Dosen : Arbainsyah
III. BELAJAR
A. Pengertian Belajar
Hilgrad dan Bower, dikutip dari Sanjaya (2000) mengatakan bahwa, belajar itu adalah
proses perubahan melalui kegiatan dan prosedur latihan baik di dalam laboratorium maupun
dalam lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan ilmu pengetahuan. Belajar
adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabakan munculnya
perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan
lingkungan yang disadarinya.
Berdasarkan definisi diatas, sepertinya para ahli menyatakan bahwa belajar lebih
menekankan pada pengalaman dan latihan sebagai mediasi bagi kegiatan belajar. Woolfolk
(1995) juga menyatakan bahawa,” Learning occurs when experience causes a relatively
permanent change in an individual’s knowledge or behavior”.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar itu ditandai adanya perubahan
tingkah laku. Ini berarti,bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu
adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tidak tahu, dari tidak terampil menjadi
terampil. Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, kita tidak dapat mengetahui ada tidaknya
hasil belajar. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar
sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut bersifat potensial dan perubahan tingkah laku
merupakan hasil latihan atau pengalaman.
1
dapat dikatakan memiliki kemampuan membaca jika ia bisa menunjukkan kemampuan
membacanya dengan baik.
C. Prinsip-Prinsip Belajar
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian teori belajar
pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar
(Gage n Berliner, 1984: 335 ). Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang
dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih Ianjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-
hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.
Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya. Di
samping perhatian, motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar.
2
Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi
dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gagne dan Berliner, 1984 : 372).
Motivasi mempunyai kaitan yang erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap
sesuatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul
motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-
nilai yang dianggap penting dalam kehidupannya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan
mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Motivasi dapat bersifat internal, artinya
datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain, dari
guru, orang tua, teman dan sebagainya.
2. Keaktifan Belajar
Kecendrungan pakar psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang
aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemampuan dan aspirasi
sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada
orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
Oleh karena itu guru jangan sekali-kali membiarkan ada siswa yang tidak ikut aktif belajar.
Lebih jauh dari sekedar mengaktifkan siswa belajar, guru harus berusaha meningkatkan kadar
aktifitas belajar tersebut. Kegiatan mendengarkan penjelasan guru, sudah menunjukkan
adanya aktivitas belajar. Akan tetapi barangkali kadarnya perlu ditingkinkan dengan metode
mengajar lain.
3. Keterlibatan Langsung
Dalam Belajar, Edgar Dale mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah
belajar melalui pengalaman langsung. Dalam belajar melalui pengalaman langsung
siswa tidak sekadar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat
langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab tehadap hasilnya.
Pentingnya ketelibatan langsung dalam belajar dikemukakan oleh John Dewey dengan
“leaming by doing”-nya. Belajar sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus
dilakukan oleh siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara
memecahkan masalah (prolem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
4. Pengulangan Belajar
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan yang dikemukakan oleh teori
Psikologi dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan berkembang.
Seperti halnya pisau yang selalu diasah akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih
dengan pengadaan pengulangan-pengulangan akan menjadi sempuma.
Banyak tingkah laku manusia yang terjadi karena kondisi, misalnya siswa berbaris masuk ke
kelas karena mendengar bunyi lonceng, kendaraan berhenti ketika lampu Ialu lintas berwarna
merah. Menurut teori ini perilaku individu dapat dikondisikan, dan belajar merupakan upaya
untuk mengkondisikan suatu perilaku atau respons terhadap sesuatu.
Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk
dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar pada anak timbul motif yang
kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang.
tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya.
Pelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk menerimakan konsep-konsep, prinsip-
prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan konsep-
konsep, prinsip-prinsip, dan generalisasi tersebut.
3
6. Pemberian Balikan Atau Umpan Balik Dan Penguatan Belajar
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang
baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan
operant conditioning atau penguatan positif.
Sebaliknya anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut
tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong tuk belajar lebih giat. Di sini nilai
buruk dan dan rasa takut lidak naik kelas juga bisa mendorong anak untuk belajar lebih giat.
Inilah yang disebut penguatan negatif.
Di sini siswa mencoba menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan, maka penguatan
negatif juga disebut escape conditioning, Format sajian berupa tanya jawab, diskusi,
eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang
memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperoleh siswa
setelah belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk
belajar lebih giat dan bersemangat.
