati-hati sehingga siswa
mau melakukan eksplorasi baik berupa tanggapan maupun mengajukan contoh-
contoh.
3. Guru memberikan contoh materi.
Seorang guru dituntut untuk menguasai bahan atau materi pelajaran, karena
materi pelajaran merupakan kegiatan yang sangat urgen dalam kegiatan proses
belajar mengajar. Maka dengan guru menguasai materi pelajaran dapat memperluas
wawasan cakrawala berfikir anak didik.
4. Guru menunjukkan hubungan, dan Mengulang.
Guru yang baik terampil mengajukan pertanyaan dengan baik. Keterampilan
bertanya hal yang penting bagi seorang guru, bertanya bertujuan menciptakan
suasana pembelajaran lebih bermakna, sehingga memberi pengaruh pada peserta
didik. Beberapa alasan mengapa keterampilan bertanya perlu dikuasai adalah:
a) Guru cenderung mendominasi ceramah dalam kelas,
b) Siswa belum terbiasa mengajukan pertanyaan,
c) Siswa harus dilibatkan secara mental intelektual secara maskimal,

13
d) Adanya anggapan bahwa pertanyaan hanya berfungsi untuk menguji
pemahaman siswa.

Bertanya merupakan ucapan verbal yang meminta proses dari seseorang yang
dikenai. Respons yang diberikan dapat berupa pengetahuan sampai dengan hal-hal
yang merupakan hasil pertimbangan. Bertanya merupakan stimulus efektif yang
mendorong kemampuan berpikir Penguasaan keterampilan bertanya penting
dikuasai oleh guru.

5. Guru membangkitkan kesadaran pengetahuan dan pengalaman siswa yang relevan.


Mengajar merupakan proses menciptakan situasi di mana siswa dapat berinteraksi
dengan materi yang akan dipelajari untuk membangun pengetahuan. Belajar
dikatakan terjadi ketika pengalaman-pengalaman ini mendatangkan transformasi
kesadaran yang mengarah pada pemahaman dan kepedulian yang lebih besar
terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Prestasi akademis dari perspektif
ini mirip dengan aktualisasi diri. Artinya, ini dianggap sebagai menemukan dan
mengembangkan bakat dan kemampuan unik setiap individu semaksimal mungkin.
Prestasi akademis juga melibatkan kesadaran akan berbagai dimensi diri dan
memperluas kesadaran seseorang
6. menyajikan bahan.
Salah satu fungsi pengajaran yang harus dijalankan guru adalah menyajikan
bahan pelajaran agar sampai dan bisa dikuasai oleh siswa. Dalam penyajian bahan
pelajaran ini, biasanya guru harus melibatkan berbagai metode, gaya, pendekatan
serta strategi pengajaran. Di samping itu, pada praktek penyajiannya, guru pun
harus memperhitungkan beberapa hal yang berkaitan dengan teknik penyajian yang
harus dikuasai guru sebagai keterampilan pengajaran. Keterampilan penyajian ini
diyakini dapat
memfasilitasi pembentukan rencana gerak yang akurat dan memotivasi siswa untuk
terlibat secara penuh.
7. mempertahankan perhatian

14
Perhatian siswa selalu merujuk pada hal yang mereka sukai dan yang mereka
senangi. Tapi, tidak sesederhana itu juga untuk menyimpulkan perhatian siswa.
Apalagi untuk anak sekolah dasar. Karena untuk mengajari anak-anak, kita mesti
menjadi anak-anak terlebih dahulu. Cara Menarik Perhatian Siswa Dengan 5 Hal
Ini:
a) Belajar Sambil Bermain.
b) Media Belajar yang Tepat.
c) Membuat Kesan Lucu.
d) Memberikan Pertanyaan.
e) Memberikan Hadiah.
8. membuat organisasi secara eksplisit; dan\
9. menyusun urutan bahan belajar secara logis.
Penyajian bahan belajar bisa dilakukan dengan cara ceramah, diskusi, film,
percobaan, atau membaca. Selama presentasi bahan belajar kepada siswa perlu
dibuat secara eksplisit sehingga mereka memiliki suatu pengertian secara
keseluruhan tentang tujuan dan dapat melihat urutan logis tentang bahan dan
bagaimana organisasi bahan itu berkaitan dengan advanced organizers.
10. meminta siswa untuk menjelaskan bagaimana hubungan antara bahan baru itu
dengan organizers
Advance organizer akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran
yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya, dengan
demikian agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau informasi baru harus
dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.
Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan adalah tidak bermakna
bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.
11. meminta siswa membuat contoh-contoh lain tentang konsep atau proposisi dalam
bahan belajar

15
12. meminta siswa mengemukakan secara verbal esensi bahan, dengan menggunakan
kalimat dan kerangka pikirannya sendiri; dan

13. meminta siswa membahas bahan menurut sudut pandangnya sendiri.

16
BAB III
PENUTUP
1.1.Kesimpulan
Ada beberapa tipe belajar menurut Ausubel, yaitu: 1) Belajar dengan penemuan
yang bermakna, 2) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, 3) Belajar
menerima (ekspositori) yang bermakna. Menurut Ausubel (Burhanuddin, 1996 : 112)
pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif
yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan
pada waktu tertentu.
Belajar membeo atau biasa disebut dengan rote learning oleh David Paul Ausubel.
Belajar membeo merupakan cara belajar dengan hafalan, dimana dimaksudkan bahwa
peserta didik yang belajar dengan membeo tidak memahami konsep yang diajarkan dan
tidak terproses dalam pengelompokan dalam pikiran peserta didik tersebut. Belajar
harus bermakna karena hal-hal yang dipelajari akan berhubungan dengan hal-hal lain
yang akan dipelajari dikemudian hari. Dengan kata lain, belajar harus bermakna agar
hal-hal yang dipelajari tidak mudah luntur dipikiran dan berguna ketika dihadapkan
dengan hal lain yang berkaitan dengan informasi yang telah ada dalam struktur pikiran.
1.2.Saran
Diharapkan bagi pembaca khususnya mahasiswa jurusan kependidikan dan calon
guru agar lebih memahami Implikasi Teori Belajar Bermakna Dari David P. Ausubel
agar lebih meningkatkan dan mengembangkan profesinya sehingga menjadi guru yang
professional dan berkualitas dalam upaya menambah wawasan dan memperkaya
pengetahuan peserta didik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Rtnowilis, 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Kurnianingsih, Sri, dkk, 2000. Mathematics for Senior School Grade X, Jakarta: Eksis
Eggen, Paul D&Kauchah, Donal P, 1988. Strategies for Teacher (Teaching
content and Thinking Skill) Prentice Hall, Englewood Cliffs New Jersey

Hudoyo, Herman, 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: Penerbit


IKIP Malang

Nur, Muhammad, 2000. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: Pusat Studi Matematika


& IPA Unesa

Soedjadi, 1985. Mencari Strategi Pengelolaan Pendidikan Matematika Menyongsong


Tinggal

Sudjana, Nana, 1989. Cara Belajar Siswa aktif dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru

Sulaiman , Dadang, 1988. Teknologi/ Metodologi Pengajaran. Jakarta: P2LPTK

18

Anda mungkin juga menyukai