Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN HUMANISTIK

Disusun oleh:
Nurul Aulia Naila 0404521006
Lusi Maulinda 0404521004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam konteks mikro, proses pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh guru dalam menyampaikan materi yang diajarkan kepada siswa
dalam suatu lembaga pendidikan agar dapat mempengaruhi cara siswa mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan mengacu pada tujuan pendidikan
nasional, maka dengan sendirinya guru dituntut untuk dapat mengembangkan
potensi anak didik dengan memberikan yang terbaik bagi siswanya serta guru harus
mampu menguasai psikologis kondisi peserta didik.
Namun pada kenyataannya, saat ini pendidikan cenderung dilihat sebagai
sesuatu yang pragmatis bukan sesuatu yang hidup. Akibatnya, praktik pendidikan
khususnya di lingkungan formal seperti sekolah berjalan tidak memperhatikan
potensi dan sisi kemanusiaan dari peserta didik. Praktik pengajaran seperti ini jika
dilihat dalam perspektif humanisme sangat bertentangan dengan hak-hak sebagai
manusia. Secara tidak langsung telah memasung potensi dan kreativitas anak untuk
berkembang.
Teori kognitif adalah teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar
dibanding hasil belajar. Penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model
belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan
stimulus respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang
sering disebut sebagai model perseptual. Artinya adalah pengetahuan yang dimiliki
oleh setiap individu dibentuk oleh individu sendiri melalui interaksi dengan
lingkungan secara terus-menerus dan selalu berubah. Dalam berinteraksi dengan
lingkungan, individu mampu beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungannya,
sehingga terjadi perubahan dalam struktur kognitifnya, pengetahuan, wawasannya
dan pemahamannya semakin berkembang. Individu juga mampu memodifikasi
pengalaman yang diperoleh melalui lingkungan, sehingga melahirkan pengetahuan
atau temuan-temuan baru. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya sekedar
transfer of knowledge, tetapi juga bagaimana merangsang struktur kognitif individu
mampu melahirkan pengetahuan dan temuan-temuan baru.
Pembelajaran dalam pendekatan humanistik, dipahami sebagai pembelajaran
yang mengarah pada proses memanusiakan manusia. Teori humanistik bertujuan
menjadikan manusia seutuhnya sehingga dapat paham terhadap perubahan alam
semesta dan diri peserta didik sendiri. Pendidikan humanistik menjadikan manusia
seutuhnya, sebagai makhluk Tuhan dikaruniai fitrah sebagai manusia. Manusia
pada pendidikan humanistik bersifat kemanusiaan yang dilihat secara filosofis,
dengan hal ini paradigma pendidikan memiliki harapan besar terhadap nilai
pragmatis iptek tidak bisa mematikan kepentingan dan kemanusiaan. Sehingga
peserta didik terjaga dari dampak negatif teknologi serta keadaan kehidupan
manusia menjadi kondusif dan aman. Psikologi humanistik mengarahkan pendidik
sebagai fasilitator. Pendidik humanistik adalah pendidik yang manusiawi. Psikologi
humanistik mengarahkan peserta didik untuk meningkatkan potensi intelektual
yang peserta didik miliki. Pendidik membimbing siswa dengan tidak membebani
peserta didik di proses pembelajaran tetapi menanamkan nilai-nilai atau perilaku
positif dan perilaku negatif.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1. Bagaimana konsep dan implikasi teori belajar koginitif?
2. Bagaimana konsep dan implikasi teori belajar humanistik?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini meliputi:
1. Mengetahui teori belajar kognitif.
2. Mengetahui teori belajar humanistik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Belajar Kognitif


2.1.1 Konsep Dasar Teori

Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin cognitare yang artinya
berfikir dan bahasa inggris cognition yang berarti pengertian, mengerti. Secara
umum istilah kognitif diartikan sebagai salah satu ranah yang erat kaitannya
dengan manusia yang mencakup bentuk pengenalan yang meliputi perilaku
mental yang berhubungan dengan pemahaman, memperhatikan, memberikan,
menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah,
membayangkan, memperkirakan, berpikir, dan keyakinan (Setiawan, 2017).

Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori


belajar kognitif lebih mengedepankan proses belajar dari pada hasil belajarnya.
Teori kognitif merupakan salah satu bentuk teori belajar yang dapat disebut
sebagai teori perseptual. Dimana teori belajar ini memandang tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya (Tim GTK DIKDAS, 2021).
Belajar menurut teori kognitif adalah hasil interaksi secara terus-
menerus antara individu dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Teori ini juga beranggapan bahwa belajar merupakan
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman (Nurhadi, 2020). Contoh sederhananya adalah ketika seseorang
mengamati suatu objek dalam perjalanan. Pengamatan tersebut dijadikan
sebagai aktivitas mental. Kemudian, ia menceritakan pengalaman selama
perjalanan tersebut kepada temannya dengan menggambarkan objek-objek
yang pernah dilihatnya dalam bentuk kalimat. Dengan demikian, telah terjadi
proses belajar, dan terjadi perubahan terutama terhadap pengetahuan dan
pemahaman. Dimana jika pengetahuan tersebut mengakibatkan perubahan
sikap, maka telah terjadi perubahan sikap dan seterusnya (Sutarto, 2017).

