Anda di halaman 1dari 16

belajar bermakna yang dicetuskan oleh David ausubel merupakan suatu proses di kainnya informasi-

informasi yang baru dengan konsep-konsep yang relevan dalam struktur kognitif. Belajar bermakna
adalah pembelajaran di mana seseorang dapat menghubungkan ilmu-ilmu baru yang diperolehnya
dengan ilmu-ilmu yang telah ia peroleh sebelumnya. hasil dari kebermaknaan belajar tersebut dapat
dilihat dengan adanya keterkaitan antara teori-teori, fakta-fakta, atau keadaan baru yang sesuai dalam
kerangka kognitif peserta didik.agar pembelajaran terlaksana dengan mudah.

Menurut Suparno belajar bermakna dilakukan dengan keterkaitan antara materi yang telah dipelajari
dengan materi yang akan dipelajari lebih dahulu memberikan ide ide atau gagasan dimulai dari yang
paling global kemudian berlanjut pada hal-hal eksklusif atau lebih terurai menunjukkan menunjukkan
persamaan dan perbedaan antara materi baru dengan materi lama dan berusaha agar gagasan yang ada
dapat dikuasai secara keseluruhan sebelum gagasan yang baru disampaikan. menurut Agra belajar
bermakna adalah salah satu strategi belajar yang menjanjikan dalam keadaan pengajaran formal, yang
terdiri dari interaksi pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki yang relevan
(subsumption).

belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang serta berlangsung seumur
hidup karena kompleksnya masalah belajar, banyak sekali teori yang berusaha menjelaskan bagaimana
proses belajar itu terjadi. Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang
menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Menurut Gagne (1977), di lingkungan
individu yang bersangkutan. pembelajaran menurut gagne hendaknya mampu menimbulkan peristiwa
belajar dan proses kognitif. Peristiwa pembelajaran adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut: (1)
menimbulkan minat dan memutuskan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran, (2)
menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar itu, (3)
mengingat kembali konsep/ prinsip yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat, (4)
menyampaikan materi pembelajaran, (5) memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar, (6)
membangkitkan timbulnya unjuk kerja (merespon) peserta didik, (7) memberikan umpan balik tentang
kebenaran pelaksanaan tugas (penguatan), (8) mengukur/ mengevaluasi hasil belajar, dan
(9)memperkuat retensi dan transfer belajar (Miarso, 2004:245-246).

pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa dapat menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka. Artinya, bahan subjek itu mesti sesuai dengan keterampilan siswa dan mesti
relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.ausubel mengatakan bahwa ada dua jenis belajar,
yaitu belajar bermakna dan belajar menghafal.

Teori setiap pakar


1. Teori Bruner

Jerome Bruner lahir pada 1 oktober 1915, ia adalah salah satu yang terkenal dan berpengaruh
psikolog terbaik abad kedua puluh. Dia adalah salah satu tokoh kunci dalam yang disebut revolusi
kognitifisme, eksistensinya bidang pendidikan yang telah memiliki pengaruh besar dalam proses
pembelajaran. Buku-bukunya Proses Pendidikan dan Menuju Teori Instruksi telah banyak dibaca dan
menjadi diakui sebagai klasik, dan karyanya pada program studi sosial Man: A Course of Study
(MacOS) pada pertengahan 1960-an adalah salah satu bangunan di pengembangan kurikulum. Lebih
baru Bruner telah datang untuk bersikap kritis terhadap ‘revolusi kognitif’ dan telah melihat ke
gedung sebuah psikologi memperhitungkan budaya yang tepat dari konteks historis dan sosial
peserta.

Jerome S. Bruner (1966) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Yang mengakui balajar adalah untuk mempertahankan dan mentransformasikan informasi
secara aktif. Sebagai tokoh kognitivisme belajar bukanlah hanya pembentukan tingkah laku yang
diperoleh karena pengulangan hubungan S-R dan adanya reward dan reinforcement tetapi
merupakan fungsi pengalaman-pengalaman perceptual dan proses kognitif yang mencakup ingatan,
retensi, lupa, pengolahan informasi, dan sebagainya.

Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengaturpesan atau
informasi dan bukan ditentukan oleh umur. Asumsi teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang telah
dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru
beradaptasi dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika
materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki dan
telah terbentuk didalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman
sebelumnya.

Bruner memandang motivasi sebagai kekuatan internal dalam proses belajar. Belajar adalah tujuan
langsung, proses mengalami, menemukan pengetahuan. Pandangan lain Bruner yang patut
diketengahkan adalah dunia model. Ia mengkonstruksi dunia luar dalam bentuk dunia model. Melalui
model memungkinkan seseorang meramalkan dan melakukan intrapolasi dan ekstrapolasi
pengetahuan lebih lanjut. Intrapolasi adalah mencari posisi melalui penerapan pengetahuan baru,
sedangkan ekstrapolasi mencari bentuk lain dari informasi yang diberikan. Pengetahuan bukan
semata-mata refleksi pesan dari luar tapi juga sebuah ide (konstruksi model) yang dapat menjelaskan
gejala dan peristiwadunia luar. Menurut model adalah pengharapan (ekspektasi) yang
keberadaannyamerupakan refleksi kecenderungan dari pengalaman-pengalaman yang telah
terorganisisr. Bahasa,ceritera, teori, pesan, diagram dan lain-lain adalah contoh dari dunia model yang
dibawa kedalam berbagai bentuk dan perbuatan manusia.

Dalam teori belajarnya Jerome S Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan
kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Bruner
berpendapat bahwa dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi 3 tahap, yaitu :
1). Tahap informasi, bahwa dalam tiap pelajaran kita memperoleh sejumlah informasi, ada yang
menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya,
adapula informasi itu yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya.

2). Tahap transformasi, kita menganalisa berbagai informasi yang kita pelajari itu dan mengubah atau
mentransformasikannya kedalam bentu-bentuk informasi yang lebih abstrak atau konseptual, agar
dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.

3). Tahap evaluasi, kita menilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasikan
itu dapat digunakan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan permasalahan yang kita
hadapi. Pandangan Bruner terhadap belajar tersebut disebut belajar kognitif yang dipandangnya
sebagai alat konsepsi 9instrumental conception). Pertumbuhan kognitif atau dapat pula disebut
pendewasaan intelektual adalah bertambahnya respon-respon yang terkarakterisasikan dari hakekat
yang terkandung dalam stimulasi. Pertumbuhan tersebut tergantung kepada kondisi internal dalam
system penyimpanan inormasi atau frame psikologisnya

Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. pengetahuan yang
diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas dan melaih
keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Belajar
memecahkan masalah pada dasarnya adalab belajar menggunakan metode-metode ilmiah/berpikir
secara sistematis, logis, teratur dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan
kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah serta rasinal, lugas dan tuntas.Dalam teorinya Bruner
juga mengemukakan bentuk hadiah atau pujian dan hukuman perlu dipikirkan cara penggunaannya
dalam proses belajar mengajar sebab ia mengakui bahwa suatu ketika hadiah ekstrinsik bisa berubah
menjadi dorongan bersifat intrinsic. Demikian juga pujian dan guru dapat menjadi dorongan yang
bersifat ekstrinsik, dan keberhaslan memecahkan masalah menjadi dorongan yang bersifat intrinsic.
Tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa merasa puas.

prinsip-prinsip belajar kognitif sebagai berikut :

1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya,mereka mengalami
perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.

2. Anak usia sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik,terutama jika
menggunakan benda-benda kognitif.

3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan
mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi
dengan baik.

4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau
informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola
atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.

6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi
baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru
adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui
siswa.

7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena factor ini sangat
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya, pada motivasi, persepsi,
kemampuan berpikir,pengetahuan awal dan sebagainya.Dengan demikian, Bruner lebih banyak
memberikaan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery).

Langkah-Langkah Pembelajaran Perspektif Jerome S Bruner

Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.

2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gayabelajar dan sebagainya).

3. Memilih materi pelajaran.

4. Menentukan topic-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke
generalisasi).

5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,ilustrasi, tugas dan sebagainya


untuk dipelajari siswa.

6. Mengatur topic-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak,
atau dari tahap enaklit, ikonik sampai ke simbolik.

7. Mengevaluasi proses dan hasil belajar siswa.

Prosedur Perkembangan Belajar Kognitif Jerome S Bruner Pandangan Bruner mengenai


perkembangan kognitif, kultur memainkan peranan yang sangat penting.35 Ia menandai
perkembangan kognitif manusia sebagai berikut ;

1. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.

2. Perkembangan intelektual bergantung pada “system penyimpanan” yang digunakan oleh anak
untuk mengingat abyek-obyek, kejadian dan pengalaman.
3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau
pada diri orang lain melalui kata-kata atau lambing tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang
akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.

4. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi
perkembangan kognitifnya.

5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara
manusia. Untuk memahamikonsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk
mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.

6. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternative


secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam
berbagai situasi. Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh
kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery, ia
mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga mode representasi, yaitu ;

1. Mode representasi enaktif (enactive mode of representation), pertumbuhan intelektualnya


ditandai oleh aktivitas atau tindakan. Dalam mode ini, anak belajar untuk mengalami dunia melalui
kontak langsung dengan lingkungan sekitarnya.

