Anda di halaman 1dari 31

Resume Belajar dan Pembelajaran

Bab 8-12

Nama : M.Dimas Dhitya Asri


NPM : 1913024039
Prodi : Pendidikan Biologi (A)
Mata Kuliah : Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pengampu : Rini Rita Marpaung, S.Pd ., M.Pd
BAB 8
David Ausubel : Belajar Bermakna
A. Belajar menurut Asubel
Menurut Asubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi (Gambar
8.1). Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi
pembelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan.
Dimensi kedua mencangkup bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada.
Struktur kognitif ialah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan
diingat oleh siswa. Kedua dimensi, yaitu penerimaan/penemuan dan
hafalan/bermakna tidak menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan
merupakan suatu kontinum (Gambar 8.2).
Asubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar
penerimaan dengan belajar hafalan sebab mereka berpendapat bahwa belajar
bermakna hanya terjadi bila siswa menemukan sendiri pengetahuan.

1. Belajar Bermakna
Inti teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna (Ausubel, 1968).
Bagi Ausubel belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya
informasi baru ada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang.
Dasar dasar biologi belajar bermakna menyangkut perubahan-perubahan
dalam jumlah atau ciri-ciri neutron yang berpartisipasi dalam belajar
bermakna. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna menyangkut
asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam struktur
kognitif seseorang.
2. Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan atau subsumer-subsumer relevan,
informasi baru dipelajari secara hafalan. Bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan
pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, maka akan terjadi
belajar hafalan.
3. Subsumsi-subsumsi Obileratif
Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna, subsumer
mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang
perseptual dan menyajikan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah
dimiliki sebelumnya. Menurut Ausubel, terjadi subsumi obliteratif (subsumi yang telah rusak). Ini tidak berarti
bahwa subsumer yang tinggal telah kembali pada keadaan sebelum terjadi proses subsumi. Jadi walaupun
keliatannya ada sesuatu unsur subordinat yang hilang, subsumer telah diubah oleh pengalaman belajar
sebelumnya.
Menurut Ausubel dan juga Novak (1977), ada tiga manfaat dari belajar mendukung, yaitu:
A. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat
B. Informasi yang tersubsumsi berakibat peningkatkan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses
belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip;
C. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif meninggalkan efek residual pada subsumer sehingga
mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah terjadi "lupa".
4. Variable yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (1963) ialah
struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan jelaskan pengetahuan dalam suatu bidang studi
tertentu dan ada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan
kejelasan arti-arti yang timbul saat informasi baru masuk kedalam struktur kognitif itu,
demikian sifat proses interaksi yang terjadi.
Prasyarat-prasyarat belajar bermakna adalah sebagai berikut :
a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial.
Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar
bermakna, jadi mempuanyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna.
Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial bergantung pada dua faktor, yaitu sebagai
berikut:
a. Materi itu harus memiliki kebermaknaan logis.
b. Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan materi yang nonarbitrer dan
substantif. Materi yang nonarbitrer ialah materi yang serupa dengan apa yang telah diketahui.
Materi itu harus substantif yang berarti materi itu dapat dinyatakan dalam berbagai cara,
tanpa mengubah artinya.
B. Menerapkan Teori Ausubel dalam Mengajar
Untuk dapat menerapkan teori Ausubel dalam mengajar, sebaiknya kita
perhatikan apa yang dikemukakan oleh Ausubel dalam bukunya yang
berjudul Education Psychology : A Cognitive View, Pernyataan itu
berbunyi:
“The most important single factor influencing learning is what the learner
already knows. Ascertain this and teach him accordingly.” (Ausubel, 1968)
Atau yang berarti sebagai berikut :
“Faktor terpenting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah
diketahui siswa. Yakinilah hal ini dan ajarlah ia demikian.”
1. Pengatur Awal
Pengatur awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari dan menolong
mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan
dalam membantu menanamkan pengetahuan baru.
2. Diferensiasi Progresif
Guru mengajarkan konsep-konsep yang paling inklusif dahulu, konsep-konsep yang kurang
inklusif, dan setelah itu baru mengajarkan hal-hal yang khusus, seperti contoh-contoh
setiap konsep. Proses penyusunan konsep semacam ini disebut diferensiasi progresif.
3. Belajar Superordinat
Selama informasi diterima dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif
(subsumi), konsep itu tumbuh atau mengalami diferensiasi. Proses subsumsi ini dapat terus
berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal yang baru.
4. Penyesuaian Integratif
Menurut Ausubel, dalam mengajar bukan hanya urutan menurut diferensiasi progresif yang
diperhatikan melainkan juga harus diperhatikan bagaimana konsep-konsep baru
dihubungkan pada konsep-konsep superordinat.
BAB 9
Peta Konsep dan Vee-Heuristika
A. Peta Konsep
Dikemukakan terdahulu bahwa Ausubel sangat menekankan agar para guru mengetahui
konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa (advance organizer) supaya belajar bermakna
dapat berlangsung.
1. Apakah Peta Konsep Itu?
Peta konsep dikembangkan untuk menggali ke dalam struktur kognitif pelajar dan untuk
mengetahui, baik bagi pelajar maupun guru, melihat apa yang telah diketahui pelajar.
2. Gagasan-gagasan yang Mendasari Pembentukan Peta Konsep
Terdapat tiga gagasan dalam teori belajar kognitif Ausubel yang mendasari pembentukan peta
konsep. Pertama, struktur kognitif itu tersusun secara hierarkis dengan konsep dan proporsisi
yang lebih inklusif superordinal terhadap konsep dan proposisi yang lebih inklusif dan lebih
khusus. Kedua, Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi progresif, yaitu
belajar bermakna merupakan suatu proses kontinu dimana konsep-konsep baru meningkat
artinya bila diperoleh hubungan-hubungan baru. Ketiga, penyesuaian integratif merupakan
salah satu prinsip belajar yang mengemukakan bahwa belajar bermakna meningkat apabila
pelajar mengenal hubungan-hubungan yang baru antara satu set konsep atau proporsi yang
3. Menyusun Peta Konsep
Ada beberapa langkah yang harus diikuti, yaitu sebagai berikut :
a. Pilihlah suatu bacaan dari buku pelajaran.
b. Tentukan konsep-konsep yang relevan.
c. Urutkan konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke yang tidak inklusif.
d. Susunlah konsep-konsep itu diatas kertas,mulai dengan konsep yang paling
inklusif dipuncak ke konsep yang paling tidak inklusif.
e. Hebungkanlah konsep-konsep itu dengan kata atau kata-kata penghubung.

