Anda di halaman 1dari 11

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Belajar merupakan proses manusia dalam memperoleh pengetahuan atau


menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, mendapatkan informasi
atau menemukan. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas.
Model tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekadar stimulus atau


respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu kegiatan belajar juga
melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar.
Struktur mental individu tersebut berkembang sesuai dengan tingkatan
perkembangan kognitif seseorang. Semakin tinggi tingkat perkembangan kognitif
seseorang, semakin tinggi pula kemampuan dan keterampilan dalam memproses
berbagai informasi atau pengetahuan yang diterimanya dari lingkungan. Kognitif
sangat berperan dalam penerapan praktik dalam pembelajaran. Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai model pembelajaran yang berpijak pada teori belajar
kognitif .

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja teori kognitif dalam pembelajaran ?
2. Bagaimana pengaplikasi teori belajar kognitif ?
3. Bagaimana Penerapan teori kognitif dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam?
BAB II

Pembahasan

A. Teori Kognitif dalam Pembelajaran

Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin Cogitare artinya berfikir.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala sesuatu yang
berhubungan atau melibatkan kognisi, atau berdasarkan pengetahuan faktual yang
empiris.2 Dalam pekembangan selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi populer
sebagai salah satu wilayah psikologi, baik psikologi perkembangan maupun
psikologi pendidikan. Dalam psikologi, kognitif mencakup semua bentuk
pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental manusia yang berhubungan
dengan masalah pengertian, pemahaman, perhatian, menyangka,
mempertimbangkan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir, keyakinan dan sebaganya.3

Dalam istilah pendidikan, kognitif disefinisikan sebagai satu teori di antara


teori-teori belajar yang memahami bahwa belajar merupakan pengorganisasian
aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. 4 Dalam teori
kognitif, tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan. Perubahan tingkah laku
seseorang sangat dipengaruhi oleh proses belajar dan berfikir internal yang terjadi
selama proses belajar.5

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih


mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori kognitf pada
awalnya dikemukakan oleh Dewwy, dilanjutkan oleh Jean Piaget, Kohlberg,
Damon, Mosher, Perry dan lain-lain, yang membicarakan tentang perkembangan
kognitif dalam kaitannya dengan belajar. Kemudian dilanjutkan oleh Jerome

1
Fauziah Nasution, Psikologi Umum, (Medan: IAIN SU Press, 2011), 17
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), 579
3
Mimi Suharti, Perkembangan Peserta Didik, (Padang: IAIN IB Press, 2011), 28
4
Hendra Harmi, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Curup: LP2 STAIN, 2010), 70
5
Haryanto Suyono, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h77
Bruner, David Asubel, Chr. Von Ehrenfels Koffka, Kohler, Wertheimer dan
sebagainya.6 Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antar stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar melibatkan prinsip-prinsip dasar
psikologi, yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial dan lewat
pengalaman sendiri.

Teori belajar kognitif muncul dilatarbelakangi oleh ada beberapa ahli


yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya
mengenai belajar, sebagaimana dikemukakan oleh teori Behavior, yang
menekankan pada hubungan stimulus-respons- reinforcement. Munculnya teori
kognitif merupakan wujud nyata dari kritik terhadap teori Behavior yang dianggap
terlalu naïf, sederhana, tidak masuk akal dan sulit dipertanggungjawabkan secara
psikologis.7Menurut paham kognitif, tingkah laku seseorang tidak hanya
dikontrol oleh reward (ganjaran) dan reinforcement (penguatan). Tingkahlaku
seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan untuk mengenal
atau memikirkan situasi di mana tingkahlaku itu terjadi. Dalam situasi
belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh
pemahaman atau insight untuk pemecahan masalah. Paham kognitifis
berpandangan bahwa, tingkahlaku seseorang sangat tergantung pada
pemahaman atau insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu
situasi.8