2. Mode representasi ikonik (iconic mode of representation) yang baru ini,anak menggunakan
semacam ikon atau gambaran mental tentang objek untuk mendapatkan pengetahuan dan untuk
meningkatkan pemahamannya mengenai dunia. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak
belajar melalui bentuk perumpamaan dan perbandingan.

3. Mode representasi simbolik (symbolic mode of representation). Dalam mode ini, anak merumuskan
system simbolis yang paling efisien, yakni bahasa. Bahasa merupakan sarana yang luwes dan adaptif
dan anak menggunakannya untuk memahami dan mengorganisasikan pola-pola pemikiran.

2. Teori Belajar Ausubel

Belajar bermakna yang dicetuskan oleh David Ausubel merupakan suau proses dikaitkannya informasi-
informasi yang baru dengan konsep-konsep yang relevan dalam struktur kognitif seseorang.18 Belajar
bermakna adalah pembelajaran dimana seseorang dapat menghubungkan ilmu-ilmu baru yang
diperolehnya dengan ilmu-ilmu yang telah ia peroleh sebelumnya. Hasil dari kebermaknaan belajar
tersebut dapat dilihat dengan adanya keterkaitan antara teori-teori, fakta-fakta, atau keadaan baru yang
sesuai didalam kerangka kognitif peserta didik. Pembelajaran bukan hanya dengan menghafal materi-
materi pelajaran atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, namun belajar merupakan kegiatan yang
didalamnya menghubungkan seluruh konsep yang diajarkan sehingga peserta didik tidak akan mudah
lupa dan agar pembelajaran terlaksana dengan mudah.19 Menurut Suparno belajar bermakna dilakukan
dengan keterkitan antara materi yang telah dipelajar dengan materi yang akan di pelajari, lebih dahulu
memberikan ide atau gagasan dimulai dari yang paling global kemudian berlanjut pada hal-hal yang
eksklusif atau lebih terurai, menunjukkan persamaan dan perbedaan antara materi baru dengan materi
lama, dan berusaha agar gagasan yang telah ada dapat dikuasai secara keseluruhan sebelum gagasan
yang baru disampaikan.20 Menurut Agra belajar bermakna adalah salah satu srategi belajar yang
menjanjikan dalam keadan pengajaran formal, yang terdiri dari interaksi pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah dimiliki yang relevan (subsumption). Dengan demikian, dari interaksi yang
berurutan, sub-bagian yang diberikan secara progresif memperoleh makna baru, menjadi lebih kaya,
lebih halus, lebih berbeda, dan mampu berfungsi sebagai jangkar untuk pembelajaran baru yang
bermakna. Titik refleksi utama dalam Teori belejar bermakna yakni dari semua faktor yang
mempengaruhi pembelajaran hal utama yang penting adalah pengetahuan yang dimiliki siswa
sebelumnya yang menjadi dasar atau pondasi yang disebut sebagai titik awal. 21 Ausubel dan Novak
menambahkan bahwa bagi seorang guru dalam mengajar penting untuk tahu bagaimana peserta didik
dalam belajar. Jika seorang guru mengajar dengan cara menghubungkan dan mengaitkan materi maka
sebgian besar dari mereka akan belajar dengan benar. Jika guru tidak dapat mengaitkan maka siswa
akan mengalami kesulitan dalam belajar.

Menurut David Ausubel pembelajaran bermakna dapat terlaksana dengan memenuhi prinsip-prinsip
yakni (1) Advance Organizer ata yang di sebut dengan pengaturan awal merupakan materi-materi yang
dijadikan sebagai sebagai bahan untuk mengaikan anatar materi lama dengan materi baru yang memiliki
makna lebih tinggi dari materi sebelumnya. (2) Defrensiasi Progresif, dalam belajar bermkana perlu
adanya pengembangan materi-materi, dimana materi yang umum di sampaikan kepada siswa terlebih
dahulu kemudian dilanjutkan dnegan pennyampaian materi-materi ynag sifatnya khusus. (3) Belajar
Subordinat, konsep belajar dapat dilakukan jika pada materi yang akan dipelajari dengan belajar
bermakan juga telah dipelajari pada materi-materi sebelumnya sehingga siswa telah memiliki
pengetahua dari pelajaran sebelumnya. (4) Penyesuaian Integratif, dalam hal ini konsep pembelajarn
disusun sehingga akan tercipta susunan pengetahuan secra bertingkat.