4. Kegunaan Peta Konsep


Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan.
1. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa
2. Mempelajari cara belajar
3. Alat Evaluasi
B. Vee-Heuristika Gowin
Gowin (dalam Novak, 1985:55) mula-mula mengembangkan suatu pendekatan untuk menolong
para mahasiswa memahami masalah dalam mengungkapkan pengetahuan pada suatu disiplin
ilmu.

1. Diagram Vee-Heuristika Gowin


Gambar 9.3 memperlihatkan diagram heuristika ini secara sederhana dengan unsur-unsurnya.
Pada titik ujung Vee terdapat kejadian-kejadian objek-objek, dan disinilah dimulai produksi
pengetahuan.

2. Memperkenalkan Vee-Heuristika
Langkah-langkah untuk memperkenalkan Vee Heuristika pada para pengajar diberikan di bawah
ini:
a. Mulai dengan konsep, objek, kejadian-kejadian
b. Perkenalkan arti catatan dan pertanyaan-pertanyaan kunci
c. Transformasi catatan dan klaim pengetahuan
d. Prinsip dan teori
e. Klaim nilai
BAB 10
Model Pembelajaran Gagne
A. Hasil Belajar Menurut Gagne
Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan
(Gagne, 1988). Menurut Gagne, ada lima kemampuan. Ditin jau dari segi-segi yang diharapkan
dari suatu penga jaran atau instruksi, kemampuan itu perlu dibedakan karena kemampuan itu
memungkinkan berbagai macam penampilan manusia dan juga karena kondisi-kondisi untuk
memperoleh berbagai kemampuan itu berbeda.
1. Kemampuan Intelektual
Kemampuan pertama disebut keterampilan intelektual karena keterampilan itu merupakan
penampilan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi intelektual yang dapat dilakukannya.
Keterampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya dengan
penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Belajar mempengaruhi perkembangan
intelektual seseorang dengan cara yang disarankan oleh diagram pada Gambar 10.1 (Gagne, 1988).
2. Strategi Kognitif
Suatu macam kemampuan intelektual khusus yang mempunyai ketentuan
tertentu bagi pelajar dan berfikir disebut sebagai strategi kognitif. Dalam
teori belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses
kontrol, yaitu suatu proses internal yang digunakan siswa (orang yang
belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian,
belajar, mengingat, dan berfikir (Gagne, 1985).
Berbagai macam strategi kognitif :
a. Strategi menghafal
b. Strategi elaborasi
c. Strategi pengaturan
d. Strategi metakognitif
e. Strategi afektif
3. Informasi Verbal
Informasi verbal juga disebut pengetahuan verbal. Menurut teori, pengetahuan verbal
ini disimpan sebagai jaringan proposisi-proposisi (Gagne, 1985). Nama lain untuk
pengetahuan verbal ini ialah pengetahuan deklaratif.
4. Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku
seseorang terhadap benda, kejadian-ke jadian, atau makhluk hidup lainnya.
Sekelompok sikap yang penting ialah sikap kita terhadap orang lain. Oleh karena itu,
Gagne juga memperhatikan bagaimana siswa-siswa memperoleh sikap-sikap sosial ini.
5. Keterampilan Motorik
Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan
motorik yang digabung dengan keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis,
memainkan sebuah instrumen musik, atau dalam pelajaran sains, menggunakan
berbagai macam alat seperti mikroskop, berbagai alat-alat listrik dalam pela jaran
fisika, buret, dan alat distilasi dalam pelajaran kimia.
B. Kejadian Belajar
Bertitik tolak dari model belajarnya, yaitu model pemrosesan informasi (lihat Gambar 3.1
dalam Bab III), Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act).
Fase-fase itu merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa
(yang belajar) atau guru. Gambar 10.2 menunjukkan satu tindakan belajar menurut Gagne.
1. Fase Motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberikan motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar
akan memperoleh hadiah.
2. Fase Pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian esensial suatu kejadian instruksional
jika belajar akan terjadi.
3. Fase Perolehan
Bila siswa memperhatikan informasi yang relevan, ia telah siap menerima pelajaran
4. Fase Retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori
jangka panjang.
5. Fase Pemanggilan
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka panjang. Jadi,
bagian penting dalam bela jar ialah bela jar memperoleh hubungan dengan apa yang telah kita pelajari,
untuk memanggil informasi yang telah dipela jari sebelumnya, hubungan dengan informasi ditolong
oleh organisasi.

6. Fase Generalisasi
Biasanya informasi itu kurang nilainya jika tidak dapat diterapkan di luar konteks di mana informasi itu
dipelajari. Jadi, generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis
dalam belajar.

