Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara madanai, berupaya membawa negara cepat menjadi baik dalam

bidang teknologi dan pendidikan untuk itu pembinaan yang terus menerus

sehingga menghasilkan manusia yang bermutu tinggi, selain itu diperlukan

pendidikan yang memadai, dalam hal ini berdasarkan kepada Al-quran dan as-

sunah maupun undang-Undang Dasar (UUD 1945). Serta undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 20 tahun 2003; bahwa pendidikan

Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD RI tahun 1945

yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan

tanggapan tuntunan perubahan jaman.

Dalam meningkatkan mutu pendidikan baik disekolah maupun

dimasyarakat harus berorientasi kepada kebenaran sesuai dengan Al-quran dan

Hadits. Al-quran dan Hadits menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar

pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada

umatnya agar saling memberi petunjuk memberi bimbingan, penyuluhan dan

pendidikan Islam.

Setiap warga Negara mempunyai persekolahan yang berbeda baik tingkat

maupun jenis sekolah. Menurut cara berlangsungnya pendidikan dibedakan antara

pendidikan Fungsional dan pendidikan intensional. Pendidikan fungsional yaitu

pendidikan yang berlangsung secara naluriah tanpa rencana dan tujuan tetapi
berlangsung begitu saja. Pendidikan Intensional adalah lawan dari pendidikan

fungsional yaitu program dan tujuan sudah direncanakan.

Menurutnya sifat pendidikan dapat dibedakan menjadi beberapa bagian:

1. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseoran dari

pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar sepanjang

hayat. Pendidikan ini dapat berlangsung dalam keluarga dan

pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan masyarakat,

keluarga, organisasi.
2. Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang berlangsung secara

teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat tertentu secara ketat,

pendidikan ini berlangsung disekolah.


3. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang dilaksanakan secara

tertentu dan sadar tetapi tidak perlu mengikuti peraturan yang ketat.

Jelas pendidikan baik disekolah maupun diluar sekolah adalah sangat penting bagi

kemajuan Bangsa dan Negara yang madani. Ketiga poin hal diatas suatu

pendidikan yang telah dilaksanakan di Indonesia.

Sekolah sebagai pendidikan formal, terdiri dari guru (pendidik) dan murid-

murid/anak didik. Antara mereka sudah barang tentu menjadi saling hubungan,

baik antara guru/pendidik dengan muridnya maupun antara murid dengan murid.

Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk

mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Manusia adalah mahluk yang lemah

yang dalam perkembangannya senan tiasa membutuhkan orang lain. Minat, bakat,
kemampuan, dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan

berkembang secara optimal tanpa bantuan guru.

Guru harus berpacu dalam pembelajaran, dan memberikan kemudahan belajar

bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangakan potensinya secara

optimal. Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi

peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus mempunyai standar

kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan

disiplin

Berkata dengan tanggung jawab; guru harus mengetahui, serta memahami nilai-

nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai dengan

norma tersebut. guru juga harus bertanggung jawab terhadap atas segala

tindakannya dalam pembelajaran disekolah dan dalam kehidupan bermasyarakat.

Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan

nilai spriritual, emosional moral, sosial dan intelektual dalam pribadinya, serta

memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi dan seni

sesuai dengan bidang yang dikembangkan.

Guru harus berani mengambil keputusan secara mandiri (independent) disiplin,

terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan

pembentukan kompentensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik

dan lingkungan.

Sedangkan disiplin; dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi bebagai peraturan

dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional, karena mereka
bertugas untuk mendisiplinkan para peserta didik di Sekolah, terutama dalam

pembelajaran oleh karena itu, dalam menanamkan disiplin guru harus memenuhi

dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.

Cara guru melakukan suatu kegiatan pembelajaran mungkin memerlukan

pendekatan dan metode yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. Pendekatan

pembelajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat mengajar dengan baik, yaitu

pendekatan kompentensi, pendekatan keterampilan proses, pendekatan

lingkungan, pendekatan kontekstual dan pendekatan tematik.

1. Pendekatan kompetensi
Strategi mencapai kompentensi (the enabling strategy), mrupan strategi

untuk membantu peserta didik dalam menguasai kompentensi yang

ditetapkan. Untuk itu dapat dibuat sejumlah alternatif kegiatan,

misalnya membaca, mendengarkan, berkreasi, berinteraksi, observasi.


2. Pendekatan keterampilan proses
Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran

yang menekankan pada proses belajar, aktivitas dan kreativitas peserta

didik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai sikap,

serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.


3. Pendekatan lingkungan
Pendekatan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang

berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui

pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar.

4. Pendekatan kontekstual
Pembelajran kontektual (contectual Taching and learning) yang sering

diangkat dengan CTL merupakan salah satu model pembelajaran


berbasis kompentensi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan

menyukseskan implementasi kurikulum 2004.


5. Pendekatan Tematik (thematik Approach) merupakan salah satu

pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam implementasi

kurikulum 2004.

Dalam usaha untuk meningkatkan pendidikan dalam islam ada pada pundak

keluarga, sekolah dan masyarakat.[5]

1. Keluarga (lingkungan rumah tangga)

Keluarga merupakanlembaga pertama dan utama dikenal anak. Hal ini disebakan

karena kedua orang tuannyalah orang yang pertama dikenal dan diterimanya

pendidikan. proses peletakan dasar-dasar pendidikan (basic eduacational)

dilingkungan keluarga, merupakan tonggak awal keberhasilan proses pendidikan

selanjutnya, baik secara formal maupun non formal. Demikian sebaliknya,

kegagalan pendidikan dirumah tangga, akan berdampak cukup besar pada

keberhasilan proses pendidikan anak selanjutnya. Dalam hal ini Allah berfirman

(QS.66:6), yang artinya; hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka. Dalam usaha keberhasilan pendidikan dalam islam,

Rasulullah saw. Bersabda melalui riwat anas ra; jika ia sudah usia 6 tahun,

didiklah ia dengan adab susila (akhlak). Jika ia sudah usia 9 tahun hendaklah

pisahkan tempat tidurnya. Dan jika ia telah berusia 13 tahun pukullah ia jika tidak

mengerjakan sholat. Bila ia telah berusia 16 tahun ia boleh dikawinkan.

Menurut Imam Malik menerangkan bahwa pembinaan pendidikan sekolah yang

paling utama adalah lingkungan “keluarga” menempati urutan pertama.[6]


Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang

tua terhadap anak antara lain, adalah:

a. Memeilhara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan

dorongan alami untuk dilaksanakan, karena siana memerlukan makan,

minum, dan perawatan, agar ia dapat hidup secara berkelanjutan.


b. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun

rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang

dapat membahayakan dirinya.


c. Memdidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang

berguna bagi kehidupannya kelak, sehingga bila ia telah dewasa mampu

berdiri sendiri dan membantu orang lain.


d. Membahagiakan anak untuk dunia dan akherat dengan memberinya

pendidikan Agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT, sebagai tujuan

akhir hidup muslim.

2. Pendidikan Sekolah

Sekolah (lingkungan pendidikan formal)

Dalam perspektif pendidikan islam setidaknya ada dua sendi asasi bagi proses

belajar mengajar yaitu; pertama, tujuan yang jelas yakni sebagai bentuk

pengabdian kepada Allah swt. Kedua, memiliki kurikulum yang sistematis, dan

memuat materi bagi terjadinya proses berfikir dan bertingkah laku yang sesuai

dengan nilai-nilai ilahiah, kepada peserta didik.

