Anda di halaman 1dari 36

Pengembangan Instrumen Penilaian Teslet Untuk Mengukur Higher Order

Thinking Skills Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Sambi Kecamatan Sambi

Kabupaten Boyolali

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Ilmu Pendidikan

Oleh:

AAAAAAAAA

PROGRAM MAGISTER ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses,

cara dan perbuatan untuk mendidik. Dalam hal ini, seseorang yang dididik akan

memiliki pemahaman tertentu dan menjadi pribadi yang kritis dalam berpikir.

Secara umum, pendidikan berguna untuk mengembangkan potensi dalam diri

seseorang, baik berupa ilmu pengetahuan, kreativitas, serta perilaku baik yang

akan menjadikannya anggota masyarakat yang bertanggung jawab nantinya.

Di Indonesia sendiri, pendidikan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu

pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.

Pendidikan nonformal ialah proses mendidik yang diberikan secara

terorganisasi di luar pendidikan formal. Biasanya pendidikan nonformal ini

berupa kursus atau lembaga pelatihan dan kelompok belajar. Tujuan

pendidikan nonformal seperti itu biasanya untuk menambah atau melengkapi

dari yang diperoleh pada pendidikan formal.

Kemudian, pendidikan informal ialah pendidikan yang terdapat di

dalam keluarga atau masyarakat yang tidak terorganisasi. Seseorang yang

dididik secara informal biasanya melakukannya dengan mandiri dan penuh

dengan kesadaran, karena pendidikan informal biasanya bertujuan untuk


membentuk karakter dan pribadi seseorang, mengacu pada budi pekerti, etika,

moral, dan wawasan agamanya.

Pendidikan nonformal dan informal tersebut merupakan pendidikan

yang dapat dilakukan selain pendidikan formal, karena kedua bentuk

pendidikan tersebut bisa dikatakan sebagai pendukung seseorang untuk berada

di dalam pendidikan formal. Pendidikan formal sendiri merupakan jenis

pendidikan atau pelatihan yang terorganisasi dan memiliki jenjang. Di

Indonesia, terdapat beberapa jenjang pendidikan formal, dimulai dari

pendidikan dasar (SD), pendidikan menengah (SMP), pendidikan atas (SMA),

dan pendidikan tinggi (Universitas).

Dewasa ini, pendidikan Indonesia telah memakai sistem kurikulum

2013, yang tujuannya membuat para siswa Indonesia lebih aktif dalam proses

pembelajaran. Dalam pandangan kurikulum 2013, proses pembelajarannya

dimaksudkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa dilihat

dari berbagai aspek, yaitu: sikap (afektif), pengetahuan (kognitif) dan

keterampilan (psikomotorik), serta dalam prosesnya berpusat pada siswa

atau student center learning, sehingga siswa dituntut aktif dalam mencari dan

menemukan sendiri jawaban dari persoalan-persoalan yang dihadapinya dalam

proses pembelajaran tersebut.

Menurut Taksonomi Bloom, proses kognitif terbagi menjadi

kemampuan berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking (LOT) dan

kemampuan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking (HOT).

Kemampuan yang termasuk LOT adalah kemampuan mengingat (remember),


memahami (understand), dan menerapkan (apply), sedangkan HOT meliputi

kemampuan menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan

menciptakan (create).

Siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat rendah tanpa adanya

latihan berpikir tingkat tinggi, menyebabkan proses pembelajaran siswa tidak

tercapai dengan sempurna. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah instrumen

untuk mendukung siswa agar terbiasa berpikir tingkat tinggi. Instrumen

tersebut berupa tes yang dalam penyelesaiannya membutuhkan kemampuan

berpikir tingkat tinggi atau yang lebih kita kenal dengan tes berbasis HOTS.

Kusuma, dkk. (2017: 26) mengemukakan bahwa kebanyakan soal yang

digunakan oleh sekolah di Indonesia sebagai instrumen penilaian kognitif

adalah soal yang cenderung bertujuan untuk menguji lebih banyak pada aspek

memori, sedangkan soal untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi

siswa tidak cukup banyak tersedia.

Maka dari itu dibutuhan adanya pengembangan soal atau instrumen tes

yang dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Instrumen tes

tersebut harus memiliki standarisasi yang jelas agar guru dapat menyusun dan

mengembangkan instrumen tes dengan keadaan disekolahnya. Instrumen

model testlet merupakan salah satu jenis tes yang dapat dipergunakan untuk

diagnosis kesulitan belajar peserta didik (Sri Yamtinah, dkk., 2014). Tes model

testlet dapat digunakan sebagai gabungan tes pilihan ganda dan tes soal uraian.

