Anda di halaman 1dari 35

KELOMPOK 6

Bilkis
Sanggita
Talitha
Zahra
TEORI BELAJAR
DAN
PENDIDIKAN
Teori
Belajar
Teori
Pengertian Psikologi
Kognitif
TEORI BELAJAR MACAM-MACAM TEORI
BELAJAR

Teori Teori
Psikologi Psikologi
Humanistik Behavioristik
MACAM-MACAM TEORI MACAM-MACAM TEORI
BELAJAR BELAJAR
Pengertian
TEORI BELAJAR
Teori Teori belajar dengan langkah pengembangan

belajar yang benar dan pilihan materi pelajaran dengan


unsur desain yang baik, mampu memberikan
kemudahan pada siswa dalam memahami sesuatu
yang dipelajari serta terciptanya suasana belajar
yang santai dan menyenangkan.
PRINSIP

PENJELASAN FAKTA
DAN PENEMUAN
PERISTIWA BELAJAR
Pemahaman terhadap teori-teori belajar
(pendekatan psikologis) merupakan upaya
mengenali realitas kondisi obyektif
terhadap anak yang sedang mengalami
proses belajar dalam rangka proses
pertumbuhan dan perkembangan menuju
kedewasaannya
1.
Teori Psikologi
Kognitif
(Kognitivisme)
MACAM-MACAM TEORI BELAJAR
Kurt Lewin, Untuk menjelaskan proses belajar
John Dewey, dan harus mempertimbangkan proses
Kohler. kognisi yang terlibat saat
pembelajaran berlangsung.

Discovery : pengenalan terhadap


“Proses belajar pada
sesuatu secara langsung dengan
manusia melibatkan proses
logika atau pengalaman,
pengenalan yang bersifat
Intuisi : proses belajar yang yang
kogniitif.”
melibatkan kognisi tingkat tinggi.
Para ahli psikologi kognitivisme memandang bahwa “Perkembangan kognisi seseorang mengalami tahap-tahap
perkembangan sesuai dengan bertambahnya usia individu.”

A. Tahap-tahap perkembangan kognisi dari usia anak dan remaja (Jean Piaget):
1. Tahap sensori-motorik (0,0 – 2,0);
2. Tahap operasi awal (2,0 – 6,0);
3. Tahap operasi konkrit (7,0 – 11,0); Bukan merupakan teori belajar tetapi lebih pada
4. Tahap operasi formal (12,0 – ke atas); implikasinya terhadap proses belajar mengajar yang
harus memperhatikan tahap perkembangan kognisi
anak.

Peranan guru dalam proses belajar mengajar:


1) Merancang program, menata lingkungan kondusif, memilih materi pelajaran, dan mengendalikan aktivitas murid untuk
melakukan inkuiri dan interaksi dengan lingkungan;
2) Mendiagnosa tahap perkembangan murid, meyajikan permasalahan kepada murid yang sejajar dengan tingkat
perkembangannya;
3) Mendorong perkembangan murid ke arah perkembangan berikutnya
B. Perkembangan intelektual (Jerome Bruner):
1. Tahap enactive, tahap perkembangan kognisi anak dalam memahami lingkungan melalui respon-respon motorik;
2. Tahap iconic, tahap perkembangan kognisi anak yang mulai mampu berpikir atas dasar model, gambar atau hal-hal konkrit;
3. Tahap symbolic, tahap berfikir anak yang tidak terbatas pada hal-hal konkrit, anak mampu berfikir abstrakatas dasar simbol
bahasa, mampu menggunakan bahasa sebagai alat berfikir, hingga dapat diketahui tingkat struktur pengetahuan seseorang atau
sebaliknya.