Terdapat banyak pandangan tentang belajar, sehingga muncul berbagai


teori belajar. Antara teori yang satu dengan teori lainnya berbeda-beda dalam
mendefinisikan belajar. Teori belajar hadir dan muncul pada dasarnya disebabkan
oleh para ahli Psikologi belum puas dengan penjelasan teori-teori yang terdahulu
tentang belajar. Di antara teori belajar yang sangat terkenal adalah teori behavior
dan teori kognitif. Menurut teori behavior, segala kejadian di lingkungan sangat

6
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), 34
7
Ahmad Muzakir dan Joko Sutrisno, Psikologi Pendidikan: untuk Fakultas Tarbuyah
Komponen MKBK, (Jakarta: Pustaka Setia, 1997), 47
8
Westy Soemanto. Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2003), 127
mempengaruhi prilaku seseorang dan akan memberikan pengalaman tertentu
dalam dirinya. Oleh karena itu, belajar menurut teori behavior adalah perubahan
tingkahlaku sebagai akibat dari interaksi individu dengan lingkungannya, interaksi
tersebut merupakan hasil dari conditioning melalui S-R (stimulus-respons). 9
Seseorang dikatakan telah belajar, apabila menunjukkan perubahan tingkah laku
dari stimulus yang diterimanya. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono
mengemukakan, perubahan tingkah laku tersebut dapat diamati dengan indera
manusia dan langsung tertuang dalam tingkah lakuknya. 10 Individu belum
dikatakan belajar, apabila belum terjadi perubahan tingkah laku individu.
Berbeda denga teori kognitif, belajar bukan hanya sekedar melibatkan hubungan
stimulus dan respon, tetapi belajar pada hakekatnya melibatkan proses berfikir
yang sangat kompleks. Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru ke
dalam struktur berfikir yang sudah dimiliki individu, sehingga membentuk
struktur kognitif baru yang lebih mantap sebagai hasil belajar.11

Teori kognitif juga beranggapan bahwa, tingkah laku seseorang selalu


didasarkan pada kognisi, yaitu suatu perbuatan atau tingkahlaku individu
ditentukan oleh persepsi atau pemahamannya tentang diri dan situasi yang
berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. 12 Dalam teori kognitif, belajar
pada prinsipnya adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu
dapat dilihat sebagai perubahan tingkah laku yang kongkrit. Di sisi lain, teori
belajar kognitif lebih menekankan bahwa, belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti diungkapkan oleh Winkel bahwa
“belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan- perubahan

9
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004),
91
10
Abu Ahmad & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), h.
121
11
Yusuf, dkk, Konsep Dasar dan Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung:
Andira, 1993), h. 49
12
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidkan Agama
Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 198
dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap, perubahan itu
bersifat relatif dan berbekas”.13

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa belajar


menurut teori kognitif adalah suatu proses atau usaha yang melibatkan aktivitas
mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, nilai dan sikap yang
bersifat relatif dan berbekas. Misalnya, seseorang mengamati sesuatu ketika dalam
perjalanan. Dalam pengamatan tersebut terjadi aktifitas mental. Kemudian ia
menceritakan pengalaman tersebut kepada temannya. Ketika dia menceritakan
pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat menghadirkan objek-
objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Maka
dengan demikian, telah terjadi proses belajar, dan terjadi perubahan terutama
terhadap pengetahuan dan pemahaman. Jika pengetahuan dan pemahaman
tersebut mengakibatkan perubahan sikap, maka telah terjadi perubahan sikap, dan
seterusnya

Beberapa teori yang akan dibahas adalah teori kognitif mennurut Piaget,
Viagotsky dan Bruner adalah sebagai berikut :

Teori Kognitif Piaget

Piaget memandang pengalaman sebagai faktor yang sangat dan mendasari


proses berfikir anak. Pengalaman berbeda dengan melihat yang hanya melibatkan
mata, sedangkan pengamatan melibatkan seluruh indra sehingga menyimpan
kesan yang lebih lama dan membekas. Pengetahuan dalam teori konstruktivistik
tidak dapat ditransfer begitu saja dari guru kepada siswa, tetapi siswa sendiri harus
aktif secara mental dalam membangun struktur pengetahuannya. 14 Oleh karena itu,
penting melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran secara nyata,

13
WS. Wingkel, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 53 16
14
Harianto dan Sugiyono. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2011) hlm.108
serta dalam usaha meningkatkan kualitas kognitif siswa, guru dalam
melaksanakan pembelajaran mesti lebih ditujukan pada kegiatan pemecahan
masalah.

Pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata


(bentuk jamak dari skema) yang dikenal dengan struktur kognitif. 15 Struktur ini
membantu seseorang untuk melakukan proses adaptasi dan mengkoordinasikan
informasi yang baru diketahui dari lingkungannya dengan skema yang telah
dimiliki sehingga terbentuk skema dan skemata yang baru. Oleh sebab itu, skema
atau struktur kognitif individu akan meningkat dan berkembang sesuai
perkembangan usia individu yang bersangkutan, bergerak dari yang sederhana
menuju aktivitas mental yang kompleks.

Proses pembentukan skema dilakukan oleh individu melalui proses asimilasi


dan akomodasi. Skemata baru hasil dari asimilasi maupun akomodasi itulah yang
disebut dengan pengetahuan baru. Proses pembentukan pengetahuan baru tersebut
melalui beberapa prinsip dan tahapan.

Teori Kognitif menurut Vygotsky

Teori perkembangan kognitif Vygotsky berkaitan dengan kemampuan


dalam merekonstruksi berbagai hasil pengalaman aktual hasil perkembangan
individu dengan lingkungan di sekitarnya. Pandangan Vygotsky tentang kognitif
berbeda dengan teori-teori kognitif yang lain, seperti teori kognitif yang
dikembangkan oleh Piaget maupun Bruner. Sebagian besar para peneliti di bidang
kognitif menekankan penelitiannya pada tujuan perkembanagn kognitif.16
Dengan demikian, masalah penelitian mereka berkisar pada masalh-
masalah yang berkaitan dengan “Bagaimanakah mekanisme perkembangan
kognitif sejak lahir sampai usia dewasa?”, “Bagaimana anak mentransformasi
setiap tahap perkembangan kognitifnya sehingga dapat mencapai perkembangan
kognitif orang dewasa?”. Vygotsky berbeda dari ahli kognitif tersebut, karena ia

15
Sugihartono dkk. Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: UNY press, 2007) hlm.109
16
Marcy P. Driscoll, Psychology of Learning for Instruction. (Boston:Pearson Education, 2005)
hlm. 248
memandang kognitif dari sudut pandang yang lebih luas. Oleh sebab itu,
penelitian yang dilakukannya tentang perkembangan kognitif bertitik tolak dari
permasalahan yang berkaitan dengan proses perkembangan intelektual dari lahir
sampai meninggal.atau proses perkembangan intelektual sepanjang hayat. Oleh
sebab itu, pertanyaan penelitian Vygotsky adalah “Bagaimanakah manusia
mengembangkan proses psikologis tingkat tinggi sejak lahir sampai meninggal?”.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran teori belajar Vygotsky adalah salah
satu teori belajar sosial yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif. Di
dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaksi sosial yaitu antara peserta
didik dengan peserta didik yang lain dan antara peserta didik dengan guru dalam
usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah.

Teori Kognitif Bruner

Bruner telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan


agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir,
dengan cara mementingkan partisipasi aktif individu dan mengenal adanya
perbedaan kemampuan untuk melakukan eksplorasi dan penemuan-penemuan
baru .46 Teori kognisi J. S Bruner menekankan pada cara individu
mengorganisasikan apa yang telah dialami dan dipelajari, sehingga individu
mampu menemukan dan mengembangkan sendiri konsep, teori-teori dan prinsip-
prinsip melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.17

