Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari
tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar memetakan
pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara
aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan
yang bermanfaat bagi pribadinya.

Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide,
konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori
belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar
mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di
kelas maupun di luar kelas.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pembelajaran?


2. Bagaimana teori humanistik dan teori belajar komstruktivistik?
3. Bagaimana teori behaviorisme dan teori kognitif ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pembelajaran
2. Untuk mengetahui teori humanistik dan teori belajar komstruktivistik
3. Untuk mengetahui teori behaviorisme dan teori kognitif

BAB II
1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu upaya sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar
mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Pembelajaran merupakan bagian
atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses
maupun output (kelulusan) pendidikan. Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang
menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah. Artinya pembelajaran sangat tergantung dari
kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang
dilaksanakan secara baik dan tepat, akan memberikan konstribusi sangat dominan bagi siswa,
sebaliknya, pembelajaran yang dilaksnakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan
potensi siswa sulit di kembangkan atau di berdayakan.
Menurut hasil kajian S. Nasution, bahwa hingga saat ini terdapat tiga model pembelajaran
yang sering dikacaukan dengan pengertian “mengajar”. Pertama, mengajar adalah menanamkan
pengetahuan kepada peserta didik, dengan tujuan agar pengetahuan tersebut dikuasai dengan
sebaik-baiknya oleh peserta didik. Mengajar pada tipe pertama ini dianggap berhasil jika peserta
didik menguasai pengetahuan yang ditransferkan oleh guru sebanyak-banyaknya. Kedua,
mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada peserta didik. Definisi yang kedua ini pada
intinya sama dengan definisi yang pertama yang menekankan pada guru sebagai pihak yang
aktif. Ketiga, mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-
baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar.
Definisi mengajar model pertama dan kedua yang banyak digunakan pada sebagian besar
masyarakat tradisional. Hasilnya adalah peserta didik yang banyak menguasai bahan pelajaran,
namun mereka tidak tahu cara menggunakan dan mengembangkannya. Mereka seperti seorang
anak bayi yang diberikan makanan atau minuman oleh orang tuanya, namun ia tidak tahu dari
mana asalnya makanan dan minuman tersebut, bagaimana cara membuatnya, dan bagaimana
pula cara mendapatkannya. Sementara itu, definisi mengajar model ketiga, kini mulai banyak
digunakan, terutama pada lembaga-lembaga pendidikan pada masyarakat modern. Hasilnya
adalah peserta didik bukan hanya menguasai bahan pelajaran tersebut, melainkan mereka
mengetahui asal usulnya, cara mendapatkan dan mengembangkannya. Di era global yang
mengharuskan lahirnya lulusan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan mandiri, model pengajaran
yang ketiga itulah yang perlu dilaksanakan. Dengan menerapkan teori yang ketiga, maka yang
terjadi bukan hanya mengajar yang menghasilkan penguasaan pengetahuan, melainkan juga
pembelajaran yang yang menghasilkan penguasaan terhadap metode pengembangan ilmu
pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan seterusnya. Dengan cara demikian, dengan
sendirinya akan terjadi kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan pada kajian di atas, maka sebenarnya yang diharapkan dari penggunaan
istilah pembelajaran adalah usaha membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar.

2
B. Teori Behaviorisme
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain, belajar
merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang berupa stimulus
dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini, apa yang tejadi diantara stimulus
dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang
diberikan guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat diamati
dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal
yang penting untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang juga
dianggap penting adalah faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat
timbulnya respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu juga
bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan. Jadi, penguatan merupakan suatu
bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk
memungkinkan terjadinya respon.Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya:
1. Thorndike
Menurut thorndike, belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Dan
perubahan tingkah laku merupakan akibat dari kegiatan belajar yang berwujud konkrit yaitu
dapat diamati atau berwujud tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Teori ini juga disebut
sebagai aliran koneksionisme (connectinism).
2. Watson
Menurut Watson, belajar merpakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun
stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat
diukur. Dengan kata lain, meskipun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak
perlu diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam bentuk
benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah
belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.

3
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu.
Dari beberapa tokoh teori behavioristik Skinner merupakan tokoh yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori behavioristik.
Aliran psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi pengembangan teori dan
praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Karena aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu
dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin
kuat bila diberikan faktor-faktor penguat (reinforcement), dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Teori ini hingga sekarang masih merajai praktik pembelajaran di Indonesia. Hal ini
tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti
Kelompok Belajar, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di
Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan
reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. Teori ini memandang bahwa sebagai
sesuatu yang ada di dunia nyata telah terstruktur rapi dan teratur, sehingga siswa atau orang yang
belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan lebih dulu secara ketat.
Pembiasaan dan disiplin dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.

C. Teori Kognitivisme
Berbeda dengan teori behavioristik, teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajarnya. Teori ini mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon, melainkan tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Teori kognitif juga
menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks
situasi tersebut. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang
mencakup ingatan, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

D. Teori Belajar Humanistik

4
Mazhab humanis pula berpendapat pembelajaran manusia bergantung kepada emosi dan
perasaannya. Seorang ahli mazhab ini, Carl Rogers menyatakan bahawa setiap individu itu
mempunyai cara belajar yang berbeza dengan individu yang lain. Oleh itu, strategi dan
pendekatan dalam proses pengajaran dan pembelajaran hendaklah dirancang dan disusun
mengikut kehendak dan perkembangan emosi pelajar itu. Beliau juga menjelaskan bahawa setiap
individu mempunyai potensi dan keinginan untuk mencapai kecemerlangan kendiri. Maka, guru
hendaklah menjaga kendiri pelajar dan member bimbingan supaya potensi mereka dapat
diperkembangkan ke tahap optimum. Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar
lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya Tujuan utama teori humanistik adalah pendidik membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya, untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik
melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah:
1. Arthur Combs (1912-1999)
2. Maslow
3. Carl Rogers Implikasi
a. Guru Sebagai Fasilitator Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator
yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas
sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas.
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-
tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam
belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan
mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.

5
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut
menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi
yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan
harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

E. Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah integrasi prinsip yang diekplorasi melalui teori chaos, network,
dan teori kekompleksitas dan organisasi diri. Belajar adalah proses yang terjadi dalam
lingkungan samar-samar dari peningkatan elemenelemen inti- tidak seluruhnya dikontrol oleh
individu. Belajar (didefinisikan sebagai pengetahuan yang dapat ditindak) dapat terletak di luar
diri 12 kita (dalam organisasi atau suatu database), terfokus pada hubungan serangkaian
informasi yang khusus, dan hubungan tersebut memungkinkan kita belajar lebih banyak dan
lebih penting dari pada keadaan yang kita tahu sekarang. Konstruktivisme diarahkan oleh
pemahaman bahwa keputusan didasarkan pada perubahan yang cepat. Informasi baru diperoleh
secara kontinu, yang penting adalah kemampuan untuk menentukan antara informasi yang
penting dan tidak penting. Yang juga penting adalah kemampuan mengetahui kapan informasi
berganti (baru). Prinsip-prinsip konstruktivisme sebagaimana yang diungkapkan Siemens (2005)
adalah: Belajar dan pengetahuan terletak pada keberagaman opini. Belajar adalah suatu proses
menghubungkan (connecting)sumber-sumber informasi tertentu.

6
Belajar mungkin saja terletak bukan pada alat-alat manusia. Kapasitas untuk mengetahui
lebih banyak merupakan hal yang lebih penting dari pada apa yang diketahui sekarang.
Memelihara dan menjaga hubungan-hubungan (connections) diperlukan untuk memfasilitasi
belajar berkelanjutan. Kemampuan untuk melihat hubungan antara bidang-bidang, ide-ide, dan
konsep merupakan inti keterampilan. Saat ini (pengetahuan yang akurat dan up-to-date) adalah
maksud dari semua aktivitas belajar konektivistik. Penentu adalah proses belajar itu sendiri.
Pemilihan atas apa yang dipelajari dan makna dari informasi yang masuk nampak melalui realita
yang ada. 13 Konstruktivisme juga menyatakan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan
aktivitas. Pengetahuan yang dibutuhkan dihubungkan (to be connected) dengan orang yang tepat
dalam konteks yang tepat agar dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Behaviorisme,
kognitivisme, dan konstruktivisme tidak menyatakan tantangan-tantangan dari pengetahuan
organisasional dan pergantian (transference).

Aliran informasi dalam suatu organisasi merupakan elemen penting dalam hal efektifitas
secara organisasi. Aliran informasi dianalogikan sama dengan pipa minyak dalam sebuah indusri.
Menciptakan, menjaga, dan memanfaatkan aliran informasi hendaknya menjadi kunci aktivitas
organisasional. Aliran pengetahuan dapat diumpamakan sebagai sebuah sungai yang berliku-liku
melalui ekologi suatu organisasi. Di daerah tertentu meluap dan di tempat lain airnya surut.
Sehatnya ekologi belajar dari suatu organisasi tergantung pada efektifnya pemeliharan aliran
informasi. Analisis jaringan sosial merupakan unsur-unsur tambahan dalam memahami model-
model belajar di era digital. Art Kleiner (2002) menguraikan quantum theory of trust milik
Karena Stephenson yang menjelaskan tidak hanya sekadar bagaimana mengenal kapabelitas
kognitif kolektif dari suatu organisasi, tetapi bagaimana mengolah dan meningkatkannya.
Starting point konstruktivisme adalah individu. Pengetahuan personal terdiri dari jaringan, yang
hidup dalam organisasi atau institusi, yang pada gilirannya memberi umpan balik pada jaringan
itu, dan kemudian terus menerus member pengalaman belajar kepada individu. Gerak
perkembangan pengetahuan 14 (personal ke jaringan ke organisasi) memungkinkan pebelajar
tetap mutakhir dalam bidangnya melalui hubungan (connections) yang mereka bentuk.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori Belajar
1. Teori belajar behavoritisme Belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara
kesan yang ditangkap panca indra dengan kecemderungan untuk bertindak atau hubungan
antara stimulus dan respons (R-S)
2. . 2. Teori belajar kognitif Belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan
perseptual untuk memperoleh pemahaman. Tujuan dan tingkahlaku sangat dipengaruhi
oleh proses berfikir internal yang terjadi selama proses belajar
3. 3. Teori belajar konstruktivisme Belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu
atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi
4. 4. Teori belajar humanistik Teori belajar yang didasari pada pembelajaran manusia
bergantung kepada emosi dan perasaannya.

8
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010. Teori Belajar Kognitif Menurut Piaget. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi
pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\piaget
Anonim. 2010. Teori Belajar. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02
Teori Belajar dan Pembelajaran\2teori
Anonim. 2010. Teori dan Model Pengajaran dan Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi
pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Teori&model P&P
Coachdie. 2009. Teori Belajar Yang Melandasi Proses Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\
Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\ Teori Belajar Yang
Melandasi Proses Pembelajaran
Fajar. 2010. Teori Belajar. Universitas Negeri Surabaya. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi
pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\TEORI BELAJAR
Kwartolo, Yuli. 2009. Sembilan Peristiwa Belajar Gagne. Jakarta: Tabloid Penabur. D:\Pasca
sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\09_0
Muflihin, Hizbul. 2009. Aplikasi Dan Implikasi Teori Behaviorisme Dalam Pembelajaran. Jurnal
Ilmiah Pendidikan. D:\Pasca sarjana UNP\Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar
dan Pembelajaran\11
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Bandung: San Grafika Sunaryo. 2010. Aplikasi Teori Pembelajaran. D:\Pasca sarjana UNP\
Strategi pembelajaran fisika\BAHAN\02 Teori Belajar dan Pembelajaran\Aplikasi Teori
Pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai