Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN IMPLIKASINYA DALAM


PEMBELAJARAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas: PSIKOLOGI BELAJAR


Dosen: Dr. Siti Sanisah, M.Pd

Disusun oleh kelompok i :

1. Baiq Nurhikmah
2. Baiq Anggun maisarah
3. Alfin tulhidayah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah singkat tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah
singkat ini adalah “ Teori belajar behavioristik dan implikasinya dalam pembelajaran”

Pada kesempatan kali ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah
manajemen perusahaan yang telah membimbing saya untuk menyelesaikan makalah singkat
ini. Selain itu, saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan makalah singkat ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii

BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………………….1

A. Latar belakang ……………………………………………………………….1

B. Rumusan masalah…………………………………………………………….1

C. Tujuan ………………………………………………………………………..1

BAB II : PEMBAHASAN……………………………………………………………….3

A. Pengertian teori behavioristik……….…………………………………..……....3

B. Pengembangan teori behavioristik menurut tokoh tokoh………………..,….......4

C. Definisi belajar menurut pandangan dari teori behavioristik……………………7

D. Kekurangan dan kelebihan teori behavioristik………………………………….13

E. Aplikasi teori behavioristik dalam pembelajaran………………………………..16

BAB III : PENUTUP…………………………………………………………………...17

A. Kesimpulan………………………………………………………………………18

B. Daftar Pustaka ……………………………………………………………………19


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan sebuah proses perubahan tingkah laku Individu. Belajar
merupakan hal yang sangat penting dan harus di jalani oleh setiap manusia. Dengan
Pendidikan sesorang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan
pendidikan seseorang bisa membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh,
dan dengan Pendidikan juga seseorag bisa merumuskan tujuan hidup.
Belajar yang di lakukan oleh masing-masing Individu bisa di lakukan dengan banyak
gaya. Penggunaan gaya di maksudkan agar tujuan belajar dapat tercapai dengan baik.
Dalam hal ini teori juga bisa di kategorikan dalam gaya belajar seseorang. Ada
banyak teori yang berbicara tentang belajar yang salah satunya adalah teori belajar
Behaviorisme. Dalam menelaah literatur psikologi, kita akan menemukan banyak
teori belajar yang bersumber dari aliran-aliran psikologi. Salah satunya adalah teori
belajar behaviorisme, Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan
terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif
(respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun
eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau
dampak, berupa reaksi titik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulusRespon) Kritik terhadap
behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat
mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik
ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behaviorisme mempunyai
persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata
pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi
dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behaviorisme.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya:
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak
yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung
seperti diberi permen atau puji.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan diatas dapat kami rumuskan permasalahan yang akan kita bahas
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar Behavioristik?
2. Bagaimana pengembangan teori behaviorisme menurut tokoh – tokoh?
3. Bagaimana definisi belajar menurut pandangan teori Behavioristik?
4. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari teori Behavioristik?
5. Bagaimana Aplikasi teori Behavioristik dalam pembelajaran?
C. Tujuan
Mengerti dan memahami mengenai isi makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI PEMBELAJARAN BEHAVIORISTIK
A. Pengertian Teori Belajar Behavioristik
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang memandang individu hanya
dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata
lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan
individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks
sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Dalam konsep
Behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat di ubah dengan
memanipulasi dan mengkreasi kondisi kondisi belajar.Teori behaviorisme sangat
menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat di amati.
Teori behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu
aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini dikenal dengan sebuah teori yang
dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman.
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain belajar merupakan
bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
tingkah lakunya.Misalnya; siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial jika dia belum bisa/tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-
kegiatan sosial seperti; kerja bakti, ronda dll.
Menurut teori ini yang terpenting adalah :
1. Masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa
respons.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya alat
perkalian, alat peraga, pedoman kerja atau cara-cara tertentu untuk membantu
belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan guru tersebut. Teori ini juga mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi
tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
2. Penguatan (reinforcement)
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Misalnya,
ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia
akan semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan
penguatan positif dalam belajar, begitu juga sebaliknya. Prinsip-prinsip
behaviorisme adalah :
 Objek psikologi adalah tingkah laku
 Semua bentuk tingkah laku dikemalikan kepada reflek
 Mementingkan terbentuknya kebiasaan.
B. Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.
a. E.L Thorndike : koneksionisme.
Thorndike adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan
Amerika. Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S)
yang mungkin berupa pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga
berupa pikiran, perasaan atau gerakan.
Stimulus adalah perubahan dari lingkungan exsternal yang menjadi tanda untuk
mengaktifkan organisme untuk beraksi/berbuat. Sedangkan respon adalah
sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Dari percobaannya yang terkenal (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai
hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih
respon yang tepat serta melalui usahausaha atau percobaan-percobaan (trial) dan
kegagalan-kegagalan (Error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar
adalah Trial and Error learning atau selecting and conecting learning dan
berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh thorndike ini sering disebut teori belajar koneksionisme atau
asosiasi.
Edward L. Thorndike dalam teori connectionism dari Amerika Serikat,
menyatakan bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera
dan inplus untuk bertindak atau terjadinya hubungan antara stimulus dan respon
disebut Bond, sehingga dikenal dengan teori S – R Bond.Didalam belajar terdapat
dua hukum, yaitu hukum primer dan hukum sekunder.
Hukum primer terdiri dari;
1. Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak itu timbul karena
penyesuaian diri dengan sekitarnya yang akan memberikan kepuasan
2. Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan sangat kuat bila sering
dilakukan diklat dan pengulangan
3. Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti dengan dampak atau pengaruh
yang memuaskan cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan
kepuasan akan dilupakan.
Hukum sekunder terdiri dari;
1. Law of Multiple Response, yaitu sesuatu yang dilakukan dengan variasi uji
coba dalam menghadapi situasi problematis, maka salah satunya akan berhasil
juga.
2. Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah menyesuaikan diri dengan
situasi baru, asal situasi itu ada unsur bersamaan
3. Law of Partial Activity, seseorang dapat beraksi secara selektif terhadap
kemungkinan yang ada di dalam situasi tertentu.
b. Thomas Watson : Conditioning
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat di amati
(observable) dan dapat di ukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-
perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia
menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu di perhitungkan karena
tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar
disejajarkan dengan ilmu ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati
dan diukur. Hanya dengan asumsi seperti itulah – menurut watson - kita dapat
meramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa.
c. Edwin Guthrie : Conditioning
Azas belajar guthrie yang utama adalah hukum kontinguity. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali
cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan
variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus
sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya sekedar
melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah
perolehan respon yang baru.
Teori guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat
sementara, oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat
dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
d. B.F Skinner : Operant conditioning
Skinner adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai
seorang tokoh behavioris yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol
melalui proses operant conditioning dimana seseorang dapat mengontrol tingkah
laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam
lingkungan yang relatif besar. Menagement kelas menurut skinner adalah berupa
usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu
memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan
apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses
perilaku operant (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan
perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan
keinginan.

Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para guru dan pendidik,
namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling besar
pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar Behavioristik. Program-
program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep
hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor penguat merupakan
program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
oleh skinner.
Menurut skinner – berdasarkan percobaanya terhadap tikus dan burung merpati –
unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah penguatan
yang terbentuk melalui ikatan stimulus respond akan semakin kuat bila diberi
penguatan ( penguatan positif dan penguatan negatif). Bentuk penguatan positif
berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk penguatan negatif
adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas
tambahan, atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Skinner tidak percaya pada asumsi yang dikemukakan guthrie bahwa hukuman
memegang peranan penting dalam proses pelajar. Hal tersebut dikarenakan
menurut skinner:
1. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara
2. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari
jiwa terhukum) bila hukuman berlangsung lama
3. Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan
buruk) agar ia terbebas dari hukuman
4. Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang
kadangkala lebih buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya dengan apa yang disebut penguatan baik negatif
maupun positif.
e. Ivan Pavlov : Classic Conditioning
Dalam pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-
rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang
diinginkan. Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan eksperimen
dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki
kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara
hakiki, manusia berbeda dengan binatang. Pavlov mengadakan percobaan dengan
cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga keluar kelenjar air
liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluar air
liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan berikutya sebelum makanan
diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah terlebih dahulu, kemudian baru
makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan
demikian di lakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya
memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar
pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata
kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini
akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut.
Dari eksperimen tersebut, setelah pengkondisian atau pembiasaan, dapat di
ketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat di gantikan oleh sinar
merah sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus). Ketika sinar
merah di nyalakan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon-nya. Pavlov
berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lainpun dapat dilatih sebagaimana
tersebut.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan
sehari-hari ada situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari
penjual es creem Walls yang berkeliking dari rumah kerumah. Awalnya mingkin
suara itu asing, tetapi setelah si penjual es creem sering lewat, maka nada lagu
tersebut bisa menerbitkan air liur. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa
dengan menerapkan strategi pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui
cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan
pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa
ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
f. Albert Bandura
Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare alberta berkebangsaan
Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif
sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah eksperimen
Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif dari
orang dewasa disekitarnya.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah:
 Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
 Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean
simbolik.
 Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru,
keakuratan umpan balik.
 Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri
sendiri.
C. Definisi Belajar Menurut Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan
bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan
tingkah lakunya. Misalnya, seorang guru mengajari siswanya membaca, dalam proses
pembelajaran guru dan siswa benar-benar dalam situasi belajar yang diinginkan,
walaupun pada akhirnya hasil yang dicapai belum maksimal. Namun, jika terjadi
perubahan terhadap siswa yang awalnya tidak bisa membaca menjadi membaca tetapi
masih terbata-bata, maka perubahan inilah yang dimaksud dengan belajar. Contoh lain
misalnya, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat,
dan gurunyapun sudah mengajarkannya dengan tekun, namun jika anak tersebut
belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar.
Karena ia belum dapat menunjukkan prilaku sebagai hasil belajar.

Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus
dan keluaran atau output yang berupa respons. Dalam contoh di atas, stimulus adalah
apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga,
pedoman kerja atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan
respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Dalam teori ini tingkah laku dalam belajar akan berubah apabila ada
stimulus dan respons. Stimulus dapat berupa perlakuan yang diberikan kepada siswa,
sedangkan respons berupa tingkah laku yang terjadi pada siswa.

Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi diantara stimulus dan respons dianggap
tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati dan dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh karena itu, apa saja yang
diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya
harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavior adalah faktor pengutan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon
bila pengutan ditambahkan maka respon semakin kuat. Begitu juga bila pengutan
dikurangi responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas
oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka
penambahan tugas tersebut merupakan penguat positif (positive reinforcement) dalam
brlajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan itu justru meningkatkan aktifitas
belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative
reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang
penting diberikan atau dikurangi untuk memungkinkan terjadinya respon.
D. Kelebihan serta Kekurangan Teori Behavioristik
Kelebihan Teori Behavioristik:
1. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka
meniru dan senang dengan bentukbentuk penghargaan langsung seperti diberi
permen atau pujian.Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus akan
membuat peserta didik paham sehingga mereka bisa menerapkannya dengan baik.
2. Materi yang diberikan sangat detail.Hal ini adalah proses memasukkan stimulus
yang yang dianggap tepat. Dengan banyaknya pengetahuan yang diberikan,
diharapkan peserta didik memahami dan mampu mengikuti setiap
pembelajarannya.
3. Membangun konsentrasi pikiran.Dalam teori ini adanya penguatan dan hukuman
dirasa perlu. Penguatan ini akan membantu mengaktifkan siswa untuk
memperkuat munculnya respon. Hukuman yang diberikan adalah yang sifatnya
membangun sehingga peserta didik mampu berkonsentrai dengan baik.
4. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
5. Guru tidak membiasakan memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar
mandiri. Jika murid menemukan kesulitan baru ditanyakan pada guru yang
bersangkutan.
6. Mampu membentuk suatu prilaku yang diinginkan mendapatkan pengakuan
positif dan prilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative yang
didasari pada prilaku yang tampak.
7. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk sebelumnya.
Jika anak sudha mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi
dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih
optimal.
8. Bahan pelajaran yang telah disusun hierarkis dari yang sederhana sampai pada
yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil
yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu mampu
menghasilakan suatu prilaku yang konsisten terhadap bidang tertentu.
9. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimuls yang lainnya dan seterusnya
sampai respons yang diinginkan muncul.
10. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsure-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya
tahan.
Kelemahan Teori Behavioristik:
1. Pembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru sehingga terkesan menjadi
bersikap otoriter kepada siswa.Apabila teori ini diterapkan terus menerus tanpa
ada cara belajar lain, maka bisa dipastikan mereka akan tertekan, tidak menyukai
guru dan bahkan malas belajar.
2. Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
3. Peserta didik hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan
guru. Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan perkembangannya.
Peserta didik cenderung pasif dan bosan. Peserta didik hanya mendengarkan
dengan tertib penjelasan guru. Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran
model kuno karena menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara
belajar yang efektif
4. Pemberian hukuman dianggap menjadi salah satu cara atau pilihan yang paling
efektif untuk menertibkan siswa.
5. Sebuah konsekwensi untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah
siap.
6. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode ini.
7. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan
apa di dengar dan di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
8. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru
dianggap sebagai metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
9. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan oleh guru
10. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelsan dari guru dan mendengarkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga
inisiatf siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak
bisa diselesaikan oleh siswa.
11. Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif,
tidak produktif, dan menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
12. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru(teacher cenceredlearning) bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
13. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan terjadinya
proses pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai
center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan
apa yang harus dipelajari murid.
E. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan Pembelajaran
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya
perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila
dikenai hukuman.

Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah
untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang
dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir
seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pembelajar
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.

Demikian halnya dalam pembelajaran, pembelajar dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-
standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar.
Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang
nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.

Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang


memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan
respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang
mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi
sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan
penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan
pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan
belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi
hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan
aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri
pebelajar.

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan


pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada
ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke
keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga
aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan
penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib
tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar. Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya.

Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran,
dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan
evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
F. Contoh Kasus Penerapan Teori Belajar Behaviorisme:
Ani merupakan seorang murid yang tidak begitu berprestasi di bidang akademik
sewaktu duduk di bangku SD. Setelah mengamati anak perempuannya yang tak becus
dalam urusan sekolah, Ibu Ani menawarkan sebuah perjanjian yang ternyata dapat
menumbuhkan motivasi belajarnya. Apabila Ani bisa memperoleh peringkat sepuluh
besar, Ani akan terbebas dari segala urusan rumah tangga, seperti mengepel,
menyapu, mencuci, dan lain sebagainya. Alhasil, Ani pun giat belajar demi terbebas
dari kewajiban membantu ibu. Dan tanpa disangka, Ani berhasil memperoleh
peringkat pertama. Senyuman penuh kebahagian, syukur, dan rasa bangga pun yang
terukir di wajah ibu setelah pulang mengambil rapor. Hal ini menyebabkan Ani
menjadi kian kalut dalam usaha mempertahankan juara kelas dari tahun ke tahun. Dan
banyak hal positif yang Ani rasakan setelah itu, seperti lebih dihargai teman dan guru.
Sayangnya, ketika Ani gagal menjaga konsistensi tersebut, maka Ani akan
mendapatkan beberapa hal sebagai ganjaran, seperti berkurangnya waktu bermain dan
tentu harus tetap mengerjakan tugas bersih-bersih rumah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan maslah yang kita bahas, dapat diambil kesimpulan:
1. Teori behavioristik merupakan teori belajar yang lebih menekankan pada
perubahan tingkah laku serta sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon.
2. Menurut teori belajar behavioristik, belajar merupakan suatu proses perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar apabila ia bisa menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
3. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

B. Saran
Kita sebagai calon guru harusnya mampu mendidik para peserta didik kita dengan
baik, dengan metode serta teori yang tepat sehingga proses belajar mengajar berjalan
dengan baik. Oleh karena itu pelajarilah teori-teori pembelajaran yang ada agar kita
mampu menemukan kecocokan dalam metode mengajar yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Riyanto, Yatim. 2009.Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Pranada Media
Group.
Riyanto, Yatim. 2009.Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Pranada Media
Group.

Anda mungkin juga menyukai