Kebermaknaan kegiatan pembelajaran ditentukan oleh cara kegiatan belajar. Cara belajar yang terdapat
dalam belajar bermakan, yaitu:

a. Cara belajar dengan menerima. Kegitan pembelajaran lebih diditekankan dalam belajar cara
memperhatikan, mengamati, mendengar kemudian dilanjutkan dengan mengkaji.

b. Cara belajar penemuan yang terpimpin. Siswa dalam belajar melakukan sendiri penarian terhadap
konsep-konsep pengetahuan yang dibantu dengan bantuan yang dilakukan oleh seorang
guruberdasarkan prinsip dan prosedur yag telah ada.

c. Belajar yang dilakukan dengan melakukan penemuan sendiri yakni peserta didik harus mencari
pengetahuan sendiri dan tidak mendapat bantuan dari gurunya.
berdasarkan pada pandangannya mengenai teori belajar bermakna maka David ausubel mencetuskan
empat tipe belajar yaitu:

1. belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya
dengan materi pembelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan
pengetahuannya dari apa yang telah ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan
pengetahuan yang sudah ada.

2. belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari di temukan sendiri
oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dihafalkan.

3. belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis
disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dikaitkan dengan pengetahuan lama yang telah dimiliki.

4. belajar menerima ekspositori yang tidak bermakna yaitu materi pembelajaran yang telah tersusun
secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir kemudian pengetahuan yang baru ia
peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.

3. Teori Gagne

Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah mekanisme di mana seseorang menjadi anggota
masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude
(perilaku), dan nilai- nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai
macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas. Kemampuan-kemampuan tersebut diperoleh
peserta didik dari: (1) stimulus dan lingkungan, dan (2) proses kognitif.

Menurut Gagne (1977), belajar merupakan seperangkat proses yang bersifat internal bagi setiap individu
sebagai hasil transformasi rangsangan yang berasal dari peristiwa eksternal di lingkungan individu yang
bersangkutan (kondisi). Agar kondisi eksternal itu lebih bermakna sebaiknya diorganisasikan dalam
urutan peristiwa pembelajaran (metode atau perlakuan). Selain itu, dalam usaha mengatur kondisi
eksternal diperlukan berbagai rangsangan yang dapat diterima oleh panca indera, yang dikenal dengan
nama media dan sumber belajar (Miarso, 2004:245).
Pembelajaran menurut Gagne hendaknya mampu menimbulkan peristiwa belajar dan proses kognitif.
Peristiwa pembelajaran (instructional events) adalah peristiwa dengan urutan sebagai berikut: (1)
menimbulkan minat dan memusatkan perhatian agar peserta didik siap menerima pelajaran,
(2)menyampaikan tujuan pembelajaran agar peserta didik tahu apa yang diharapkan dalam belajar itu,
(3) mengingat kembali konsep/ prinsip yang telah dipelajari sebelumnya yang merupakan prasyarat, (4)
menyampaikan materi pembelajaran, (5) memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar, (6)
membangkitkan timbulnya unjuk kerja (merespon) peserta didik, (7) memberikan umpan balik tentang
kebenaran pelaksanaan tugas (penguatan), (8) mengukur/ mengevaluasi hasil belajar, dan (9)

memperkuat retensi dan transfer belajar (Miarso, 2004:245-246).

Teori Robert M. Gagne, yang disebut dengan sembilan peristiwa pembelajaran (model nine instructional
events Gagne) adalah peristiwa yang dirancang oleh pendidik (eksternal) untuk membantu proses
belajar dalam diri peserta didik (internal). Bentuk seutuhnya dari setiap peristiwa tidak harus ditetapkan
untuk semua mata pelajaran.

Menurut Gagne ada lima kategori kemampuan belajar, yaitu: (1)

keterampilan intelektual atau kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya melalui
penggunaan lambang. Keterampilan itu meliputi: (a) asosiasi dan mata rantai (menghubungkan suatu
lambang dengan suatu fakta atau kejadian, (b) diskriminasi (membedakan suatu lambang dengan
lambang lain), (c) konsep (mendefinisikan suatu pengertian atau prosedur), (d) kaidah
(mengkombinasikan beberapa konsep dengan suatu cara), (e) kaidah lebih tinggi (menggunakan
berbagai kaidah dalam memecahkan masalah; (2) strategi/siasat kognitif yaitu keterampilan peserta
didik untuk mengatur proses internal perhatian, belajar, ingatan, dan pikiran; (3) informasi verbal yaitu
kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama atau istilah, fakta, dan serangkaian fakta yang
merupakan kumpulan pengetahuan; (4) keterampilan motorik yaitu keterampilan mengorganisasikan
gerakan sehingga terbentuk keutuhan gerakan yang mulus, teratur, dan tepat waktu; dan (5) sikap
yaitukeadaan dalam diri peserta didik yang mempengaruhi (bertindak sebagai moderator atas) pilihan
untuk bertindak. Sikap ini meliputi komponen afektif (emosional), aspek kognitif, dan unjuk perbuatan
(Miarso, 2004:551).

