Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KULIAH

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

MATA KULIAH : KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

DOSEN PENGAMPU : Dr. ANDY USMAN, M.Pd


Dr. H. SYAHWANI, M.Pd

PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Disusun Oleh:

1. MARSUPANDI NIM : F2151161005


2. PANGGAH RIDHO B NIM : F2151161004

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terbitnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang disertai dengan munculnya kebijakan-kebijakan lainnya seperti PP Nomor
19/2005, Permendiknas Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006 saat ini membawa
pemikiran baru dalam pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia yang mengarah
pada berkembangnya keinginan untuk melaksanakan otonomi pengelolaan
pendidikan. Otonomi pengelolaan pendidikan ini diharapkan akan mendorong
terciptanya peningkatan pelayanan pendidikan kepada masyarakat yang bermuara
pada upaya peningkatan kualitas pengelolaan pendidikan pada tataran paling bawah
(at the bottom) yaitu sekolah atau satuan pendidikan.
Pemberdayaan sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar dalam
pengembangan kurikulum, disamping menunjukkan sikap tanggap pemerintah
terhadap tuntutan masyarakat juga dapat ditujukan sebagai sarana peningkatan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Adanya otonomi dalam pengembangan
kurikulum ini merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja para
pengelola sekolah termasuk guru dan meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap pendidikan. Selain itu, otonomi dalam pengembangan kurikulum
memberikan keleluasaan kepada sekolah dalam mengelola sumber daya dan
menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, serta mendorong profesionalisme
para pengawas, kepala sekolah, dan guru. Dalam pelaksanaan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kepala sekolah dan guru memiliki kesempatan yang sangat luas
dan terbuka untuk melakukan inovasi pengembangan kurikulum, misalnya dengan
cara melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan sekolah itu berada.
Kepala sekolah dan guru menjadi perancang kurikulum (curriculum
designer) bagi sekolahnya berdasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan
sekaligus melaksana-kan, membina, dan mengembangkannya. Melaksanakan
kurikulum yaitu mentransformasikan isi kurikulum yang tertuang dalam silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran kepada siswa dalam proses pembelajaran.
Membina kurikulum yaitu mengupayakan kesesuaian kurikulum aktual dengan

1
kurikulum potensial sehingga tidak terjadi kesenjangan. Mengembangkan
kurikulum yaitu upaya meningkatkan dalam bentuk nilai tambah dari apa yang telah
dilaksanakan sesuai dengan kurikulum potensial.
Kepala sekolah dan guru berkesempatan juga melakukan penilaian langsung
terhadap berhasil tidaknya kurikulum tersebut. Dengan melakukan penilaian dapat
diketahui kekurangan dalam pelaksanaan dan pembinaan kurikulum yang sedapat
mungkin diatasi, dicarikan upaya lain yang lebih baik, sehingga diperoleh hasil
yang lebih optimal. Dalam hal inilah, peranan pengawas sekolah (supervisor) sangat
dibutuhkan untuk membina kepala sekolah dan guru dalam merancang,
melaksanakan, membina, mengembangkan, sampai mengevaluasi kurikulum pada
tingkat satuan pendidikan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana konsep kebijakan pengembangan kurikulum di indonesia?
2. Apa yang dimaksud dengan sentralisasi dan desentralisasi pendidikan?
3. Apa saja tingkatan pengambilan keputusan?
4. Bagaimana tahap-tahap pengembangan kurikulum?
5. Bagaimana perencanaan kegiatan pembelajaran?

C. Tujuan
Adapun tujuan yang dibahas yaitu:
1. konsep kebijakan pengembangan kurikulum di indonesia
2. pengertian sentralisasi dan desentralisasi pendidikan
3. tingkatan pengambilan keputusan
4. Tahapan pengembangan kurikulum
5. pengertian perencanaan kegiatan pembelajaran

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Kebijakan Pengembangan Kurikulum di Indonesia


Kecenderungan yang nampak dari pelaksanaan kurikulum pada waktu yang
lalu yaitu adanya penekanan makna mutu pendidikan yang lebih banyak dikaitkan
dengan aspek kemampuan akademik, khususnya pada aspek kognitif. Hal tersebut
berdampak pada terabaikannya aspek akhlak, budi pekerti, seni, dan kecakapan
yang diperlukan oleh siswa untuk menghadapi kehidupannya. Indikator-indikator
yang mendukung kecenderungan tersebut, berdasarkan hasil evaluasi Ditjen
Dikdasmen Depdiknas, di antaranya:
1. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
materi/substansi setiap mata pelajaran.
2. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait
dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
3. Terjadinya deviasi misi mata pelajaran tertentu dengan kegiatan belajar
mengajar, seperti mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Kerajinan
Tangan dan Kesenian yang lebih menekankan proses pembelajaran teoretis.
4. Bersifat sangat populis yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk
semua siswa di seluruh tanah air yang sebenarnya memiliki potensi, aspirasi,
dan kondisi lingkungan yang berbeda.
5. Kurang memberikan kemerdekaan pada guru dan tenaga kependidikan lainnya
untuk melakukan improvisasi dan justifikasi sesuai kondisi lapangan.
Pada saat yang sama diperlukan penyesuaian-penyesuaian untuk menjawab
persoalan pengurangan beban kurikulum dan penyeimbangan antara kognisi dan
emosi, pengembangan kecakapan hidup (lifeskills), pendidikan nilai, keterkaitan
dengan dunia kerja, pendidikan multikultur, multi bahasa, pendidikan
berkelanjutan, pengembangan kepekaan estetika, proses belajar sepanjang hayat,
profil kemampuan lulusan, globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan
pengembangan konsep sekolah sebagai pusat budaya (centre of culture). Semua itu

3
sangat mendukung perlunya penyesuaian dan perubahan kurikulum yang signifikan
bagi masa depan anak bangsa.
Dilihat dari pengalaman-pengalaman dalam pelaksanaan kurikulum
sekolah, terutama kurikulum tahun 1968, 1975, 1984, beserta struktur kurikulum
yang dikembangkannya, pendekatan pengembangan kurikulum di Indonesia lebih
bersifat sentralistik, artinya kebijakan pengembangan kurikulum dilakukan pada
tingkat pusat (Kurikulum Nasional). Pada kurikulum tahun 1994 sesuai dengan
munculnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional beserta peraturan pemerintah yang menyertainya, kebijakan
pengembangan kurikulum terbagi menjadi dua bagian yang sering dikenal dengan
kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal. Kurikulum nasional adalah
kurikulum yang isi dan bahan pelajarannya ditetapkan secara nasional dan wajib
dipelajari oleh semua siswa sekolah dasar di seluruh wilayah Indonesia, termasuk
di sekolah Indonesia yang berada di luar negeri. Kurikulum muatan lokal ialah
kurikulum yang isi dan bahan kajiannya ditetapkan dan disesuaikan dengan
keadaan lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya serta kebutuhan pembangunan
daerah.
Kebijakan pengembangan kurikulum sudah diwarnai oleh semangat
otonomi daerah, meskipun kurikulum itu ditujukan untuk mencapai tujuan
nasional, tetapi cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan
daerah. Pelaksanaan kurikulum menerapkan prinsip Kesatuan dalam Kebijakan
dan Keberagaman dalam Pelaksanaan. Standar nasional disusun pusat dan cara
pelaksanaannya disesuaikan masing-masing daerah/sekolah. Perwujudan Kesatuan
dalam Kebijakan tertuang dalam pengembangan Kerangka Dasar, Standar
Kompetensi Bahan Kajian, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran, beserta
Pedoman Pelaksanaannya. Perwujudan Keberagaman dalam Pelaksanaan
tertuang dalam pengembangan silabus dan skenario pembelajaran. Pendekatan
yang digunakan saat itu yaitu pendekatan kurikulum berbasis kompetensi
(competency-based curriculum). Pendekatan ini menjadi pilihan dalam untuk
menghadapi berbagai persoalan dengan harapan:
1. Adanya peningkatan mutu pendidikan secara nasional.

4
2. Dilakukan secara responsif terhadap penerapan hak-hak azasi manusia,
kehidupan demokratis, globalisasi, dan otonomi daerah.
3. Agar pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif
sesuai dengan standar mutu nasional dan internasional.
4. Agar pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif berbagai
perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta tuntutan
desentralisasi.
5. Lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajaran
terhadap kepentingan daerah dan karakteristik siswa serta tetap memiliki
fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdiversifikasi.
Sebagai kelanjutan dari terbitnya UU Nomor 20/2003, telah terbit juga
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
yang di dalamnya memuat ketentuan mengenai delapan standar, yaitu: (1) standar
isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan
tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7)
standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.
Penetapan standar-standar di atas bertujuan untuk menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Standar tersebut juga memiliki
fungsi sebagai dasar perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan untuk
mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Untuk mengembangkan,
memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi pencapaian standar tersebut telah
dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang merupakan badan
mandiri/independen yang secara struktural bertanggung jawab kepada Mendiknas.
Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa setiap sekolah/madrasah dapat
mengembangkan kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan
Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Sekolah yang telah melakukan uji coba
kurikulum 2004 secara menyeluruh dapat secara mandiri mengembangkan
kurikulumnya berdasarkan SKL, SI dan Panduan Umum mulai tahun ajaran
2006/2007.

5
B. Sentralisasi Pengembangan Kurikulum
Sentralisasi atau sistem pengembangan kurikulim secara sentral
(terpusat) adalah keterlibatan pemerintah pusat dalam mengembangkan kurikulum
atau program pendidikan yang akan diterapkan pada semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan, yang bertujuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem
pendidikan Nasional.
Adanya sistem sentralisasi pengembangan kurikulum tersebut mempunyai
tujuan agar memperoleh bentuk kurikulum inti yang wewenang penanganannya
diserahkan kepada Menteri Pendidikan Nasional. Pada tingkat provinsi (Tingkat I),
kewenangannya diberikan kepala Kepada Kantor Departemen Pendidikan Nasional
tingkat Kabupaten/Kota, kewenangannya diserahkan kepada kantor Departemen
pendidikan Nasional (Diknas Kabupaten/Kota), dan pada tingkat sekolah tingkat
wewenangnya diserahkan kepala sekolah bersangkutan.
Hierarki kewenangan dalam pengembangan kurikulum tersebut dikenal
dengan nama model pengembangan dari atas ke bawah (top-down), sebaliknya
kadang-kadang terjadi pula (penyusunan pengembangan kurikulum) dari bawah ke
atas.

C. Desentralisasi Pengembangan Kurikulum


Desentralisasi adalah bentuk organisasi yang menghubungkan otonomi
organik dengan aspek-aspek kelembagaan tertentu bagi daerah tertentu yang
ditinjau dari aspek administrasi. Berkaitan dengan makna desentralisasi tersebut,
terdapat makna administrasi yang bersifat desentralisasi sebagai wujud pertanggung
jawaban terhadap siapa yang mempunyai wewenang mengorganisasikan dalam
mencapai kecocokan dan kesesuaian komponen kelembagaan dengan cara menjaga
keseimbangan dan keharmonisan yang dinamis.
Prinsip dasar desentralisasi adalah pendelegasian dari segala otoritas dan
fungsi terhadap semua level hierarkis tersebut. Dalam hubungan dengan
desesntralisasi administratif, secara tradisional terdapat tiga bentuk, sebagaimana
diungkapkan oleh Husen (1985), yakni by tehcnical servic, by territorial function,
and by cooperation. Maksudnya, desentralisasi administrasi kurikulum mempunyai

6
makna yang berkaitan dengan teknik-teknik pelayanan, fungsi teritorial, dan adanya
kerja sama.
Ketetapan suatu pola administratif dan pengembangan kurikulum disuatu
negara sangat bergantung pada kebijakan pemegang otoritas disekolah atau lembaga
yang bersangkutan, dan akan lebih bermanfaat karena dengan alasan sebagai
berikut:
a) Tingkat demokrasi yang lebih tinggi disenangi oleh partisipan (pelaksanaannya).
b) Keputusan-keputusan yang diadopsi dalam basis parsitipasi yang lebih
menginginkan konsensus yang lebih besar.
c) Keputusan-keputusan dalam sistem desentralisasi memerlukan perhatian yang
serius untuk kebutuhan yang kongkrit.
d) Partisipasi mempromosikan proses kreativitas individu untuk manfaat
organisasi.
e) Koherensi organisasi yang bersifat internal disediakan jika koordinasi dan
petunjuknya benar; dan jika hubungan-hubungan atau saluran-saluran
komunikasi yang efisien diadakan.
f) Biaya personalia dan kertas kerja dapat ditekan sedemikian rupa dalam kantong-
kantong pusat (central offices).

D. Tingkatan Pengambilan Keputusan Kurikulum


Secara hierarkis, pengambilan keputusan dalam pembuatan dan
pengembangan kurikulum (khususnya di indonesia) dapat ditinaju dari beberapa
tingkat, yakni:
a) Pengambilan keputusan ditingkat nasional
b) Pengambilan keputusan ditingkat provinsi
c) Pengambilan keputusan ditingkat sekolah; dan
d) Pengambilan keputusan ditingkat kelas
Jika diturutkan tingkat pengambilan keputusan ditinjau dari dari segi
kewenangannya adalah:
a) Departemen
b) Kantor
c) Departemen wilayah

7
d) Sekolah, dan kelas
Sedangkan, jika dilihat dari aspek teoritisnya, pengembangan kurikulum
dapat dilihat dari hierarki pengambilan keputusan dari tingkat-tingkat kelembagaan,
yang terdiri atas Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah, dan Pengembangan
kurikulum di tingkat kelas. Pengembangan Kurikulum di tingkat sekolah merupakan
ide, Malcolm Skilbeck dengan mengajukan langkah-langkah:
a) Analisis situasional;
b) Perumusan tujuan;
c) Penyusunan program;
d) Integrasi dan implementasi;
e) Monitoring, umpan balik, penilaian, dan rekontruksi.
Sedangkan, pengembangan kurikulum di tingkat kelas yang berlaku
sekarang adalah satuan pelajaran yang komponen-komponennya terdiri atas:
1. Pokok bahasan
a) Tujuan Intruksional Umum (TIU)
b) Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
2. Bahan
a) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
3. Alat
a) Sumber Belajar, dan
b) Evaluasi

E. Tahap-Tahap Pengembangan Kurikulum


Tingkat atau tahapan dalam mengembangkan kurikulum suatu sekolah pada
dasarnya berorientasi pada tujuan.
a. Pengembangan kurikulum pada tingkat lembaga yang meliputi tiga
pokok kegiatan, yakni;
1) Perumusan tujuan institusional,
Adalah rumusan tujuan pendidikan yang terdiri dari rumusan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharpkan dicapai anak setelah
menyelesaikan keseluruhan program pendidikan pada suatu sekolah tertentu

8
Ciri-ciri tujuan institusional (suatu sekolah dapat ditinjau dari segi
kategori, aspek yang diukur dan ditingkat kekhususannya, adalag sebagai
berikut :
a) Kategori tujuan institusional
Tujuan intsitusional mempunyai 2 kategori yaitu tujuan
institusional umum dan tujuan institusional khusus. Tujuan institusional
umum menggambarkan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap
ayng bersifat umum. Sedangkan tujuan institusional khusus merupakan
penjabaran dari tujuan institusional umum, yang berisi rumusan
pengetahuan, keterampilan dan sikap pula, yang walupun rumusan masih
bersifat umum.
b) Aspek yang dicakup dalam rumusan tujuan institusional adalah aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap
c) Tingkat kekhususan
Tujuan institusional merupakan penjabaran tujuan nasional yang
kemudian dijabarkan lagi kepada tujuan kurikuler dan tujuan
instruksional.
2) Penetapan isi dan struktur program
Adalah penetapan bidang-bidang studi yang akan diajarkan dalam kurikulum
tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan penetapan struktur program
mencakup :
a) Jenis program pendidikan (umum, akademis, keguruan, kejuruan,
spesialisasi, dsb).
b) Sistem dan jumlah kelas serta unit waktu yang digunakan.
c) Jumlah bidang studi yang diajarkan perminggu/perhari.
d) Jumlah jam pelajaran untuk setiap bidang studi perminggu atau perhari.
3) Penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.
Langkah menyusun strategi pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan,
yang meliputi :
a) Melaksanakan pengajaran
b) Mengadakan penilaian
c) Mengadakan bimbingan dan penyuluhan, dan

9
d) Melaksanakan administrasi dan supervisi
b. Pengembangan Program Tiap Bidang Studi yang meliputi;
Langkah-langkah untuk melaksanakan pengembangan program setiap bidang
studi :
1) Merumuskan tujuan kurikulum
Adalah rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diharapkan
dimiliki murid dalam setiap bidang studi, setelah murid menyelesaikan
program pendidikan di sekolah secara keseluruhan.
2) Merumuskan tujuan instruksional
Adalah rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang merupakan
perincian dari tujuan kurikuler, sebagai dasar untuk menetapkan pokok
bahasan/sub pokok bahasan dalam setiap bidang studi.
3) Menetapkan pokok bahasan/sub pokok bahasan
Atas dasar tujuan instruksional di atas, maka langkah selanjutnya
menetapkan pokok bahasan/sub pokok bahasan untuk setiap bidang studi.
4) Menyusun garis-garis besar pengajaran, terdiri :
a) Atas dasar tujuan kurikuler, tujuan instruksional dan pokok bahasan/sub
pokok bahasan, maka disusunlah garis-garis besar pengajaran (GBPP)
yang berisikan tujuan pengajaran, bahan pengajaran (pokok/sub pokok
bahasan) yang telah disusun perkelas dan persemester yang disertai
keterangan jumlah jam dan sumber bahan yang dapat digunakan.
b) Setelah GBPP selesai disusun, maka dibuatlah pedoman khusus
melaksanakan pengajaran dari masing-masing bidang studi seperti
cara/metoda yang digunakan, alat yang digunakan, cara menilai dan
sebagainya.
c. Pengembangan program pengajaran kelas
Tugas guru dalam rangka mengembangkan program pengajaran adalah :
1) Menetapkan satuan bahasan dari bahan pengajaran yang tercantum dalam
GBPP.
2) Mengembangkan program pengajaran untuk masing-masing satuan bahasan
yang nanti akan dilaksanakan di kelas.

10
F. Perencanaan Kegiatan Belajar Mengajar
Peranan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar adalah:
a) Merencanakan unit pengajaran;
b) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik;
c) Menguraikan kegiatan belajar yang sesuai;
d) Menghubungkan pengalaman belajar dengan minat peserta didik secara
individual;
e) Mengorganisasikan kurikulum;
f) Mengevaluasi kemajuan peserta didik.
Tujuan seorang pendidik dalam membuat rencana pembelajaran adalah agar
tercipta kondidsi aktual sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan pengajaran
yang ditetapkan secara optimal, baik tujuan khusus maupun tujuan umum. Dalam
perencanaan belajar mengajar yang tepat dan mengarah pada tujuan pendidikan
yang hendak dicapai, kemampuan potensial guru yang dikembangkan mencakup:
a) Merumuskan tujuan instruksional;
b) Memanfaatkan sumber-sumber materi pelajaran;
c) Mengorganisasikan materi pelajaran;
d) Membuat, memiliki, dan menggunakan media pendidik yang tepat;
e) Menguasai, memilih, dan melaksanakan metode penyampaian yang tepat untuk
mata pelajaran tertentu;
f) Mengetahui dan menggunakan penilaian (assesment) siswa;
g) Mengatur interaksi belajar mengajar, sehingga efektif dan tidak membosankan;
h) Mengembangkan semua kemampuan yang dimiliki ketingkat yang lebih efektif
dan efisien.

11
DAFTAR PUSTAKA

Hendyat, Soetopo. (2005). Pendidikan dan Pembelajaran, Teori, Permasalahan, dan


Praktek. Malang: UMM Press

Hamalik, Oemar. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Hasan, Hamid S. 2014. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Hasbullah, H.M. 2015. Kebijkan Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

http://majid-pendidikan.blogspot.com/2012/03/rangkuman-buku-evaluasi-program.html
diakses tanggal 2 April 2012.

Widoyoko E. Putro Evaluasi Program Pembelajaran. PT Pustaka Pelajar.

12

Anda mungkin juga menyukai