Beberapa kritik yang juga merupakan kekurangan model desain ini, adalah:
2) Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat,
yang sedang berlangsung saat sekarang.
1) Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis logis,
maka penyusunannya cukup mudah.
2) Bentuk ini sudah dikenal lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga
lebih mudah untuk dilaksanakan.
4) Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah
metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi.
5) Bentuk ini sangat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan
budaya masa lalu.
Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan, disciplines design tidak seperti subject
design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman
(understanding). Para peserta didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar
suatu disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga
didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya (modes of inquiry and
discovery). Hanya dengan menguasai hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan
memahami masalah dan mampu melihat hubungan berbagai fenomena baru.
2. Learner-Centered Design
Sebagai reaksi sekalus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan subject
centered design berkembang learner centered design. Desain ini berbeda dengan subject
centered, yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya, dan
karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari kurikulum.
Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam
pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah perserta didik sendiri.
Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong dan
memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukanlah
tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berprilaku,
belajar dan juga berkembang sendiri. Learned centered design bersumber dari konsep
Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik.
Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.
Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan
subject centered.
Ada beberapa variasi model ini salah satunya yaitu the activity atau experience
design.
The Activity atau Experience Design
Model desain ini berawal pada abad 18, atas hasil karya dari Rousseau dan Pestalozzi,
yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930-an pada masa kejayaan pendidikan
progresif.
Berikut beberapa ciri utama activity atau experience design. Pertama, struktur kurikulum
ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam mengimplementasikan ciri ini
guru hendaknya:
2) Membantu para siswa memlih mana yang paling penting dan urgen. Hal ini cukup
sulit, sebab harus dapat dibedakan mana minat dan kebutuhan yang sesungguhnya dan
mana yang hanya angan-angan. Untuk itu guru harus menguasai benar perkembangan dan
karakteristik peserta didik.
– Karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik,
maka kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh guru
dengan para siswa. Demikian juga tujuan yang akan dicapai, sumber-sumber belajar,
kegiatan
belajar dan prosedur evaluasi, dirumuskan bersama siswa. Istilah yang mereka gunakan
adalah teacher –student planning.
Ada beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini, Pertama, karena kegiatan
pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik, maka motivasi belajar
bersifat intrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar. Fakta-fakta, konsep, keterampilan
dan proses pemecahan dipelajari peserta didik karena hal itu mereka perlukan. Jadi belajar
benar- benar relevan dan bermakna. Kedua, pengajaran memperhatikan perbedaan
individual. Mereka turut dalam kegiatan belajar kelompok karena membutuhkannya,
demikian juga kalau mereka melakukan kegiatan individual. Ketiga, kegiatan-kegiatan
pemecahan masalah memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi
kehidupan di luar sekolah.
Beberapa kritik yang menunjukkan kelemahan dilontarkan terhadap model desain
kurikulum ini diantaranya:
1) Penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu cocok dan memadai
untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan. Kehidupan dunia modern sangat
kompleks, peserta didik belum tentu mampu melihat dan merasakan kebutuhan-kebutuhan
esensial.
2) Kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan peserta didik, dasar apa
yang digunkan untuk menyusun struktur kurikulum. Kurikulum tidak mempunyai pola dan
struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya benar, sebab beberapa tokoh activity design telah
mengembangkan stuktur ini. Dewey dalam sekolah loboratoriumnya menyusun struktur
disekitar kebutuhan manusia, kebutuhan social, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan
untuk meneliti dan bereksperimen dan kebutuhan untuk berekspresi dan keindahan.
3) Activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens bahan. Dasar
minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat untuk menyusun sekuens, sebab
minat mudah sekali berubah karena pengaruh perkembangan, kematangan dan factor-
faktor lingkungan. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan ketiga ini:
Usaha untuk menemukan sekuens perkembangan kemampuan mental peserta didik,
seperti perkembangan kemampuan kognitif dari Piaget,
Penelitian tentang pusat-pusat minat yang lebih terinci dijadikan dasar penyusunan
sekuens kurikulum.
Kritik terhadap model desain kurikulum ini dikatakan tidak dapat dilakukan oleh guru
biasa. Kurikulum ini menuntut guru ahli general education plus ahli psikologi
perkembangan dan human relation. Model desain ini sulit menemukan buku-buku
sumber, karena buku yang ada disusun berdasarkan subject atau discipline design.
Kesulitan lain adalah apabila peserta didik akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi,
sebab di perguruan tinggi digunakan model subject atau discipline design.
Beberapa kritik dilontarkan dan menunjukkan kelemahan model desain ini diantaranya:
Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial
(penting) sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda-beda.
Sebagai akibat dari kesulitan pertama, maka lemahnya atau kurangnya integritas dan
kontinuitas organisasi isi kurikulum.
Desain tersebut sama sekali mengabaikan warisan budaya, padahal apa yang telah
ditemukan pada masa lalu penting untuk memahami dan memecahkan masalah-
masalah masa kini.
Karena kurikulum hanya memusatkan perhatian pada pemecahan masalah social pada
saat sekarang, ada kecenderungan untuk mengindroktrinasi peserta didik dengan
kondisi yang ada, peserta didik tidak melihat alternatif lain, baik yang mengenai masa
lau maupun masa yang akan datang, desain tersebut akan mempertahankan status quo.
Sama halnya dengan kritik terhadap learner centered design, baik guru maupun buku
dan media lain tidak banyak yang disiapkan untuk model tersebut sehingga dalam
pelaksanaannya akan mengalami beberapa kesulitan.
1) The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan antar-mata
pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang mendasari atau menjadi inti mata
pelajaran lainnya dijadikan core.
2) The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the separate subjects
design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat hubungannya.
3) The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subject,
pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih banyak.
Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi dipadukan menjadi studi
kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum yang dapat
diinjau dari berbagai sudut pandang.
4) The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari pendidikan progresif
dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada learner centered, the
activity/experience core dipusatkan pada minat-minat dan kebutuhan peserta didik.
5) The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan progresif,
tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya. Berbentuk pendidikan umum
yang isinya diambil dari masalah-masalah yang muncul di masyarakat. Bentuk desain ini
dipandang sebagai core design yang paling murni dan paling cocok untuk program
pendidikan umum.
6) The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk dari pendidikan
progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the areas of living core.
Perbedaannya terletak pada the areas of licing core didasarkan atas kegiatan-kegiatan
manusia yang universal tetapi tidak berisi hal yang controversial, sedangkan the social
problems core di dasarkan atas problema-problema yang mendasar dan bersifat
controversial. Beberapa contoh masalah social yang menjadi tema model core design ini
adalah kemiskinan, kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan sebagainya.
Hal-hal di atas adalah sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan dan berisi suatu
controversial bersifat pro dan kontra. The areas of living core cenderung memelihara dan
mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core mencoba memberikan
penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai social dan pribadi yang berbeda.
1. Menentukan hal-hal esensial yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan domain.
2. Identifikasi domain tujuan pembelajaran
3. Identifikasi tipe peluang belajar yang mungkin
4. Menentukan desain kurikulum yang cocok
5. Menyiapkan desain kurikulum secara tentative
6. Identifikasi persyaratan implementasi
Karakteristik Desain Kurikulum