Gagne mengatakan bahwa untuk dapat memperoleh dan menguasai kelima kategori kapabilitas
tersebut dengan sebaik-baiknya ada sejumlah kondisi yang perlu diperhatikan oleh para pendidik. Ada
kondisi belajar internal, yang timbul dari memori peserta didik sebagai hasil dari belajar sebelumnya,
dan ada sejumlah kondisi eksternal ditinjau dari peserta didik. Kondisi eksternal ini bila diatur dan
dikelola dengan baik merupakan usaha untuk membelajarkan. Misalnya pemanfaatan atau penggunaan
berbagai media dan sumber belajar.

Gagne mengelompokan jenis media pembelajaran menjadi tujuh macam, yaitu benda untuk
didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin
belajar. Ketujuh kelompok media ini dikaitkan dengan kemampuan memenuhi fungsi menurut tingkat
hirarki belajar yang dikembangkannya (Sadiman, dkk, 1986: 23).
Berdasarkan kondisi internal dan eksternal ini, Gagne menjelaskan bagaimana proses belajar itu terjadi.
Model proses belajar yang dikembangkan Gagne didasarkan pada teori pemrosesan informasi, yaitu
sebagai berikut:

1. Rangsangan yang diterima panca indra akan disalurkan ke pusat syaraf dan diproses sebagai
informasi.

2. Informasi dipilih secara selektif, ada yang dibuang, ada yang disimpan dalam memori jangka pendek,
dan ada yang disimpan dalam memori jangka panjang.

3. Memori-memori ini tercampur dengan memori yang telah ada sebelumnya, dan dapat diungkap
kembali setelah dilakukan pengolahan.

Hasil penelitian Gagne tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia menemukan
teori pembelajaran yang efektif.

Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang dilakukan secara prosedural atau hirarkis. Kedelapan
tipe belajar tersebut, yaitu: (1) belajar sinyal (signal learning), (2) belajar stimulus respon (stimulus
response learning),

(3) belajar merangkai tingkah laku (behavior chaining learning), (4) belajar asosiasi verbal (verval
chaining learning), (5) belajar diskriminasi (discrimination learning), (6) belajar konsep (concept
learning), (7) belajar aturan atau kaídah (rule learning), dan (8) belajar memecahkan masalah (problem
solving learning). Hirarki belajar empat tipe pertama disebut sebagai tipe belajar sederhana (simple type
of learning), sedangkan empat tipe terakhir disebut tipe belajar hipotetik deduktif (deductive hypothetic
learning).

Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang dilakukan secara prosedural atau hirarkis. Kedelapan
tipe belajar tersebut, yaitu: (1) belajar sinyal (signal learning), (2) belajar stimulus respon (stimulus
response learning),

(3) belajar merangkai tingkah laku (behavior chaining learning), (4) belajar asosiasi verbal (verval
chaining learning), (5) belajar diskriminasi (discrimination learning), (6) belajar konsep (concept
learning), (7) belajar aturan atau kaídah (rule learning), dan (8) belajar memecahkan masalah (problem
solving learning). Hirarki belajar empat tipe pertama disebut sebagai tipe belajar sederhana (simple type
of learning), sedangkan empat tipe terakhir disebut tipe belajar hipotetik deduktif (deductive hypothetic
learning)

Selain itu, teori pembelajaran Gagne menekankan pada prosedur pembelajaran yang telah terbukti
berhasil meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu:
a. Belajar merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang merubah stimuli yang datang
dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya
hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Hasil- hasil belajar ini memberikan kemampuan
melakukan berbagai penampilan;

b. Kemampuan yang merupakan hasil belajar ini dapat dikategorikan bersifat praktis dan teoritis.

c. Peristiwa-peristiwa di dalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat dikelompokkan


kedalam kategori umum, tanpa memperhatikan hasil belajar yang diharapkan. Namun tiap-tiap hasil
belajar memerlukan adanya peristiwa-peristiwa khusus untuk dapat terbentuk (Gagne,1985).

Dari uraian di atas tampak bahwa teori pembelajaran merupakan suatu kumpulan prinsip yang
terintegrasi dan memberikan preskripsi (petunjuk) untuk mengatur kondisi agar peserta didik mudah
belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip- prinsip pembelajaran dapat diterapkan dalam
pembelajaran tatap muka di kelas maupun pembelajaran terbuka/jarak jauh, pembelajaran terprogram,
dan lain lain. Teori pembelajaran juga memberi arahan dalam memilih metode pembelajaran yang
paling tepat untuk suatu pembelajaran tertentu.

