Anda di halaman 1dari 6

.

Pengorganisasian kurikulum

            Organisasi kurikulum adalah   struktur program kurikulum yang berupa kerangka


umum  program-program pengejaran yang disampaikan kepada peserta didik atau
pembelajaran  yang ditetapkan. Organisasi kurikulum merupakan asas yang penting dalam
pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, sebab menentukan
isi pembelajaran, menentukan cara penyampaiyan pembelajaran.[4]

            Ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam organisasi kuikulum diantaranya
berkaitan dengan ruang lingkup (scope), urutan bahan (sequence), kontinuitas, keseimbangan, dan
keterpaduan (integrated).[5]

            Ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran merupakan salah satu prinsip yang harus
dipertimbangkan  dalam suatu kurikulum. Setiap pola kurikulum memiliki memiliki ruang lingkup
materi pelajran yang berbeda. Selain cakupan materi, yang perlu diperhatikan adalah organnisasi
kurikulum, yaitu bagaimana urutan materi tersebut harus disajikan dalam kurikulum.

            Kontinuitas kurikulum dalam organisasi kurikulum perlu diperhatikan terutama berkaitan


dengan substansi bahan yang diplejari siswa, jangan sampai terjadi pengulangan yang tidak perlu
atau loncatan-loncatan materi yang tidak jelas kaitan dan gradasi tingkat kesukarannya.

            Keseimbangan bahan pelajaran perlu dipertimbangkan dalam organisasi kurikulum. Ada dua
aspek yang harus diperhatikan, 1) keseimbangan substansi bahan atau isi kurikuklum,
2) keseimbangan yang berkaitan dengan cara atau proses belajar. Pengkategorian sistem organisasi
kurikulum, 1) organisasi kurikulum berdasarkan mata pelajaran, 2) organisasi kurikulum terintegrasi.

.      Organisasi Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran (Subject Curriuculum) Dibedakan atas empat


pola, yaitu: Separated Subject Curriculum, Correlated Curriculum, Broadfields Curriculum, dan
Integrated Curriculum.

1.     Mata Pelajaran Terpisah (Separated Subject Curriculum)

            Mata  pelajaran yang terpisah-pisah bertujuan agar generasi muda mengenal hasil-hasil


kebudayaan dan pengetahuan umat manusia yang telah dikumpulkan secara berabad-abad, agar
mereka tidak perlu mencari dan menemukan kembali dengan apa yang telah diperoleh dari generasi
terdahulu.[6]

            Dalam proses pembelajarannya, bentuk kurikulum ini cenderung kurang mempehatikan


aktivitas siswa, karena yang dianggap penting adalah penyampaian sejumlah informasi sebagai
bahan pelajaran dapat diterima dan dihafal oleh siswa.

            Secara fungsional, bentuk kurikulum ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan  pola


mata pelajaran yang terpisah-pisah, yaitu:
a.    Bahan pelajran diberikan atau dipelajari secara terpisah-pisah, tidak menggambarkan adanya
hubungan antra materi satu dengan materi yang lainnya.

b.       Bahan pelajaran yang diberikan atau yang dipelajari siswa tidak bersifat aktual.

c.      Proses belajar lebih mengutamakan aktivitas guru sedangkan siswa cenderung pasif.

d.     Bahan pelajaran tidak berdasarkan pada aspek permasalahan sosial yang dihadapi siswa
maupun kebutuhan masyarakat.

e.      Bahan pelajaran merupakan informasi maupun pengetahuan dari masa lalu yang terlepas
dengan kejadian masa sekarang dan masa yang akan datang.

f.       Proses dan bahan pelajaran sangat kurang memperhatikan bakat, minat, dan kebutuhan siswa.

Kelebihan pola mata pelajaran terpisah-pisah adalah:

1)      Bahan pelajaran disusun secara sistematis, logis, sederhana, dan mudah dipelajari.

2)      Dapat dilaksankan untuk mewariskan nilai-nilai dan budaya terdahulu.

3)      Kurikulum ini mudah diubah dan dikembangkan.

4)      Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain, bahkan mudah untuk diperluas dan
dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu yang ada.

2.  Mata Pelajaran Terhubung (Correlated Curriculum)

            Pola kurikulum korelasi yaitu pola organisasi isi kurikulum yang menghubungkan pembahasan
suatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, atau satu pokok bahasan dengan pokok
bahasan lainnya. Materi kurikulum yang terlepas-lepas diupayakan dihubungkan dengan materi
kurikulum atau mata pelajaran yang sejenis atau relevan dengan tujuan pembelajaran sehingga
dapat memperkaya wawasan siswa.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pola kurikulum jenis ini. Kekurangannya adalah :

a.       Bahan pelajaran yang diberikan kurang sistematis serta kurang begitu mendalam.

b.      Kurikulum ini kurang menggunakan bahan pelajaran yang aktual yang langsung berhubungan
dengan kehidupan nyata siswa.

c.       Kurikulum ini kurang memperhatikan bakat, minat dan kebutuhan siswa.

d.      Apabila prinsip penggabungan belum dipahami kemungkinan bahan pelajaran yang


disampaikan terlampau abstrak.

            Sedangkan kelebihan pola mata pelajaran terhubung (correlated curriculum) adalah :

a.       Ada keterhubungan antar materi pelajaran walau sebatas beberapa mata pelajaran.
b.      Memberikan wawasan yang lebih luas dalam lingkup satu bidang studi.

c.       Menambah minat siswa untu mempelajari mata pelajaran yang terkorelasi

Bahan pelajaran dalam organisasi kurikulum ini memungkinkan substansi pembelajaran bisa lebih
bermakna dan mendalam dibandingkan dengan mata pelajaran yang terpisah-pisah.

3. Broadfiels Curriculum

            Adalah organisasi kurikulum yang menghapuskan batas-batas mata pelajaran dan


menyatukan mata pelajaran yang memiliki hubungan erat dalam satu kesatuan. Tipe organisasi ini
mula pertama dikemukakan oleh Phenik, tujuannya adalah agar para pendidik mengerti jenis-jenis
arti perkembangan kebudayaan yang efektif, manfaat yang didapat dari berbagai ragam disiplin ilmu,
dan upaya mendidik anak agar menghasilkan anak yang civilized

            Beberapa disiplin ilmu sejenis disatukan dalam satu mata pelajaran tertentu. Nama payung
mata pelajaran ini bisa beragam, namun dalam sistem pendidikan formal atau persekolahan, kita
mengenal, nama mata pelajaran :

a.       Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil peleburan dari Ilmu Fisika, Ilmu Hayat, Ilmu
Kimia dan Ilmu Kesehatan.

b.      Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan hasil peleburan Ilmu Bumi, Sejarah,

Civic, Hkum, Geografi, Ekonomi, dll.

c.       Bahasa, hasil peleburan Membaca, Menulis, Menyimak, Mengarang dan Pengetahuan Bahasa.

d.      Matematika, hasil peleburan dari Berhitung, Aljabar, Ilmu Ukur Sudut, Bidang, Ruang dan
Statistik

e.       Kesenian, hasil peleburan dari Seni Tari, Seni Suara, Seni Klasik, Seni Pahat dan Drama

            Model Organisasi ini memilki keunggulan, diantaranya adalah mata pelajaran akan semakin
dirasakan kegunaannya, sehingga memungkinkan pengadaan mata pelajaran yang kaya akan
pengertian dan mementingkan prinsip dasar generalisasi. Sementara kelemahannya adalah hanya
memberikan pengetahuan secara sketsa, abstrak, kurang logis dari suatu mata pelajaran (Soetopo
dan Soemanto dalam Idi 1999: 29-30)

2.3.2 Orientasi Pengembangan Kurikulum di Indonesia

Dalam usaha mengefektifkan implementasi kurikulum pendidikan harus memperhatikan prinsip


dasar salah satunya yaitu, prinsip orientasi pada tujuan. Artinya agar seluruh kurikulum terarah,
perlu diarahkan pada tujuan pendidikan yang tersusun sebelumnya. Selain itu, perlu adanya
persiapan khusus bagi penyelenggara pendidikan untuk menetapkan tujuan-tujuan yang harus
dicapai oleh peserta didik seiring dengan tugas manusia sebagai hamba dan khalifah Allah
(Muhaimin, 1993: 193-194).

Perubahan kurikulum dari masa ke masa ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Lebih menitik beratkan pencapaian target kompetensi (attainment targets) daripada


penguasaan.

b. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.

c. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksanaan pendidikan di lapangan untuk
mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

Orientasi Pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut enam aspek, yaitu:

1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan. Artinya , hendak dibawa ke mana
siswa yang kita didik itu.

2. Pandangan tentang anak. Apakah anan dianggap sebagai organisme yang aktif atau pasif.

3. Pandangan tentang proses pembelajaran. Apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai
proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah prilaku.

4. Pandangan tentang lingkungan. Apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau
secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.

5. Konsepsi tentang peran guru . Apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat
otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada
anak untuk belajar.

6. Evaluasi belajar. Apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau nontes.

Orientasi pengembangan kurikulum diartikan sebagai sebuah arah atau pendekatan yang memiliki
penekanan tertentu pada suatu hal dalam mengembangkan kurikulum baik bagi para pengembang
kurikulum maupun para pelaksana di sekolah. Pengenalan atau orientasi yang dapat dilakukan
adalah sebagai berikut :

1) Orientasi pada bahan pengajaran

Orientasi pada bahan pelajaran yakni masalah bahan pelajaran sangat di tekankan dan
dijadikan pangkal kerja. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendekatan ini mengajarkan
materi pelajaran dahulu dan setelah itu menjabarkannya ke dalam pokok-pokok dan sub-sub
pokok bahasan yang nantinya akan diajarkan kepada siswa.

Pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan bahan-bahan pelajaran didasarkan pada:

a. Penting atau tidaknya bahan pelajaran tersebut untuk diajarkan di sekolah tertentu.

b. Manfaat dari bahan tersebut.

c. Kerelevansianya dengan kebutuhan anak setelah nantinya terjun ke masyarakat.


Pengembangan kurikulum yang berorientasi pada bahan pelajaran yang dipentingkan adalah apa
materi atau bahan yang disajikan, bukan pada apa tujuannya, sebab tujuan dapat ditentukan setelah
jelas bahan pelajaranya.

Kelebihannya:

Adanya kebebasan dan keluwesan dalam memilih dan menentukan bahan atau materi pelajaran
yang akan diajarkan sebab tidak ada tujuan-tujuan yang membuatnya terikat.

Kelemahannya:

Bahan pelajaran yang disusun kurang jelas arah dan tujuannya. Kurang adanya pegangan yang pasti
untuk menentukan cara atau metode yang cocok untuk dipakai menyajikan materi tersebut. Kurang
jelas segi apa yang harus dinilai pada murid setelah berakhirnya kegiatan dan bagaimana cara
menilainya.

2) Orientasi pada tujuan

Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempati rumusan atau penetapan tujuan yang
hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar. Seperti tertera pada Hirarki Tujuan Pendidikan Indonesia terdiri atas:

a. Tujuan Nasional-Tujuan Pendidikan Nasional.

b. Tujuan Institusional-Tujuan Kurikuler.

c. Tujuan Instruksional, yang terbagi lagi menjadi Tujuan Instruksional umum, dan Tujuan
Instruksional Khusus.

Masing-masing tujuan yang ada di bawahnya terkait secara langsung dengan tujuan yang ada di
atasnya. Penyusunan kurikulum dengan orientasi berdasarkan tujuan, artinya bahwa tujuan
pendidikan dicantumkan terlebih dahulu. Tujuan pendidikan di Indonesia tertera pada GBHN. Atas
dasar tujuan-tujuan yang telah ada, selanjutnya ditetapkan pokok-pokok bahan pelajaran dan
kegiatan belajar mengajar, yang kesemuanya itu diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
diinginkan. Pengembangan kurikulum yang menganut pendekatan berorientasi pada tujuan ini
mendasarkan diri pada tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan secara jelas dari tujuan
nasional sampai tujuan instruksional. Dalam hal ini kegiatan pertama adalah merumuskan tujuan-
tujuan pendidikan yang akan dilaksanakan dan dicapai melalui kegiatan belajar mengajar mengajar.

Dalam pengembangan semacam ini yang menjadi persoalan adalah menentukan tujuan-tujuan atau
harapan apa yang diinginkan dari tercapainya hasil pembelajaran tersebut. Pengembangan
kurikulum yang semacam ini di Indonesia adalah kurikulum 1975. Berdasarkan tujuan yang
dirumuskan tersebut maka disusun atau diterapkanlah bahan pelajaran yang meliputi pokok-pokok
dan sub-sub pokok bahasan sehingga lebih terarah.

Kelebihannya:

a. Tujuan yang ingin dicapai sudah jelas dan tegas, sehingga bahan, metode, jenis-jenis kegiatan
juga jelas dalam menetapkannya. Karena telah ada tujuan-tujuan yang jelas maka memudahkan
penilaian- penilaian untuk mengukur hasil kegiatan.

b. Hasil penilaian yang terarah akan mampu membantu para pengembang kurikulum
mengadakan perbaikan – perbaikan / perubahan – perubahan penyesuaian yang diperlukan.
Kekurangannya:

a. Sulit

b. Merumuskan, apalagi jika merumuskan secara operasional setiap kali melaksanakan kegiatan
belajar mengajar.

3) Orientasi pada keterampilan proses

Dalam pendekatan ini yang lebih di tekankan adalah masalah kegiatan proses belajar mengajar apa
yang harus dilakukan siswa dan bagaimana cara melakukan proses harus di pikirkan dan
dikembangkan. Keterampilan proses adalah pendekatan belajar mengajar yang memberi tekanan
kepada proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan
perolehannya. Pendekatan keterampilan proses diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien
dalam mencapai tujuan pelajaran. Titik berat yakni memikirkan, merencanakan, dan melaksanakan
bagaimana, cara dan langkah-langkah agar siswa menguasai keterampilan serta memahami ilmu
pengetahuan.

Pengembangan kurikulum di Indonesia yang menganut orientasi tersebut adalah kurikulum 1984.
Pendekatan ini menurut keaktifan keduanya, baik guru maupun siswa. Guru secara aktif
merencanakan, memilih, menentukan, membimbing, menyerahi kegiatan, sedang siswa harus
terlibat baik secara fisik, mental, maupun emosional, serta mereka harus menemukan sendiri,
mengelola, mempergunakan serta mengkomunikasikan segala hal yang di temukan dalam proses
belajar.

Kelebihan:

a. Pendekatan lebih mengutamakan siswa dapat menguasai keterampilan “bagaimana cara


belajar” (how learn to learn) daripada hasilnya.

b. Dapat mempergunakan dan mengembangkan sendiri keterampilan yang telah didapat. Jadi
dengan pendekatan ini diharapkan siswa akan berlatih mencari, menemukan, dan mengembangkan
sendiri masalah-masalah pengetahuan, dalam hal ini guru harus menciptakan suasana yang baik dan
diperlukan kemampuan untuk bertanya, membuat siswa aktif menjawab pertanyaan siswa serta
mengorganisasi kelas.

Kekurangan:

Mengorganisasi kelas, sebab dalam hal ini guru dituntut aktif secara dapat membuat siswa ikut aktif.

Anda mungkin juga menyukai