Anda di halaman 1dari 104

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter sudah menjadi kebutuhan dan cita-cita fundamental

bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang religius dan beradab, yang

mana setiap Agama mengajarkan karakter atau akhlak mulia kepada pemeluknya.

Mengingat pentingnya pendidikan karakter ini, pemerintahpun mengaturnya

dalam undang-undang sistem pendidikan nasional. Secara eksplisit dikatakan

“pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. (Undang-Undang R.I. Nomor

20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2010:6).

Kemendesakan pendidikan karakter tidak hanya didorong oleh cita-cita

dan undang-undang di atas, melainkan didorong juga oleh situasi dan kondisi

jaman sekarang yang sedang mengalami perubahan tata nilai. Terjadinya perilaku

menyimpang dari norma-norma sosial dan nilai-nilai budaya, meningkatnya pola

hidup konsumeristis dan hedonistis, gaya hidup serba instan, dan berfoya-foya

menjadi indikator bergesernya nilai-nilai moral dan menurunnya kualitas karakter

generasi muda.

Tidak sedikit orangtua mengeluh tentang tingkah laku anak remajanya

yang sulit diatur. Begitu pula guru yang sehari-hari harus berhadapan dengan

perilaku siswa remaja yang sangat kompleks. Dahulu para siswa masih

1
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, sekarang nilai-nilai itu digeser oleh nilai-

nilai yang serba cepat dan tidak usah bersusah payah, antara lain tidak perlu lagi

bekerja keras untuk mendapatkan nilai yang bagus, sebab dengan menyontek saja

nilai yang bagus itu akan bisa dicapai dan naik kelas. Koesoema (2015:15)

menegaskan “tuntutan sosial dan keinginan mempertahankan harga diri di mata

teman-teman sebaya telah mendorong kegiatan menyontek menjadi hal yang biasa

dan wajib dilakukan. Nilai serba cepat telah menggantikan nilai kejujuran”. Tidak

hanya menyontek, tetapi perilaku menyimpang lainnya seperti pergaulan bebas,

merokok di sekolah, minum minuman keras dan narkoba (drugs), terlibat

perkelahian, hamil di luar nikah, menonton film porno, serta perilaku lainnya yang

mengancam rusaknya perkembangan dasar nilai, merupakan persoalan atau

tantangan yang menghantui pergaulan remaja.

Tanggung jawab yang besar untuk membantu remaja menghadapi

tantangan-tantangan di atas umumnya dilimpahkan kepada sekolah. “Sekolah

diharapkan menjadi pusat perubahan masyarakat atau tempat berlangsungnya

revolusi mental” (Johanis Ohoitimur, Lokakarya Pendidikan Yayasan Pendidikan

Lokon SMP & SMA Lokon St. Nikolaus, 20-21 Juni 2016). Sekolah mengemban

tugas dan tanggung jawab melanjutkan pendidikan dasar yang diberikan di dalam

keluarga. Oleh karena pentingnya tanggung jawab ini, maka sekolah perlu ada

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter secara terpadu.

Salah satu sekolah yang berupaya untuk mengimplementasikan pendidikan

karakter adalah SMA Kristen 2 Binsus Tomohon (kata Binsus adalah singkatan

dari Binaan Khusus). Sekolah ini bernaung di bawah Yayasan GMIM Ds. A.Z.R.

Wenas dan terletak di jalan Kampus, Talete Dua Kota Tomohon.

2
Kata ‘binsus’ menandakan bahwa siswa-siswi SMA Kristen 2 Tomohon

dididik dan dibina secara khusus baik di sekolah maupun di asrama. Semua siswa

diwajibkan tinggal di asrama agar proses binaan khusus yang meliputi aspek

intelektual dan karakter dapat terlaksana secara terpadu. Ciri khas lain yang

dimiliki oleh sekolah ini adalah penampilan para siswanya. Keseragaman diatur

dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tidak hanya pakaian yang harus seragam,

tetapi potongan rambut wanita harus sama pendek dan potongan rambut pria juga

harus sama modelnya. Penampilan mereka terlihat sangat rapih dan elegan.

Idealisme pendidikan karakter belum sepenuhnya terlaksana. Berdasarkan

observasi sekolah masih menghadapi beberapa masalah atau tantangan, di

antaranya seperti berikut ini: (1) Masalah disiplin di dalam kelas. Guru masih

menjumpai siswa yang menunjukkan sikap tidak menghargai guru pada saat

proses kegiatan belajar berlangsung. (2) Masalah kepedulian siswa terhadap guru.

Pada beberapa kejadian, siswa tidak menyampaikan salam selamat pagi/selamat

siang kepada guru atau kakak kelas kepada adik kelas. (3) Guru terlambat masuk

kelas untuk mengajar. (4) Guru dan pimpinan sekolah belum memiliki persamaan

persepsi tentang pendidikan karakter. (5) Siswa belum semuanya menaati aturan

atau tata tertib sekolah dan asrama.

Persoalan-persoalan di atas mendorong peneliti untuk melaksanakan

penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang manajemen pendidikan karakter

pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. Peneliti berharap dapat memberikan

kontribusi positif bagi perkembangan pendidikan karakter di sekolah ini.

3
B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah

Fokus penelitian ini adalah manajemen pendidikan karakter pada SMA

Kristen 2 Binsus Tomohon.

Dari fokus penelitian tersebut, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai

berikut:

1. Bagaimana perencanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus

Tomohon?

2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus

Tomohon?

3. Bagaimana evaluasi pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus

Tomohon? Apa saja faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter

yang dihadapi oleh SMA Kristen 2 Binsus Tomohon?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang:

1. Perencanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

2. Pelaksanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

3. Evaluasi pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

4
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

mengembangkan keilmuan dalam bidang manajemen pendidikan dan

mengembangkan model pendidikan karakter yang integral-holistik.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada:

- Pimpinan yayasan sebagai pemangku kebijakan pendidikan dalam

merumuskan kebijakan pendidikan karakter.

