PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu
untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap
menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.
Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang
disampaikan. Namun bagaimana melibatkan individu secara aktif membuat atau
pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang
bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu
individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian
tertentu dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5
(Hamzah Uno, 2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori
merupakan seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep,
prosedur dan prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling
berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta
dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz
tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan
prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah
suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar
mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
1
D. Manfaat Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN JENIS TEORI BELAJAR
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan proses
perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam
Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya
terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan
perilaku. Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008)
pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan
aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies),
keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan
berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses
belajar sepanjang hayat.
3
belajar, agar dapat mengarahkan peserta didik berpartisipasi secara intelektual
dalam belajar, sehingga belajar menjadi bermakna bagi siswa. Hal ini sesuai
dengan isi lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru yang menyebutkan bahwa penguasaan teori belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran yang mendidik menjadi salah satu unsur kompetensi pedagogik
yang harus dimiliki guru.
Jika seorang guru akan menerapkan suatu teori belajar dalam
proses belajar mengajar, maka guru tersebut harus memahami seluk beluk teori
belajar tersebut sehingga selanjutnya dapat merancang dengan baik bentuk
proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan. Psikologi belajar atau disebut
dengan Teori Belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual
(mental) siswa.
Penjelasan berikut merangkum berbagai jenis Teori belajar, antara lain:
A. Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat adanya interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan).
Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan pada tingkah lakunya.
Menurut teori ini hal yang paling penting adalah input (masukan) yang
berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon. Menurut toeri ini,
apa yang tejadi diantara stimulus dan respon dianggap tidak penting
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu, apa saja yang diberikan
guru (stimulus) dan apa yang dihasilkan siswa (respon), semuanya harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini lebih mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadinya
perubahan tungkah laku tersebut. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah
faktor penguatan. Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon. Bila penguatan diitambahkan maka respon akan semakin kuat. Begitu
juga bila penguatan dikurangi maka responpun akan dikuatkan.
4
C. Teori Belajar Konstruktivistik
Konstruktivistik merupakan metode pembelajaran yang lebih
menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman atau
dengan kata lain teori ini memberikan keaktifan terhadap siswa
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau
teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan
dirinya sendiri. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa
menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang
subyek untuk aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam
interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur
kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi
kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur
kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif
senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan
lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses
rekonstruksi
5
E. Teori Teori Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru
dibandingkan dengan teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Menurut teori
ini, belajar adalah pengolahan informasi. Proses belajar memang penting dalam
teori ini, namun yang lebih penting adalah system informasi yang diproses yang
akan dipelajari siswa. Asumsi lain adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun
yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara
belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang
psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa aspek dari teori
Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada
kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini.
Dilihat dari asal usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori
psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Dalam
proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan social.
Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya terhadap
lingkungan sosial.
6
Pandangan yang mampu mengakomodasi teori revolusi-sosiokultural dalam teori
belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa
jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya.
Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa
yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal usul
tindakan sadarnya, dari interaksi social yang dilatari oleh sejarah hidupnya.
7
atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai fundamental dalam
belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.
c. Mediasi
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif. Mediasi
metakognitif adalah penggunaan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk
melakukan regulasi diri, meliputi self planning, self-monitoring, self-checking, dan
self-evaluating. Sedangkan mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif
untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau
subject-domain problem serta berkaitan pula dengan konsep spontan (yang bisa
salah) dan konsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).
Pendekatan kognitif dalam belajar dan pembelajaran yang ditokohi oleh Piaget
yang kemudian berkembang ke dalam aliran konstruktivistik juga masih
dirasakan kelemahannya. Teori ini bila dicermati ada beberapa aspek yang
dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif dalam kegiatan
pembelajaran, karena lebih mencerminkan ideologi
8
mengerjakan pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang
diinginkan (Bandura, 1986 dan Wielkeiwicks, 1995).
9
menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan
Mengapa filsafat pendidikan itu penting? Tidak dapat ipungkiri bahwa setiap
praktik pendidikan di sekolah, setiap pembelajaran oleh guru, selalu dilandasi oleh
seperanvkat keyakinan, yang bersumber kepada filsafat penidikan, dan berpengaruh
terhadap apa dan bagaimana seharusnnya siswa dibelajarkan. Filsafat sebagai karya
pikir manusia mampu menunjukkan pengertian hakiki tentang sesuatu dan
10
digunakan oleh manusia. Filsafat pendidikan menjawab berbagai pertanyaan tentang
tujuan persekolahan, peranan guru, dan tentang apa yang harus diajarkan,
kurikulum, dan dengan metode apa hal itu harus diajarkan. Atas dasar itu pendidikan
menyususn deskripsi tentang apa yang seyogianya dapat dilakukan melalui
pendidikan untuk mengembangkan potensi manusia.
C. TEORI FUNSIONALISTIK
Fungsionalisme memandang bahwa pikiran, proses mental, persepsi indrawi, dan
emosi adalah adaptasi organisme biologis. Fungsionalisme lebih menekankan pada
fungsi-fungsi dan bukan hanya fakta-fakta dari fenomena mental, atau berusaha
menafsirkan fenomena mental dalam kaitan dengan peranan yang dimainkannya
dalam kehidupan. Fungsionalisme juga memandang bahwa psikologi tak cukup
hanya mempersoalkan apa dan mengapa terjadi sesuatu (strukturalisme) tetapi juga
mengapa dan untuk apa (fungsi) suatu tingkah laku tersebut terjadi. Fungsionalisme
lebih menekankan pada aksi dari gejala psikis dan jiwa seseorang yang diperlukan
untuk melangsungkan kehidupan dan berfungsi
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan yang berupa stimulus dan
keluaran yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa. Sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus
yang diberikan oleh guru.[1] Ada beberapa tokoh dalam aliran teori belajar
fungsionalistik,antara lain:
11
adalah tercapainya keadaan yang memuaskan akan memperkuat hubungan antara
stimulus dan respon. Maksudnya, bila respons terhadap stimulus menimbulkan
sesuatu yang memuaskan. Bila hubungan S-R tidak diikat oleh sesuatu yang
memuaskan maka respons itu akan melemah atau bahkan tidak akan ada respons
sama sekali. Secara umum law of effect yaitu sesuatu yang menimbulkan efek yang
mengenakkan akan cenderung diulangi atau sebaliknya.
Law of exercise yaitu respons terhadap stimulus dapat diperkuat seringnya respons
digunakan. Hal ini menghasilkan implikasi bahwa praktik, khususnya pengulangan
dalam pengajaran adalah penting dilakukan. Sedangkan law of readiness yaitu dalam
memberikan respon subjek harus siap dan disiapkan. Hukum ini menyangkut
kematangan dalam pengajaran, baik kematangan fisik maupun mental dan intelek.
Stimulus tidak akan direspons, atau responsnya akan lemah, bila pelajar kurang atau
belum siap[3].
Menurut Edwar Lee Thorndike sebelum guru masuk dalam kelas mulai mengajar,
maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk
yang rapi, tenang dan sebagainya. Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan
dengan ulangan yang ketat atau. Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah,
pujian, bahkan bila perlu hukuman sehingga memberikan motivasi proses belajar
mengajar.
Ada kelemahan dalam teori belajar menurut Thorndike yaitu, pertama, memandang
belajar hanya merupakan asosiasi stimulus dan respons. Dengan demikian yang
dipentingkan dalam belajar adalah memperkuat asosiasi dengan latihan-latihan atau
ulangan yang terus-menerus. Kedua, proses belajar yang dipandang mekanistik
antara stimulus dan respons.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat
negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman
harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon
yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar
12
respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum
karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan
kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah
ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki
kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan
negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan
penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.
Skinner juga berpendapat tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan
respons. Skinner membuat perincian dengan membedakan respons menjadi dua
bagian:
Respondent Response
Respons ini ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu, misalnya keluar air
liur setelah melihat makanan tertentu. Pada umumnya perangsang-perangsang yang
demikian ini mendahului respon yang ditimbulkannya. Jenis respons ini sangat
terbatas pada manusia saja.
Operante Response
Respons ini adalah respon yang timbul dan berkembang yang dikuti oleh
perangsang-perangsang tertentu. Perangsang yang demikian itu disebut reinforcing
stimulus karena perangsang itu memperkuat respons yang telah dilakukan oleh
oraganisme.[6]
Skinner melakukan eksperimen melalui tikus dalam sangkar, teori ini terkenal
dengan Skinner Box. Dimana tikus dalam kondisi lapar di dalam sangkar mencium
benda-benda yang ada disekitarnya, maka tikus berlari ke sana kemari, aksi ini
disebut “emitted behavior”(tingkah laku yang terpancar). Kemudian pada gilirannya,
secara kebetulan salah satu emitted behavior dapat menekan pengungkit sehingga
tekanan pengungkit mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam
wadahnya. Butir-butir makanan yang muncul merupakan reinforcement bagi
penekanan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah disebut tingkah laku
operant.[7]
13
Menurut Hull dalam proses belajar ada dua teori yaitu adanya incentive motivation
(motivasi incentiv) dan drive stimulus reduction (pengurangan stimulus pendorong).
Penggunaan praktis teori belajar Hull untuk kegiatan di dalam kelas adalah: pertama,
ruang kelas harus diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan terjadinya proses
belajar. Kedua, pelajaran harus dimulai dari yang sederhana atau mudah menuju
yang lebih kompleks. Ketiga, kecemasan harus ditimbulkan untuk mendorong
kemauan belajar. Latihan didistribusikan dengan hati-hati supaya tidak terjadi
inhibisi[9].
14
aliran fungsinonalistik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar. Teori fungsionalistik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran,
dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pelajar secara individual.[15]
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teori belajar ini adalah ciri-ciri
kuat yang mendasarinya sebagai berikut:[16]
15
E. Kesimpulan
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan yang berupa stimulus dan
keluaran yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa. Sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus
yang diberikan oleh guru.
Aplikatif dari teori ini dalam pembelajaran ada kelemahan dan kelibihan teori ini
dalam proses pembelajaran pada saat ini masih banyak menggunakan teori belajar
fungsionalistik walaupun seiring berkembangnya tehnologi dan ilmu pengetahuan,
sehinggu dibutuhkan kepekaan guru untuk dapat melihat kondisi dan situasi belajar
dikelas dalam menggunakan teori yang tepat.
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
https://ainamulyana.blogspot.com/2015/12/mengenal-berbagai-jenis-teori-
belajar.html
http://biologi-lestari.blogspot.com/2013/03/teori-teori-belajar-dan-
pembelajaran.html
https://www.areapendidikan.com/2017/12/peran-filsafat-pendidikan-dalam.html
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Renika Cipta. 2005.
18