7. Fase Penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah bela jar sesuatu melalui penampilan yang
tampak.

8. Fase Umpan Balik


Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah
mereka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.
C. Kejadian Instruksional
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan kejadian-
kejadian instruksional. Menurut Gagne, bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi,
namun kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan, baik pada belajar penemuan,
belajar di luar kelas, maupun bela jar dalam kelas. Akan tetapi, kejadian-kejadian instruksi
yang dikemukakan Gagne ditujukan pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada
sekelompok siswa.
Kejadian-kejadian instruksi itu adalah:
1. mengaktifkan motivasi;
2. memberi tahu tujuan-tujuan belajar;
3. mengarahkan perhatian;
4. merangsang ingatan;
5. menyediakan bimbingan belajar,
6. meningkatkan retensi;
7. melancarkan transfer belajar;
8. mengeluarkan penampilan: memberikan umpan balik;
BAB 11
Piaget dan Teorinya
A. Empirisme, Rasionalisme, dan Teori Piaget
Para ahli filsafat berabad-abad berdebat tentang bagaimana manusia memperoleh kebenaran atau
pengetahuan. Dua aliran, yaitu empirisme dan rasionalisme, berkembang untuk menjawab
pertanyaan ini.
1. Empirisme dan Rasionalisme
Para penganut empirisme (Locke, Berkeley, dan Horne) berpendapat bahwa sesungguhnya
pengetahuan bersumber dari luar individu dan pengetahuan itu diinternalisasi oleh indra-indra.
Menurut mereka, saat lahir, seseorang merupakan batu tulis yang bersih dan selama
pertumbuhan, “ditulis” di atasnya.
Para rasionalis seperti Descartes, Spinoza, dan Kant tidak menolak pentingnya pengalaman
pengalaman indra, tetapi mereka mempertahankan bahwa penalaran lebih penting daripada
pengalaman indra sebab penalaran membuat kita tahu dengan penuh keyakinan akan banyak
kebenaran yang tidak dapat dicapai oleh pengalaman-pengalaman indra.
2. Munculnya Teori Piaget
Teori Piaget muncul karena keheratannya terhadap baik empirisme maupun rasionalisme,
dan menurutnya, teorinya merupakan suatu sintesis keduanya (Gambar 11.1). Salah satu cara
menjelaskan sintesis ini ialah dengan mem- bandingkan “bagian lonjong” dengan impitan
antara kedua lingkaran yang terdapat di dalamnya, yang menggambarkan empirisme dan
rasionalisme.