2.1.2 Tokoh dan Kajian Belajar Teori Kognitivisme


a. Jerome S. Bruner
Jerome Seymor Bruner adalah imigran dari Polandia yang
dibesarkan di New York. Bruner adalah seorang ahli psikologi
kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberi
perhatian penting terhadap pengembangan kognitif. Bruner
berpendapat bahwa anak harus belajar aktif di dalam kelas
diharapkan anak belajar dengan menemukan (discovery learning),
dimana pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif yang
terjadi dalam diri seseorang. Dengan kata lain, perkembangan
kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan
yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Teori belajar ini mendorong peserta didik untuk
belajar sendiri melalui kegiatan dan pengalaman peserta didik, yang
diharapkan untuk menemukan arti hidup dan mempelajari konsep
sesuai dengan pemahaman masing-masing. Aplikasi teori Bruner
yang terkenal dalam dunia pendidikan merupakan kurikulum spiral,
di mana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi yang disesuaikan dengan
tingkat perkembangan kognitif siswa.
Seiring dengan terjadinya pertumbuhan kognitif, Bruner
berpendapat bahwa para pembelajar harus melalui tiga tahapan
pembelajaran yang meliputi enaktif, ikonik, dan simbolik
(Setiawan, 2017). Enaktif mempelajari sesuatu dengan
memanipulasi objek kemudianmengaplikasikan pengetahuan
tersebut daripada hanya memahaminya. Ikonik merupakan
pembelajaran dengan melalui gambaran dimana peserta didik
mempresentasikan pengetahuan melalui sebuah gambaran dalam
benaknya. Simbolik yaitu pembelajaran yang dilakukan melalui
representasi pengalaman abstrak (seperti bahasa) yang sama sekali
tidak memiliki kesamaan fisik dengan pengalaman tersebut.
Penerapan belajar dalam teori ini yaitu: (1) stimulus, (2) problem
statment, (3) data colection, (4) data procesing, (5) verification, (6)
generalisasi.

b. David P. Ausubel
David P. Ausubel Merupakan tokoh kognitivisme yang
melakukan kritik terhadap teori neo behaviorisme dan
mengembangkan teori belajar bermakna. Menurut Ausubel ada dua
jenis belajar antara lain belajar bermakna (meaningful learning) dan
belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu
proses belajar dengan menghubungkan informasi atau pemahaman
yang telah dimiliki oleh seseorang yang sedang belajar. Belajar
menghafal, Peserta didik berusaha menerima dan menguasai bahan
yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Ausubel berpendapat bahwa siswa akan belajar dengan baik Jika
isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan
dengan baik dan tepat kepada siswa (Advanced Organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi kemampuan belajar siswa. Advanced
Organizer merupakan konsep atau informasi umum yang memadai
seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Manfaat dari
konsep ini yaitu menyediakan suatu kerangka konseptual untuk
materi yang akan dipelajari, berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan
dipelajari, membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara
lebih mudah (Nurhadi, 2020).

c. Kurt Lewin
Kurt Lewin merupakan salah satu tokoh kognitivisme yang
mengembangkan teori belajar kognitif dengan pusat perhatian
kepribadian dan psikologi sosial. Menurut Lewin masing-masing
individu berada dalam medan kekuatan yang bersifat psikologis.
Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space
mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi,
misalnya orang yang dijumpainya, objek material yang dihadapi,
dan fungsi kejiwaan yang dimiliki. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa belajar sebagai akibat dari perubahan dalam struktur
kognitif. Perubahan struktur tersebut merupakan hasil dari dua
macam kekuatan yang meliputi struktur medan kognisi dan
kebutuhan motivasi internal individu.
Pembelajaran yang dilakukan peserta didik tentunya memiliki
tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup peserta didik tersebut,
akan tetapi dalam mencapai tujuan tersebut tentunya akan muncul
hambatan. Ketika peserta didik mengalami hambatan dan dapat
mengatasi hambatan tersebut, maka peserta didik akan masuk ke
dalam medan magnet kognitif baru (Setiawan, 2017).

d. Jean Piaget

Jean Piaget mengemukakan bahwa proses belajar akan terjadi


apabila terdapat aktivitas individu berinteraksi dengan lingkungan
sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan dan perkembangan
tiap individu merupakan proses sosial. Dalam hal ini individu tidak
berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai sesuatu yang
terikat, melainkan bagian dari kelompok sosial. Interaksi individu
dengan orang lain memainkan peranan penting dalam
mengembangkan pandangan terhadap alam. Pberubahan pandangan
ini dapat melalui pertukaran ide-ide dengan orang lain, dimana
individu yang mulanya memiliki pandangan yang bersifat subyektif
terhadap sesuatu yang diamatinya akan merubah pandangannya
menjadi objektif (Sutarto, 2017).
Teori yang dikembangkan oleh Piaget disebut dengan teori
perkembangan intelektual atau perkembangan mental. Teori ini
bertujuan untuk menjelaskan mekanisme dari proses perkembangan
individu dari masa bayi hingga dewasa yang didasarkan kepada
kemampuan nalar dan kemampuan berpikir menggunakan hipotesa
(Setiawan, 2017).

Konsep dasar dari teori Piaget adalah intelegensi, organisasi,


skema, asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Intelegensi adalah
bentuk ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan
persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensiomotor diarahan.
Organisasi merupakan suatu batas yang umum untuk semua bentuk
kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik psikis maupun
fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi. Skema adalah
struktur mental seseorang seseorang yang secara intelektual
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Asimilasi yaitu proses
kognitif tempat seseorang mengintegrasi persepsi, konsep atau
pengalaman baru dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Akomodasi merupakan penyesuaian struktur internal
pada ciri-ciri tertentu dari situasi khusus yang berupa objek atau
kejadian yang baru. Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang
berkesinambungan dan memungkinkan seseorang untuk tumbuh,
berkembang, dan berubah menjadi lebih baik.