Untuk meningkatkan proses belajar, menurut Bruner diperlukan lingkungan


yang dinamakan “discovery learnig envoirment” atau lingkungan yang
mendukung individu untuk melakukan eksplorasi dan penemuan-penemuan
baru.18 Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model
pembelajaran atau belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner. Menurut
Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan yang

17
Made Pidarta, Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 205 48
18
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,
1995), h. 11
terjadi dalam proses belajar.19 Guru harus menciptakan situasi belajar yang
problematis, menstimulus siswa dengan pertanyaan- pertanyaan, mencari
jawaban sendiri dan melakukan eksperimen. 20 engan cara seperti ini,
pengetahuan yang diperoleh oleh individu lebih bermakna baginya, lebih mudah
diingat dan lebih mudah digunakan dalam pemecahan masalah. Dasar pemikiran
teori ini memandang bahwa manusia sebagai pemeroses, pemikir dan pencipta
informasi Bruner menyatakan, belajar merupakan suatu proses aktif yang
memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
diberikan kepada dirinya.21

B. Aplikasi Teori Belajar Kognitif

Teori kognitif lebih menekankan pada struktur internal pembelajar dan lebih
memberi perhatian pada bagaimana seseorang menerima, menyimpan, dan
mengingat kembali informasi dari perbendaharaan ingatan. Ada beberapa
kelompok penganut teori kognitif, namun fokus dari penganut teori ini sama yaitu
pada soal bekerjanya pikiran manusia22

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas


belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan
proses internal. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan
strategi dan tujuan pembelajaran tidak lagi mekanistik sebagaimana pada teori
behavioristik namun dengan memperhitungkan kebebasan dan keterlibatan siswa
secara aktif dalam proses belajar agar belajar lebih bermakna bagi siswa. 23

Karakteristik dari proses belajar ini adalah:24

19
bu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : CV. Pustaka
Setia, 2005), h. 76
20
Ida Bagus Putrayasa, Landasan Pembelajaran (Bali: Undiksha Press, 2013), h. 66
21
Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Direktorat P dan K, 1988), h. 118
22
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 19
23
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Ar Ruzz
Media, 2010), h. 88
24
Ibid
a. Belajar merupakan proses pembentukan makna berdasarkan pengetahuan
yang sudah dimiliki melalui interaksi secara langsung dengan obyek.
b. Belajar merupakan proses pengembangan pemahaman dengan membuat
pemahaman baru.
c. Agar terjadi interaksi antara anak dan obyek pengetahuan, maka guru
harus menyesuaikan obyek dengan tingkat pengetahuan yang sudah
dimiliki anak.
d. Proses belajar harus dihadirkan secara autentik dan alami. Anak
dihadirkan dalam situasi obyek sesungguhnya dan harus sesuai dengan
perkembangan anak.
e. Guru mendorong dan menerima otonomi dan insiatif anak.
f. Memberi kegiatan yang menumbuhkan rasa keingintahuan siswa dan
membantu mereka untuk mengekspresikan ide dan
mengkomunikasikannya dengan orang lain.
g. Guru menyusun tugas dengan menggunakan terminologi kognitif yaitu
meminta anak untuk mengklasifikasi, menganalisa, memprediksi.
h. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk merespon proses
pembelajaran.
i. Guru memberi kesempatan berpikir setelah memberi pertanyaan.

Bagi para penganut aliran kognitivisme, pembelajaran dipandang sebagai


upaya memberikan bantuan kepada siswa untuk memperoleh informasi atau
pengetahuan baru melalui proses discovery dan internalisasi. Agar discovery dan
internalisasi dapat berlangsung secara tepat maka perlu diperhatikan beberapa
prinsip pembelajaran yang perlu sebagai berikut:
 Setiap siswa perlu dimotivasi oleh guru agar merasa bahwa belajar
merupakan suatu kebutuhan, dan bukan sebaliknya sebagai beban.
 Pembelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkrit sebelum
ke hal-hal yang abstrak.
 Setiap usaha mengkonseptualisasikan materi pembelajaran hendaknya
diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa belajar.
 Pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan pengalaman
belajar siswa dengan memperhatikan tahap-tahap perkembangannya.
 Materi pelajaran hendaknya dirancang dengan memperhatikan urutan
penyajian secara logis25