Indah Tri Wahyuni, dkk (2015) menjelaskan bahwa tes model testlet

memadukan kelebihan soal pilihan ganda dan soal uraian. Butir-butir soal
dibuat saling memberikan informasi terhadap soal pendukung lainnya. Butir-

butir soal pendukung dibuat memiliki tingkatan penyelesaian terhadap soal

utama yang diberikan sehingga diharapkan dapat membantu guru untuk

mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik dengan efektif dan efisien

Berlandaskan paparan argumentasi yang dimuat dalam latar bekalang

di atas, penulis bermaksud mengajukan usulan peneltian tesis dengan judul,

PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN TESLET UNTUK

MENGUKUR HIGHER ORDER THINKING SKILLS SISWA KELAS 4

SD NEGERI 01 SAMBI KECAMATAN SAMBI KABUPATEN

BOYOLALI.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian tesis ini disusun sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengembangan instrumen penilaian teslet?

2. Bagaimanakah instrumen penilaian teslet dapat mengukur Higher Order

Thinking Skills Siswa?

C. TUJUAN PENELITIAN

Setiap penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas agar dapat

memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian sehingga dapat memecahkan

permasalahan secara sistematis. Adapun tujuan yang hendak dicapai terdiri dari

dua macam tujuan yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif sebagai berikut:
1. Tujuan Objektif

a. Mengembangkan instrumen penilaian teslet di SD

b. Meningkatkan Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal HOTS

2. Tujuan Subjektif

a. Menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan pemahaman

serta kemampuan penulis di bidang penilaian.

b. Menerapkan instrumen penilaian teslet yang dapat meningkatkan

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal HOTS.

c. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Magister pada

Program Pascasarjana.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan 2 (dua) manfaat, yakni

manfaat teoritis yang berkaitan dengan pengembangan instrumen penilaian

teslet dalam pembelajaran siswa SD dan manfaat praktis yang berkaitan dengan

peningkatan kemampuan siswa SD kelas 4 dalam menyelesaikan soal HOTS.

Adapun manfaat tersebut yakni:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada

pengembangan instrumen penilaian setlet;

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bapak/ibu guru

SD untuk mengembangkan penilaian teslet untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal HOTS.


2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang diteliti.

b. Menjadi wadah bagi penulis dalam mengembangkan penalaran,

membentuk pola berpikir, dan untuk mengetahui kemampuan penulis

dalam menerapkan penilaian teslet.

c. Menjadi masukan yang berguna bagi pihak-pihak yang terkait dengan

permasalahan yang diteliti dan berbagai pihak yang berminat pada

permasalahan yang sama.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. PENGERTIAN PENILAIAN

Secara istilah, penilaian merupakan proses kegiatan untuk mengetahui

apakah suatu program yang sudah ditetapkan seblumnya berhasil dengan baik

atau tidak baik. Penilaian menjadi sangat penting bagi guru, untuk mengetahui

apakah program pengajaran yang sudah dilaksanakan selama ini sudah baik atau

belum. Baik yang dimaksud adalah dapat diterima dan dipahami siswa atau

belum. Melalui penilaian guru dapat menghitung daya serap dari materi

pembelajaran yang diajarkan kepada siswa.

Dalam PP.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab I Pasal 1

ayat 17 dijelaskan bahwa penilaian merupakan proses pengumpulan dan

pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

Cangelosi (1995: 21) mengatakan penilaian merupakan keputusan tentang nilai.

Oleh sebab itu, langkah selanjutnya sesudah melaksanakan pengukuran adalah

penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab beberapa soal yang

terdapat pada tes. Kemudian hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam

bentuk nilai. Richard I. Arends (2008:217) mengatakan Penilaian merupakan

proses mengumpulkan informasi mengenai siswa dan kelas untuk maksud-

maksud pengambilan keputusan instruksional. Djemari Mardapi (1999:8)

mengatakan penilaian merupakan kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan

hasil pengukuran.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai penilaian, dapat

disimpulkan bahwa penilaian merupakan proses pengumpulan berbagai data

yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa, menjelaskan

serta menafsirkan hasil pengukuran, menggambarkan informasi mengenai

sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi siswa. Selain itu,

penilaian memberikan informasi lebih konprehensif dan lengkap dari pada

pengukuran, karena tidak hanya mengunakan instrument tes saja, melainkan

mengunakan tekhnik non tes lainya. Penilaian merupakan kegiatan mengambil

keputusan dalam menentukan sesuatu berdasarkan kriteria baik dan buruk serta

bersifat kualitatif. Hasil penilaian sendiri meskipun bersifat kualitatif, bisa

berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) & nilai kuantitatif

(berupa angka).

B. INSTRUMEN PENILAIAN TESLET

Pengukuran perilaku yang lebih kompleks, pada banyak tes pendidikan

standar sering menggunakan sekelompok item-item pilihan ganda yang

mengungkap informasi yang sama. Kelompok item ini disebut Teslet (Wainer

& Kiely, 1987). Teslet, dapat didefinisikan sebagai tes kecil (Wainer & Kiely,

1987: 185; Wainer & Lewis, 1990: 1). Ide dasarnya adalah memproses dari

stimulus-stimulus oleh penempuh tes yang harus memenuhi nbeberapa item

yang mengungkap informasi yang sama. Sebagai contoh pada tes pemahaman

membaca terdiri bacaan-bacaan dan kelompok item-item yang ebrhubungan

seperti halnya dapat dilihat pada seksi pemahaman bacaan tes TOEFL (debngan
stimulus bacaam) maupun pada seksi pemahaman mendengar. Sebuah butir soal

inti pada teslet ini etrdiri dari beberapa soal pendukung yang bersifat dependen.

Soal pendukung nomor 1 menjadi dasar bagi soal-soal pendukung berikutnya

sehingga jika soal pendukung nomor 1 dijawab salah oleh siswa, maka siswa

tidak akan bisa menjawab benar soal-soal pendukung berikutnya. Hal tersebut

akan berpengaruh terhadap skor yang diperoleh siswa, proses pemberian skor

akan menggunakan metode Graded Respon Model (GRM) sebagai berikut:

Tabel 1. Pemberian Skor dengan Metode Graded Respon Model (GRM)

No Aspek Penilaian Skor

1 Siswa tidak dapat menyelesaikan soal pendukung no 1 dengan 0


benar
2 Siswa dapat menyelesaikan soal pendukung nomor 1 dengan 1
benar, tetapi tidak dapat menyelesaikan soal pendukung
nomor 2
3 Siswa dapat menyelesaikan soal pendukung no 1 dan no 2 2

dengan benar, tetapi tidak dapat menyelesaikan soal

pendukung no 3

4 Siswa dapat menyelesaikan kesuluruhan soal pendukung 3

dengan benar

Dengan menggunakan prosedur penskoran tersebut akan dapat

digunakan untuk mendiagnosis kelemahan dan kelebihan siswa. Selain itu akan

dapat di deteksi letak kelemahan siswa.


C. HIGH ORDER THINKING SKILS

Tuntutan kurikulum 2013 (KURTILAS) adalah keaktifan berlajar

berpusat pada siswa, guru lebih banyak sebagai inspirator, generator dan

membimbing siswa untuk menemukan konsepnya. Di dalam evaluasi Kegiatan

Belajar, diadakan evaluasi pembelajaran. Soal yang dikembangkan pada

kurikulum 2013 ini harus soal yang dapat membuat siswa berpikir kritis

sehingga guru harus menyajikan soal yang Higher Order Thinking Skills

(HOTS). Kurikulum 2013 juga menuntut materi pembelajarannya sampai

metakognitif yang mensyaratkan peserta didik mampu untuk memprediksi,

mendesain, dan memperkirakan. Sejalan dengan itu ranah dari HOTS yaitu

analisis yang merupakan kemampuan berpikir dalam menspesikasi aspek-

aspek/elemen dari sebuah konteks tertentu; evaluasi merupakan kemampuan

berpikir dalam mengambil keputusan berdasarkan fakta/informasi; dan

mengkreasi merupakan kemampuan berpikir dalammembangun gagasan/ide-

ide.

Kemampuan berfikir tingkat tinggi/Higher Order Thinking Skills

(HOTS) adalah proses berpikir yang mengharuskan murid untuk memanipulasi

informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang memberi mereka pengertian dan

implikasi baru (Gunawan, 2012:171). Limpan menggambarkan berpikir tingkat

tinggi melibatkan berpikir kritis dan kreatif yang dipandu oleh ide-ide

kebenaran yang masing-masing mempunyai makna. Berpikir kritis dan kreatif

saling ketergantungan seperti juga kriteria dan nilai-nilai, nalar dan emosi.

(Kusmawa, 2012:200).
Menurut Ernawati (2017:196-197), berpikir tingkat tinggi atau Higher

Order Thinking Skills (HOTS) merupakan cara berpikir yang tidak lagi hanya

menghafal secara verbalistik saja namun juga memaknai hakikat dari yang

terkandung diantaranya, untuk mampu memaknai makna kebutuhan cara

berpikir yang integralistik dengan analisis, sintesis, mengasosiasi hingga

menarik kesimpulan menuju penciptaan ide-ide kreatif produktif.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berpikir tingkat tinggi / Higher Order Thinking Skills (HOTS)

adalah kemampuan berpikir yang bukan hanya sekedar mengingat, menyatakan

kembali, dan juga merujuk tanpa melakukan pengolahan, akan tetapi

kemampuan berpikir untuk menelaah informasi secara kritis, kreatif, berkreasi

dan mampu memecahkan masalah.

D. INDIKATOR KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

Krathwohl dalam Lewy, dkk (2009:16), menyatakan bahwa indikator

untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:

a. Menganalisis

1) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau

menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk

mengenali pola atau hubungannya.

2) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari

sebuah skenario yang rumit

3) Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan
b. Mengevaluasi

1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan dan metodologi dengan

menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk

memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya

2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian

3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang

telah ditetapkan.

c. Mengkreasi

1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu

2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah

3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur

baru yang belum pernah ada sebelumnya.

E. KARAKTERISTIK SOAL HOTS

Menurut Widana (2017: 3 – 6) Karakteristik soal-soal HOTS sangat

direkomendasikan untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian kelas.

Berikut adalah karakteristik soal-soal HOTS:

a. Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk

memecahkan masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis

(critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kemampuan

berargumen (reasoning) dan kemampuan mengambil keputusan (desicion

making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu


kompetensi penting dalam dunia modern, dehingga wajib dimiliki oleh

setiap peserta didik.

Kreativitas menyelesaikan permasalah dalam HOTS, tgerdiri atas:

1) Kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar

2) Kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk

menyelesaikan masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda

3) Menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan

cara-cara sebelumnya

‘Difficulty’ is NOT same as higher order thinking. Tingkat kesukaran dalam

butir soal tidak sama dengan kemampuanm berpikir tingkat tinggi. Sebagai

contoh, untuk mengetahui arti sebuah kata yang tidak umum mungkin

memiliki tingkat kesukaran yang sangat tinggi, tetapi kemampuan untuk

menjawab permasalahan tersebut tidak termasuk higherorder thinking

skills. Dengan demikian, soal-soal HOTS belum tentu soal-soal yang

memiliki tingkat kesukaran yang tinggi.

b. Berbasis Permasalahan Kontekstual

Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam

kehidupan sehari-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan

konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah.

Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen konstekstual, yang

disingkat REACT.

1) Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman

kehidupan nyata.
2) Experencing, asesmen yang ditentukan kepada penggalian

(exploration), penemuan (discovery) dan pendiptaan (creation).

3) Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk

menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk

menyelesaikan masalah-masalah nyata.

4) Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik

untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan

konteks masalah.

5) Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk

mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam

situasi atau konteks baru.

c. Membangun bentuk soal beragam

Bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal HOTS (yang

digunakan pada model pengujian PISA), sebagai berikut:

1. Pilihan Ganda

Pada umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimullus yang

bersumber pada situasi nyata. Soal pilihan ganda terdiri dari pokok soal

(stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas jawban

dan pengecoh (disractor).

2. Pilihan ganda kompleksi (benar/salah, atau ya/tidak)

Soal bentuk pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji

pemahaman peserta didik terhadap suatu masalah secara komprehensif

yang terkait antara pernyataan satu dengan yang lainnya. Sebagaiman


soal pilihan ganda biasa, soal-soal HOTS yang berbentuk pilihan ganda

kompleks juga memuatb stimulus yang bersumber pada situasi

kontekstual.

3. Isian singkatan atau melengkapi

Soal isian singkatan atau melengkapi adalah soal yang menuntut peserta

tes untuk mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase,

angka atau simbol. Karakteristik soal isian singkatan atau melengkapi

adalah sebagai berikut:

(1) Bagian kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian

dalam ratio butir soal, dan paling banyal dua bagian supaya tidak

membingungkan siswa

(2) Jawaban yang dituntut oleh soal harus singkat dan pasti yaitu berupa

frase, kata, angka, simbol tempat atau waktu.

4. Jawaban singkat atau pendek

Soal dengan bentuk jawaban singkat atau pendek adalah soal yang

jawabannya berupa kata, kalimat pendek, atau frase terhadap suatu

pertanyaan. Krakteristik soal jawaban singkat adalah sebagai berikut:

a) Menggunakan kalimat pertanyaan langsung atau kalimat perintah.

b) Pertanyaan atau perintah harus jelas, agar mendapat jawaban yang

singkat

c) Panjang kata atau kalimat yang harus dijawab oleh siswa pada

semua soal diu8sahakan relatif sama


d) Hindari penggunaan kata, kalimat atau frase yang diambil langsung

dari buku teks, sebab akan mendorong siswa untuk sekedar

mengingat atau menghafal apa yang ditulis dibuku.

5. Uraian

Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya menuntut siswa

untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya

dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut

menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis.

F. KARAKTERISTIK SISWA SD

Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu

diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya

ditingkat Sekolah Dasar. Sebagai guru harus dapat menerapkan metode

pengajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya maka sangatlah penting bagi

seorang pendidik mengetahui karakteristik siswanya. Selain karakteristik yang

perlu diperhatikan kebutuhan peserta didik.

Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami

perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD yang

berkisar antara 6 – 12 tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis

perkembangan :

1. Perkembangan Fisik Siswa SD

Mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan

tulang. Pada usia 10 tahun baik laki‐laki maupun perempuan tinggi dan
berat badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja

yaitu 12 ‐13 tahun anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada laki‐

laki, Sumantri dkk (2005).

a. Usia masuk kelas satu SD atau MI berada dalam periode

peralihan dari pertumbuhan cepat masa anak anak awal ke suatu

fase perkembangan yang lebih lambat. Ukuran tubuh anak relatif kecil

perubahannya selama tahun tahun di SD.

b. Usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki‐laki dan perempuan

kurang lebih sama. Sebelum usia 9 tahun anak perempuan relatif

sedikit lebih pendek dan lebih langsing dari anak laki‐laki.

c. Akhir kelas empat, pada umumnya anak perempuan mulai

mengalami masa lonjakan pertumbuhan. Lengan dan kaki mulai

tumbuh cepat.

d. Pada akhir kelas lima, umumnya anak perempuan lebih tinggi, lebih

berat dan lebih kuat daripada anak laki‐laki. Anak laki‐laki memulai

lonjakan pertumbuhan pada usia sekitar 11 tahun.

e. Menjelang awal kelas enam, kebanyakan anak perempuan

mendekati puncak tertinggi pertumbuhan mereka. Periode

pubertas yang ditandai dengan menstruasi umumnya dimulai pada

usia 12‐13 tahun. Anak laki‐laki memasuki masa pubertas dengan

ejakulasi yang terjadi antara usia 13‐16 tahun.

f. Perkembangan fisik selama remaja dimulai dari masa pubertas. Pada

masa ini terjadi perubahan fisiologis yang mengubah manusia yang


belum mampu bereproduksi menjadi mampu bereproduksi. Hampir

setiap organ atau sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan perubahan

ini. Anak pubertas awal (prepubertas) dan remaja pubertas akhir

(postpubertas) berbeda dalam tampakan luar karena perubahan

perubahan dalam tinggi proporsi badan serta perkembangan ciri‐ciri

seks primer dan sekunder.

Meskipun urutan kejadian pubertas itu umumnya sama untuk

tiap orang, waktu terjadinya dan kecepatan berlangsungnya kejadian itu

bervariasi. Rata‐rata anak perempuan memulai perubahan pubertas 1,5

hingga 2 tahun lebih cepat dari anak laki‐laki. Kecepatan perubahan itu juga

bervariasi, ada yang perlu waktu 1,5 hingga 2 tahun untuk mencapai

kematangan reproduksi, tetapi ada yang memerlukan waktu 6 tahun.

Dengan adanya perbedaan‐perbedaan ini ada anak yang telah matang

sebelum anak yang sama usianya mulai mengalami pubertas.

2. Perkembangan Kognitif Siswa SD

Hal tersebut mencakup perubahan – perubahan dalam

perkembangan pola pikir. Tahap perkembangan kognitif individu

menurut Piaget melalui empat stadium:

a. Sensorimotorik (0‐2 tahun), bayi lahir dengan sejumlah refleks

bawaan medorong mengeksplorasi dunianya.

b. Praoperasional (2‐7 tahun), anak belajar menggunakan dan

merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata‐kata. Tahap


pemikirannya yang lebih simboli tetapi tidak melibatkan pemikiran

operasiaonal dan lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis

c. Operational Kongkrit (7‐11), penggunaan logika yang memadai. Tahap

ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda konkrit.

d. Operasional Formal (12‐15 tahun). kemampuan untuk berpikir secara

abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi

yang tersedia

3. Perkembangan Psikososial

Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan

emosi individu. J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan

individu harus sejalan dengan perkembangan aspek lain seperti di

antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial.

Menjelang masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan

berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Sampai

dengan masa ini, anak pada dasarnya egosentris (berpusat pada diri

sendiri) dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanak‐

kanaknya.

Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga

sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan

bahwa mereka "dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan

sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap "I can do it my self".

Mereka sudah mampu untuk diberikan suatu tugas.


Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas besar SD. Mereka

dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka,

dan seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini

juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok

dan bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka.

Mereka juga mulai peduli pada permainan yang jujur.

Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri

dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih

mudah menggunakan perbandingan sosial (social comparison) terutama

untuk norma‐norma sosial dan kesesuaian jenis‐jenis tingkah laku tertentu.

Pada saat anak‐anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung

menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai

kemampuan kemampuan mereka sendiri. Sebagai akibat dari perubahan

struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada kelas besar di SD berupaya

untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang

dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial

dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki‐laki dan perempuan

menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan

bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa

pada masalah emosional yang serius Teman‐teman mereka menjadi lebih

penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman

sebaya sangat tinggi. Remaja sering berpakaian serupa. Mereka

menyatakan kesetiakawanan mereka dengan anggota kelompok teman


sebaya melalui pakaian atau perilaku. Hubungan antara anak

dan guru juga seringkali berubah. Pada saat di SD kelas rendah, anak

dengan mudah menerima dan bergantung kepada guru. Di awal awal tahun

kelas besar SD hubungan ini menjadi lebih kompleks. Ada siswa yang

menceritakan informasi pribadi kepada guru, tetapi tidak mereka ceritakan

kepada orang tua mereka. Beberapa anak pra remaja memilih guru mereka

sebagai model. Sementara itu, ada beberapa anak membantah guru dengan

cara cara yang tidak mereka bayangkan beberapa tahun sebelumnya.

Malahan, beberapa anak mungkin secara terbuka menentang gurunya.

Salah satu tanda mulai munculnya perkembangan identitas remaja

adalah reflektivitas yaitu kecenderungan untuk berpikir tentang apa

yang sedang berkecamuk dalam benak mereka sendiri dan mengkaji diri

sendiri. Mereka juga mulai menyadari bahwa ada perbedaan antara apa

yang mereka pikirkan dan mereka rasakan serta bagaimana mereka

berperilaku.

Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan‐kemungkinan.

Remaja mudah dibuat tidak puas oleh diri mereka sendiri. Mereka

mengkritik sifat pribadi mereka, membandingkan diri mereka dengan

orang lain, dan mencoba untuk mengubah perilaku mereka. Pada remaja

usia 18 tahun sampai 22 tahun, umumnya telah mengembangkan suatu

status pencapaian identitas.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif.

Penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan

yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis

keterangan mengenai apa yang ingin diketahui. Kasiram (2008: 149)

dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif).

Penelitian kuantitatif didasarkan pada asumsi sebagai berikut (Nana

Sudjana dan Ibrahim, 2001; Del Siegle, 2005, dan Johnson, 2005).

a. Bahwa realitas yang menjadi sasaran penelitian berdimensi tunggal,

fragmental, dan cenderung bersifat tetap sehingga dapat diprediksi.

b. Variabel dapat diidentifikasi dan diukur dengan alat-alat yang

objektif dan baku.

Karakteristik penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut (Nana

Sudjana dan Ibrahim, 2001: 6-7; Suharsimi Arikunto, 2002 : 11;

Johnson, 2005; dan Kasiram 2008: 149-150):

a. Menggunakan pola berpikir deduktif (rasional – empiris atau top-

down), yang berusaha memahami suatu fenomena dengan cara

menggunakan konsep-konsep yang umum untuk menjelaskan

fenomena-fenomena yang bersifat khusus.


b. Logika yang dipakai adalah logika positivistik dan menghundari

hal-hal yang bersifat subjektif.

c. Proses penelitian mengikuti prosedur yang telah direncanakan.

d. Tujuan dari penelitian kuantitatif adalah untuk menyususun ilmu

nomotetik yaitu ilmu yang berupaya membuat hokum-hukum dari

generalisasinya.

e. Subjek yang diteliti, data yang dikumpulkan, dan sumber data yang

dibutuhkan, serta alat pengumpul data yang dipakai sesuai dengan

apa yang telah direncanakan sebelumnya.

f. Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran dengan

mengguna-kan alat yang objektif dan baku.

g. Melibatkan penghitungan angka atau kuantifikasi data

h. Peneliti menempatkan diri secara terpisah dengan objek penelitian,

dalam arti dirinya tidak terlibat secara emosional dengan subjek

penelitian.

i. Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul.

j. Dalam analisis data, peneliti dituntut memahami teknik-teknik

statistik.

k. Hasil penelitian berupa generalisasi dan prediksi, lepas dari konteks

waktu dan situasi.

l. Penelitian jenis kuantitatif disebut juga penelitian ilmiah


Penelitian ini dalam pelaksanaannya berdasarkan prosedur yang

telah direncanakan sebelumnya. Adapun prosedur penelitian kuantitatif

terdiri dari tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut.

a. Identifikasi permasalahan

b. Studi literatur.

c. Pengembangan kerangka konsep

d. Identifikasi dan definisi variabel, hipotesis, dan pertanyaan

penelitian.

e. Pengembangan disain penelitian.

f. Teknik sampling.

g. Pengumpulan dan kuantifikasi data.

h. Analisis data.

i. Interpretasi dan komunikasi hasil penelitian

2. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian kuantitatif,

khususnya kuantitatif analitik adalah metode deduktif. Dalam metoda

ini teori ilmiah yang telah diterima kebenarannya dijadikan acuan

dalam mencari kebenaran selanjutnya. Jujun S. Suriasumantri dalam

bukunya Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik (2000: 6)

menyatakan bahwa pada dasarnya metoda ilmiah merupakan cara ilmu

memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan : a)

kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang


bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil

disusun; b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari

kerangka pemikiran tersebut; dan c) melakukan verifikasi terhadap

hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataannya secara

faktual. Selanjutnya Jujun menyatakan bahwa kerangka berpikir ilmiah

yang berintikan proses logicohypothetico-verifikatif ini pada dasarnya

terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (Suriasumantri, 2005 : 127-

128).

a. Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek

empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-

faktor yang terkait di dalamnya.

b. Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang

merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin

terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk

konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional

berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya

dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan

permasalahan.

c. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan

terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan

kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.


d. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang

relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah

terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.

e. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah hipotesis yang

diajukan itu ditolak atau diterima.

Langkah-langkah atau prosedur penelitian tersebut kemudian oleh Jujun S.

Suriasumantri divisualisasikan dalam bentuk bagan sebagai berikut:

PERUMUSAN
MASALAH

KHASANAH PENYUSUNAN
Deduksi koherensi
PENGETAHUAN KERANGKA
ILMIAH BERPIKIR

PERUMUSAN
HIPOTESIS
Pragma tisme

Induksi Korespondensi

DITERIMA PENGUJIAN DITOLAK


HIPOTESIS

Bagan 1 : METODE ILMIAH


3. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Sambi, Kecamatan

Sambi Kabupaten Boyolali, yang berjumlah ….. yang terdiri dari siswa

laki-laki sejumlah …. dan siswa perempuan sejumlan ……

4. Jenis dan sumber data

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan

kuantitatif.

a. Noeng Muhadjir (1996:2) mengatakan data kualitatif, yaitu data

yang disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.

Yang termasuk data kualitatif dalam penelitian ini yaitu gambaran

umum obyek penelitian, meliputi: Sejarah singkat berdirinya, letak

geografis obyek, Visi dan Misi, struktur organisasi, keadaan guru,

keadaan siswa, keadaan sarana dan prasarana, standart penilaian

serta pelaksanaan Assessmen kelas, dan efektivitas pembelajaran di

Kelas IV.

b. Sugiyono (2010:15) mengemukakan data kuantitatif adalah jenis

data yang dapat diukur atau dihitung secara langsung, yang berupa

informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan bilangan atau

berbentuk angka. Dalam hal ini data kuantitatif yang diperlukan

adalah: Jumlah guru, siswa dan karyawan, jumlah sarana dan

prasarana, dan hasil angket.


Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek

dari mana data dapat diperoleh (Suharsimi Arikunto, 2002). Dalam

penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu :

a. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti (atau petugasnya) dari sumber pertamanya (Sumadi

Suryabrata, 1989). Adapun yang menjadi sumber data primer dalam

penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan siswa di SD Negeri

Sambi.

b. Sumber data skunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh

peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga

dikatakan data yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen

(Ibid, 1994). Dalam penelitian ini, dokumentasi dan angket

merupakan sumber data sekunder


1

5. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang dikehendaki sesuai dengan permasalahan

dalam skripsi ini, maka penulis menggunakan metode- metode sebagai

berikut :

1. Metode Observasi

Observasi disebut juga pengamatan, yang meliputi kegiatan

pemantaun perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan

seluruh alat indera (Ibid, 1994:156).


Metode ini digunakan untuk mengetahui penerapan Assessmen

kelas di kelas IV SD.

Adapun pada metode ini peneliti menggunakan observasi

terstruktur yaitu pedoman observasi yang disusun secara terperinci

sehingga menyerupai check-list. Peneliti tinggal membubuhkan

tanda v (check) pada kriteria yang sesuai. Lembar pengamatan diisi

pada waktu kegiatan atau proses belajar mengajar yang

melaksanakan Assessmen kelas.

2. Metode Interview

(Ibid, 1994:155) mengemukakan Metode Interview yang sering

disebut dengan wawancara atau kuesionar lisan, adalah dialog yang

dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari

terwawancara. Dalam penelitian ini metode interview digunakan

untuk menggali data tentang pengalaman siswa dalam

menyelesaikan soal-soal HOTS, Adapun instrumen pengumpulan

datanya berupa pedoman interview yang terstruktur sebelumnya,

dengan mewawancarai Kepala Sekolah dan guru.

3. Metode Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, artinya barang-barang

tertulis. (Ibid, 1994:158) Di dalam melaksanakan metode

dokumentasi, peneliti mendapatkan data-data tertulis seperti

dokumen-dokumen sekolah misalnya: lembar soal Ulangan Harian,


Ulangan tengah Semester dan Ulangan Akhir Semester, Daftar

Nilai Siswa.

4. Metode Angket

Metode angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis

yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam

arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Ibid,

1994:151). Peneliti menggunakan metode ini untuk mencari data

yang berhubungan langsung dengan keadaan subyek yang berupa

pengaruh Assessmen kelas terhadap kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal HOTS.

6. Teknik analisis data

Analisis data merupakan salah satu proses penelitian yang

dilakukan setelah semua data yang diperlukan guna memecahkan

permasalahan yang diteliti sudah diperoleh secara lengkap. Ketajaman

dan ketepatan dalam penggunaan alat analisis sangat menentukan

keakuratan pengambilan kesimpulan, karena itu kegiatan analisis data

merupakan kegiatan yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam

proses penelitian. Kesalahan dalam menentukan alat analisis dapat

berakibat fatal terhadap kesimpulan yang dihasilkan dan hal ini akan

berdampak lebih buruk lagi terhadap penggunaan dan penerapan hasil

penelitian tersebut. Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman

tentang berbagai teknik analisis mutlak diperlukan bagi seorang peneliti


agar hasil penelitiannya mampu memberikan kontribusi yang berarti

bagi pemecahan masalah sekaligus hasil tersebut dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Secara garis besarnya, teknik analisis data terbagi ke dalam dua

bagian, yakni analisis kuantitatif dan kualitatif. Yang membedakan

kedua teknik tersebut hanya terletak pada jenis datanya. Untuk data

yang bersifat kualitatif (tidak dapat diangkakan) maka analisis yang

digunakan adalah analisis kualitatif, sedangkan terhadap data yang

dapat dikuantifikasikan dapat dianalisis secara kuantitatif, bahkan dapat

pula dianalisis secara kualitatif.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis

kuantitatif. Analisis kuantitatif yang biasa digunakan adalah analisis

statistik. Analisi ini terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu:

a. Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan

untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya

tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum

atau generalisasi. Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar

dalam bentuk deskripsi semata dalam arti tidak mencari atau

menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat

ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan.


Dalam penelitian ini, analisis statistic deskriptif digunakan

untuk mendeskripsikan atau menggambarkan kemampuan siswa

SD Kelas IV dalam menyelesaiakan soal tingkat tinggi atau Higher

Order Thinking Skills (HOTS).

b. Statistik Inferensial

Kalau dalam statistik deskriptif hanya bersifat memaparkan

data, maka dalam statistik inferensial sudah ada upaya untuk

mengadakan penarikan kesimpulan dan membuat keputusan

berdasarkan analisis yang telah dilakukan. Biasanya analisis ini

mengambil sampel tertentu dari sebuah populasi yang jumlahnya

banyak, dan dari hasil analisis terhadap sampel tersebut

digeneralisasikan terhadap populasi. Oleh karena itulah statistik

inferensial ini juga disebut dengan istilah statistik induktif.

Dalam penelitian ini, analisis statistik inferensial digunakan

untuk membuat kesimpulan mengenai pengaruh penilaian dengan

instrumen teslet dalam mengukur kemampuan menyelesaikan soal

tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).


B. Sistematika penulisan

Secara sederhana, sistematika penelitian dalam tesis ini dapat

dipaparkan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Peneltian

BAB II LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

B. Penelitian Yang Relevan

C. Kerangka Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

B. Metode Penelitian

C. Lokasi Penelitian

D. Jenis dan Sumber Data

E. Teknik Pengumpulan Data

F. Teknik Analisis Data

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengembangan Instrumen penilaian teslet

B. Instrumen Penilaian Teslet untuk mengukur Higher Order

Thinking Skills Siswa Kelas IV SD


BAB V PENUTUP

A. Simpulan

B. Implikasi

C. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

C. Jadwal penelitian

Jadwal penelitian dan penulisan tesis akan dilakukan sesuai dengan chart

sebagai berikut:

Bulan
No Kegiatan Okt. Nov. Des. Jan. Feb.
2019 2019 2019 2020 2020
Seminar dan Usulan
1
Proposal
Seminar Kemajuan Riset dan
2
Naskah Publikasi
Seminar Hasil Riset dan
3
Karya Publikasi
4 Ujian Tesis
DAFTAR PUSTAKA

Kusuma, M. D., Rosidin, U., & Suyatna, A. (2017). The Development of Higher
Order Thinking Skill HOTS Intrument Assesment in Physics Study. IORS Journal
of Research & Method in Education , 7 1, 26-32.

Noeng Muhadjir. (1996). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta :


Rakesarasin.

Sugiyono. (2010). Statistik untuk Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Sumadi Suryabrata. (1987). Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali.

http://sekolah-dasar.blogspot.com/2011/05/karakteristik-dan-kebutuhan-anak-
usia.html

http://ht87.multiply.com/calendar/item/10007

http://www.masbow.com/2009/10/perkembangan-kognitif.htm

Anda mungkin juga menyukai