Terdapat empat tahapan perkembangan kognitif menurut Jean


Piaget, yaitu:

1. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun). Individu memahami


sesuatu atau tentang duni dengan mengkoordinasikan
pengalaman-pengalaman sensoris (melihat dan mendengar)
dengan tindakan motorik fisik.

2. Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun), individu mulai


melukiskan dunia melalui tingkah laku dan kata-kata. Tetapi
belum mampu untuk melakukan operasi yaitu melakukan
tindakan mental yang diinternalisasi atau melakukan
tindakan mental terhadap apa yang dilakukan sebelumnya
secara fisik.

3. Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun). Individu mulai


berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian yang bersifat
konkret. Dimana individu sudah dapat membedakan benda
yang sama dalam kondisi yang berbeda.
4. Tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas). Pada masa
ini individu mulai memasuki dunia “kemungkinan” dari
dunia yang sebenarnya atau individu mengalami
perkembangan penalaran abstrak. Individu dapat berpikir
secara abstrak, lebih logis dan idealis.

e. Robert M. Gagne

Menurut Gagne belajar bukan suatu proses tunggal melainkan


proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan
perkembangan tingkah laku. Dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk diolah sehingga menghasilkan
keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi
terjadi interaksi antara kondisi internal dan eksternal peserta didik.
Hasil belajar menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang
berlainan yang disebut kapasitas.

Kapasitas didapatkan dari: (1) stimulus yang berasal dari


lingkungan. (2) proses kognitif yang dilakukan peserta didik. Gagne
menyatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia
dapat dibagi menjadi lima kategori yang disebut dengan the
domainds of learning, yang meliputi:

1. Informasi ferbal dalah kemampuan yang dinyatakan dengan


kategori memperoleh label atau nama-nama, fakta dan
bidang pengetahuan yang tersusun. Peserta didik disini
dapat menjelaskan dengan berbicara, menulis,
menggambar.

2. Keterampilan intelek, yaitu kemampuan yang berupa


keterampilan yang membuat seseorang mampu dan berguna
di masyarakat.

3. Keterampilan gerak (motoris), kapabilitas yang mendasari


pelaksanaan perbuatan jasmani. Dalam hal ini perlu
koordinasi berbagai gerak badan misalnya melempar bola,
mengemudi mobil, main tenis dan lainnya.

4. Sikap, kapabilitas yang mempengaruhi pilihan tentang


tindakan mana yang perlu diambil.

Strategi Kognitif, kapabilitas yang mengatur bagaimana si belajar


mengelola belajarnya, seperti mengingat atau berpikit dalam rangka
mengendalikan sesuatu atau tindakan.
f. Teori Gesalt

Kata Gesalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai arti


bentuk atau konfigurasi. Inti belajar menurut Gesalt adalah objek
atau peristiwa tertentu dipandang sebagai suatu keseluruhan yang
terorganisir. Menurut Gesalt belajar merupakan proses
pengembangan yang di dasarkan pada pemahaman atau insight.
Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian dalam
suatu situasi permasalahan. Teori ini menganggap bahwa insight
adalah inti pembentukan tingkah laku. Teori Gesalt pada umumnya
merupakan usaha untuk memperbaiki proses belajar dengan metode
rote learning dengan pengertian bukan menghapal. Dalam teori ini
penyesuaian merupakan suatu hal yang penting, yaitu memperoleh
respons atau tanggapan yang tepat. Dimana, yang terpenting dalam
belajar bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, melainkan
mengerti dan mendapatkan insight. Belajar dengan insight antara
lain:

a) Insight tergantung pada kemampuan dasar,

b) Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang


relevan,

c) Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur, sehingga


segala aspek perlu diamati,

d) Belajar dengan Insight dapat diulangi,

e) Insight adalah hal-hal yang harus dicari,

f) Insight dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi


baru.

Terdapat beberapa prinsip belajar teori Gesalt, meliputi:

1) Tujuan belajar adalah untuk mendapatkan pemahaman.

2) Belajar dimulai dari keseluruhan. Keseluruhan ini menjadi


permulaan, baru menuju ke bagian-bagian.

3) Individuasi bagian-bagian dari keseluruhan.

4) Individu belajar dengan menggunakan pemahaman.


2.1.3 Implikasi Teori Belajar Kognitivisme

a. Implikasi Teori Piagert dalam Pembelajaran

Berberapa hal penting dalam teori kognitif yang dikembangkan oleh


Piaget, diantaranya adalah:

a) Individu dapat mengembangkan pengetahuan sendiri.