4
A. Proses Belajar menurut pandangan Jerome S. Bruner
Jerome S. Bruner (1960) seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Bruner
tidak mengembangkan suatu teori belajar yang sistematis, yang penting baginya ialah cara-cara
bagaimana orang memilih, mempertahankan, dan mentransformasika informasi secara efektif,
ialah menurut Bruner inti dari belajar. Menurutnya dalam proses belajar dapat dibedakan
menjadi tiga fase yaitu: (1) informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada
yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan
memperdalamnya ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui
sebelumnya, mislnya ada energi yang lenyap; (2) transformasi, informasi itu harus dianalisis,
diubah atau ditransformasikan kedalam yang lebih abstrak, atau konseprual agar dapat digunakan
untuk hal-hal yang lebih luas dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan; dan (3) Evaluasi
kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu dapat
dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.
Dalam proses belajar ketiga episode ini selalau ada, yang menjadi masalah ialah berapa banyak
informasi diperlukan agar dapat ditrasformasi. Lama tiap episode tidak selalu sama, hal ini antara
lain tergantung pada hasil yang diharapkan, motivasi murid belajar, minat, keinginan untul
mengetahui, dan dorongan untuk menemukan sendiri.
C. Belajar Intuitif
Orang lebih mudah membahas atau melakukan pemikiran analitik yang lebih bersifat
konkret daripada berpikir intuitf yang lebih abstrak. Berpikir analitik meliputi suatu rentetan
langkah-langkah. Langkah-langkah tersebut bersifat eksplisit dan biasanya dapat disampaikan
kepada orang lain. Hasil-hasil pemikiran ini berupa informasi atau operasi. Model pemikiran ini
mengunakan proses pemikiran secara deduktif dengan bantuan model konsep matematika atau
logika, menggunakan prinsip penelitian, eksperimen dan analisis statistik.
Berpikir intuitif tidak memiliki langkah-langkah yang dapat dirumuskan secara pasti dan
teliti, lebih merupakan suatu manuver yang didasarkan atas persepsi implisit dari keseluruhan
masalah. Pemikir sampai pada suatu jawaban mungkin benar mungkin juga tidak, dengan sedikit
pernyataan tentang proses pencapaiannya. Ia sering jarang dapat menjelaskan bagaimana
memperoleh jawaban, mungkin juga ia tidak menyadari aspek-aspek dari situasi masalah yang ia
hadapi/kerjakan. Biasanya proses pemikiran intuitif ini berkenaan dengan domain kognitif
terutama dengan struktur pengetahuan, yang memungkinkan ia melangkah atau meloncar atau
memotong jalan pendek untuk sampai pada sauatu jawaban atau pemecahan. Hasil berpikir
intuitif dapat dicek dengan kesimpulan dari hasil analitik.
5
Kedua model pemikiran ini dapat saling komplemen. Melalui berpikir intuitif seseorang
memungkinkan sampai pada jawaban atau pemecahan yang sama sekali tak dapat dipecahkan
atau lambat sekali bila mengunakan pemecahan melalui proses analitik. Kemungkinan dapat
terjadi pada suatu saat pemikir intuitif dapat menemukan masalah yang sama sekali tak dapat
ditemukan oleh pemikir analitik. Pemecahan intuitif mungkin lebih cepat dibandingkan dengan
pemecahan analitik. Hasil pemecahan intuitif dapat dicek oleh hasil pemecahan analitik. Berikut
ini dalah faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir intuitif:
a. Faktor guru. Apakah murid-murid akan turut berpikir intuitif, bila gurunya melakukan
demikian? Murid tidak akan berpikir intuitif andaikan mereka tidak pernah melihat
bagaimana gurunya melakukan demikian dengan hasil baik.
b. Penguasaan bahan. Orang yang menguasai bidang ilmu tertentu akan lebih sering berpikir
intuitif bila dibandingkan dengan orang yang tidak menguasainya. Seorang dokter spesialis
yang berpengalaman dapat mengadakan diagnosis yang tepat berdasarkan beberapa
pertanyaan. Intuisi adalah memperoleh jawaban berdasrkan keteranan yang sangat terbatas.
Tertentu saja selalu ada kemungkinan bahwa hail pemikiran intuisi tidak benar dan karena
itu perlu lagi diselidiki.
c. Struktur pengetahuan. Memahami struktur atau seluk beluk suatu bidang ilmu memberi
kemungkian yang lebih besar untuk berpikir intuitif. Dalam matematika misalnya,
ditekankan agar anak-anak memahami struktur bidang studi itu.
d. Prosedur heuristik. Yaitu mencari jawaban dengan cara yang tidak ketat, misalnya
menganjurkan murid-murid untuk menemukan jawaban atas masalah yang pelik dengan
memikirkan masalah yang ada persamaannya yang lebih sederhana atau berpikir secara
analogi, berdasarkan simetri, atau dengan melukiskannya atau membuat diagram
e. Menerka. Haruskah murid-murid dianjurkan untuk menerka? Memang ada situasi dimana
terkaan tidak sesuai. Namun sering terkaan memberika kemungkinan untuk mendapatkan
jawaban yang tepat, walaupun masih perlu dibuktikan kemudian. Sring murid dilarang,
bhkan dicela kalau ia menerka. Dalam menghadapi masalah-masalah pelik, kita juga sering
harus mengambil keputusan berdasarkan data yang tidak lengkap, sehingga kita terpaksa
menerk apa tindakan yang sebaiknya, menghukum anak yang menerka jawabab akan
menghalanginya berpikir produktif dan krearif.
D. Belajar Bermakna
Ausubel dan Robinson (1969) dikutip dari Sumadinata (1987) membedakan dua dimensi
dari proses belajar, yaitu dimensi cara menguasai pengetahuan dan secara menghubungkan
pengetahuan baru dengan struktur ide yang telah ada. Pada dimensi yang pertama dibedakan tipe
belajar yang bersifat mencari (discovery learning) dan yang bersifat menerima (reception
learning). Pada dimensi kedua, dibedakan antara belajar yang bersifat menghapal (rote learning)
dan belajar bermakna (meaningful learning).
Ada dua hal penting dalam konsep bermakana, yaitu struktur kognitif dan materi
pengetahuan baru. Struktur kognitif merupakan segala pengetahuan yang yang telah dimiliki
siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar yang lalu. Dalam belajar bermakana pengetahuan baru
harus mempunyai hubungan atau dihubungkan dengan struktur kognitifnya. Hubungan itu akan
terjadi karena adanya kesamaan isi (substantiveness) dan secara berarturan (non-arbitrer). Kedua
sifat hubungan tersebut menunjukkkan adanya kebermaknaan logis materi yang akan dipelajari.
Jadi kebermaknaan logis ini merupakan sifat dari materi yang akan dipelajari tetapi tidak berarti
menjamin bahwa itu bermakna bagi siswa.
6
Belajar bermakna akan menghasilkan konsep-konsep, ide-ide baru yang puny makna, penuh
arti, jelas, nyata perbedaannya dengan yang lain. Konsep yang demikian tidak akan mudah
digoyahkan dibandingkan konsep-konsep yang dibentuk melalui hubungan atau asosiasi arbitrer.
Dengan belajar bermakna, siswa akan menguasai dan mengingat konsep-konsep inti dan konsep
bukan inti berbaur dan saling menghambat, tetapi dalam belajar makna keduanya bisa dibedakan
dengan jelas.
Makna merupakan isi dari stuktur kognitif, yang terjadi karena materi yang memiliki
kebermaknaan potensial disatukan dengan struktur kognitif. Proses penyatuan tersebut berbeda-
beda dan dapat diletakkan dalam suatu hierarki dari yang bersifat represensional sampai dengan
belajar tinggi, perbuatan belajar kreatif. Berikut adalah macam-macam belajar bermakna:
a. Belajar represensional
Merupakan suatu proses belajar untuk mendapatkan arti atau makna dari simbol-simbol.
b. Belajar konsep
Belajar konsep dapat mempunyai makna logis dan makna psikologis. Makna logis terbentuk
melalui fenomena adanya benda-benda yang dikelompokkan karena memiliki ciri-ciri yang
sama. Pada tahap berikutnya bila anak telah bersekolah ia belajar makna konsep secara
formal dari nama dan kata-kata. Kedua tahap proses pembentukan makna konsep tersebt
terjadi hampir dalam semua kegiatan anak belajar konsep. Pembentukan konsep selanjutnya
terjadi melalui proses asimilasi yaitu definisi-definisi.
c. Belajar proposisi
Proposisi atau kalimat merupakan suatu kalimat yang menunjukkan hubungan antara dua
hal. Proposisi ini ada yang bersifat umum, ”binatang buas makan daging” yang berisi
banyak konsep dan ada pula yang bersifat khusus, harimau makan kelinci yang hanya berisi
saru konsep.
d. Belajar diskoveri atau mencari
Bahan yang yang dipelajari tidak disajikan secara tuntas tetapi membutuhkan beberapa
kegiatan mental untuk menuntaskan dan menyatakan dengan struktur kognitif. Belajar
dikoveri terbagi atas dua macam kegiatan belajar, yaitu belajar memecahkan masalah dan
belajar kreatif.
e. Belajar pemecahan masalah
Memiliki proses psikologis yang lebih kompleks dibandingkan dengan belajar proposisi.
Dalam belajar pemecahan masalah, anak dihadapkan pada masalah-masalah yang
memerlukan pemecahan. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang mengarahkan siswa
agar menemukan pemecahan atau jawabannya sendiri.
f. Belajar kreatif
Kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, baik baru bagi
dirinya maupun orang lain. Belajar kreatif adalah siswa proses belajar merencanakan,
melaksanakan, dan membuktikan sendiri percobaan-percobaan. Mereka berusaha mencari
hubungan antara konsep-konsep yang baru dan konsep-konsep yang telah ada pada struktur
kognitifnya.
V. KESULITAN BELAJAR
Secara garis besar kesulitan belajar yang dialami oleh siswa disebabkan oleh faktor oleh
faktor internal dan faktor ekternal, yaitu:
1. Faktor internal siswa, meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-pisik siswa,
yakni;
a. yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual
/inteligensi siswa;
b. yang bersifat afektif (ranah rasa) , anta lain seperti labilnya emosi dan sikap;
c. yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat
indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
2. Faktor eksternal siswa, meliputi semua situasi dan kondisi lingkunagn sekitar yang tidak
mendukung aktivitas belajar siswa, yakni;
a. Lingkungan keluarga, contohnya ; ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan
ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b. Lingkungan tempat tinggal/masyarakat, contohnya perkampungan yang kumuh (slum
area) dan teman sepermainan (peer grop) yang nakal.
c. Lingkungan sekolah, conthnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti
dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas
7
Disamping hal-hal yang disebutkan diatas ada tujuh faktor yang tergolong kedalam faktor
psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: inteligensi, perhatian, minat,
bakat, motivasi, kematangan dan kelelahan.
1. Inteligensi
Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa
yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai
tingkat inteligensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingkat inteligensi
yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah
suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan
inteligensi adalah salah satu faktor diantara faktor yang lain. Jika faktor lain itu bersifat
menghambat/berpengaruh negatif terhadap belajar, akhirnya siswa gagal dalam belajarnya.
Siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang normal dapat berhasil dengan baik dalam
belajarnya, jika ia belajar dengan baik, artinya belajar dengan menerapkan metode belajar
yang efisien dan faktor-faktor yang mempengaruhi belajarnya (faktor jasmaniah, psikologi,
keluarga, sekolah, masyarakat) memberi pengaruh yang positif. Jika siswa memiliki
inteligensi yang rendah, ia perlu mendapat pendidikan di lembaga pendidikan khusus.
2. Perhatian
Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian
terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajarannya tidak menjadi perhatian siswa,
maka timbullah kebosanan, sehimgga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belajar
dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara
mengusahakan pelajarannya itu sesuai dengan hobi atau bakatnya.
3. Minat
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak
sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada
daya tarik baginya. Ia segan-segan untuk belajar, ia tidak memperoleh kepuasan dari
pelajarannya itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan
disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar.
Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar, dapatlah diusahakan agar ia
mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan
berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya
dengan bahan pelajaran yang dipelajari itu.
4. Bakat
Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya
lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya
itu. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa belajar di sekolah
yang sesuai dengan bakatnya.
5. Motivasi
Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat
belajar dengan baik atau padanya mempunyai motivasi untuk berpikir dan memusatkan
perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/ menunjang belajar.
Menurut Syah (2006: 151), motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) motivasi
intrinsik dan 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal
dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.
Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan
kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang
bersangkutan.
Adapun motivasi ekstinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang
juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib
sekolah, suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret
motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan
motivasi baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan
kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses mempelajari materi- materi pelajaran
baik di sekolah maupun di rumah.
8
6. Kematangan
Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat dan
tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak
dapat melaksanakan kegiatan secara terus-menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan
pelajaran. Dengan kata lain anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan
kecakapannya sebelum belajar. Belajarnya akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang).
Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan itu tergantung dari kematangan dan belajar.
7. Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari
dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti
kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses
belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan
lebih baik.