C. Pengaruh teori belajar kognitf terhadap pendidikan (Redja Mudyahardjo):


1. Individualisasi;
2. Motivasi;
3. Metodologi;
4. Tujuan kurikuler;
5. Bentuk pengelolaan kelas;
6. Efektivitas pengajaran;
7. Partisipasi siswa;
8. Kegiatan belajar siswa;
9. Tujuan umum pendidikan.
Implementasi Teori Psikologi Kognitif
(Gestalt):
1. Pengalaman tilikan (Insight), Dalam proses belajar, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu mengenal
keterkaitan unsur-unsur suatu objek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), dalam hal ini unsur-unsur yang bermakna akan sangat menunjang
pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Hal ini akan sangat bermanfaat dan membantu peserta dalam
menangani suatu masalah. Jadi, hal-hal yang dipelajari para peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan
logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior), suatu perilaku akan terarah pada tujuan. Proses pembelajaran akan berjalan
efektif jika para peserta didik mengerti tujuan yang ingin dicapainya. Jadi, hendaknya para guru membantu peserta
didik untuk memahami arah dan tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space), perilaku individu memiliki hubungan dengan tempat dan lingkungan dia berada. Jadi,
materi yang diajarkan harusnya berhubungan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan individu.
5. Transfer dalam belajar; yaitu proses pemindahan pola tingkah laku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain.
Transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian objek dari satu konfigurasi ke konfigurasi lain dalam tata
susunan yang tepat. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari
suatu persoalan dan menemukan generalisasi
2. Teori Psikologi Humanistik
Menurut aliran humanisme bahwa perilaku manusia ditentukan oleh
dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh kondisi
lingkungan ataupun pengetahuannya. Aliran humanisme menolak
proses belajar yang mekanis, karena belajar merupakan fungsi
keseluruhan pribadi. Aliran ini meyakini bahwa motivasi belajar harus
datang dari individu sendiri. Belajar akan bermakna jika melibatkan
pengalaman langsung, berpikir dan merasa, atas kehendak sendiri dan
melibatkan seluruh pribadi siswa.
Carl R. Rogers dalam Dasar-Dasar Kependidikan (1988; 332), mengemukakan prinsip
belajar sebagai berikut :

1. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, ingin tahu, eksplorasi, dan mengasimilasi
pengetahuan baru
2. Belajar akan bermakna, apabila belajar itu relavan dengan kebutuhan anak
3. Belajar diperkuat dengan mengurangi ancama eksternal, seperti hukuman, merendahkan
murid, mencemooh dan sebagainya
4. Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi
5. Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri
sendiri.
Tujuan pendidikan menurut kaum humanis adalah realisasi diri, yakni suatu kondisi dimana individu
mencapai kesadaran akan dirinya sendiri, lingkungan dan system nilai. Untuk mencapai tujuan
tersebut, guru berperan sebagai narasumber, fasilitator belajar, dan bukan inspector atau instruktur
yang mengendalikan kelas. Apabila guru berperan sebagai fasilitator, menurut Carl R. Rogers (1985;
334) maka ia mempunyai tugas sebagai sebagai berikut :
1. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif
2. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan kesempatan secara
bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang ingin mereka pelajari
3. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan belajar
4. Menyediakan sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya sebagai sumber belajar bagi
siswa
Selanjutnya Redja Mudyahardjo (1989; 72-72) menguraikan tentang pengeruh teori belajar humanistik
terhada pendidikan, adalah sebagai berikut :
1. Individualisasi. Didasarkan pada kebutuhan dan perkembangan individualitas/kepribadian anak
2. Motivasi. Bersifat intrinsik dan menekankan pada pemuasan kebutuhan individu
3. Metodologi. Dalam praktek pendidikan lebih menekankan pada pendekatan proyek yang terpau,
menekankan pada mempelajari kehidupan sosial
4. Tujuan kurikuler. Pendidikan lebih memusatkan diri pada pengembangan sosial, keterampilan
berkomunikasi, tanggap pada kebutuhan kelompok dan individu
5. Belajar pengelolaan kelas. Anak bebas memilih bidang yang akan dipelajari, sedangkan guru
membantu dan bukan mengarahkan
6. Usaha mengefektifkan mengajar. Program pengajaran disusun dalam bentuk topik-topik yang
terpadu berdasarkan kebutuhan individual anak
7. Partisipasi siswa. Partisipasi aktif dari siswa sangat diutamakan, dan anak belajar sambila bekerja
8. Kegiatan belajar siswa. Belajar melalui pemahaman dan pengertian, dan bukan hanya memperoleh
pengetahuan belaka
9. Tujuan umum pendidikan. Mencapai kesempurnaan diri dan pemahaman.
Implementasi
1. Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap belajar.
2. Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan
kesempatansecara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan ingin
mereka pelajari.
3. Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar.
4. Menyediakan sumber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya sebagai
sumberbelajar bagi siswa.
3. Teori Belajar Behavioristik
Asumsi pokok yang melandasi behaviorisme,
menurut M.I. Soelaeman; (1985; 3335) adalah
sebagai berikut :

1. Perilaku itu dipelajari dan terbentuk dengan


adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan
respons
2. Manusia pada dasarnya mencari
kesenagan dan menghindari hal-hal yang
menyakitkan
3. Perilaku pada dasarnya ditentukan oleh
lingkungan
Menurut teori behavioristik, ada tiga hal yang
mempengaruhi proses belajar seseorang, yaitu:
stimulus, respon, dan akibat. Stimulus yaitu sesuatu
yang datang dari lingkungan yang dapat
membangkitkan respon individu. Sedangkan akibat
adalah sesuatu yang terjadi setelah individu
merespon, baik yang sifatnya positif dan negatif.

Adapun tujuan pendidikan menurut aliran


behaviorisme adalah berorientasi pada
pengembangan kompetensi, penguasaan secara
tuntas terhadap apa-apa yang dipelajari. Tujuan
pendidikannya adalah bersifat eksternal, yaitu
dirumuskan dan ditentukan berdasarkan pengaruh
lingkungan, baik yang sifatnya sosio-kulturaal
maupun lingkungan fisik.
Pengaruh teori belajar behaviorisme terhadap pendidikan, sebagaimana yang diuraikan oleh
Redja Mudyahardjo (1989; 72), yaitu :

1. Individualisasi. Perlakuan individual didasarkan pada tugas, ganjaran dan disiplin.


2. Motivasi. Motivasi belajar bersifat ekstrinsik melalui pembiasaan terus menerus.
3. Metode. Metode belajar dijabarkan secara rinci untuk mengembangkan keterampilan
danpengetahuan tertentu serta menggunakan teknologi pendidikan.
4. Tujuan-tujuan kurikuler. Tujuan kurikuler, memusatkan diri pada pengetahuan
danketerampilan akademis serta tingkah laku social.
5. Bentuk pengelolaan kelas. Berpusat pada guru, sedangkah hubungan sosial digunakansebagai
cara berkomunikasi, bukan sebagai tujuan pengajaran.
6. Usaha mengefektifkan kelas. Program pengajaran disusun secara rinci dan bertingkat,
danproses belajar lebih mengutamakan penguasaan bahan.
7. Partisipasi siswa Secara umum siswa menunjukkan perilaku pasif.
8. Kegiatan belajar siswa. Pemahiran keterampilan melalui pembiasaan bertahap, yaitu
melakukan praktek setapak demi setapak secara rinci.
9. Tujuan unum pendidikan. Pendidikan bertujuan mencapai kemampuan mengerjakansesuatu
atau mencapai tingkat kompetensi tertentu.
Implementasi
1. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang
spesifik.
2. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk
kompetensiyang diharapkan dalam bidang studi, dijabarkan secara spesifik dalam tahap-
tahap kecil dan penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini sebagai tujuan yang akan
dicapai.
3. Mengidentifikasi reinforcer yang memadai. Reinforcer dapat berbentuk mata
pelajaran,kegiatan belajar, perhatian dan penghargaan, dan kegiatan-kegiatan yang dipilih
siswa.
4. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah pola
perilakuyang dikehendak
Teori
Pendidikan
Pengertian Koneksionism
e
TEORI PENDIDIKAN MACAM-MACAM TEORI
PENDIDIKAN

Clasical Conditioning
MACAM-MACAM TEORI
PENDIDIKAN
Teori Pendidikan
Pengertian Teori Pendidikan :
Teori pendidikan adalah suatu usaha untuk menjelaskan bagaimana sesuatu terjadi
dan atau digunakan dalam proses belajar mengajar. Teori pendidikan berasal dari
tahap pengamatan atau eksperimen melalui metode yang sistematis terhadap
proses pendidikan yang ada. Dengan kata lain, teori pendidikan merupakan
sebuah pandangan atau serangkaian pendapat yang berkaitan dengan pendidikan
yang disajikan dalam sebuah sistem konsep.

Teori pendidikan berkaitan dengan bagaimana sebuah proses pendidikan


dijalankan, siapa target pendidikan, dengan cara apa proses pendidikan
berlangsung, dan bagaimana pengembangannya.
Macam-macam Teori Pendidikan
01 Koneksionisme
Edward Lee Thorndike adalah tokoh psikologi yang mampu memberikan
pengaruh besar terhadap berlangsungnya proses pembelajaran. Teorinya
dikenal dengan teori Stimulus-Respons. Menurutnya, dasar belajar adalah
asosiasi antara stimulus (S) dengan respons (R). Stimulus akan memberi kesan
ke-pada pancaindra, sedangkan respons akan mendorong seseorang untuk
melakukan tindakan. Asosiasi seperti itu disebut Connection. Prinsip itulah
yang kemudian disebut sebagai teori Connectionism.
Thorndike merumuskan teorinya ke
dalam tiga hukum dasar (Suwardi, 2005:
34-36), sebagai berikut:
a. Hukum Kesiapan (The Law of Readiness)
Hukum ini memberikan keterangan mengenai kesiapan seseorang merespons
(menerima atau menolak) terhadap suatu stimulan.
b. Hukum Latihan (The Law of Exercise)
Hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu hukum penggunaan (the law of use), dan
hukum bukan penggunaan (the law of disuse).
c. Hukum Akibat (The Law of Effect)
Hubungan stimulus-respons akan semakin kuat, jika akibat yang ditimbulkan
memuaskan.
02
Classical
Conditionin
g
IVAN PETROVICH
PAVLOV