Yang menjadi titik pusat dari pengembangan teori kognitif


Piaget adalah individu mampu mengalami kemajuan tingkat
kognitif atau pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi.
Maksudnya adalah pengetahuan yang dimiliki oleh setiap
individu dapat dibentuk dikembangakan oleh individu itu
sendiri melalui interaksi dengan lingkungan yang secara terus-
menerus dan selalu berubah. Meskipun demikian, pengetahuan
yang diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan,
adakalanya tidak sama persis dengan apa yang diperoleh dari
lingkungan itu. Individu mampu mengembangkan
pengetahuannnya sendiri memodifikasi pengalaman yang
diperoleh dari lingkungan, sehingga melahirkan pengetahuan
atau temuan baru.

b) Individualisasi dalam pembelajaran

Dalam proses pembelajaran, perlakuan terhadap individu harus


didasarkan pada perkembangan kognitifnya atau dapat
dikatakan, dalam proses pembelajaran harus disesuaikan
dengan tingkat perkembangan individu. Hal ini disebabkan
karena setiap tahap perkembangan kognitif memiliki
karakteristik berbeda-beda. Susunan saraf seorang akan
semakin kompleks seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini
juga memungkinkan kemampuannya semakin meningkat, oleh
karena itu, dalam proses belajar seseorang akan mengikuti pola
dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan usianya.

b. Implikasi Teori Jerome S. Bruner dalam Pembelajaran

Prinsipnya teori Kognitif yang dikemukakan oleh Bruner


merupakan pengembangan dari teori kognitif Piaget. Bruner lebih
menekankan bagaimana mengeksplrorasi potensi yang dimiliki
oleh individu. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran dengan teori kognitif Bruner.
a) Partisipasi aktif individu dan mengenal perbedaan

Dalam proses pembelajaran harus menekankan pada cara


individu mengorganisasikan apa yang telah dialami dan
dipelajari. Dengan demikian individu mampu menemukan dan
mengembangkan sendiri konsep, teori-teori dan prinsip-prinsip
melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.
Untuk mewujudkannya, maka harus diciptakan lingkungan
yang mendukung individu untuk melakukan eksplorasi dan
menemukan gagasan-gagasan baru. Tujuan pembelajaran bukan
sepenuhnya untuk memperoleh pengetahuan semata. Namun
yang terpenting adalah melatih kemampuan intelek atau
kognitif siswa, merangsang keinginan tahu, dan memotivasi
siswa. Tujuan pembelajaran hanya diuraikan secara garis besar
dan dapat dicapai dengan cara-cara yang tidak perlu sama oleh
siswa yang mengikuti pelajaran yang sama. Meskipun
demikian, pembelajaran terhadap individu tidak harus
menunggu individu mencapai tahap perkembangan tertentu.
Individu dapat mempelajari sesuatu meskipun usianya belum
memadai, asalkan materi pembelajaran disusun berdasarkan
urutan isi dan disesuaikan dengan karakteristik kognitifnya.

b) Guru sebagai tutor, fasilitator, motivator, dan evaluator

Guru berperan sebagai tutor, fasilitator, motivator dan


evaluator. Dapat dikatakan bahwa guru tidak harus
mengendalikan proses pembelajaran. Namun, guru hendaknya
mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan
masalah. Penilaian hasil belajar meliputi tentang konsep dasar
dan penerapannya pada situasi yang baru. Teori ini juga
mengharapkan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran,
dan memberikan kesempatan kepada siwa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Oleh karena itu,
guru harus mengupayakan agar setiap siswa berpartisipasi aktif,
motivasi dan minatnya perlu ditingkatkan, kemudian perlu
dibimbing untuk mencapai tujuan tertentu.

c. Implikasi Teori Belajar Ausubel dalam Pembelajaran

Beberapa cacatan penting dalam teori belajar Ausubel, antara lain:


a) Kunci keberhasilan dalam berlajar terletak pada
kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau dipelajari oleh
siswa.

Dalam proses pembelajaran guru harus mampu memberikan


sesuatu yang bermakna bagi siswa. Sesuatu yang bermakna itu
bukan hanya dapat diperoleh melalui belajar penemuan, tetapi
dapat diperoleh melalui banyak cara. Belajar dengan menghafal
dan ceramah pun dapat menemukan sesuatu yang bermakna,
asal dilakukan secara sistematis, menjelaskan dan
menghubungkan antara konsep yang satu dengan konsep
lainnya, menguhubungkan konsep yang baru dengan konsep
yang telah dimiliki oleh siswa. Untuk mewujudkan
pembelajaran yang bermakna ini, guru sangat dituntut untuk
mempu menggali dan mengeksplorasi segala potensi yang
dimiliki oleh siswa dengan berbagai macam strategi, model,
metode dan pendekatan pembelajaran.

b) Belajar bermakna akan berhasil apabila ada motivasi


intrinsik dari dalam diri siswa

Ausubel mengatakan bahwa belajar bermakna akan terjadi


apabila siswa memiliki minat dan kesiapan untuk belajar. Minat
dan kesiapan erat kaitannya dengan motivasi. Motivasi yang
terpenting adalah motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang datang
dari dalam diri individu. Dengan adanya motivasi intrinsik ini
akan menumbuhkan minat dalam diri individu, dan
menggerakkan individu untuk mempersiapkan diri untuk
belajar, baik mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis.
Motivasi intrinsik ini sesungguhnya dapat dibetuk melalui
motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri
individu. Seperti dorongan dari orang tua, guru, teman dan
sebagainya.

d. Implikasi Teori Gesalt dalam Pembelajaran

Beberapa hal yang dapat diterapkan dari teori Gesalt dalam proses
pembelajaran, yaitu:

a) Perilaku bertujuan. Belajar harus terarah pada tujuan.


Belajar bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-
respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin
dicapai, yaitu untuk mendapatkan pemahaman tentang
sesuatu.

b) Pembelajaran akan bermakna apabila siswa mampu


memahami secara totalitas terhadap objek yang dipelajari,
memiliki kemampuan mengenal dan memahami unsur-
unsur, mampu memahami keterkaitan unsur-unsur dalam
suatu objek atau peristiwa, dan keterkaitan antara
pengetahuan yang baru dengan pengetahuan sebelumnya.