Dalam konteks ini, paling tidak ada delapan fungsi sekolah, yaitu untuk

mempersiapkan anak untuk satu pekerjaan, memberikan keterampilan dasar,


membuka kesempatan memperbaiki nasib, menyediakan tenaga pembangunan,

membantu memecahkan masalah sosial, mentransmisi kebudayaan, membentuk

manusia sosial dan alat mentransformasi kebudayaan.

Dilhat secara makro pendidikan secara formal, upaya yang dapat ditempuh adalah

dengan menyediakan dan memperhatikan lewat pendekatan filosofis, relegius,

berbagai sarana dan prasarana yang dapat menunjang bagi kelancaran proses

belajar mengajar secara optimal. Diantaranya adalah letak dan penataan gedung

yang strategis dan kondusif bagi suatu proses pendidikan, sarana dan prasarana

yang mendukung, baik itu peralatan kelas maupun sarana prasara lainnya,

perpustakaan, ruang praktek (labolatorium), rumah ibadah dan lain sebagainya.

Kesemuanya itu harus menilai edukatif dan tidak bertentangan dengan prinsif

pokok ajaran agama yang diyakini (Islam), serta adat kebiasaan yang berlku

dimasyarakat.

Sedangkan secara mikro, upaya yang ditempuh lebih berorientasi pada aspek

sistem oprasional interaksi proses belajar mengajar yang meliputi; pertama,

kurikulum pendidikan yang integral dan mampu menyentuh seluruh dimensi dan

potensi manusia secara utuh, serta bersifat dinamis dan universal. Kedua, rumusan

pendidikan yang jelas dan pragmatis. Ketiga, proses belajar dan mengajar yang

dialogis dan demokratis. Dimensi ini meliputi metode yang digunakan bersifat

dialetis dan mampu menstimuli seluruh potensi peserta didik secara utuh,

pengembangan materi pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan

peserta didik dan bersifat dinamis, berbentuk evaluasi yang valid, yaitu tidak

hanya berorientasi pada pengukuran unsur kognitif dan psikomotorik (yang


dilakukan ketika pelaksanaan tes tertulis), akan tetapi juga pada aspek efektif;

meliputi pengamatan terhadap moralitas peserta didik dan sikap aplikatif setelah

mereka mempelajari suatu materi pendidikan. keempat, tenaga pendidik yang

memiliki kompetensi profesional, baik secara akademis maupun kepribadian.

3. Masyarakat (Lingkungan Sosial)

Secara sederhana, masyarakat (lingkungan sosial) dapat diartikan sebagai

kelompok individu pada suatu komunitas yang terkait oleh satu kesatuan visi

kebudayaan yang mereka sepakati bersama. Setidaknya ada dua macam bentuk

masyarakat dalam komunitas kehidupan manusia. Pertama, kelompok primer

yaitu kelompok yang dimana manusia mula-mula berinteraksi dengan orang lain

secara langsung, seperti keluarga dan masyarakat secara umum. Kedua, kelompok

sekunder yaitu kelompok yang dibentuk secara sengaja atas pertimbangan dan

kebutuhan tertentu, seperti perkumpulan profesi, sekolah, partai politik, dan

sebagainya. Kesatuan visi ini secara luas kemudian membentuk hubungan yang

komunikatif dan dinamis, sesuai dengan dinamika tuntutan perkembangan

zamannya.

Untuk itu setiap anggota masyarakat memiliki peran dan tanggung jawab moral

terhadap terlaksananya proses pendidikan. kesemuanya unsur yang ada dalam

masyarakat harus senan tiasa terpadu, bekerja sama sekaligus kontrol bagi

pelaksanaan pendidikan. hal ini disebabkan adanya hubungan dan kepentingan

yang timbal balik antara masyarakat dan pendidikan. sebab lewat pendidikanlah
nilai-nilai kebudayaan suatu komunitas masyarakat dapat dipertahankan dan

dilestarikan.

Oleh karena itu, perlu adanya renovasi reorientasi kembali konsep pendidikan

yang dilaksanakan, agar mampu melibatkan ke tiga unsur tersebut dalam satu

kesatuanvisi dan misi pendidikan secara aktif dan dinamis. Dengan kesatuan visi

dan misi itulah, pelaksanaan proses pendidikan dapat mencapai tujuannya secara

sempurna, baik sebagai agent of change, pembentuk pribadi individu muslim

yang paripurna, serta pencipta insan massa depan dan yang siap pakai, terutama

dalam menghadapi millinium ketiga yang semakin kompleks dan menangtang.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan kesemua kelompok tersbut adalah saling

berkaitan, baik kerjasama antara keluarga dengan sekolah, dan masyarakat dengan

sekolah.

Peran kerjasama keluarga dengan sekolah, banyak cara yang dapat ditempuh

dengan cara ini seperti: adanya kunjungan kerumah anak didik, diundangnya

orang tua kesekolah, Case Conference, badan pembantu sekolah, mengundang

surat menyrurat antara sekolah dan keluarga, adanya daftar nilai atau raport.

Peran hubungan masyarakat dengan sekolah. Antara masyarakat dengan

pendidikan punya berkaitan dan saling berperan. Apalagi zaman sekarang ini,

setiap orang selalu menyadari akan peran dan nilai pendidikan. karena setiap

warga masyarakat becita-cita dan aktif berpartisipasi untuk membina pendidikan.

hubungan masyarakat dengan pendidikan sangat bersifat korelatif, bahkan seperti

telur dengan ayam. (Komentar M.Noor Syam dalam bukunya Filsafat Pendidikan
dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila). Masyarakat maju karena pendidikan,

dan pendidikan yang maju hanya akan ditemukan dalam masyarakat yang maju.

Peran masyarakat terhadap pendidikan (sekolah). Masyarakat mempunyai

pengaruh yang sangat besar terhadap berlangsungnya segala aktivitas yang

menyangkut masalah pendidikan. Bahan yang akan diberikan kepada anak didik

sebagai generasi penerus disesuaikan dengan keadaan dan tutuan masyarakat di

mana kegiatan pendidikan berlangsung, peran tersbut yaitu:

1. Msyarakat berperan serta dalam mendirikan dan membiyayai sekolah


2. Masyarakat berperan mengawasi pendidikan agar sekolah tetap

membantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat.


3. Masyarakatlah yang ikut menyediakan tepat pendidikan seperti gedung

museum, perpustakaan, panggung-panggung kesenian, kebun binatang

dan sebagainya.
4. Masyarakay yang menyediakan berbagai sumber untuk sekolah.
5. Masyarakat sebgai sumber pelajaran atau laboratorium tempat belajar.

Strategi pendidikan karakter.

Menurut J Drost (2002), yang terpenting menentukan kualitas pendidikan adalah

cara guru mengajar didepan kelas. Bukan pada kurikulumnya. Karena kurikulum

pada dasarnya sama disetiap negara. Oleh karenaa itu kombinasi antara kurikulum

berbasis kompetensi dengan guru yang berkualitas akan sangat menentukan

keberhasilan sebuah proses pembelajaran.

Menurut brooks dan goole dalam Elmmubarak (2009):12 untuk

mengemplementasikan pendidikan karakter disekolah terdapat tiga elemen

penting untuk diperhatikan, yaitu prinsip, proses, dan prakteknya. Dalam


menjalankan prinsip, nilai-nilai yang diajarkan harus termanifestasikan dalam

kurikulum sehingga semua siswa di suatu sekolah faham benar tentang nilai-nilai

tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam perilaku nyata.