3. Hasil Pekerjaan Piaget


Originalitas pekerjaan Piaget mencakup hal-hal berikut.
a. Ia berpendapat bahwa pertanyaan-pertanyaan epistemologi harus di jawab secara ilmiah
daripada secara spekulasi filosofi.
b. Ia yakin bahwa metode ilmiah yang paling baik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
ini adalah dengan mempela jari perkembangan pengetahuan dalam anak.
c. Ia merumuskan konstruktivisme sebagai suatu hipotesis.
d. Ia menemukan metode-metode yang luar biasa (ingenious) tentang pengumpulan data.
Semua ini merupakan contoh yang kreatif dalam sains.
B. Perkembangan Intelektual
Dalam perkembangan intelektual, ada tiga aspek yang diteliti oleh Piaget,
yaitu struktur, isi (konten), dan fungsi.
1. Struktur
Untuk sampai pada pengertian struktur, diperlukan suatu pengertian yang erat
hubungannya dengan struktur, yaitu pengertian operasi. Piaget berpendapat
bahwa ada hubungan fungsional antara tindakan fisik dan tindakan mental
dan perkembangan berpikir logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada
perkembangan operasi dan operasi selanjutnya menuju pada perkembangan
struktur. Operasi-operasi mempunyai empat ciri. Pertama, operasi merupakan
tindakan-tindakan yang terinternalisasi. Kedua, operasi-operasi itu reversibel.
Ciri yang ketiga ialah tidak ada operasi yang berdiri sendiri.Struktur yang juga
disebut skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi, satu tingkat
lebih tinggi dari individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Isi
Aspek kedua yang menjadi perhatian Piaget ialah aspek isi. Hal yang dimaksud dengan isi
ialah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap
berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
3. Fungsi
Fungsi ialah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual.
Menurut Piaget, perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi, yaitu organisasi dan
adaptasi.
Telah diuraikan di atas bahwa ada tiga aspek pertumbuhan intelektual, yaitu struktur, isi,
dan fungsi. Selama anak tumbuh, struktur dan isinya berubah, tetapi fungsi-fungsinya tetap
sama. Fungsi-fungsi organisasi dan adaptasi melahirkan satu seri tingkat perkembangan.
Setiap tingkat mempunyai struktur psikologis tertentu atau khas yang menentukan
kemampuan berpikir anak. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa perkembangan
intelektual merupakan suatu konstruksi satu sei struktur mental. Setiap struktur baru
didasarkan pada kemampuan tertentu sebelumnya, tetapi pada saat yang sama melibatkan
hasil-hasil pengalaman. Oleh karena itu, perkembangan intelektual merupakan suatu proses
konstruksi yang aktif dan dinamis yang berlangsung dari perilaku bayi hingga bentuk-bentuk
berpikir masa rema ja. Bagi Piaget, intelegensi ialah jumlah struktur yang tersedia yang dapat
digunakan seseorang pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya (Dembo, 1978).
C. Tingkat Perkembangan Intelektual
Menurut Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan
intelektual sebagai berikut.
1. Sensori-motor (0-2 th)
2. Pra-operasional (2-7 th)
3. Operasional konkret (7-11 th)
4. Operasi formal (> 11 th)
Usia yang tertulis di belakang setiap tingkat hanya merupakan suatu perkiraan.
Semua anak melalui setiap tingkat, tetapi dengan kecepatan yang berbeda. Jadi,
mungkin sa ja seorang anak yang berumur 6 tahun berada pada tingkat
operasional konkret, sedangkan ada seorang anak yang berumur 8 tahun masih
pada tingkat pra-operasional dalam cara berpikir. Namun, urutan perkembangan
intelektual sama untuk semua anak. Struktur untuk tingkat sebelumnya
terintegrasi dan termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya.
D. Faktor-faktor yang Menunjang Perkembangan Intelektual
Suatu pertanyaan yang diajukan mengenai tingkat perkembangan
intelektual Piaget ialah: “Apakah yang menyebabkan seseorang pindah
dari tingkat yang satu ke tingkat yang lain?” Berdasarkan hasil studinya
yang bertahun-tahun, Piaget mengemukakan bahwa ada lima faktor
yang mempengaruhi transisi ini.
Kelima faktor itu ialah: kedewasaan (maturation), pengalaman fisik
(physical experience), pengalaman logika-matematis (logical-
mathematical experience), transmisi sosial (social transmission), dan
proses keseimbangan (equilibration) atau proses pengaturan sendiri
(self-regulation) (Phillips, 1981).
E. Pengetahuan Fisik, Logika-Matematika, dan Sosial
Dalam teori Piaget, ada tiga bentuk pengetahuan, yaitu pengetahuan fisik
(physical knowledge), pengetahuan logika-matematika (logico-mathematical
knowledge), dan pengetahuan sosial (social knowledge) yang dapat
dibedakan menurut sumber-sumber utamanya, serta cara penstrukturannya.
Namun, perlu diperhatikan bahwa trikotomi ini hanya merupakan suatu
perbedaan teoretis. Dalam praktik psikologi anak itu, menurut Piaget, ketiga
bentuk pengetahuan itu terdapat bersama-sama, tidak terpisah-terpisah,
kecuali dalam matematika murni dan logika (Kamii, 1979).
1. Pengetahuan Fisik dan Pengetahuan Logika- Matematika
Pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang benda-benda yang ada
“di luar” dan dapat diamati dalam kenyataan eksternal. Pengetahuan logika-
matematika terdiri atas hubungan-hubungan yang diciptakan subjek dan
diintroduksikan pada objek-objek.
2. Pengetahuan Sosial
Pengetahuan sosial seperti fakta bahwa hari Minggu anak-anak tidak
bersekolah, didasarkan pada perjanjian sosial, suatu perjanjian atau
kebiasaan yang dibuat oleh manusia. Tidak seperti pengetahuan fisik dan
pengetahuan logika- matematika, pengetahuan sosial membutuhkan
manusia. Tanpa interaksi dengan manusia, tidak mungkin bagi seorang
anak memperoleh pengetahuan sosial. Pengetahuan sosial dan
pengetahuan fisik serupa dalam hal keduanya merupakan pengetahuan
tentang isi (content) dan bersumber terutama dari kenyataan eksternal.
F. Bagaimana Pengetahuan Diperoleh?
Menurut Piaget, anak-anak banyak memperoleh pengetahuan di luar
sekolah dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menun
jang proses alamiah itu.
BAB 12
Konstruktivisme dalam pendidikan
A.Teori Konstruksi Pengetahuan
Penelitian penelitian pendidikan sains mengungkapkan bahwa belajar sains
merupakan suatu proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif
siswa (Inhelder & Piaget, 1958; Piaget, 1964). Menurut Bodner (1986),
konstruktivis yang pertama ialah Piaget, walaupun propesktif lonstruktivis
sudah terungkap dalam penulisan Glambatttisa Vico pada tahun 1970
B. Konsepsi Anak
Konsepsi anak sebagai hasil konstruksi tentang alam dan sekitarnya
berbeda dengan konsepsi ilmiah. Oleh karena itu, ada yang memberi
nama miskonsepsi pada anak ini. Dalam pustaka pendidikan sains,
Osborne (1985) memberikan beberapa nama, yaitu ada yang meyebutnya
“Children science” , “Misconception” , “ Alternative Conception” , atau
Children’s idea”. Dalam bab ini digunakn miskonsepsi.
1. Miskonsepsi,Status dan Sifat
a. Miskonsepsi bersifat Pribadi.
b. Miskonsepsi memiliki sifat yang stabil.
c. Bila Menyangkut Koherensi, anak tidak merasa butuh pandangan
yang koheren sebab intrepretasi dan prediksi tentang peristiwa
peristiwa alam praktis cukup memuaskan.
2. Terbentuknya Miskonsepsi
Menurut Driver (1985) :
1. Terbentuknya miskonsepsi karena anak cenderung mendasarkan sesuatu
seakan akan dalam masalah.
2. Dalam banyak kasus , anak itu hanya memperhatikan aspek aspek tertentu
dalam suatu situasi.
3. Anak lebih cenderung memperhatikan perubahan daripada situasi diam.
4.Bila anak anak menerangkan perubahan, cara berpikir mereka cenderung
urutan kausal linier.
5. Gagasam yang dimiliki anak mempunyai berbagai konotasi; gagasan anak
lebih inklusif dan global.
6. Anak kerap kali menggunakan gagasan yang berbeda untuk
mengintreretasikan situasi situasi yang oleh para ilmuwan digunakan cara
yang sama.
C.Proses perubahan konseptual
Telah dikemukakan terdahulu bahwa miskonsepsi merupakan
penghambat dalam belajar sains. Oleh karena itu, miskonsepsi
sedapat mungkin ditiadakan melalui perubahan konseptual.