2.1.4 Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Kognitivisme

Tentunya teori belajar kognitif memiliki beberapa kelemahan dan


kelebihan dalam penerapannya. Adapun kelemahan teori belajar
kognitif antara lain:

1) Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan,


beberapa prinsip intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.

2) Pada dasarnya teori kognitif lebih menekankan pada


kemampuan daya ingat, sehingga kelemahan dari teori ini
adalah menganggap semua peserta didik mempunyai
kemampuan yang sama.

3) Metode ini tidak memperhatikan cara peserta didik untuk


mengeksplorasi dan mengembangkan pengetahuan, karena
pada dasarnya peserta didik mempunyai cara yang berbeda-
beda.

4) Peserta didik tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang


diberikan.

5) Pesrta didik akan kesulitan dalam praktek kegiatan atau materi.

6) Perlu diperhatikan kemampuan peserta didik untuk


mengembangkan materi yang telah diterimanya.

Sedangkan kelebihan dari teori ini, meliputi:

1) Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri.


2) Sebagian besar kurikulum di Indonesia menggunakan lebih
menekankan pada teori kognitif yang mengutamakan pada
pengembangan pengetahuan yang dimiliki setiap individu.

3) Pendidik hanya perlu memberikan dasar-dasar dari materi yang


diajarkan untuk pengembangan dan kelanjutan diserahkan pada
peserta didik.

4) Menekankan pada ingatan peserta didik untuk selalu mengingat


materi-materi yang telah diberikan.

5) Peserta didik harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang


belum ada atau menginovasi hal yang yang sudah ada menjadi
lebih baik lagi.

6) Teori kognitif mudah untuk diterapkan.

