Anda di halaman 1dari 19

STRATEGI PEMBELAJARAN MELALUI PENGALAMAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
ANDIKA JULIANSYAH
BIMA PRANATA DEWANTARA
BENI SETIAWAN
CHINDI AYU SHONIA
DWI NANDA PATRIA
DINDA AFRILLA
DANDI DWI PRAYTINO
FADILA
JASNI AMELIA GINTING
KHOVIVAH ANANDA PUTRI
MUHAMMAD AL FATTAH ROJIE
MUHAMMAD UWAIS
RISKA SYAFITRI
SULISTIANI
WINDA APRILIA
ZAZA YULIANTI AMELIA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH  

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


Kata Pengantar

Makalah ini merupakan kumpulan bahan ajar mata kuliah Strategi pembelajaran
sejarah dimaksudkan akan menambah referensi mahasiswa. Makalah strategi pembelajaran
melalui pengalaman yang membahas konsep, metode, kelemahan, kelebihan, dan relevansi
dalam pembelajaran sejarah yang akan memberi pemahaman dan pengetahuan kita tentang
materi yang kami bawakan yaitu experiental learning.

Tujuan kami menulis makalah mengenai “Strategi Pembelajaran Model Pengalaman”


ini adalah guna memenuhi  tugas mata kuliah Strategi pembelajaran sejarah .

Selanjutnya kepada semua pihak yang turut membantu sehingga makalah ini dapat
selesai dan kami persembahkan ucapan terima kasih yang tak terhingga semoga mendapatkan
imbalan yang setimpal di sisi-Nya. Semoga Makalah ini membawa manfaat bagi kita semua.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................................ii
PENDAHULUAN ........................................................................................................iii

BAB I PEMBAHASAN .................................................................................................05

A. Pengertian dan konsep Experiential Learning

B. Metode Experiential Learning

C. Kelemahan dan kelebihan Experiential Learning

D.Relevansi Experiential Learning dengan Pembelajaran Sejarah

BAB II KESIMPULAN..................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19
Pendahuluan
  Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran
dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan
baik.Salah satu strategi dalam pembelajaran yang digunakan adalah metode pengalaman.
Pembelajaran dengan metode pengalaman sendiri merupakan suatu bentuk kesengajaan yang
tidak disengaja (unconsencious awareness). Yaitu pembelajaran yang didapat secara tidak
sengaja ataupun disengaja dari pengalaman yang pernah dialami oleh peserta didik.
Pengalaman cukup penting pengaruhnya dalam proses peserta didik untuk dapat lebih
memahami isi dari pembelajaran. Sehingga dengan adanya pengalaman, peserta didik akan
dapat dengan mudah mamahami apa isi dan tujuan dari pembelajaran yang dilakukan. Karena
peserta didik tersebut pernah mengalami sesuatu yang sesuai dengan materi pembelajaran.
Dan dengan adanya pengalaman, peserta didik juga dapat mengaplikasikan pengalaman
tersebut dalam kelas untuk membantu memahami pembelajaran.
Bab I
Pembahasan
A. Model Experiential Learning

1. Pengertian Model Experiential Learning

Secara umum istilah “model” diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.Dalam pengertian lain, model juga
diartikan sebagai barang atau benda tiruan dari benda yang sesungguhnya, seperti “globe”
adalah model dari bumi tempat kita hidup.Dalam istilah selanjutnya istilah model digunakan
untuk menunjukkan pengertian yang pertama sebagai kerangka konseptual.Atas dasar
pemikiran tersebut, maka yang dimaksud model belajar mengajar adalah kerangka konseptual
dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para
guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Model experiential learning memberikan kesempatan pada siswa untuk mengalami


keberhasilan dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memutuskan pengalaman
apa yang menjadi focus mereka, keterampilan-keterampilan apa yang ingin mereka
kembangkan, dan bagaimana mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami
tersebut. Model experiential learning adalah suatu model proses belajar mengajar yang
mengaktifkan pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui
pengalamannya secara langsung. dalam hal ini, experiential learning menggunakan
pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajaran mengembangkan kapasitas
kemampuan dalam proses pembelajaran.

Daway (joice &weil, 1986) mendefinisikan model pembelajaran sebagai “a plan or


pattern that we can use to design face to face teaching in the classroom or tutorial setting and
to shape instructional material” (suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk
merancang tatap muka di kelas atau pembelajaran tambahan di luar kelas dan untuk
menajamkan materi pengajaran). Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa: pertama:
model pembelajaran merupakan kerangka dasar pembelajaran yang dapat diisi oleh beragam
muatan mata pelajaran sesuai dengan karakteristik kerangka dasarnya. Kedua: model
pembelajaran dapat muncul dalam beragam bentuk dan variasinya sesuai dengan landasan
filosofis dan pedagogis yang melatarbelakanginya23.
Menurut Mahfudin, model pembelajaran experiential learning merupakan model
pembelajaran yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang lebih bermakna,
dimana murid mengalami apa yang mereka pelajari. Melalui model ini, murid tidak hanya
belajar tentang konsep materi belaka karena dalam hal ini murid dilibatkan secara langsung
dalam proses pembelajaran untuk dijadikan suatu pengalaman. Hasil proses pembelajaran
experiential learning tidak hanya menekankan pada aspek kognitif, tetapi juga subjektif
dalam proses belajar. Pengetahuan yang tercipta dari model ini merupakan perpaduan antara
memahami dan menstransformasi pengalaman.

Pepatah mengatakan bahwa “pengalaman adalah guru yang paling baik”. Hal yang
sama telah dikemukakan oleh confusious beberapa abad lalu “what I hear, I forget, what I
hear and I see, I remember a little, what I hear, see and ask questions about or discus with
some one else, I begin to understand, what I hear see, discus and I do, I acquire knowledge
and skill what I teach to another I master”. Jika pernyataan confusius tersebut dikembangkan
secara sederhana, maka akan didapat suatu cara belajar berupa cara belajar dengan
mendengar akan lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara
mendengar, melihat dan mendiskusikan dengan murid lain akan paham, dengan cara
mendengar, melihat, dan mendiskusikan dengan murid lain akan paham dengan cara
mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh pengetahuan dan
keterampilan, dan cara menguasai pelajaran yang terbaik adalah dengan cara mengerjakan.
Dengan mengalami materi belajar secara langsung, diharapkan murid dapat lebih
membangun makna serta kesan dalam memori atau ingatannya.

Seperti halnya sebuah proses pembelajaran kontekstual yang menghubungkan dan


melibatkan murid dengan dunia nyata, model ini pun lebih mengedepankan model connected
knowing (menghubungkan antara pengetahuan dengan dunia nyata) dengan demikian
pembelajaran dianggap sebagai bagian dari integral dari sebuah kehidupan.

Experiential learning dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu


berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna
meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri. Tujuan dari model ini adalah untuk
mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu :

 mengubah struktur kognitif siswa.

 mengubah sikap siswa.


 memperluas keterampilan-keterampilan siswa yang telah ada.

2. Konsep Model Experiential Learning

Experiential learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model


pembelajaran Experiential learning, dikembangkan oleh david kolb sekitar awal 1980 an.
Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistic dalam proses belajar.
Dalam Experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar.
Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori- teori belajar lainnya. Istilah
“experiential” disini untuk membedakan antara belajar kognitif yang cenderung menekankan
kognisi lebih dari pada afektif. Dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran
pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb Dalam Baharudin Dan Esa, 2007: 165)

Model experiential learning adalah suatu model proses belajar mengejar yang
mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui
pengalamannya secara langsung. Dalam hal ini, Experiential learning menggunakan
pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan
kemampuan dalam proses pembelajaran.

Mahfudin menyimpulkan bahwa model Experiential learning dapat didefinisikan


sebagai tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus-menerus
mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar. Tu;juan dari model
ini adalah untuk mempengaruhi murid dengan tiga cara, yaitu:

a. Mengubah struktur kognitif murid,

b. Mengubah sikap murid, dan

c. Memperluas keterampilan-keterampilan murid yang telah ada.

Ketiga elemen itu saling berhubungan dan memengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-
pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada, maka kedua elemen lainnya tidak akan
efektif.

Kualitas belajar experiential learning mencakup keterlibatan murid secara personal,


berinisiatif, evaluasi oleh murid sendiri, dan adanya efek yang membekas pada murid. Model
experiential learning memberi kesempatan kepada murid untuk memutuskan pengalaman apa
yang menjadi focus mereka, keterampilan-keterampilan apa yang ingin mereka kembangkan,
dan bagaimana mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami. Adapun
prinsip dasar Experiential learning adalah sebagai berikut: prosedur pembelajaran dalam
Experiential learning terdiri dari 4 tahapan, yaitu:

a. Tahapan pengalaman nyata.

b. Tahapan observasi refleksi.

c. Tahapan konseptualisasi, dan

d. Tahapan implementasi.

Dalam tahapan diatas, proses belajar diatas dimulai dari pengalaman konkret yang dialami
oleh seseorang.Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Dalam proses
refleksi, seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dia alami.
Refleksi ini menjadi dasar konseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang
mendasari pengalaman yang dialami serta prakiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi
atau konteks yang lain (baru). Proses implementasi merupakan situasi atau konteks yang
memungkinkan penerapan konsep yng sudah dikuasai.

Kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata kemudian direfleksikan dengan


mengkaji ulang apa yang dilakukannya tersebut. Pengalaman yang sudah direfleksikan
kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-
konsep abstrakyang akan menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau perilaku-
perilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan
(finding out). Sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategori dalam proses
penerapan (taking action).

Menurut experiential learning theory agar proses belajar mengajar efektif, seorang murid
harus memiliki empat kemampuan (Nasution Dalam Baharudin Dan Esa, 2007:167).

1. Concrete experience (CE) Murid melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru.
2. Reflection observation (RO) Murid mengobservasi dan merefleksikan
ataumemikirkan pengalaman dari berbagai segi
3. Abstract conceptualization (AC) Murid menciptakan konsep-konsep yang
mengintegrasikan observasinya menjadi teori yang sehat
4. Active experimentation (AE) Murid menggunakan teori untuk memecahkan masalah-
masalah dan mengambil keputusan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran experiential learning
merupakan model pembelajaran yang memperhatikan atau menitikberatkan pada pengalaman
yang akan dialami murid. Murid terlibat langsung dalam proses belajar dan murid
mengontruksi sendiri pengalaman- pengalaman yang didapat sehingga menjadi suatu
pengetahuan. Murid akan mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berbeda dari apa yang
telah mereka pelajari, hal ini karena perbedaan dan keunikan dari gaya belajar masing-masing
murid.

B. Metode Strategi Pembelajaran Melalui Pengalaman (Experiental Learning)

Metode merupakan suatu alat dalam pelaksanaan pendidikan, yakni yang digunakan
dalam penyampaian materi tersebut.Dalam dunia pendidikan terdapat berbagai macam
metode mengajar, yang dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan berbagai hal, seperti
situasi dan kondisi kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, fasilitas yang tersedia, dan
sebagainya harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai (Maesaroh,
2013: 154-155).

Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru yakni, metode
pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning). Metode ini menggunakan
pengalaman sebagai kasalisator untuk menolong siswa mengembangkan kapasitas dan
kemampuannya dalam proses pembelajaran (Farisma, 2014: 17).

Subana mengemukakan prinsip-prinsip metode pembelajaran experiential learning


yaitu: 1) Belajar berdasarkan pengalaman itu merupakan suatu proses perbuatan
generalisasi dan kesimpulan tentang pengalaman langsung. 2) Belajar melalui pengalaman
menekankan pengalaman langsung mengenai hal yang sedang dipelajari, menentukan
keterikatan untuk belajar dan bertanggung jawab terhadap pengorganisasian kesimpulan
yang ditarik dari pengalaman sendiri. 3) Teori yang tepat dapat membantu mahasiswa
untuk menyimpulkan sendiri pelajarannya dan membentuk kerangka pengetahuannya. 4)
Dalam belajar melalui pengalaman, perasaan sangat penting sebagai sumber informasi
tentang diri sendiri dan situasi belajar (Patmawati, 2018: 4).

Dalam pelaksanaan strategi experiential learning, dapat diterapkan dengan berbagai metode.
Metode tersebut salah satunya seperti di bawah ini, yaitu :

a) Metode kasus (case method) Metode kasus adalah jenis pembelajaran yang mendiskusikan
suatu kasus yang nyata, atau kasus yang sudah direkontruksi yang mempunyai prinsip-prinsip
tertentu akan suatu masalah. Namun apapun jenis kasusnya, pemecahan masalah pada kasus
tersebut terdiri dari berbagai alternatif pendekatan maupun tindakan.
b) Pembelajaran berdasarkan masalah (problem-based learning) Problem based learning
adalah suatu jenis pembelajaran yang dilatar belakangi bahwa manusia sebagai makhluk
hidup yang berevolusi selalu mempunyai masalah utuk diselesaikan. Masalah yang harus
diselesaikan tersebut tentunya membutuhkan semua pengetahuan sebagai referensi dalam
proses penyelesaiannya.

c) Permainan, simulasi, dan bermain peran (games, simulation, and role playing) Ketiga
aktivitas ini adalah jenis aktivitas yang memfasilitasi hal-hal yang menyenangkan bagi
pembelajar. Kelebihan dari strategi ini adalah meningkatkan partisipati siswa, dan dapat
menerapkan pembelajaran pada situasi yang lain. Sedangkan kekurangannya adalah
penekanan hanya pada proses bukan pada hasil(Muanisah, 2017:18).

Manfaat Metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning)

Menurut Kolb (1984:62) ada beberapa manfaat metode pembelajaran berbasis pengalaman
(experiential learning) dalam membangun dan meningkatkan kerjasama kelompok sebagai
berikut.

a. Menumbuhkan rasa saling membutuhkan antara sesama anggota kelompok.

b. Membantu memecahkan masalah dan berani mengambil keputusan.

c. Menumbuhkan bakat yang tersembunyi.

d. Mampu menumbuhkan rasa empati antar sesama anggota kelompok.

Manfaat model experiential learning secara individual, antara lain adalah sebagai berikut.

a.Menumbuhkan rasa percaya diri.

b. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan dapat memecahkan masalah.

c. Menumbuhkan rasa percaya antar sesama anggota kelompok.

d. Menumbuhkan semangat kerja sama dan kemampuan untuk berkompromi.

e.Menumbuhkan rasa tangung jawab.

f. Menumbuhkan kemauan untuk memberi dan menerima bantuan (Farisma, 2014: 24-25).

C. Kelemahan dan Kelebihan Strategi Pembelajaran Melalui Pengalaman

Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Experiential


Muhammad (2015:138) mengemukakan bahwa kelebihan model pembelajaran experiential
secara individual dan kelompok.

-Kelebihan model pembelajaran experiential secara individual yaitu

(1) meningkatkan kesadaran akan rasa percaya diri;

(2) meningkatkan kemampuan berkomunikasi, perencanaan, dan pemecahan masalah;

(3) menumbuhkan dan meningkatkan 17 kemampuan untuk menghadapi situasi yang buruk;

(4) menumbuhkan dan meningkatkan rasa percaya antarsesama anggota kelompok;

(5) menumbuhkan dan meningkatkan semangat kerja sama dan kemampuan untuk
berkompromi;

(6) menumbuhkan dan meningkatkan komitmen dan tanggung jawab.

-Kelebihan model pembelajaran experiential secara kelompok yaitu

mengembangkan dan meningkatkan rasa saling ketergantungan antar sesama kelompok dan
melibatkan keterlibatan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

-Sedangkan kekurangan model pembelajaran experiential adalah membutuhkan waktu yang


cukup lama dalam melakukan percobaan untuk memperoleh kesimpulan atau suatu konsep
yang utuh.

Keunggulan dan Kelemahan Experiential Learning

Adapun Keunggulan dari experiential learning ini adalah

1. Terbentuknya kondisi yang kondusif,

2. Mendukung siswa untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda,

3. Menaikkan keterlibatan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan,

4. Mengemukakan kesenangan dalam proses belajar, mendukung dan memajukan proses


berpikir kreatif, kritis,

5. Mengenalkan dan menggunakan bakat terpendam dan kepemimpinan peserta didik,

Adapun kelemahan dari experiential learning ini adalah

1. Sulit di mengerti sehingga masih sedikit yang mengaplikasikan model pembelajaran ini
2. Alokasi waktu untuk pembelajaran yang memerlukan waktu relatif panjang

D. Relevansi Experiential Learning dengan Pembelajaran Sejarah


Pandangan mengenai konsep histori bahwa dalam perjalanan sejarah menempatkan
manusia memilikiperan penting sebagai pelaku sejarah sebagai agen perubahan (change).
Pernyataan ini didukung oleh pendapat Supriatna (2016, hlm 105) sejarah konvensional
mengangkat peran manusiasebagai pelaku utama dalam proses perputarnya periodisasi
sejarah.Pendidikan yang baik akan menghasilkan output yang memiliki katakter yang unggul,
menurut Furqon (2014 hlm 4) bahwa penerapan pendidikan yang kental dengan kearifan
lokal yang bersifat tradisional sebagai sumber inovasi dan keterampilan yang dapat
diberdayakan melalui proses pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan.
Untuk mengembangka karakter didukung oleh pentingnya sebuah budaya yang menjadi
karakter yang menjadi ciri khas sebuah daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan Nasional.
Menurut pendapat Herlina (2018 hlm 128-128) mengangkat budaya lokal sebagai
bagian terintegrasi dalam proses pembelajaran merupakan tuntutan zaman yang akan
ennjabarkan bahwa kebudayaan nasional adalah puncak dari kebudayaan daerah, melalui
pendidikan berbagai nilai-nilai keunggulan budaya masa lampau diperkenalkan melalui
budaya lampau, dikaji dan dikembangkan menjadi budaya yang diwariskan menjadi
budaya dirinya, masyarakat, yang sesuai dengan perkembangan zamanya. (Misnah,
2019:155)
Hal ini sejalan juga dimana menurut Abdullah, dalam pembelajaran sejarah
hendaknya dilakukan tiga tahap (Abdullah, 1996) pertama memupuk kesadaran atas
lingkungan sosial, rasa keakraban (sense of intimacy), kedua memperkenalkan siswa pada
makna dari dimensi waktu kehidupan (sense of actuality), ketiga rasa hayat sejarah (sense of
history) pelajaran sejarah tidak didominasi sejarah politik, tetapi sosial sehingga dapat
menumbuhkan kreatifitas lokal yang berguna bagi lingkungan alam maupun menghadapi
tantangan di masa depan. Dari penjelasan di atas mendeskripsikan betapa bermanfaatnya
pelajaran sejarah bagi peserta didik tidak hanya dalam aspek kognitif, tetapi juga aspek
afektif dan psikomotor dengan melakukan sebuah upaya inovasi dan kreatifitas dari guru
sejarah dalam menyajikan materi sejarah, sehingga kebermaknaan dari pembelajaran sejarah
itu sendiri dapat diperoleh oleh siswa dan lebih dari itu siswa mampu menginternalisasikan
dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Suprijono (2010), pendekatan pembelajaran kontekstual atau disebut juga
dengan Contexstual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu konsep yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata, dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. (Asmara, 2019:109-110)
Jadi, pembelajaran sejarah di sekolah (formal) perlu didasarkan pada kearifan/budaya
lokal dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan pendekatan
kontekstual.Pendekatan konteksual sebagaimana diatas telah dijelaskan ialah pendekatan
yang mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi di dunia nyata, artinya berkaitan
dengan pengalaman disekitar peserta didik tersebut.Hal ini sejalan pula dengan Experiential
Learning.
Dari prinsip-prinsip belajar berdasarkan pengalaman ini, model Experiential learning
pada dasarnya merupakan model pembelajaran yang mencakup model pembelajaran lainnya
seperti humanizing the classroom, active learning, the accelerated, quantum learning,
quantum teaching (sutrisno:2005) dan contextual teaching and learning. (Ulfa, 2016: 31)
Experiential Learning adalah suatu proses belajar mengajar yang mengaktifkan
pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai juga sikap
melalui pengalamannya secara langsung. Experiential learning ini lebih bermakna ketika
pembelajar berperan serta dalam melakukan kegiatan.Pembelajar memandang kritis suatu
kegiatan dan mendapatkan pemahaman serta menuangkannya dalam bentuk lisan atau tulisan
sesuai dengan tujuan pembelajaran. (Isah Cahyani, 2001). Experiential Learning
menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan
kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. (Sugiyanto, 2013: 47)
Model ini melibatkan siswa secara langsung dalam masalah dan isu yang dipelajari.
Belajar menurut model experiential learning merupakan proses penciptaan pengetahuan
melalui kombinasi antara mendapatkan pengalaman dan mentransformasi pengalaman.
Experiential learning mengajak siswa untuk memandang secara kritis kejadian yang ditemui
dalam kehidupan sehari-hari dan melakukan penelitian sederhana untuk mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi kemudian menarik kesimpulan bersama . Model pembelajaran experiential
learning terdiri dari 4 tahapan yaitu concrete experience, reflective observation, abstract
conceptualization dan active experimentation. Model experiential learning dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.Berpikir kritis terdiri dari dua kata, yaitu
berpikir dan kritis.Berpikir bagaimana merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian,
mengkaji langkah-langkah penyelesaian, membuat dugaan bila data yang disajikan kurang
lengkap, diperlukan sebuah kegiatan berpikir yang disebut berpikir kritis.Berpikir kritis
merupakan kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakan
secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji, dan mengembangkan-nya ke arah yang
lebih sempurna.Pada penelitian mengenai model pembelajaran experiential learning yang
dilakukan oleh Lestari dkk.(2014) menyatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
model experiential learning mempunyai pengaruh terhadap keterampilan berpikir kritis
peserta didik. (Nurhasanah, dkk, 2017: 59)
Dalam Hasan (2010) Pembelajaran sejarah melatih siswa untuk dapat berpikir kritis
dan mendalam sehingga dapat menyerap nilai-nilai yang ada dalam peristiwa sejarah
sehingga penting bagi pembentukan karakter pribadi siswa. Sardiman (2012) mengemukakan
bahwa pembelajaran sejarah merupakan suatu proses kegiatan yang mendorong dan
merangsang siswa untuk merekonstruksi dan mendapatkan pengetahuan sejarah yang
kemudian terjadi proses internalisasi nilai yang terkait dengan berbagai aspek kehidupan
sosial kemasyarakatan dan kebangsaaan, serta menghayati nilai-nilai kemanusiaannya,
sehingga membawa perubahan tingkah laku sebagai proses pengembangan kepribadian atau
karakter siswa. (Santosa, 2018: 14)
 Gaya belajar experiential learning Kolb

Gaya belajar experiential learning Kolb dibentuk dua deskripsi bipolar.Deskripsi


bipolar pertama pada posisi vertikal berupa pengalaman konkret (feeling, belahan atas)
konseptualisasi abstrak (thinking, belahan bawah) yang berpotongan dengan deskripsi bipolar
kedua yang berposisi horisontal, yaitu melakukan (doing, sebelah kiri), mengamati (watching,
sebelah kanan), sehingga pada dua garis berpotongan tegak lurus tersebut membentuk empat
model kuadran. Individu mempunyai kecenderungan empat kutub gaya yaitu: kutub
perasaan/feeling (Concrete Experience), kutub pemikiran/thinking (Abstract
Conceptualization), kutub pengamatan/watching (Reflective Observation), dan kutub
tindakan/doing (Active Experimentation). Empat kutub membentuk empat kombinasi gaya
belajar yang diwakili oleh angka 1 hingga 4, yaitu gaya belajar:
1. Diverger. Gaya belajar diverger merupakan kombinasi dari perasaan dan
pengamatan (feeling and watching), yaitu gaya belajar individu yang membentuk
pengalaman belajar melalui menghayati sendiri secara konkret, kemudian
mentransformasikan kedalam pengamatan reflektif.
2. Assimilator, merupakan kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and
watching), yaitu gaya belajar individu yang menangani pengalaman melalui
konseptualisasi secara abstrak dan mentransformasi ke dalam pengamatan reflektif.
3. Konverger, merupakan kombinasi dari berpikir dan berbuat (thinking and doing),
yaitu gaya belajar dengan membentuk pengalaman melalui konseptualisasi abstrak
dan mentransformasi ke dalam eksperimentasi aktif
4. Akomodator, merupakan kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing),
yaitu gaya belajar yang menafsirkan pengalaman melalui menghayati sendiri secara
konkret dan mentransformasi pengalamannya ke eksperimentasi aktif. Penggunaan
Metode Problem-Based Learning cocok untuk siswa tipe gaya belajar akomodator.
(Sugiyanto, 2013: 51-54)
Menurut Barrow, model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang
diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah (Huda, M
2014dalam Mujiyati dan Sumiyatun, 2016:85)Kontruksi pembelajaran diperlukan dalam
upaya menggugurkan anggapan bahwa sejarah adalah pembelajaran yang membosankan dan
kurang bermanfaat bagi siswa. Selain itu kontruksi sejarah diperlukan untuk mengembalikan
peran dan fungsi sejarah sebagai pembelajaran yang berorientasi pada masa depan yang
memiliki kemanfaatan bukan sekedar materi hafalan mengenai masa lampau. kontruksi
pembelajaran sejarah ini dapat disampaikan melalui model pembelajaran problem based
learning (PBL) yang melatih siswa berfikir kritis serta memberikan keterampilan dalam
menyelesaikan masalah-masalah kontemporer berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam
pristiwa sejarah. (Mujiyati dan Sumiyatun, 2016:88)