Teori Gestalt

Dalam bahasa jerman, Gestalt berarti whole configuration atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan
keseluruhan. Artinya gestalt adalah keseluruhan lebih berarti dari bagian- bagian. Perintis teori gestalt
ini ialah Chr.von Ehrenfels, dengan karyanya uber gestalt qualitation (1890). Para pengikut-pengikut
aliran psikologi gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi yang dikemukakan
oleh para ahli yang mengikuti aliran-aliran lainnya seperti aliran asosiasi. Bagi para ahli pengikut gestalt,
perkembangan itu adalah proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer adalah
keseluruhan, sedangkan yang bagian– bagian adalah skunder, bagian-bagian hanya mempunyai arti
sebagai bagian daripada keseluruhan dalam hubungan fungsional dengan bagian-bagian yang lainnya
keseluruhan ada terlebih dahulu baru disusul oleh bagian- bagiannya.

Bila kita bertemu dengan seorang teman misalnya, dari kejauhan yang kita saksikan terlebih dahulu
bukanlah bajunya yang baru atau pulpennya yang bagus atau dahinya yang terluka, melainkan justru
teman kita itu sebagai keseluruhan, sebagai gestalt, baru kemudian menyusul disaksikan adanya hal-hal
khusus tertentu seperti bajunya yang baru, pulpennya yang bagus, dahinya yang terluka dan sebagainya.

Gerakan Gestalt dianggap pertama kali diluncurkan oleh gestalt (Gestalt Theory) ini lahir di Jerman
tahun 1912 dipelopori dan dikembangkan oleh Max Wertheimer (1880 – 1943), yang dianggap juga
sebagai bapak pendiri yakni Wolfgang Kohler. Max Wertheimer tentang gerakan, yang muncul pada
tahun 1912, teori belajar Wolfgang Kohler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1886-1941) yang meneliti
tentang pengamatan dan problem solving. Dari pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode
menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.

Sumbangan, seperti Wolfgang Kohler (1887 – 1967) yang meneliti tentang “insight” pada simpanse yaitu
mengenai mentalitas simpanse (ape) di pulau Canary. Kurt Koffka (1886 –

1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, dan Kurt Lewin (1890 –

1947) yang mengembangkan suatu teori belajar (cognitif field) dengan menaruh perhatian kepada
kepribadian dan psikologi sosial.

Penelitian–penelitian mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah
konfigurasi, struktur, dan pemetaan dalam pengalaman. Untuk mendukung teorinya, Wolfgang Kohler
melakukan eksperimen pada Simpanse. Eksperimen tersebut dilakukan di Pulau Canary tahun 1913–
1920. Berikut ini adalah eksperimen yang dilakukannya. (Fudyartanto, 2002).

Prinsip-Prinsip Dasar Gestalt

a. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field.Setiap perceptual memiliki
organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu
kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang di pelajari.
Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang di bentuk.

b. Prinsi-prinsip pengorganisasian:

1) Principle of proximity: organisasi berdasarkan kedekatan elemen.

2) Principle of similarity: Organisasi berdasarkan kesamaan elemen.

3) Principle of objective set: organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.

4) Principle of continuity: organisasi berdasarkan kesinambungan pola.

5) Principle of closure/principle of good form: organisasi berdasarkan bentuk yang sempurna.

6) Principle of figure and ground: organisasi berdasarkan persepsi terhadap bentuk yang lebih menonjol
dan di anggap sebagai “figure”.Dimensi penting dalam persepsi figure dan obyek adalah hubungan
antara bagian dan figure,bukan karakteristik dari bagian itu sendiri.meskipun aspek bagian
berunah,asalkan hubungan bagian figure tetap,perspsi akan tetap. Contoh:perubahan nada tidak akan
merubah perepsi tenteng melodi.

7) Principle of isomorphism: organisasi berdasarkan konteks

3. Hukum-Hukum Belajar Gestalt


a. Hukum Pragnanz, menunjukkan tentang berarahnya segala kejadian,yaitu berarah kepada pragnaz itu,
yaitu suatu keadaan yang seimbang, suatu gestalt yang baik.Gestalt yang baik, keadaan yang seimbang
ini mencakup sifat-sifat keturunan,sederhanaan, kestabilan, simetri dan sebagainya.

b. Hukum-hukum tambahan, ahli psikologi mengadakan penelitian dalam bidang penglihatan dan
menemukan bahwa objek-objek penglihatan itu membentuk diri menjadi gestalt-gestalt menurut
prinsip- prinsip tertentu diantaranya: hukum keterdekatan, hukum ketertutupan, hukum kesamaan. Jadi
yang penting bukanlah mengulang–ulang hal yang harus di pelajari tetapi mengertinya mendapatkan
insight. Insight tergantung kepada kesanggupan, pengalaman, taraf konfleksitas dari suatu situasi,
latihan dan trial and error.

Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan gestalt, yaitu:

1. Prilaku “Molar” hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan prilaku “Molecular”. prilaku
“Molecular” adalah prilaku dalam bentuk konraksi otot atau keluarnya kelenjer, sedangkan prilaku
“Molar” adalah prilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah,
bermain sepak bola adalah beberapa prilaku “Molar”. Prilaku “Molar” lebih mempunyai makna
dibanding dengan prilaku (Molecular)”.

2. Hal yang penting dalam mempelajari prilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan
lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan
lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang Nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakansuatu
lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).

3. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan
tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya adanya penamaan kumpulan
bintang, seperti: sagitarius, virgo, pisces, Gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh
lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau bintang tertentu.

4. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis
dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis
dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.

Teori kognitif dari psikologi gestalt ini terdiri dari beberapa teori lagi yang di dalamnya terimplikasi
belajar dan pembelajaran. Teori tersebut adalah:

a) Wawasan, adalah konsep psikologi gestalt. Tekanan dalam pembelajarannya yaitu: “Pembinaan
Wawasan Belajar”. Tokoh-tokohnya: Max Wertheirner, Kofika Kohler.

b) Tujuan yang berwawasan, dengan konsep konfiguralisme. Tekanan dalam pembelajarannya adalah
“membantu siswa mengembangkan wawasan yang berkualitas tinggi”. Tokoh_tokohnya: Bode, Mheeler,
Batles.
c) Wawasan kognitif, yaitu relative positive (psikologi wawasan). Tekanan dalam pembelajarannya
“Membantu siswa mereka-reka struktur life spaces mereka, meletakkan wawasan baru kedalam situasi
siswa”. Tokoh- tokohnya: Lewin, Dewey, Alport Bigge, Brumner, Koch.

Berbeda dengan para ahli-ahli psikologi sebelumnya. Ia menyatakan bahwa cara berfikir anak bukan
hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga
berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan intelektual
individu serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan individu mengamati ilmu
pengetahuan. (Laura A. King:152). Piaget mengemukakan penjelasan struktur kognitif tentang
bagaimana anak mengembangkan konsep dunia di sekitar mereka. ( Loward s. Friedman and Miriam.

W. Schustack. 2006: 59). Teori Piaget sering disebut genetic epistimologi (epistimologi genetik) karena
teori ini berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual, bahwa genetic mengacu pada
pertumbuhan developmental bukan warisan biologis (keturunan). (B.R. Hergenhahn & Matthew H.
Olson, 2010: 325).

Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensorimotor, yang memberi kerangka bagi
interaksi awal anak dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan ditentukan oleh skemata
sensorimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat diasimilasikan ke skemata itulah yang
dapat di respons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu akan menentukan batasan pengalaman anak.
Tetapi melalui pengalaman, skemata awal ini dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik
yang harus di akomodasi oleh struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur
kognitif akan berubah, dan memungkinkan perkembangan pengalamanterus-
menerus.TetapimenurutPiaget,iniadalah prosesyang lambat,karena skemata baru itu selalu berkembang
dari skemata yang sudah ada sebelumnya. Dengan cara ini, pertumbuhan intelektual yang dimulai
dengan respons refleksif anak terhadap lingkungan akan terus berkembang sampai ke titik di mana anak
mampu memikirkan kejadian potensial dan mampu secara mental mengeksplorasi kemungkinan
akibatnya. Perkembangan Intelektual

a. Struktur
Untuk sampai pada pengertian struktur, diperlukan suatu pengertian yang erat hubungannya dengan
struktur yaitu pengertian operasi. Piaget berpendapat bahwa ada hubungan fungsional antara tindakan
fisik dan tindakan mental dan perkembangan berfikir logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada
perkembangan operasi dan operasi selanjutnya menuju pada perkembangan struktur. ( Ratna Wilis
Dahar, 2011:34). Operasi-operasi ini mempunyai empat ciri, yaitu:

Pertama, Operasi merupakan tindakan yang terinternalisasi. Ini berarti antara tindakan-tindakan itu.
Baik tindakan mental maupun tindakan fisik tidak terdapat pemisah-misah, misalnya seorang anak
mengumpulkan semua kelerang kuning dan merah, tindakannya ialah merupakan baik tindakan mental
maupun fisik. Secara fisik ia memindahkan kelereng-kelereng itu, tetapi tindakannya itu dibimbing oleh
hubungan “sama” dan “berbeda” yang diciptakannya dalam pikirannya. Kedua, Operasi-operasi itu
reversible. Misalnya menambah dan mengurangi merupakan operasi yang sama yang dilakukan dengan
arah yang berlawanan. Sebagai contoh: 2 dapat ditambahkan dengan 1 untuk memperoleh 3, atau 1
dapat dikurangi dari 3 untuk memperoleh 2. Ketiga, tidak ada operasi yang berdiri sendiri. Suatu operasi
selalu berhubungan dengan struktur atau sekumpulan operasi. Misalnya operasi penambahan-
pengurangan berhubungan dengan operasi klasifikasi, pengurutan, dan konservasi bilangan. Operasi itu
asli saling membutuhkan. Jadi operasi itu adalah tindakan-tindakan mental yang terinternalisasi,
reversible, tetap dan terintegrasi dengan struktur-struktur dan operasi-operasi lainnya. Selanjutnya yang
terakhir struktur juga disebut skemata merupakan organisasi mental yang tinggi, satu tingkat lebih tinggi
dari individu waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur yang terbentuk lebih memudahkan
individu itu menghadapi tuntutan-tuntutan yang makin meningkat dari lingkungannya. Diperolehnya
suatu struktur atau skemata berarti telah terjadi suatu perubahan dalam perkembangan intelektual
anak.

b. Isi

Hal yang dimaksud dengan isi ialah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang
diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi-situasi yang dihadapinya. Anatara tahun 1920 dan
1930 perhatian Piaget dalam penelitiannya tertuju pada isi pikiran anak, misalnya perubahan dalam
kemampuan penalaran semenjak kecil sekali hingga agak besar, konsepsi anak tentang alam sekitarnya
yaitu pohon-pohon, matahari, bulan, dan konsepsi tentang beberapa peristiwa alam. ( Ratna Wilis
Dahar, 2011:134)

c. Fungsi

Fungsi ialah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual. Menurut
Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada 2 fungsi yaitu organisme dan adaptasi.

Tahapan Perkembangan IIntelektual


Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berfikir logis dari masa bayi hingga dewasa, menurut
Piaget perkembangan yang berlangsung melalui empat tahap, yaitu:

1. Tahap sensori-motor : 0 – 1,5 tahum

2. Tahap pra-operasional : 1,5 – 6 tahun

3. Tahap operasional konkrit : 6 – 12 tahun

4. Tahap operasional formal : 12 tahun ke atas

Piaget percaya, bahwa kita semua melalui keempat tahap tersebut, meskipun mungkin setiap tahap
dilalui dalam usia berbeda. Setiap tahap dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang untuk
memungkinkan logika jenis baru atau operasi.

Namun urutan perkembangan intelektual sama untuk semua anak, struktur untuk tingkat sebelumnya
terintegrasi dan termasuk sebagai bagian dari tingkat-tingkat berikutnya. (Ratna Wilis, 2011:137).

a. Tahap Sensorimotor

Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayi belajar tentang diri mereka sendiri
dan dunia mereka melalui indera mereka yang sedang berkembang dan melalui aktivitas motor. ( Diane,
E. Papalia, Sally Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman, 2008:212). Aktivitas kognitif terpusat pada
aspek alat dria (sensori) dan gerak (motor), artinya dalam peringkat ini, anak hanya mampu melakukan
pengenalan lingkungan dengan melalui alat drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar
bagi perkembangan kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses penyesuaian
struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. ( Mohd. Surya, 2003: 57).

b. Tahap pra-operasional

Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal diluar
dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang teroganisasikan. Anak sudah dapat
memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda –tanda dan simbol. Cara berpikir anak
pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-
ciri:

1. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi tidak logis

2. Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebab- akibat secara

logis

3. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya
4. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti
manusia

5. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau di dengar

6. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari
persoalan yang dihadapinya 7. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri
yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya

Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya. ( Mohd. Surya, 2003:
57-58).

c. Tahap Operasional Konkrit

Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika atau operasi, tetapi
hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak telah hilang kecenderungan terhadap
animism dan articialisme. Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi
menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap operasional
kongkrit masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. (Matt Jarvis,
2011:149-

150). Sebagai contoh anak-anak yang diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (edith,
susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan boneka yang berambut paling
gelap. Namun ketika diberi pertanyaan, “rambut edith lebih terang dari rambut susan. Rambut edith
lebih gelap daripada rambut lily. Rambut siapakah yang paling gelap?”, anak-anak pada tahap
operasional kongkrit mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan
menggunakan lambang- lambang.

d. Tahap Operasional Formal

Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak dapat menggunakan operasi-
operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih kompleks. ( Matt Jarvis, 2011:111). Kemajuan
pada anak selama periode ini ialah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa
konkrit, ia mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk
argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut operasional formal.

Anda mungkin juga menyukai