2.2 Teori Belajar Humanistik


2.2.1 Konsep Dasar Teori
Menurut teori humanistik, proses belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori
belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian
filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari pada bidang kajian psikologi
belajar. Pada proses pengajaran humanistik, multiple intelegensi peserta didik
yang berbeda harus dipahami oleh pendidik yang hebat, serta menitik beratkan
kepada ide –ide siswa yang dianggap sebagai ide yang unik menurut teori,
praktik dan keadaan kehidupan mereka (Ekawati & Nevi, 2019).
Menurut Siregar & Hartina Nara (2014), teori ini bersifat eklektik,
artinya teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuannya untuk memanusiakan
manusia yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar, secara optimal. Sebagai contoh teori bermakna Ausubel dan
taksonomi tujuan belajar Bloom dan Krathwohl diusulkan sebagai pendekatan
yang dapat dipakai oleh aliran kognitif padahal teori ini juga diusulkan dalam
aliran humanistik.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga
dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Pandangannya
tentang belajar bermakna atau “Meaningful Learning” yang juga tergolong
dalam aliran, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna.
Dengan pembelajaran yang bermakna maka diharapkan siswa dapat menemukan
aktualisasi diri mereka. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan
dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motivasi dan
pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa
motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya.
Pandangan teori humanisme, ciri pendidik harus bisa memberikan : 1)
motivasi belajar peserta didiknya, 2) empati dan terbuka, serta kehangatan. Sikap
empati pendidik terhadap peserta didik bukan hanya berupa kata-kata tapi
perbuatan untuk membantu peserta didik. Keterbukaan pendidik untuk
mengarahkan diri, menerima kritikan, menerima masukan, mau dinilai, dan
menerima ujian. Keaslian pendidik berupa bersikap tidak dibuat-buat.
Kekonkretan bisa bertanggung jawab sesuai dengan kemampuan yang dicapai
peserta didik dengan kebenaran hasil yang ada.
2.2.2 Tokoh dan Kajian Belajar Teori Humanistik
a. Abraham Maslow
Maslow adalah pelopor teori belajar humanistik dengan teori
hirarki kebutuhan (Hierarchy of Needs). Teori ini bermula ketika
Maslow melakukan observasi terhadap perilaku monyet. Berdasarkan
observasinya itu, ia mendapatkan kesimpulan bahwa beberapa
kebutuhan lebih diprioritaskan dibandingkan dengan kebutuhan
lainnya. Contoh jika Kera merasa haus, maka Kera akan cenderung
lebih memuaskan dahaganya daripada makanan. Sementara jika tanpa
air, Kera hanya dapat hidup selama beberapa hari saja. Oleh karena itu,
kebutuhan tentang air lebih kuat (prioritas) daripada kebutuhan tentang
makanan. Kebutuhan-kebutuhan ini lah yang oleh Maslow sering
disebut sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang secara hierarki
bagaikan anak tangga yang bertingkat-tingkat. Teori Maslow
mengasumsikan bahwa orang akan berusaha memenuhi kebutuhan
pokok (fisiologis) sebelum ia berusaha untuk memenuhi kebutuhan
yang lebih tinggi (perwujudan diri). Kebutuhan yang lebih rendah harus
dipenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan yang lebih tinggi seperti
perwujudan diri mulai mengembalikan perilaku seseorang.
Maslow berpendapat manusia dapat memahami dan menerima
dirinya sebisa mungkin. Maslow menjelaskan bahwa manusia
termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut bertingkat mulai dari yang paling
rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi
diri). Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut: (a)
kebutuhan fisiologis/dasar: seperti makan dan minum, (b) kebutuhan
akan rasa aman dan tentram: rasa seperti terhindar dari kriminalitas,
binatang buas, diejek, direndahkan, dll, (c) kebutuhan untuk dicintai
dan disayangi: bagaimana rasanya dianggap di komunitas sosialnya, (d)
kebutuhan untuk dihargai: rasa bagaimana dibutuhkan untuk
kepercayaan dan tanggung jawab dari orang lain, (e) Kebutuhan
aktualisasi diri: untuk membuktikan dan menunjukkan dirinya terhadap
orang lain.
b. Carl Rogers
Teori Humanisme menurut Carl Rogers lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia. Humanisme tertuju pada masalah
bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh keinginan
pribadi yang dihubungkan terhadap pengalaman mereka sendiri. Teori
Carl Rogers didasarkan pada suatu “daya hidup” yang disebut
kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut
diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk
hidup dan bertujuan mengembangkan seluruh potensinya semaksimal
mungkin (Rennie, D. L., 2008).
Menurut Rogers, penyebab dari kecemasan psikologis adalah
inkongruensi, atau saat diri ideal seseorang tidak cukup bertumpukan
dengan konsep dirinya, atau ketidakserasian antara konsep diri dengan
diri ideal. Sebagai contoh orang tua menuntut anak untuk berhasil
dalam bidang Kimia, tetapi anak tersebut tidak menyukai Kimia dan
lebih menyukai bidang arsitek. Terdapat kemungkinan bahwa orang tua
dari orang tersebut adalah ahli Kimia dan selama ini ia diharapkan akan
melakukan hal yang sama walaupun merasa bahwa arsitektur lebih
menyenangkan dan memuaskan. Dalam contoh ini, Kimia adalah
bagian konsep dari diri seseorang, tetapi arsitektur adalah bagian dari
diri ideal dari orang tersebut. Inkongruensi antara keduanya dapat
menyebabkan stress. Namun, manusia memiliki proses penilaian
organismic (Organismic Valuing Process), yaitu insting alami yang
menggerakkan kita menuju pencapaian-pencapaian yang sangat
bermakna.
Jadi, makhluk hidup bukan hanya bertujuan bertahan hidup saja,
tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi keberadaannya.
Sehingga Esensi belajar bermakna akan terjadi apabila dalam proses
pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan. Sebaliknya,
belajar yang tidak bermakna terjadi jika proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan
peserta didik.
Teori belajar humanistik pada bukunya Freedom to Learn, yaitu: 1)
manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami, belajar
terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid relevan dengan hal- hal
tersendiri, 2) adanya perubahan belajar dalam hal dirinya sendiri yang
mengancam dan ditolak, 3) belajar dengan penuh makna di peroleh
siswa dengan mengerjakannya, 4) siswa dilibatkan di proses
pembelajan dan ikut dalam proses belajar itu (Zagoto et al., 2018).
c. Arthur Combs
Bersama dengan Donald Snygg ( 1904 – 1967 ) menjelaskan
tentang Meaning. Belajar dikatakan berhasil jika ada kebermaknaan
yang dicapai peserta didik baik materi maupun bermakna bagi
kehidupannya sendiri. Pendidik bukan memberikan materi yang tidak
disenangi dan tidak sesuai dengan kehidupan peserta didik. Sehingga
pendidik memahami tingkah laku dengan mengkonstruksi dunia peserta
didik itu, jadi ada perubahan tingkah laku maka pendidik bisa membuat
keyakinan positif peserta didik.
Combs menyatakan pendidik sering keliru dalam pembelajaran,
pendidik sukses mengajar jika sudah menyampaikan materi kepada
siswa secara sistematik, tapi tidak menyatu pada materi pelajaran
dengan perilaku peserta didik. Belajar berarti bagi kepribadiannya dan
siswa bisa menganalisa permasalahan kehidupannya (Ekawati & Nevi,
2019). Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan
dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila subjek matter-nya
disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal “arti” tidaklah
menyatu pada subjek matter itu; dengan kata lain di individu lah yang
memberi arti tadi kepada subjek matter itu. Sehingga yang penting
adalah bagaimana caranya membawa si siswa untuk memperoleh “arti
bagi pribadinya” dari subjek matter itu; bagaimana siswa itu
menghubungkan subjek matter itu dengan kehidupannya. Combs
memberikan lukisan “persepsi diri” dan “persepsi dunia” seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat satu.
Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari “persepsi diri” dan lingkaran
besar (2) adalah “persepsi dunia”. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari “persepsi diri” makin berkurang pengaruhnya pada individu dan
makin dekat peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin besar
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi hal-hal yang mempunyai
sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
d. Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl lebih menekankan perhatiannya pada apa
yang pasti dikuasai oleh peserta didik, setelah melalui peristiwa-
peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakannya dirangkum
dalam tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom.
Melalui taksonomi Bloom inilah telah berhasil memberikan inspirasi
kepada banyak pakar pendidikan dalam mengembangkan teori-teori
maupun praktek pembelajaran. Pada tataran praktis, taksonomi Bloom
ini telah membantu para pendidik untuk merumuskan tujuan-tujuan
belajar yang akan dicapai, dengan rumusan yang mudah dipahami.
Berpijak pada taksonomi Bloom ini pulalah para praktisi pendidikan
dapat merancang program-program pembelajarannya. taksonomi
Bloom ini telah banyak dikenal dan paling popular di lingkungan
pendidikan. Secara ringkas, ketiga kawasan dalam taksonomi Bloom
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kognitif
Kognitif terdiri dari enam tingkatan:
a) Mengingat (mengingat, menghafal);
b) Memahami (menginterpretasikan);
c) Menerapkan (menggunakan konsep untuk memecahkan
suatu masalah);
d) Menganalisis (menjabarkan suatu konsep);
e) Mengevaluasi (membandingkan ide, nilai, metode, suatu
konsep secara utuh);
f) Mengkreasi (merancang, membangun sesuatu yang baru );
2. Psikomotor
Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
a) Peniruan (menirukan gerak);
b) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak);
c) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar);
d) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan
benar);
e) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).
3. Afektif
Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
a) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu);
b) Merespon (aktif berpartisipasi);
c) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai
tertentu);
d) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang
dipercayai);
e) Pengalaman (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola
hidup)
e. Kolb
David Kolb adalah seorang filosof yang beraliran Humanistik.
Dimana aliran ini lebih melihat pada sisi perkembangan manusia.
Pendekatan ini melihat kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun
dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan yang
bersifat positif ini yang disebut sebagai potensi manusia. Gaya belajar
model Kolb ter implisit dalam resource based learning (belajar
berdasarkan sumber) yang mengajak siswa melakukan observasi untuk
memecahkan masalah. Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat
tahap, yaitu: pengalaman konkret, pengamatan aktif dan reflektif,
konseptualisasi dan eksperimentasi aktif.
Gambar 1. Tahapan belajar Kolb