 Contoh penelitian yang relevan


a. Learning Style Theory David Kolb dalam Pembelajaran Sejarah SMA : Penelitian
Fenomenologi Di Kelas Xi Iis 4 Sma Negeri 2 Tasikmalaya
Penelitian ini menemukan bahwa peserta didik kelas XI IIS 4 SMA negeri 2
Tasikmalaya setelah dilakukan penelitian mengenai teori gaya belajar dari Kolb dan
melakukan wawancara dan pengamatan langsung di kelas memiliki gaya belajar yang
beragam, dari mulai 4 gaya belajar murni kolb, ditemukan juga peserta didik yang
mempunyai gaya belajar yang merupakan gabungan dari dua gaya belajar murni.
Hasil evaluasi kognitif menunjukan bahwa teori Kolb benar bahwa gaya belajar
berpengaruh kepada hasil belajar peserta didik, ketika guru menerapkan metode problem
base learning maka nilai peserta didik bergaya belajar Acomodator menempati tempat teratas
dibandingkan gaya belajar yang lain, begitupula ketika melakukan metode ekspositori maka
nilai peserta didik bergaya belajar divergen menjadi yang terbaik dibanding gaya belajar lain.
Namun karena tidak hanya gaya belajar yang berpengaruh terhadap hasil belajar maka pada
penelitian ini ditemukan adanya pengecualian terhadap teori gaya belajar Kolb.Faktor yang
menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian ini adalah faktor eksternal dan internal.Faktor
internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik, seperti disiplin belajar, kondisi
fisiologis (keadaan fisik dari peserta didik), kondisi psikologi (kecerdasan, bakat, minat,
motivasi).Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri peserta didik, seperti
faktor lingkungan, alat instrument (kurikulum, metode pembelajaran, sarana dan fasilitas
serta guru/pengajar). (Fahmi, 2016:143-145)
b. Belajar Melalui Pengalaman Historis (BMPH) pada Siswa SMP di Kabupaten Sigi
Sulawesi Tengah
Kegiatan pelaksanaan Belajar Melalui Pengalaman Historis (BMPH) pada Siswa
SMP Di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah yang dilaksanakan dengan peserta berjumlah 25
orang menghasilkan peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan sikap spserta didik mengenai
pentingnya menjaga lingkungan melalui kegiatan program pembelajaran BMPH yang
dilaksanmakan di situs lumpang batu di desa Loru kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa yang bernama Yoan bahwa menguraikan
pendapatnya melalui pembelajaran program BMPH banyak kebaharuan mengenai asal usul
dan manfaat situs lumpang batu pada masa batu pra aksara di Sulawesi Tengah khususnya di
kabupaten Sigi yang mereka dapatkan melalui pembelajaran kunjungan langsung ke situs
lumpang batu. Pernyataan ini di dukung oleh Guru bidang studi IPS Damiyatun memaparkan
pada materi kelas 1 menjelaskan bahwa melalui pembelajaran historis culture dalam bentuk
kunjungan langsung ke situs lumpang batu di desa loru, siswa lebih mengalami
peningkatan pada pengetahuan mengenai materi kelas 1 yaitu Kehidupan masyarakat
Indonesia pada masa Pra–Aksara pada pengembangan materi mengenai nilai-nilai budaya
masa pra aksara di Indonesia dan pada pembelajaran BMPH siswa memiliki pengetahuan
yang baru mengenai nilai-nilai budaya pada masa pra-aksara di Sulawesi tengah yaitu dalam
bentuk peninggalan megalit situs Lumpang batu di desa Loru kabupaten sigi Sulawesi
Tengah. (Misnah, 2019:159)