Ali abdul Halim Mahmud di dalam Pendidikan Ruhaniah, bahwa Pendidikan

ruhani dalam Islam dapat membangkitkan daya kekuatan pada diri seorang

muslim untuk melaksanakan pola kehidupan islam yang benar, jauh dari sifat-sifat

berlebih-lebihan dan kelengahan. Bahkan pandangan yang benar terhadap

kehidupan kemanusiaan yang islami ini, memperhatikan pendidikan tubuh, akal,

moral, dan keagamaan. Oleh karena itu pendidikan jiwa ini mempunyai pengaruh

yang besar terhadap tiga hal yaitu;[14]

1. Pengaruh Pendidikan Ruhani pada Diri Seseorang.

Tentang karakter orang-orang mukmin, tujuh butir yang harus diperhatikah dalam

pendidikan ruhanai;

Pertama, membersihkan diri seseorang dan menjernihkan jiwanya dari sifat

keraguan, wawas, dan rasa khawatir. Menanamkan keimanan serta keyakinan

pada dirinya, dan menghilangkan rasa cemas serta mendidik jiwa kearah positif

dalam menyikapai permasalahan kehidupan sehingga menjadi insan kamil,

bertanggung jawaab dan produktif.

Kedua, membersihkan seseorang mencintai kebaikan dan memprioritaskan

kebenaran karena jiwanya telah bertautan dengan Allah Swt. Seseorang yang

jiwanya telah bertaubatan dengan Allah SWT niscaya akan selalu mencintai

kebaikan dan memproritaskan kebenaran.


Ketiga, menjadikan seseorang berpegang teguh pada metode yang telah dipilih

oleh Allah SWT sebagai agama untuk seluruh manusia.

Keempat, pendidikan ruhani mendorong untuk mendorong manusia saling

mencintai dan kasih sayang dengan sesamanya.

Kelima, pendidikan ruhani merupakan sarana bagi seseorang untuk memperoleh

taufik dalam segala perintah allah sehingga ia mencintainya.

Keenam, pendidikan ini mengajar seseorang agar tidak melakukan kesalahan dan

tidak melanggar ketentuan islam, baik berupa hukum, syarat, maupun etika.

Ketujuh, pendidikan ini membiasakan ruhani seseorang untuk mencintai kebaikan

dan membenci keburukan, sehingga selalu siap melakukan amar ma’ruf dan nahi

mungkar.

2. Pengaruh pendidikan ruhani terhadap Keluarga dan Masyarakat.

Sesuai dengan ajaran Islam, kita yakin bahwa keluarga merupakan unit dalam

struktur masyarakat, sekaligus menjadi unsur penting dalam pembangunan

masyarakat. Di antara pengaruh tarbiyah islamiyah terhadap keluarga dan

masyarakat, ialah sebagai berikut;

Pertama, membentuk keluarga muslim dalam kerangka dasar dan landasan yang

benar sejak permulaan.


Kedua, pengasuh anak-anak dalam lingkup keluarga secara islami dapat

mengantarkan pertumbuhan generasi muda dalam lingkungan kehidupan keluarga

yang baik, yaitu berdasarkan kecintaan dan mengutamkan kebaikan.

Ketiga, disaat ruhani seseorang telah terdidik dengan tarbiyah islamiah maka

manfaatnya akan membias kesegenap anggota keluarga, keluarga danm

masyarakat dalam membentuk interaksi sosial yang baik menuju keridhoan Allah.

Pergaulan yang bersumber dari nilai-nilai islam itu akan mencerminkan sebuah

kecintaan, keharmonisan, dan kebersamaan dalam masyarakat, serta akan menepis

segala rintangan, benih-benih perpecahan, dan pemusnahan.

Keempat, tarbiyah islamiah mewajibkan terealisasinya hukum-hukum islam,

sistem dan etika islam dalam segala hal, semua yang berkaitan dengan tata cara

serta etika dalam keluarga.

Kelima, tarbiyah islamiah mendorong seluruh keluarga untuk hidup bertetangga

dengan baik sebagaimana di wariskan oleh Rasullah saw. Pendidikan ruhaniah

juga berusaha menghindarkan sebab-sebab perselisihan dan permusuhan, berusaha

meluruskan pandangan yang keliru dalam memahami perselisihan dalm

kepentingan.

Keenam, pendidikan ruhani dalam islam memberikan andil yan besar dalam

menyeru keluarga agar berpartisipasi aktif dalam berbagai peroyek yang

bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Ketujuh, selain pengaruh sosial tersebut, pendidikan ruhani dalam islam juga

mempunyai pengaruh ekonomi terhadap individu-individu dalam masyarakat.


Dengan demikian, pendidikan ruhani dalam islam dapat menciptakankekuatan

baru pada keluarga dan masyarakat dalam menghadapi segala perubahan dengan

suasana tenang dan aman.

3. Pengaruh pendidikan ruhani dan pengamalan demi islam.

Pendidikan ruhani dalm islam mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

membangkitkan kekuatan dan potensi dalam pengamalan demi islam, sehingga

masing-masing individu memberikan saham sesuai dengan kemampuan dan

kondisi, dengan lapang dada dan sepenuh hati. Cabang-cabang amal islam itu;

memegang teguh rukun iman, rukun islam, berbuat adil berbuat ihsan, dan

melaksanakan amal ma’ruf nahi mungkar, menjalankan harokah demi islam,

berusaha mendidik manusia dan mendorong mereka untuk memahami islam,

melatih manusia untuk menjalankan islam dalam kehidupan sehari hari mereka

secara praktikal, kontribusi setiap individu muslim dengan apa yang dia mampu

kerjakan.

Pembangunan pendidikan ruhani sangat berhubungan dengan jalur pendidikan

karakter. Pembangunan karakter bangsa dilakukan melalui restrukturisasi

pendidikan moral yang telah berlangsung sejak lama di semua jenjang pendidikan

(SD/MI hingga SMA/MA/SMK) dengan nomenklatur baru, yakni pendidikan

karakter. Tujuannya adalah untuk mewujudkan nilai-nilai luhur yang terkandung

dalam pancasila, baik dalaam pola pikir, pola rasa maupun pola perilaku dalam

kehidupan sehari-hari.
Socrates berpendapat bahwa tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah

untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah islam,

Rasulullah Muhammad Saw, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam

mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukn karakter yang baik

(good character). tokoh pendidikan barat yang mendunia seperti Klipartick,

Lickona, brooks dan Goble seakan menggemakan kembali gaung yang disuarakan

socrates dan Muhammad Saw. bahwa moral, akhlak atau karakter adalah tujuan

yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Begitu juga Marthin Luther King

Meyetujui pemikiran tersebut dengan mengatakan, “Intellegence plus character,

that is the true aim of education”. Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang

benar dari pendidikan.

Menurut Forster ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter yaitu;

Pertama, keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki

nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan.

Kedua, koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang teguh pada

prinsip, dan tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko.

Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak

adanya koherensi dapat meruntuhkan kredibilitas seseorang.

Ketiga, otonomi. Disain seseorang menginternalisasikan aturana dari luar sampai

menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaia atas keputusan

pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.


Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguan merupakan daya tahan seseorang

guna menginginkan apa yang dipandang baik.

Sedangkan Rusworth Kidder dalam How Good People Make Tough

Choices (1995) menyampaikan tujuh kualitas yang diperlukan dalam pendidikan

karakter, yaitu Seven E’s (Empowered, Effective, Extended in to the community,

Embedded,Engaged, Epistemological, Evaluative).

1. Empowered (pemberdayaan). Guru harus mampu memperdayakan dirinya

untuk mengajarkan pendidikan karakter dengan dimulai dari dirinya

sendiri.
2. Effective, proses pendidikan harus dilaksanakan dengan efektif.
3. Extended into community, komunitas harus membantu dan mendukung

sekolah dalam menanamkan nilai-nilai.


4. Embedded, integrasikan seluruh nilai-nilai kedalam kurikulum dan seluruh

rangkaian proses pembelajaran.


5. Engaged, melibatkan komunitas dan menampilkan topik-topik yang cukup

esensial.
6. Epistemological, harus ada koherensi antara cara berpikir meknatik dengan

upaya yang dilakukan untuk membantu siswa menerapkannya secara

benar.
7. Evaluative, menurut Kidder terdapat lima hal yang harus diwujudkan

dalam menilai manusia berkarakter yaitu;


a. Diawali dengan kesadaran etik
b. Adanya kepercayaan diri untuk berpikir dan membuat keputusan

tentang etik,
c. Mempunyai kapasitas untuk menampilkan kepercayaan diri secara

praktis dalam kehidupan,


d. Mempunyai kapasitas dalam menggunakan pengalaman praktis

tersebut dalam sebuah komunitas,


e. Mempunyai kapasitas untuk menjadi agen perubahan dalam

merealisasikan ide-ide etik dan menciptakan suasana yang berbeda.

Pendidikan karakter dalm seting sekolah memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap

penting dan perlu sehingga menajdi kepribadian/ kepemilikan peserta didik

yang khas sebagaimana nila-nilai yang dikembangkan;


2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai

yang dikembangkan oleh sekolah;


3. Membangun koreksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam

memerankan tanggung jawab pendidikan karakter bersama.

Tujuan pendidikan karakter adalah mempasilitasi kekuatan dan pengembangan

nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses

sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah)

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah
Masalah penelitian ini, bahwa strategi meningkatkan mutu pendidikan

melalui berkarakter adalah merupakan dasar yang sangat penting dalam

meningkatkan kualitas pendidikan dengan melalui indikator pembiasan

spiritual, sosial, dan budaya. Untuk mengetahui strategi mutu pendidikan

melalui berkarakter itu dapat dilaksanakan dengan baik dan maksimal. Hal ini

perlu penelitian yang lebih khusus dalam permasalahan ini yang lebih

ditekankan adalah spiritualnya.


2. Pembatasan Masalah
Mengingat permasalahan yang dapat diidentifikasi dari pemilihan judul tesis

ini begitu luas cakupannya, maka permasalahan penelitian ini akan dibatasi

oleh waktu penelitian dan tema yang dibahas. Penulis hanya akan membatasi

pada strategi meningkatkan mutu pendidikan melalui pendidikan pembiasaan-

pembiasaan dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Adapun faktor-faktor

yang meningkatkan mutu pendidikan tersebut adalah Sekolah, Keluarga, dan

Masyarakat dilengkapi dengan kurikulum serta sarana prasarana yang

memadai.

3. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari identifikasi dan pembatasan masalah peneliti ini adalah

“Apakah pendidikan berkarakter akan meningkatkan mutu pendidikan?” dan

bagaimana strategi meningkatkan mutu pendidikan dalam berkarakter.

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tinjauan pustaka terhadap hasil penelitian terdahulu yang berkenaan dengan

topik penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan

penelitian yang diajukan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan

sebelumnya baik internasional maupun lokal. Dari hasil penelusuran yang telah

dilakukan sejauh ini, diantaranya;

Suyadi, Strategi Pembelajaran pendidikan berkarakter. Bagi guru, harus

mempunyai dasar-dasar pembelajaran berkarakter yaitu;

1) Kemampuan membuka dan menutup pelajaran,


2) Kemampuan menjelaskan materi pembelajaran,
3) Kemampuan memotivasi peserta didik agar berani bertanya. Bagi peserta

didik, dalam proses pembelajaran berkarakter merupakan subjek belajar yang

memegang peranan penting atas ilmu pengetahuan yang harus dikuasainya.

Nana Syaodih Sukmadinata, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah.

Dalam meningkatkan mutu pendidikan, yaitu menekankan pada pembelajaran

siswa aktif dan bermakna. Pembelajaran bermakna yang tersebut (meaningful

learning), pembelajaran menghapal (rote learning), pembelajaran yang bersifat

menerima (reception learning) ini sebuah bantahannya.

Ausubel dan Robinson, mendukung konsep ini sebagai kutub-kutub pembelajaran,

dan dia mendukung lagi seperti belajar menerima (receptive learning), belajar

diskaveri (discovery learning).

Marthin Luther King Meyetujui pemikiran tersebut dengan mengatakan,

“Intellegence plus character, that is the true aim of education”. Kecerdasan plus

karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan.

Socrates berpendapat bahwa tujuan yang paling mendasar dari pendidikan adalah

untuk membuat seseorang menjadi good and smart.

Rusworth Kidder dalam How Good People Make Tough Choices (1995)

menyampaikan tujuh kualitas yang diperlukan dalam pendidikan karakter, yaitu

Seven E’s (Empowered, Effective, Extended in to the community,

Embedded,Engaged, Epistemological, Evaluative).


Klipartick, Lickona, brooks dan Goble seakan mengemakan kembali gaung yang

disuarakan socrates dan Muhammad Saw, bahwa moral, akhlak atau karakter

adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia Pendidikan

D. Tujuan Penelitian

Peneliti ini secara umum bertujuan untuk membuktikan bahwa meningkatkan

mutu pendidikan melalui berkarakter atau pembiasaan-pembiasaan yang

dilakukan sehari-hari. Secara khusus peneliti ini untuk mengetahui mengungkap

bagaimana strategi meninkatkan mutu pendidikan dalam berkarakter dilingkungan

pendidikan sekolah (school). Untuk memberikan solusi dan motifasi kepada

lembaga maupun masyarakat, serta keluarga yang berhubungan dengan sekolah.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan tujuan penelitian diatas, maka peneliti ini diharapkan

bermanfaat untuk:

1. Menambah khasanah ilmiah di bidang kajian Pendidikan Agama Islam

Khususnya dan semua yang berkaitan dengan pendidikan.


2. Menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah dan masyarakat tentang

bagaimana meningkatkan mutu pendidikan melalui pembiasaan-pembiasaan

yang positif.
3. Menjadi sumber insfirasi dan rekomendasi bagi pemerintah dalam membuat

kebajikan berkenaan dengan meningkatkan kualitas Pendidikan Agama

Islam.
4. Bahan kajian bagi peneliti selanjutnya terutama untuk mengembangkan

strategi mutu pendidikan.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian, ada beberapa jenis yang dipergunakan

peneliti, yaitu:
a. Penelitian Deskriptif (Descriptive Research) adalah penelitian yang

diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau

kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat

populasi atau daerah tertentu. Ada beberapa jenis penelitian yang

termasuk penelitian deskriptif, antara lain yaitu Penelitian survai,

penelitian kasus, penelitian perkembangan, penelitian tindak lanjut,

penelitian analisis dokumen/analisis isi, studi waktu dan gerak, studi

kecenderungan.
b. Penelitian kuantitatif, sesuai dengan namanya, banyak dituntut

menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penapsiran

terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Dengan

gambaran ini maka tidak ada garis yang tegas antara penelitian
kuantitatif dengan penelitian ditinjau hanya penggunaan angka-

angka.
c. Hipotesis komparatif, peneliti menggunakan parameter populasi

yang berbentuk perbandingan melalui ukuran sampel yang juga

berbntuk perpandingan. Hal ini juga dapat berati penguji/peneliti

kemampuan generalisasi (signifikansi hasil penelitian) yang berupa

perbandingan keadaan variabel dua sampel atau lebih yang disebut

juga variabel kontrol.

Terdapat dua model komparasi, yaitu komparasi anatara dua sampel dan

komparasi antara lebih dari dua sampel yang sering disebut komparasi k sampel.

Selanjutnya setiap model komparasi sampel dibagi menjadi dua jenis yaitu sampel

yang berkorelasi dan sampel yang tidak berkorelasi disebut dengan sampel

indenpenden, namun hal ini peneliti menggunakan sampel berkorelasi, karana

untuk mengetahui hubungan antara pendidikan menggunakan

berkarakter/pembiasaan dengan yang tidak menggunakan pembiasaan dalam

meningkatkan mutu pendidikan.

2. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dengan beberapa cara, pertama: menghimpun

reperensi berupa buku-buku, pendapat para ulama, para pakar pendidikan, artikel-

artikel, jurnal-jurnal, serta teks-teks hasil rumusan lain yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas, untuk kepentingan merumuskan teori tentang strategi

meningkatkan mutu pendidikan dalam berkarakater. Kedua: melakukan observasi

dengan cara melakukan pengamatan dan terlibat langsung dalam pelaksanaan


kegiatan pembelajaran disuatu lembaga. Dalam hal ini peneliti melakukan serta

mengaplikasikannya dalam kegiatan sehari-hari. Ketiga: melakukan wawancara

dan demontrasi untuk mencari makna dari seluruh fenomena atau perbuatan yang

dilakukan dalam proses pembelajaran yang sedang diamati untuk

diinterprestasikan.

3. Sumber Data

Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Sumber data primer

diperoleh secara langsung observasi, survai lapangan, wawancara dan

dokumentasi. Penentuan informasi dalam penelitian berdasarkan beberapa

karakteristik diantaranya yaitu; pertama: orang yang mengetahui informasi dan

masalah yang berkaitan dengan penelitian secara mendalam dan dapat dipercaya

untuk menjadi sumber data yang akurat. Kedua: orang yang terlibat langsung

dalam maslah yang berkaitan dengan penelitian atau proses pembelajarana disuatu

lembaga/sekolah, keluarga, dan masyarakat. Informasi berkembang sesuai dengan

kebutuhan peneliti dalam memperoleh data. Oleh karena itu berdasarkan

pertimbangan diatas, maka yang jadi informan kunci adalah; Kepala sekolah,

guru, wali kelas, dan bagian tata usaha.

Sedangkan data sekunder diperoleh melalu pembacaan dan penganalisaan hasil

media publikasi dan penerbitan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti

berupa buku-buku, artikel, jurnal-jurnal dan tidakm kalah pentingannya dengan

memperbadingkan dengan sekolah lain (studi Pebandingan).


G. Sistematika Pembahasan.

Secara keseluruhan, penelitian ini terdiri dari lima Bab. Data-data dilapangan

yang menjadi sumber penelitian dituangkan kedalam beberapa bab dan sub bab

yang tersusun dalam sistematika penulisan. Berikut sistematika penulisan dalam

penelitian ini

Bab Pertama berisi pendahuluan yang didalamnya dikemukakan latar

belakang masalah sebagai rasa ke kurang puasan penulis dari permasalahan yang

terjadi sehingga topik ini layak untuk diteliti. Dari sini ditentukan pokok-pokok

permasalahan yang dirinci kedalam identifikasi masalah, pembatasan masalah,

dan perumusahan masalah. Perumusan masalah ini merupakan pertanyaan besar

yang mengarah kepada kesimpulan besar penelitian ini. Dari permasalahan

teresebut, berlanjut pada sumber-sumber penelitian terdahulu yang berkaitan

fokus penelitian yang diteliti. Setelah itu terdapat pemamaran tujuan dan

pemanfaatan penelitian baik secara akademik maupun praktis. Bab pertama ini

dilengkapi dengan metode penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa

data. Sebagi pelengkap bab pertama ini juga menyajikan sistematika penulisan

sebagai garis besar isi penelitian.

Bab kedua berisi kerangka teoritis dan perdebatan komunitas akademik

mengenai penerapan sistem pendidikan pada bab ini berisi sejumlah konsep

penting yang merupakan konstruksi dalam studi ini. Fokus penelitian ini adalah

strategi meningkatkan mutu pendidikan dengan melalui pendidikan berkarakter

dalam aplikasi kegiatan sehari-hari disekolah, di rumah dan dimasyarakat.


Bab ketiga merupakan bab inti yang berisi bukti, data dan argumentasi

yang diramu secara analisis dan argumentatif ini menganalisa bagaimana

penerapan ilmu pendidikan berkarakter disekolah, dikeluarga dan dimasyrakat

dengan yang ada pengaruhnya untuk meningkatkan pendidikan.

Bab keempat masih merupakan bab inti penelitian yang menganalisa

tentang strategi meningkatkan mutu pendidikan di suatu Lembaga Pendidikan di

Kabupaten Tangerang.

Bab kelima sebagai bab penutup berisi uraian kesimpulan dari empat bab

yang ditulis sebelumnya. Selain kesimpulan, bab ini juga merokomendasi yang

biasa dipakai dan dipertimbangkan dalam khazanah keilmuan baik akademik

maupun praktis. Semoga studi penelitian dapat bermanfaat bagi saya dan pembaca

umumnya.
BAB II

STRATEGI MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

A. Pengertian Strategi

Istilah strategi pada awalnya digunakan dalam dunia milter yang diartikan sebagai

cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan.

Begitu juga seorang guru yang mengharapkan hasil baik dalam proses

pembelajaran akan menerapkan suatu strategi agar hasil belajar siswanya

mendapat prestasi yang terbaik.

Istilah strategi (strategy) berasal dari “kata benda” dan “kata kerja” dalam bahas

yunani. Sebagai kata benda , strategos merupakan gabungan kata stratos (militer)

dengan “ago” (memimpin). Sebagai kerja, stratego berarti merencanakan (to

plan).
Semakin luasnya penerapan strategi, Mintzberg dan Waters (1983)

mengemukakan bahwa strategi adalah pola umum tentang keputusan atau

tindakan (strategies are realitzed as patterns in stream of decisions or actions).

Herldy, lengley, dan Rose dalam sujana (1986) mengemukakan strategy is

perceived as a plan or a set of explisit intention preceeding and controling actions

(strategi dipahami sebagai rencana atu kehendak yang mendahului dan

mengendalikan kegiatan).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa strategi

adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk

melakukan kegiatan atu tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang

terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana penunjang

kegiatan.

Strategi yang ditetapkan dalm kegiatan pembelajaran disebut stategi

pembelajaran. Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik

melakukan kegiatan belajar. Tujuan strategi pembelajaran adalah terwujudnya

efesiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik. Strategi

pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh dalam suatu sistem pembelajaran

yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum

pembelajaran, yang dijabarkan dari pandangan falsafah atau teori belajar tertentu.

Dalam proses pengembangan pendidikan membutuhkan strategi atau yang sering

disebut dengan metode pembelajaran, diperlakukan perhitungan tentang kondisi

dan situasi dimana proses tersebut berlangsung jaka panjang dalam jangka
panjang. Metode adalah jalan yang harus dimulai untuk menncapai tujuan.

Strategi yang baik adalah bila dapat melahirkan metode yang baik pula, sebab

metode adalah suatu cara pelaksanaan strategi.

Strategi pendidikan pada hakekatnya adalah pengetahuan atau seni budaya

menggunakan semua faktor/kekuatan untuk mengamankan sasaran kependidikan

yang hendak dicapai melalui perencanaan dan pengarahan dalam oprasionalisasi

sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan yang ada. Sebagaimana dalam QS. Al

Qashash:77 adalah “Dan berusahalah mendapatkan segala apa yang telah Allah

berikan mengenai tempat tinggalmu di akhirat, dan janganlah kamu melupakan

nasib hidupmu didunia, dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat

kebaikan kepadamu”.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah didapatkan bahwa strategi adalah

suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan

kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat

dalam kegiatan, proses kegiatan, dan sarana penunjang kegiatan.

B. Strategi Meningkatkan Mutu pendidikan

1. Pengembangan Kurikulum

Pada prisipnya pengelolaan kurikulum yang berbasis sekolah membagi peran dan

tanggung jawab masing-masing pelaksana pendidikan dilapangan yang terkait

dengan pelaksanaan kurikulum, pembiyayaan dan pengembangan silabus.

Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkapkan semua aspek domain

pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif dan fisikomotor. Sistem penilaian yang
diharapkan diterapkan untuk mengukur hasil belajar siswa menurut kurikulum

2006 adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Dimana untuk mengetahui

seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompentensi dasar maka diperlukan

suatu sistem penilaian yang menyeluruh dengan menggunakan indikator-indikator

yang dikembangkan guru secara jelas.

Dalam pengembangan penilaian digunakan berbasis kompentensi dasar mencakup

beberapa hal yaitu;

a. Standar kompentensi adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan

dalam setiap mata pelajaran. hal ini yang sangat signifikan dalam perencanaa,

metodologi dan pengelolaan nilai.


b. Kompentensi Dasar adalah kemampuan minimal dalam rangka mata pelajaran

yang harus dimiliki lulusan.


c. Rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester

dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus.


d. Proses penilaian, pemilihan dan pengembangan teknik penilaian, sistem

pencatatan, dan pengelolaan proses.


e. Proses implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.

Tujuan penilaian yang dilakukan guru dikelas hendaknya diarahkan pada 4 hal

yaitu; keeping track, yaitu untuk menulusuri agar proses pembelajaran anak didik

tetap sesuai dengan rencana. Checking up, yaitu untuk mengecek adakah

kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran.

Finding out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan

terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran. Suming up, yaitu
untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompentensi yang

ditetapkan atau belum.

Penilaian guru berbasis kelas dengan tujuan utamanya adalah untuk memamntau

kemajuan dan pencapai belajar siswa sesuai dengan matriks kompentensi belajar

yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas diharapkan mengembangkan sistem

portofolyo individu siswa (student portofolio) yang berisi kumpulan yang

sistematis tentang kemajuan dan hasil belajar siswa. Portofolyo siswa memberikan

gambaran secara menyeluruh tentang proses dan pencapaianbelajar siswa pada

kurun waktu tertentu. Portofolyo siswa dapat berupa rekaman perkembangan

belajar dan psikososial anak (developmental), catatan prestasi khusus yang dicapai

siswa (showcase), catatan yang menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal

sampai akhir (comprehensive), atau kumpulan tentang kompentensi yang telah

dikuasi anak secara komulatif. Portofolio ini sangat berguna baik bagi sekolah

baik orang tua serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci

tentang perkembangan belajar anak dan aspek psikososialnya sehingga mereka

memberikan bimbingan, menerapkan strategi pembelajaran yang lebih

menekankan pada kebermaknaan hasil belajar, mengelola kelas (classroom

managemet), memahami karakteristik siswa.

Untuk mengatisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka

profesionalisme guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh

dalam pengembangan profesionalitas guru menurut Balitbang Diknas antara lain

adalah:
1. Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan

untuk memperbaiki kinerja guru dalam peningkatan mutu pendidikan dan

bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata.


2. Perlu mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk

memaksimalkan pelaksanaannya.
3. Perlunya sistem penilaian yang sistematik dan periodik untuk mengetahui

efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan.


4. Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kKabupaten/Kota

sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang

dituntut dalam UU No.22/1999.


5. Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan

dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran.


6. Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan

pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.


7. Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia

didepdiknas dan Kanwil-Kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan

peningkatan mutu guru.


8. 8. Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebajikan yang ada melalui

perumusan kembali aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu

mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya.


9. 9. Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan pengawasan

pengelolaan sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana

peningkatan mutu guru.


10. 10. Perlunya upaya untuk peningkatan kemampuan guru dalam penelitian,

agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan- permasalahan

yang dihadapi dalam proses pembelajaran.


11. 11. Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha

meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.


12. Memperketata persyaratan untuk menjadi calon guru pada lembaga

pendidikan tenaga kependidikan (LPTK).


13. Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang

lebih luas untuk meningkatkan karier.


14. Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksiobel untuk

menudukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas

guru dalam melaksankan proses pengajaran.

Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang telah

diutarakan oleh balitbang diknas, tentunya “penghargaan yang profesional”

terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa

guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat

penting dalam mendorong tubuhnya semangat profesionalisme pada diri guru.

Adapun yang diungkapkan oleh H. Djohar, MS, dari kondisi pendidikan yang

menggunakan kurikulum, justru peserta didik tidak pernah memperoleh layanan

yang diharapkan kurikulum, yakni sebagai manusia ia tidak pernah mendapat

perhatian atas kelemahan-kelemahan yang dimilikinya, sebagai manusia tidak

pernah memperoleh bimbingan untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi dalam

hidupnya, tidak pernah memperoleh penghargaan atau pujian atas

keberhasilannya, tidak pernah memperoleh pengakuan atas kelemahan dan

unggulan kemampuan apabila dibandingkan dengan orang lain, dan sebagai insan

yang hidup bersama ia tidak pernah merasakan hidup demokrasi, sehingga

demokrasi hanya dirasakan sebagai pernyataan verbal, bisa diucapkan akan tetapi

tidak mampu dilaksanakan dalam kehidupan nyata.


Tugas seorang guru antara lain harus mampu: menganalisis, menguasai dan

mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk teori dan praktek, menguasai

bidang studi yang diajarkan, membuat rencana pembelajaran, memilih dan

mengembangkan materi dengan memperluas dan memperdalam dasar-dasar

kejuruan yang lebih kuat dan mendasar, memilih dan menggunakan metode

pembelajaran yang tepat.

Dalam meningkatkan pendidikan membutuhkan alat. Alat pendidikan adalah

segala sesuatu yang dipergunakan oleh guru/pendidik dalam usaha untuk

mencapai tujuan pendidikan. langeveld mengartikan alat pendidikan sebagai suatu

perbuatan atau situasi yang dengan sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan

dalam pendidikan (Wens Tanlain, 1992:52).

B. Suryo Broto (1990 : 29) mengartikan alat pendidikan sebagai suatu yang dapat

dipergunakan oleh pendidik dalam usahanya dalam mencapai tujuan pendidikan

yang telah dirumuskan, baik tujuan Nasional, institusional maupun intruksional.

Alat pendidikan yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama

dapat dibedakan menjadi beberapa macam alat-alat yang dimaksud adalah:

a. Alat pengajaran Klasikal


Alat pengajaran klasikal adalah alat-alat pengajaran yang digunakan guru

bersama murid. Sebagai contohnya papan tulis, kapur/spidol, tempat sholat

atau tempat ibadah lainnya.


b. Alat pengajaran Individual
Hal ini adalah alat pengajaran yang dapat dimiliki oleh masing-masing

murid dan masing-masing guru. Contoh alat pengajaran ini adalah: alat-alat
tulis, buku pelajaran, untuk murid, buku pegangan, buku-buku persiapan

guru dan lain sebagainnya.


c. Alat peraga

Alat peraga adalah ialah alat pengajaran yang berfungsi untuk memperjelas atau

memberi gambaran yang kongkrit tentang hal-hal yang dianjurkan dan larangan

dalam materi pendidikan Islam (Abu Ahmadi 1986 : 50)

Alat pendidikan dapat dujga disebut sebagai sarana dan prasarana pendidikan,

baik fisik maupun non fisik.

1. Sarana fisik pendidikan


a. Lembaga pendidikan

Lembaga pendidikan atau badan pendidikan adalah organisasi atau kelompok

manusia, yang memikul tanggung jawab atas terlaksananya pendidikan. secara

formal pendidikan disekolah yang terikat pada aturan-aturan tertentu, pendidikan

diberikan pada kursus-kursus yang aturannya tidak terlalu ketat, sedangkan secara

informal pendidikan diberikan dilingkungan keluarga.

b. Media Pendidikan

Media disini berarti alat-alat/benda-benda yang dapat membantu kelancaran

proses pendidikan yang pada dan pada masa modern alat-alat tersebut sudah

semakin canggih dan mutakhir seperti yang dapat kita saksikan sekarang ini

dengan adanya media internet segala sesuatu mudah diketahui.


2. Sarana Non fisik Pendidikan

Hal ini adalah alat pendidikan yang tidak berupa bangunan tetapi berupa materi

atau pokok-pokok pikiran yang membantu kelancaran proses pendidikan. sarana

pendidikan non fisik ini terdiri dari:

a. Kurikulum

Dalam Ilmu Pendidikan Islam kurikulum merupakan komponen yang amat

penting karena kurikulum itu sendiri merupakan bahan-bahan ilmu pengetahuan

yang diproses dalam sistem kependidikan islam. Disamping itu juga kurikulum

juga berfungsi sebagai alat pencapaian pendidikan.

Unsur utama dalam kuri kulum adalah ;

1) Kurikulum berisi jumlah tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan.


2) Pengetahuan (Knowledge) atau isi, content kurikulum yang berisi sejumlah

informasi-informasi, data-data, aktivitas-aktivitas, dan pengalaman-

pengalaman sehingga terbentuk kurikulum


3) Organisasi dan metode serta teknik dan cara mengajar yang dipakai oleh

guru-guru untuk mengajar dan mendorong murid-muruid agar belajar

membawa mereka ke arah yang diketahui oleh kurikulum


4) Cara teknik penilaian (evaluasi) terhadap hasil atau produk kurikulum, dan

evaluasi terhadap proses kurikulum yang digunakan untuk mengukur dasn

menilsai kurikulum dalam hasil proses pendidikan yang dirfencanakan.

Kurikulum pendidikan Islam dikenal dengan kata-kata “manhaj” yang berarti

jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. William B. Ragan,

sebagaimana dikutif S. Nasution, berpendapat bahwa kurikulum meliputi seluruh

program dan kehidupan di sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan

pelajaran, tetapi seluruh kehidupan dikelas.

Kurikulum pendidikan Islam diorientasikan pada pencapaian tujuan pendidikan

Islam, maka isi kurikulum seperti metode, alat, dan sistem evaluasi yang

digunakan haruslah menunjang terhadap pencapaian tujuan pendidikan

dimaksud[29].

Dr. Hasan langgulung yang menterjemahkan dari buku Omar Muhammad Al-

Toumy Al-Syaibani dalam Bukunya “Filsafat Pendidikan Islam” dan di kutif oleh

Dr. Armai Arief, MA, di dalam Buku Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan

Islam, bahwa ada delapan prinsip dalam pengembangkan tujuan pendidikan Islam

antara lain :

1. Prinsip Universal (menyeluruh)


Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, seharusnya memperhatikan

seluruh aspek kehidupan yang mengitari kehidupan manusia, baik aspek

agama, budaya sosial, kemasyarakatan, ibadah, akhlak dan muamalah.


2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan;
Islam memiliki prinsip dasar keseimbangan dalam kehidupan, baik antara

dunia dan akherat, jasmani dan rohani


3. Prinsip kejelasan;
Adalah prinsip yang mengandung ajaran dan hukum yang memberi

kejelasan terhadap aspek spiritual dan aspek intelektual manusia, dengan

berpegang teguh kepada prinsip ini akan terwujud tujuan, kurikulum, dan

metode pendidikan yang jelas


4. Prinsip tak ada pertentangan
Pada prinsipnya sebuah sistem didalamnya terdapat berbagai komponen

yang saling menunjang dan membantu antara satu dengan yang lainnya.
5. Prinsip relisme dan dapat dilaksanakan;
Adalah sebuah prisif yang selalu menjungjung tinggi realitas atau

kenyataaan dalam kehidupan.


6. Prinsip perubahan yang diinginkan;
Yaitu prinsip perubahan jasmaniah, spiritual, intelektual, sosial. Spilogis dan

nilai-nilai menuju kearah kesempurnaan.


7. Prinsip menjaga perbedaan antar individu;
Adalah prinsip yang consern terhadap perbedaan antar individu, baik dari

segi kebutuhan, emosi, tingkat kematangan berfikir dan bertindak atau sikap

dan mental anak didik.


8. Prinsip dinamisme dan menerima perubahan serta perkembangan dalam

rangka memperbaharui metode-metode yang terdapat dalam pendidikan

agama.

b. Pengembangan kurikulum dan konsep pembelajaran menurut para tokoh

Islam

Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah mengatakan dalam bukunya “Educational

Theory a Qur’anic Outlook”, bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk

membentuk kepribadian sebagai kholifah Allah swt. atau sekurang-kurangnya

mempersiapkan ke jalan yang mengacu kepada tujuan akhir.

Selanjutnya pendidikan Islam menurutnya dibangun atas tiga komponen sifat

dasar manusia yaitu; 1) tubuh; 2). Ruh dan 3). Akal yang masing-masing harus

dijaga.
Pengembangaan kurikulum meurut para tokoh-tokoh pendidikan islam yang telah

berkembang pada masa abad 10 sampai dengan abad 12 an, yang telah berhasil

dengan menggunakan kurikulum/konsep metode pembelajaran antara lain[30] :

Ibn Miskaweh, dalam kehidupannya 320-450H./932-1062M. Pemikirian beliau

tidak dapat dilepaskan dari konsepnya tentang manusia dan akhlak. Konsep

manusia, menurutnya ada tiga daya; (1) Daya bernasu (an-nasf al-babimiyyat),

golongan terendah, (2) Daya Berani (An-nasf as-sabu’iyyat) sebagai daya

pertengahan, (3) Daya berpikir (an-nasf an-nathiqah) tergolong daya tertinggi.

Konsep Akhlak, pemikirin ini yang mendasari konsepnya dalam bidang

pendidikan. konsep akhlak yang ditawarkannya berdasar pada doktrin jalan tengah

(al-wasath) yang bahasa inggris dikenala dengan istilah The Doctrin of The Mean

atau The Golden. Dalam pengertiannya jalan ini antara lain dengan keseimbangan,

moderat harmoni, utama, mulia, atau posisi tengah antara ekstrem.

Al-Qabisi/Abu Hasan, (224-403H/936-1012M) pendidikannya yang

dikonsentrasikan kepada pendidikan anak-anak yang dikembangkan Al-Quran,

As-Sunah dan Fiqih, ini termasuk kepada kurikulum yang disebut ijbari yaitu

kurikulum yang keharusan atau wajib bagi setiap anak. Kurikulum Ikhtiyari (tidak

wajib/pilihan) yang diberikakan tentang hitung, seluruh ilmu nahu, bahas arab,

Sya’ir, kisah-kisah masyarakat arab, sejarah Islam. Perbedaan ilmu-ilmu ikhtiyari

dengan ilmu ijbari. Illmu Ijbariyah lebih dekat jaraknya dengan pembinaan

keagamaan, sedangkan Ikhtiayari kurikulum ini memasukan pelajaran

keterampilan yang dapat menghasilkan produksi kerja yang mampu membiyai

hidupnya dimasa yang akan datang.


Al-Mawardi (364-450H/974-1058M), pemikirannya dalam bidang pendidikan

sebagian besar terkonsentrasi pada masalah etika hubungan guru dan murid dalam

proses belajar mengajar. Dia dia memandang penting seorang guru yang memiliki

sikap tawadlu (rendah hati), ikhlas, bahkan dia pun melarang seseorang mengajar

dan mendidik atas dasar motif ekonomi.

Berdasarkan sikap ikhlas tersebut, maka seorang guru akan tampil melaksanakan

tugasnya secara profesional. Hal ini ditandai oleh beberapa sikap diantaranya; 1)

selalu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan guna mendukung

pelaksanaan proses belajar mengajar, 2) disiplin terhadap peraturan dan waktu, 3)

penggunaan waktu luangnya akan diarahkan untuk kepentingan profesionalnya, 4)

ketekunan dan keuletan dalam bekerja, 5) memiliki daya kreasi dan motivasi

tinggi.

Ibn Sina dengan nama lengkap Abu ‘Ali al-Hsayn Ibn Abdullah (370- /980-1037

M), dalam pemikiran Ibn Sina di bidang pendidikan antara lain berkenaan dengan

tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru dan pelaksanaan

hukuman dalam pendidikan.

Tujuan pendidikan yang dikemukan oleh Ibn Sina sudah terkandung strategi yang

mendasar mengenai dasasr fungsi pendidikan. Yaitu bahwa pendidikan yang

diberikan kepada anak didik, selain harus dapat mengembangkan potensi dan

bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong

manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai kholifah dimasyarakat,

dengan suatu keahlian yang dapat diandalkan.


Kurikulum adalah rangcangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran

yang disusun secara sistematik yang diperlukan sebagai syarat untuk

menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Hal ini sependapat dengan Ibn

Sina. Konsep beliau menggunakan kurikulum berdasarkan tingkatan, yaitu untuk

anak usia 3 samapi 5 tahun diberikan mata pelajaran olah raga, budi pekerti,

kebersihan, seni suara dan kesenian. Selanjutnya umur 6 samapai 14 tahun

membaca dan menghafal Al Quran, pelajaran Agama, pelajaran sya’ir, dan

pelajaran Olah raga. Dan dari 14 tahu keatas yang harus dibereikan lebih banyak

namun lebih cenderung kepada peminatan/keahlian yang bersifat teoritis dan

praktis.

Metode pembelajaran yang diberikan dengan cara metode talqin yaitu untuk

mengajarkan mendengarkan dan membaca al quran secara berulang ulang/atau

digunakan tutor sebaya yang senior mengajarkan kepada junior. Metode

demontrasi mengajarkan dengan cara menulis guru memberikan contoh kepada

muridnya sesuai dengan huruf dan makhrojnya. Metode pembiasaan termasuk

salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan

akhlak. Metode diskusi, metode magang, metode penugasan inilah yang telah

diajarkan oleh Ibn Sina.

Konsep guru dan hukuman dalam pengajaran. Guru adalah sebagai taulaaaadan

dalam segala hal. Dalam menghukum dalam pembelajaran harus merupakan

dengan cara yang bersifat educatif/pembelajaran terhadap siswa yang tidak

menyakitkan.
Al-Ghazali dengan nama lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-

Ghazali (450-505 H/1058-1111M), ilmu-ilmu yang dikembangkan olehnya lebih

banyak ilmu agama yang membawakan keselamatan dunia dan akherat, dan ilmu-

ilmu yang berkecenderungan agama dan tasauf serta pragmatis. Metode

pengajaran yang diberikan oleh beliau adalah metode khusus bagi pengajaran

agama untuk anak-anak, keteladanan, pembinaan budi pekerti dalam penanaman

sifat-sifat keutaman pada diri mereka. Hal ini mendapatkan perhatian khusus dari

Al-Ghojali, karena berdasar pada prinsipnya yang mengatakan bahwa pendidikan

adalah sebagai kerja yang memerlukan hubungan yang erat antara dua hal pribadi,

yaitu guru dan murid.


DAFTAR PUSTAKA

UU RI, No. 20 tahun 2003 Sistem pendidikan Nasional Jakarta Cemerlang


Zuhairini dkk buku terbitan Depag RI Bumi Aksara. Jakarta 1995
Abu ahmadi, Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan, (Rineka Cipta, Jakarta 2001)
E. Mulyasa, menjadi guru profesional (Remaja Rosdakarya, Bandung 2009)
Samsul Nizar, Dasar-dasar Pemikirin Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama

2001. Hal 125


Saidi Ismai Ali. Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh. Pustaka Kausar

2010
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

2003
Marifin Aminuddin Rasyad. Dasar-dasar Kependidikan, Dirjen. Bimbingan Islam

UT. Jakarta 1991 Hal 257-258.


S. Nasution. Sosiologi Pendidikan. Jakarta Bumi Aksara 1995 hal. 14-17
Anton Moeliono, et-el. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Balai Pustaka

1990 hal.204
M. Sholeh Mutasir. Mencari avidensi Islam, analisis sistem filsafat, strategi dan

metodologi pendidikan islam. Jakarta Rajawali Pers 1985. Hal 59


Hazil Abdul Hamid. Sosiologi Pendidikan Islam dalam Perspektif pembangunan

Negara. Kualalumpur; Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan

Malaysia, 1990, hal 80


Muhammad noer syam. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan

Pancasila, Usaha Nasional. Surabaya 1986, hal 199


Ali Abdul Halim Mahmud. Pendidikan Ruhaniah. Gema Insani Jakarta 2000
Syuadi. Strategi Pembelajaran Karakter. Rema Rosdakarya, Bandung 2013
Abdul Majid dan Dian Andayani. Pendidikan karakter Perspektif Islam. Remaja

Rosdakarya, Bandung 2011


Darma Kusuma, dkk. Pendidikan karakter Kajian teori dan Praktek di Skolah.

Rosdakarya Bandung 2011


Ratmin Riyanto. Metodologi Penelitian Pendidikan. SIC 2010
Suharsini Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta

2002
Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian . Cv. Alfabet bandung 2003
H.M. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan teoritis dan Praktis Berdasarkan

Pendekatan Interdisipliner. PT. Bumi Aksara Jakarta 2008


Abdul Majid. Strategi Pembelajaran. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung 2013
Wayan Lesmawan. Strategi Peningkatan Kualifikasi mutu Pendidik dan

Pendidikan Jurnal. 2014, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja


Bloom tahun 1956. Kognitif adalah ranah yang menekankan kepada kemampuan

dan keterampilan intelektual. Afektif adalah ranah yang berkaitan dengan

pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi. Psikomotorik adalah ranah yang

berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau keterampilan motorik. Degeng, 2001


Djohar. Pendidikan Strategik; Alternatif untuk Pendidikan masa depan. Kurnia

Kalam Semesta, 2003


Sama’un Bakry. Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam. Pustaka Bani

Quraisy 2005
Armai Arief. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Ciputata Pers

2002
Abuddin Nata. Pemikiran Para Tokoh-tokoh Pendidikan Islam. Pt. Raja Garfindo

Persada, 2003
Crow dan crow. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta; Rake Sarasin 1990 edisi

III
Marthin Luther King. “Intellegence Plus character, that is the rrue aim of

education”. Kecerdasan plus carakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan

Anda mungkin juga menyukai