Pada tahap paling dini dalam proses belajar, seorang siswa hanya
mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Dia belum mempunyai
kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut. Dia Pun belum mengerti
bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah
yang terjadi pada tahap pertama proses belajar. Pada tahap kedua, siswa
tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap
kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
Inilah yang kurang lebih terjadi pada tahap pengamatan aktif dan
reflektif. Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar untuk membuat
abstraksi atau “teori” tentang sesuatu hal yang pernah dialaminya. Pada
tahap ini siswa diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan
umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun
tampak berbeda-beda, tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
Pada tahap akhir (eksperimentasi aktif), siswa sudah mampu
mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia
matematika, misalnya, siswa tidak hanya memahami “asal usul” sebuah
rumus, tetapi ia juga mampu memakai rumus tersebut untuk
memecahkan suatu masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.
2.2.3 Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Teori Abraham Maslow
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat
penting. Dalam proses belajar-mengajar misalnya, guru mestinya
memperhatikan teori ini. Apabila guru menemukan kesulitan untuk
memahami mengapa anak-anak tertentu tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau bahkan
mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut
Maslow, guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara
langsung, sebelum memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya
kebutuhan anak yang berada di bawah kebutuhan untuk tahu dan
mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau tidak melakukan
makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau ada
masalah pribadi / keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-
lain.
b. Teori Carl Rogers dan Arthur Combs
Contoh implikasi dari teori Carl Rogers dan Arthur pengaitan
materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari sehingga
pembelajaran akan lebih bermakna. Misalnya pemanfaatan reaksi
senyawa hidrokarbon dalam kehidupan sehari-hari yang membantu
kehidupan manusia, sehingga akan membangkitkan minat dan
keingintahuan peserta didik. Reaksi pada senyawa hidrokarbon dapat
membantu kehidupan kita terutama di bidang industri. Contohnya
Asetilena (C2H2). Asetilen adalah gas yang tidak berwarna dimana
dapat dibuat dari reaksi antara kalsium karbida dan air. Asetilena yang
dioksidasi dalam obor oksiasetilena menghasilkan nyala api yang
sangat panas (sekitar 3000° C) yang dapat dimanfaatkan untuk
mengelas logam.

c. Teori Kolb
4 tahapan pada pembelajaran Kolb dapat diaplikasikan pada
kegiatan praktikum. Contohnya kegiatan diskusi merancang suatu
percobaan reaksi senyawa hidrokarbon merupakan tahapan
penyusunan konsep abstrak (abstract conceptualization). Kegiatan
tersebut memberi kesempatan siswa untuk saling berkomunikasi
dengan teman. Siswa aktif berpendapat dan saling bertukar pikiran,
sehingga menumbuhkan sikap bekerjasama. Siswa juga dituntut
untuk dapat menentukan judul, rumusan masalah, hipotesis, tujuan,
alat dan bahan, serta cara kerja. Hal ini dapat melatih cara berpikir
ilmiah dan menumbuhkan sikap ilmiah siswa.
Kegiatan demonstrasi cara kerja praktikum pengamatan
merupakan tahapan active experimental. Kegiatan tersebut
memiliki 3 kelebihan, yaitu siswa dapat membandingkan antara
cara kerja praktikum yang telah dibuat pada rancangan percobaan
dengan kenyataan praktikum yang sebenarnya, siswa memiliki
pengalaman mempraktekkan secara langsung (tidak hanya secara
verbal), dan siswa mendapat gambaran tentang cara kerja
praktikum yang benar.
Kegiatan praktikum merupakan tahapan pengalaman nyata
(concrete experience). Pada kegiatan tersebut siswa dituntut
menemukan konsep reaksi pada senyawa hidrokarbon. Berbagai
kegiatan yang dilakukan tersebut memberikan pengalaman nyata
kepada siswa, membuat siswa aktif, dan membantu
mengembangkan keterampilan secara maksimal, sehingga mereka
menjadi termotivasi untuk belajar. Sanjaya (2011) bahwa
pengalaman nyata merupakan proses belajar yang sangat
bermanfaat karena diperoleh melalui hasil dari aktivitas sendiri dan
membuat kesalahan persepsi dapat dihindari.
Hasil pengamatan praktikum kemudian dipresentasikan oleh
perwakilan dari masing masing kelompok. Kegiatan ini merupakan
tahap observasi-refleksi (reflective observation). Presentasi hasil
pengamatan praktikum memberi kesempatan siswa untuk
mengkomunikasikan secara lisan tentang apa yang diperoleh.
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik
Berikut ini akan dijabarkan secara umum mengenai kelebihan dan
kekurangan dari teori belajar humanisme

1. Kelebihan
a. Mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis,
partisipatif-dialogis dan humanis
b. Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan
berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan.
c. Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan
lebih-lebih adalah kemampuan hidup bersama (komunal-
bermasyarakat) di antara peserta didik yang tentunya mempunyai
pandangan yang berbeda beda.
2. Kekurangan
a. Siswa yang tidak menyadari dan memahami potensi dirinya akan
ketinggalan dalam proses belajar.
b. Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah
c. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri
dalam proses belajar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Teori kognitif merupakan teori yang menekankan pada proses belajar
dibandingkan dengan hasil belajar. Beberapa tokoh dalam teori kognitif
antara lain Bruner, Piaget, Robert M. Gagne, Lewin, Ausubel, dan Gesalt.
2. Teori belajar humanistik adalah proses belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Beberapa tokoh
dalam pengembangan teori ini adalah Abraham Maslow, Carl Rogers,
Arthur Combs, Arthur Combs, Kolb.
DAFTAR PUSTAKA
Ekawati & Nevi. (2019). Teori Belajar Berdasarkan Aliran Psikologi Humanistik
dan Implikasi pada Proses Belajar Pembelajaran. Jurnal Review Pendidikan
dan Pengajaran, 2(2): 266-269.

Eveline Siregar & Hartini Nara. (2014). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:
Ghalia Indonesia.

Nurhadi. (2020). Teori Kognitivisme serta Aplikasinya dalam Pembelajaran.


Jurnal Edukasi dan Sains, 2(1): 77-95.
https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/edisi

Rennie, D. L. (2008). Two thoughts on Abraham Maslow. Journal of Humanistic


Psychology, 48(4), 445-448.
Sanjaya. (2011). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Setiawan, Andi. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Ponorogo: Uwais Inspirasi


Indonesia.

Sutarto. (2017). Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Islamic


Counseling, 1(2) P-ISSN 2580-3638, E-ISSN 2580-3646. Modul. Direktorat
GTK Pendidikan Dasar.

Tim GTK DIKDAS. (2021). Modul Belajar Mandiri Calon Guru Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK): Pedagogi.

Zagoto, Maria M., Yarni, Nevi; Dakhi, O. (2019). Perbedaan Individu dari Gaya
Belajarnya Serta Implikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Review
Pendidikan dan Pengajaran, 2(2), 259- 265.
LAMPIRAN
Pertanyaan

1. Avia Rizka Ulfana


Seperti yang telah dipresentasikan pada teori belajar humanistic yang
dikemukakan oleh Moskow bahwa guru tdak bisa menyalahkan siswa atas
kejadian yang dialaminya (missal: siswa tidak memiliki motivasi belajar
karena adanya masalah keluarga). Bagaimana sikap guru yang baik agar dapat
mengembalikan motivasi belajar siswa tersebut?
Jawab:
Menurut Teori Arthur Combs mengenai pembelajaran bermakna, untuk
meningkatkan motivasi pada suatu pelajaran, guru dapat mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga akan timbul
keingin tahuan pada siswa. Misalnya pada materi reaksi pada senyawa
hidrokarbon. Reaksi hidrokarbon sangatkah dekat dengan kehidupan sehari-
hari peserta didik contohnya senyawa asetilena jika dioksidasi akan
menghasilkan padas hingga 3000° C yang dapat dimanfaatkan untuk mengelas
logam. Dengan motivasi tersebut siswa akan merasa yang dipelajari tidak sia-
sia.
Selain itu, pendidik berusaha memahami dan peka terhadap siswa, dengan
memberikan perhatian lebih agar siswa nyaman dalam kelas. Selain itu guru
dapat memberikan pengertian pada siswa dengan cara mendengarkan masalah
siswa dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh siswa
di rumah.
2. Devy Rida Budiharti
Bagaimana apabila dalam kegiatan pembelajaran terdapat satu siswa yang
sudah tahu potensi diri dia namun dia hanya ingin memperlajari hal yang sudah
diketahui saja? Dan bagaimana guru sebagai pendidik dalam mengontrol
peserta didik tersebut?
Jawab:
Peserta didik didukung dengan potensi dirinya namun tidak serta merta
meninggalkan pelajaran yang kurang diminati. Karena pada dasarnya setiap
mata pelajaran memiliki standar minimal kelulusan, sehingga mau tidak mau
siswa perlu mempelajari mata pelajaran yang lainnya.
Tambahan dari Hestin
Siswa dibujuk dengan mengimingi minat yang akan dituju ketika masuk
perguruan tinggi, misalnya siswa ingin masuk di jurusan teknik kimia. Maka
guru membujuk dengan cara mengaitkan materi pelajaran kimia dengan mata
kuliah di jurusan teknik kimia.

Anda mungkin juga menyukai