BAB II
KESIMPULAN
Model experiential learning memberikan kesempatan pada siswa untuk mengalami
keberhasilan dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memutuskan pengalaman
apa yang menjadi focus mereka, keterampilan-keterampilan apa yang ingin mereka
kembangkan, dan bagaimana mereka membuat konsep dari pengalaman yang mereka alami
tersebut. Jadi Experiential Learning adalah suatu proses belajar mengajar yang mengaktifkan
pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan serta nilai-nilai juga sikap
melalui pengalamannya secara langsung.
Model ini melibatkan siswa secara langsung dalam masalah dan isu yang dipelajari.
Experiential learning mengajak siswa untuk memandang secara kritis kejadian yang ditemui
dalam kehidupan sehari-hari dan melakukan penelitian sederhana untuk mengetahui apa yang
sebenarnya terjadi kemudian menarik kesimpulan bersama. Dan juga bahwa pembelajaran
sejarah merupakan suatu proses kegiatan yang mendorong dan merangsang siswa untuk
merekonstruksi dan mendapatkan pengetahuan sejarah yang kemudian terjadi proses
internalisasi nilai yang terkait dengan berbagai aspek kehidupan sosial kemasyarakatan dan
kebangsaaan, serta menghayati nilai-nilai kemanusiaannya, sehingga membawa perubahan
tingkah laku sebagai proses pengembangan kepribadian atau karakter siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, S.Ag, M,Pd. (2013). BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Abdul Majid, M.Pd. (2013). STRATEGI PEMBELAJARAN, Bandung: PT.Remaja


Rosdakarya.

Ni Ketut Sriani, I Made Sutama, Ida Ayu Made Darmayanti. (2015). PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI PADA SISWA KELAS VII B SMP
NEGERI 2TAMPAKSIRING. Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha. Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia.

http://eprints.umm.ac.id/35550/3/jiptummpp-gdl-citraaprio-48146-3-2.babii.pdf

http://repository.radenintan.ac.id/8944/1/pusat.pdf

Farisma, Dewi Santi. (2014). KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN METODE


PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN (EXPERIENTIAL LEARNING) DALAM
MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN ARGUMENTASI
SISWA KELAS X MAN YOGYAKARTA III. Skripsi.Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.

Muanisah, Laiyatul. (2017). IMPLEMENTASI STRATEGI EXPERIENTAL LEARNING


DALAM MENINGKATKAN KEAKFITAN SISWA PADA MATA PELAJARAN FIQIH.
Skripsi.Kudus: STAIN Kudus.

Maesaroh, Siti. (2013). PERANAN METODE PEMBELAJARAN TERHADAP MINAT


DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.Jurnal kependidikan.1 (1):
154-155

Patmawati. (2018). METODE EXPERIENTAL LEARNIG DALAM PEMBELAJARAN


KETERAMPILAN MENULIS DESKRIPTIF PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR. PIJITES: Pedagogic Journal Of Islamic Elementray School. 1 (1):4

Asmara, Y. (2019). PEMBELAJARAN SEJARAH MENJADI BERMAKNA DENGAN


PENDEKATAN KONTEKTUAL. Kaganga: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial
Humaniora Volume 2, Nomor 2, 109-110.

Fahmi, A. A. (2016). LEARNING STYLE THEORY DAVID KOLB DALAM


PEMBELAJARAN SEJARAH SMA :Penelitian Fenomenologi Di Kelas XI IIS 4 SMA Negeri
2 Tasikmalaya. S2 Thesis. Universitas Pendidikan Indonesia.
Misnah, M. (2019). Belajar Melalui Pengalaman Historis (BMPH) pada Siswa SMP Di
Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(2), 154-161

Mujiyati, Novita dan Sumiyatun. (2016). KONTRUKSI PEMBELAJARAN SEJARAH


MELALUI PROBLEM BASED LEARNING (PBL). Jurnal HISTORIA Volume 4, Nomor 2,
155-159.

Nurhasanah, S., Malik, Adam, & Mulhayatiah, D. (2017). PENERAPAN MODEL


EXPERIENTIAL LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR
KRITIS SISWA. Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.2 : 58-62

Santosa, Firdaus Hadi, Umasih, & Sarkadi. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran dan
Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa di SMA Negeri 1
Pandeglang . Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 20, No 1, 13-27

Sugiyanto. (2013). PENGARUH GAYA BELAJAR EXPERIENTIAL LEARNING DALAM


PENINGKATAN PRESTASI AKADEMIK DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN. Paradigma, No. 15Th. VIII, 47-54.

Ulfa, S. M. (2016). PENGARUH MODEL EXPERIENTIAL LEARNING TERHADAP


KUALITAS PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VII SMP HASJIM
ASJ'ARI TULANGAN SIDOARJO (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

Anda mungkin juga menyukai