5 Prinsip yang Penerapan kepada


Peserta Didik
dikemukakan
Classical Conditioning
IVAN PETROVICH PAVLOV (1849-1936).
Teorinya adalah tentang conditioned reflects. Pada dasarnya classical conditioning
adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus
sebelum terjadinya refleks tersebut.
5 prinsip dari Classical Conditioning

1. Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara menghubungkan/ mempertautkan


antara perangsang (stimulus) yang lebih kurang dengan perangsang yang lebih lemah.
2. Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara organisme dengan lingkungan.
3. Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada organisme/individu.
4. Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak.
5. Semua aktivitas susunan saraf pusat diatur oleh eksitasi dan inhibitasi.
Penerapan Teori Classical Conditioning
Penerapan teori classical conditioning ini dilakukan oleh pengajar dengan
menumbuhkan motivasi belajar pada peserta didik.
1. seorang guru yang menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian
terhadap muridmuridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap
yang ditunjukkan gurunya
2. pemberian reward untuk membangkitkan semangat belajar peserta didik
Jenis-Jenis Upaya Pendidikan
Upaya pendidikan dapat berupa: perintah, larangan, ajakan, saran, dorongan, dsb. Sebagai cara upaya
itu mempunyai hasil yang diharapkan, sangat tergantung kepada kepribadian pendidik. Bila pendidik
tidak berwibawa, maka upaya pendidikan yang dilaksanakan akan kurang atau tidak mempunyai cfek
kepada anak. Pendidik yang berwibawa adalah bila ia telah melaksanakan atau mercalisiasikan
sendiri nilai yang ingin disampaikankepada terdidik. Setiap upaya pendidikan dilaksanakan
berhubungan dengan empat hal, yaitu :
1. Membatasi tujuan-tujuan pendidikan yang terbagi menjadi beberapa jenis tujuan, yaitu: tujuan
umum, tujuan khusus, tujuan insidental, tujuan sementara, tujuan tidak lengkap dan tujuan
intermedier atau antara.
2. Dihubungkan dengan siapa yang mempergunakan upaya itu, walupun upaya itu jelastujuannya,
belum tentu seseorang dapat memakainya secara efektif
3. Dihubungkan dengan cara atau bentuk upaya yang dipergunakan, seperti larangan atau
perintah yang dapat memberi kontribusi terhadapefektivitas pencapaian tujuan.
4. Bagaimana efeknya terhadap anak. Dalam menerapkan upaya pendidikan, pendidik
harusmemperhatikan sifat khusus dari kondisi dan situasi khusus anak pada suatu saat
secara konkrit.

Berdasarkan uraian tersebut, mempunyai implikasi bahwa setiap upaya atau pelaksanaan
proses pendidikan, sebenarnya adalah suatu perbuatan wibawa, dimana nilai atau maksud
yang diinginkan harus sesuai dengan kenyataan. Pendidikan pada hakekatnya tidak
dilaksanakan dalam kepura-puraan, pendidik harus jujur, murni, dan otentik (sebagaimana
adanya asli
Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan adalah suatu pengaruh yang tidak dengan sengaja diadakan oleh pendidik, tetapi
walaupun demikian dapat mempunyai pengaruh terhadap anak yang sama dengan upaya yang dengan
sengaja diadakan oleh pendidik. Misalnya, seorang ayah mengajak anaknya menonton film untuk rekreasi
dan sebagai imbalan atas hasil kerja kerasnya. Dalam hal ini, mengajak anak merupakan faktor
pendidikan, karena tidak dengan sengaja dimaksudkan untuk mendidik anak, tetapi pengaruh terhadap
anak dari menonton film yang baik sangat berarti dalam pengembangan watak dan menambah
pengetahuan anak. Dengan demikian, upaya dan faktor pendidikan (sengaja dan tidak sengaja)
mempunyai pengaruh yang sama terhadap perkembangan jiwa anak.

Perbuatan pendidik yang disengaja ditonjolkan kepada anak sebagai teladan atau naschat yang selalu
dikemukakan kepada anak, biasanya tidak memberikan efek yang diharapkan, karena anak akan merasa
tersinggung dalam kemandiriannya. Sebenarnya yang mendidik anak itu bukan nasehat atau teladan yang
kita tonjolkan, melainkan suasana lingkungan atau iklim psikologis yang kita ciptakan oleh keberadaan
kita dengan kualitas dan suasana tertentu yang dapat memotivasi anak berbuat sebaik mungkin demi
kepentingan perkembangan jiwanya sendiri menuju kedewasaan
TERIMA KASIH !

Anda mungkin juga menyukai