1. Beberapa Alternatif
Perspektif tentang proses perubahan konseptual akhir akhir ini paling
banyak mendapat perhatian para pendidik sains.Perubahan konseptual dapat
berlangsung sebagai perubahan lemah dan ada pula yang bersifat radikal.
2. Proses Terjadinya perubahan Konseptual
Menurut Posner (1982) dan Hewson (1989), jika perubahan konseptual
akan terjadi, mula mula anak itu harus merasa tidak puas dengan gagasan
yang ada.
D. Perubahan Konseptual dalam kelas

1. Model Driver
Kondisi kondisi yang harus dipenuhi agar perubahan konseptual terjadi menurut Posner,
tampak dalm model driver ini. Ketidakpuasan anak akan gagasan yang dimilikinya terjadi
pada waktu ia diadapkan pada suatu gagasan baru yang bertentangan dengan gagasan yang
dimilikinya, yaitu pada fase “ dihadapkan pada situasi konflik”. Dalam fase “konstruksi
gagasan baru” berkembang intelliginbility dan plausbility gagasan baru itu.
2. Model Lawson
Lawson (1988) mengemukakan tiga fase dalam siklus belajarnya, yaitu fase eksplorasi,
pengenalan konsep, dan aplikasi konsep.
3. Model Glasson
Glasson menamai siklus belajarnya “Siklus belajar berorientasikan bahasa”
perbedaannya dengan siklus belajar Lawson terletak pada fase klasifikasi yang oleh Lawon
disebut introduksi istilah.
E. Konstruksivisme dan kurikulum
Ada beberapa prinsip yang harus dipikirkan dalam menyusun
kurikulum terutama dalam pendidikan sains.
Hal yang dikemukakan oleh Driver memerlukan pembahasan lebih
lanjut terutama tentang pengembangan kurikulum dan strategi belajar
mengajar.
1. Perubahan Konseptual dan tingkat sekolah.
2. Peranan Materi Ajar.
3. Peranan guru dan siswa.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai