Nim : 1204620034
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan izin
dan kekuatan kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Hubungan Ilmu dengan Moral”.
Karena itu saya berharap semoga makalah ini dapat menjadi sesuatu yang
berguna bagi kita bersama. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Science is power, Ilmu adalah kekuasaan. Kalimat yang keluar dari mulut filsuf
Inggris, Francis Bacon ini benar adanya. Sejak dalam tahap-tahap pertama
pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Penciptaan ilmu yang
2
pada hakikatnya digunakan untuk menguasai alam demi pemenuhan kebutuhan
manusia, juga digunakan untuk menguasai dan memerangi sesama manusia. Bukan
saja bermacam-macam senjata pembunuh berhasil dikembangkan namun juga
berbagai teknik penyiksaan dan cara memperbudak massa. Di pihak lain, kemajuan
ilmu sering melupakan faktor manusia, dimana bukan lagi teknologi yang
berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan manusia, namun justru
sebaliknya, manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan teknologi.
Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberi kemudahan bagi
kehidupan manusia melainkan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri. Manusia
sering berada dalam situasi yang tidak bersifat manusiawi , terpenjara dalam kisi-kisi
teknologi, yang merampas kemanusiaan dan kebahagiaannya.
Dewasa ini ilmu bahkan sudah berada diambang kemajuan yang mempengaruhi
reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan
gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu
sendiri. Meghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang pada hakikatnya mempelajari
alam sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya;
untuk apa sebenarnya ilmu itu digunakan? Dimana batas wewenang penjelajahan
keilmuwan? Ke arah mana kemajuan ilmu harus diarahkan? Pertanyaan semacam ini
jelas tidak merupakan urgensi bagi ilmuwan seperti Copernicus, Galileo, dan
Ilmuwan seangkatannya. Namun bagi Ilmuwan yang hidup dalam abad ke dua puluh
yang telah mengalami dua kali perang dunia dan hidup dalam bayangan kekhawatiran
perang dunia ketiga, pertanyaan-pertanyaan ini tak dapat dielakkan. Dan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan ini maka ilmuwan berpaling kepada hakikat moral.
3
Ilmuwan golongan pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral
terhadap nilai-nilai, baik itu secara ontologis maupun aksiologis. Dalam tahap ini
tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk
mempergunakannya, terlepas apakah pengetahuan itu dipergunakan untuk tujuan baik
ataukah untuk tujuan yang buruk.
1. Ilmu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang
dibuktikan adanya dua perang dunia yang mempergunakan teknologi-
teknologi keilmuan
2. Ilmu telah berkembang dengan pesat dan makin esoterik sehingga kaum
ilmuwan lebih mengetahui tentang ekses-ekses yang mungkin terjadi bila
terjadi salah penggunaan.
3. Ilmu telah berkembang sedemikian rupa sehingga terdapat kemungkinan
bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki
seperti pada kasus revolusi genetika dan teknik perubahan sosial. Berdasarkan
ketiga hal itu maka golongan kedua berpendapat bahwa ilmu secara moral
harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau
mengubah hakikat kemanusiaan.
4
2.1.3 Peran Moral Terhadap Ilmu
Bila hubungan antara hati dan akal telah diputuskan maka manusia akan
menghadapi kenyataan bahwa pertanyaan tentang hidup ideal tidak akan pernah akan
terjawab. Tanpa landasan moral maka ilmuwan mudah sekali melakukan prostitusi
intelektual. Mereka menilih ilmu dan teknologi sebagai gantungan hidup, padahal
meletakkan ilmu dan teknologi sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan
berarti ia telah menyerahkan kehidupan manusia kepada alat yang dibuatnya sendiri.
Salah seorang tokoh pembuat kebudayaan Islam yang terkenal, Nurcholish Majid,
5
menyimpulkan bahwa paham Humanisme yang dijadikan pegangan masyarakat Barat
yang menyatakan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam akan
meneruskan pengaruhnya melalui rasionalisme, selanjutnya rasionalisme akan
berpengaruh melalui sekularisme. Paham sekularisme itulah yang pada akhirnya
menyebabkan manusia menyerahkan nasibnya pada alat yang dibuatnya sendiri dan
kondisi inilah yang meghasilkan keterasingan, ketidakbermaknaan, ketidakstabilan
hidup dan bermacam-macam penderitaan (1990:91).
6
ekonomi dan politik. Krisis ini merupakan krisis dalam dimensi intelektual, moral
dan spiritual yang belum pernah terjadi dalam sejarah umat manusia. Untuk pertama
kalinya manusia dihadapkan pada ancaman kepunahan ras manusia di planet bumi
ini. Bermacam-macam kehancuran dan kekacauan, kerusakan lingkungan, polusi,
kejahatan kemanusiaan, kehabisan sumber energi, ancaman bahaya nuklir,
kemiskinan, serta kehancuran-kehancuran sosial lainnya yang tentu tidak cukup untuk
menuliskan semuanya di makalah ini. Dinamika yang mendasari masalah-masalah itu
sebenarnya sama, demikian kata Capra (1998:3-10).
Harus ada paradigma baru, kata Capra, yaitu mampu melihat alam semesta ini
sebagai suatu sistem secara keseluruhan. Sementara itu Islam selain ia mengandung
ajaran yang mampu melihat alam semesta secara meyeluruh sebagai suatu sistem dan
dalam kenyataannya Islam telah mampu menciptakan masyarakat yang berbudaya
tinggi sebagaimana diperlihatkan pada negara Madinah pada zaman Rasulullah, Abu
Bakar dan Umar. Hemat penulis, paradigma baru yang mungkin dimaksud Capra itu
adalah paradigma baru yang berdasarkan Islam. Mungkin Capra belum mengenal
Islam.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologis moral dan etika sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-
hari ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang
sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
Kemajuan yang dicapai ilmu dan teknologi bersifat ambivalen, artinya disamping
banyak akibat positif terdapat juga akibat-akibat negatif. Disamping kemajuan yang
luar biasa, ditimbulkan juga banyak masalah-masalah yang baru. Masalah-masalah
baru yang ditimbbulkan ilmu mencakup masalah segi multidimensial. Hal ini
terjadinya karena kekeliruan paradigma ilmu itu sendiri yang hanya melihat alam
semesta ini tidak secara keseluruhan. Tanpa landasa moral, ilmuwan mudah
tergelincir dengan sikap prostitusi intelektual. Agama merupakan sumber moral
memainkan peran yang amat penting dalam mencegah kemungkinan-kemungkinan
masalah etis keilmuwan.
3.2 Saran
Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada
saya. Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya,
karena kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, alfa dan lupa.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu para pembaca disarankan
untuk membaca tentang merancang dan mengelola saluran pemasaran teritegrasi pada
referensi–referensi lainnya, agar pengetahuan pembaca semakin banyak sehingga
memperluas khazanah keilmuan kita.
8
DAFTAR PUSTAKA