C. Pembelajaran PAI menggunakan Teori Belajar Kognitif


Beberapa penerapan teori kognitif dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, misalnya penerapan dalam tingkat sensori motorik, tingkat praoperasional,
tingkat operasional kongkrit, tingkat operasional formal adalah sebagai berikut :26

1. Penerapan Materi PAI Pada tingkat Sensori Motorik


Pada tahap sensori motor, anak belajar menggunakan inderanya, sehingga
pembelajaran PAI dapat dilakukan dengan mengenalkan indera anak terhadap
materi agama Islam. Misalnya, memperdengarkan anak pada bunyi-bunyian al-
Quran, meletakkan anak disamping orang yang sedang melakukan shalat,
mengikutsertakan anak ketika pergi ke masjid, mengucapkan salam, dan
membiasakan berdoa sebelum melakukan pekerjaan.

2. Penerapan Pada tingkat Praoperasional


Pada tahap praoperasional, anak masih berpandangan egosenterisme. Oleh
karena itu pembelajaran PAI dapat dilakukan dengan mengajak anak terlibat
dalam interaksi sosial. Misalnya mengajarkan anak untuk bershadaqah, membantu
teman dalam permainan, dan shalat berjamaah. Anak pada tahap ini masih belum
bisa berpikir abstrak dan memiliki imajinasi yang tinggi. Pembelajaran PAI dapat
dilakukan dengan metode dongeng dan cerita. Orang yang lebih dewasa dapat
menceritakan kisah-kisah nabi, kisah para sahabat, maupun cerita
mengenaikegemilangan sejarah Islam. Dengan imajinasi yang tinggi, anak akan
dapat melakukan reka ulang kejadian yang diceritakan dengan cara mereka
sendiri. Cerita-cerita itu akan terinternalisasi dalam pikiran anak hingga dewasa.

25
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
h. 279
26
Laily Nur Arifa , Psikologi Kognitif (Cognitive Approach) Pada PAI
Pada tahap praoperasional, anak bersikap kritis dengan mengajukan banyak
pertanyaan. Anak pada tahap ini sering bertanya, kenapa? Sehingga seringkali
orangtua merasa kesulitan ketika anak bertanya tentang masalah27

Ketuhanan atau hal-hal ghaib. Namun, berbohong kepada anak karena


merasa anak tidak mengerti merupakan kesalahan besar. Anak akan mengingat
kebohngan itu hingga dewasa. Begitupula dengan mengatakan „sudah jangan
tanya-tanya lagi‟ akan membuat anak tidak berani bersikap kritis.

3. Penerapan Pada tingkat Operasional Konkrit


Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir logis namun masih belum mampu
berpikir abstrak. Pembalajaran PAI pada tahap ini dapat menggunakan logika
dalam menanamkan materi. Misalnya ketika anak bertanya mengenai cara
malaikat rokib dan atid mencatat amal seluruh orang di dunia. Orang yang lebih
dewasa dapat menjelaskan dengan menganalogikan dengan CCTV, dengan
malaikat rokib atid sebagai pengawasnya.

4. Penerapan Pada tingkat Operasional Formal


Pada tahap ini remaja sudah mampu berpikir abstrak sehingga pembelajaran
PAI dapat dilakukan dengan metode diskusi ataupun problem solving. Misalnya
pada pelajaran sejarah Islam. Pada materi tahkim, siswa tidak saja hafal rentetan
sejarah yang terjadi tetapi juga bisa menganalisa mengapa peristiwa tahkim
terjadi, apa akibat peristiwa tahkim pada masa setelahnya serta dapat melakukan
analisa mengenai apa yang terjadi seandainya peristiwa tahkim tidak pernah
terjadi.

27
Robert E. Slavin, Educational Psychology, , Hal. 57-58

Anda mungkin juga menyukai