- Pimpinan sekolah dan guru dalam merumuskan perencanaan, pelaksanaan,

dan evaluasi pendidikan karakter.

- Menjadi bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

5
BAB II

ACUAN TEORETIK

A. Deskripsi Teoretik

1. Manajemen Pendidikan

1.1. Konsep Dasar Manajemen

a. Pengertian Manajemen

Kata manajemen secara etimologis berarti “tangan yang melakukan”. Hal

ini dikemukakan oleh Husaini Usman (2011:5) sebagai berikut “kata manajemen

berasal dari Bahasa Latin, yaitu dari asal kata manus yang berarti tangan dan

agere yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja

managere yang berarti menangani”. Terjemahan dalam Bahasa Inggris adalah to

manage dengan kata benda management. Selanjutnya, kata ini diterjemahkan ke

dalam Bahasa Indonesia menjadi manajemen.

Dalam perkembangannya, istilah manajemen mendapatkan pengertian

yang lebih spesifik dan variatif dari para ahli. Harold Koontz dan Hein Weirich

dalam Kambey (2006:2), mendefinisikan manajemen sebagai “proses mendisain

dan memelihara lingkungan dimana orang-orang bekerja bersama dalam

kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu secara efisien”.

Sementara itu, Sanches dalam Kambey (2006:2), mendefinisikan manajemen

sebagai “proses mengembangkan manusia”.

Manajemen bukan sekedar proses melakukan sesuatu, melainkan sebagai

seni. Mary Parker Follet dalam Sule dan Saefullah (2010:5) menegaskan

“manajemen is the art of getting things done through people” (manajemen adalah

6
seni menyelesaikan sesuatu melalui orang lain). Manajemen sebagai proses

ataupun seni senantiasa terarah pada suatu tujuan yang hendak dicapai dan

melalui tahapan-tahapan yang pasti, yakni perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan dan pengendalian. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan Nickels dkk.

dalam Sule dan Saefullah (2010:6). Mereka mengemukakan pengertian

manajemen sebagai “the process used to accomplish organizational goals through

planning, organizing, directing, and controlling people and other organizational

goals” (proses yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi melalui

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan orang dan tujuan

organisasi lainnya).

Definisi dari kata manajemen ternyata banyak, tergantung pada persepsi

masing-masing ahli. Namun, terdapat salah satu definisi klasik tentang

manajemen yang dirumuskan oleh George Terry (dalam Indrajit dan

Djokopranoto, 2011:315), yakni “management is a distinct process consisting of

planning, organizing, actuating, and controlling, performed to determine and

accomplish stated objectives by the use of human beings and other resources”.

Dari kutipan ini ditegaskan manajemen sebagai suatu proses perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan melalui orang atau sumber daya

lain untuk mewujudkan tujuan. Proses yang dikemukakan Terry inilah yang

secara populer dikenal dengan istilah POAC (planning, organizing, actuating,

controlling).

Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh para ahli di atas, maka

manajemen dapat diartikan sebagai suatu proses yang terdiri dari rangkaian

7
kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber

daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

b. Fungsi Manajemen

Hasibuan (2005:37) menegaskan “pembagian fungsi-fungsi manajemen

bertujuan agar sistematik urutan pembahasannya lebih teratur, analisis

pembahasannya lebih mudah dan mendalam, dan sebagai pedoman bagi manajer

dalam melaksanakan proses manajemen”. Adapun fungsi manajemen terdiri dari

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian/pengawasan.

Pemahaman dari setiap fungsi dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1) Perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses memikirkan dan menetapkan secara

matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber daya dan

metode yang tepat. Gibson (dalam Sagala, 2010:56) mengemukakan pengertian

perencanaan sebagai berikut “perencanaan mencakup kegiatan menentukan

sasaran dan alat yang sesuai untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”.

Sergiovanni (dalam Sagala, 2010:57) menegaskan: “plans are guides,

approximation, goal post, and compass setting not irrevocable commitments or

dicision commandments”. Artinya perencanaan yang dibuat secara matang akan

berfungsi sebagai kompas atau penunjuk arah untuk mencapai tujuan organisasi.

Lebih lanjut Mulyati dan Komariah (dalam Tim Dosen Universitas

Pendidikan Indonesia, 2011:93-95) mengemukakan fungsi perencanaan sebagai

berikut:

8
a. Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai.
b. Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
c. Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaik dan
mendayagunakan sesuai tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan.
d. Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang
konsisten prosedur dan tujuan.
e. Memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi seluruh
pelaksana.
f. Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif
sehingga bisa menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini.
g. Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan
internal dengan situasi eksternal.
h. Menghindari pemborosan.

Aktivitas perencanaan dimulai dengan meramalkan hasil yang akan

dicapai hingga menetapkan prosedur. Selengkapnya Syafi’i (dalam Kompri,

2015:18) mengemukakan aktivitas perencanaan sebagai berikut:

a. Meramalkan proyeksi yang akan datang.


b. Menetapkan sasaran serta mengkondisikannya.
c. Menyusun program dengan urutan kegiatan.
d. Menyusun kronologis jadwal kegiatan.
e. Menyusun anggaran dan alokasi sumber daya.
f. Mengembangkan prosedur dalam standar.
g. Menetapkan dan menginterpretasi kebijaksanaan.

Perencanaan dapat dibuat berdasarkan jangka waktu tertentu. Sagala

(2010:57) mengemukakan “perencanaan dapat dibagi menjadi perencanaan jangka

pendek, menengah, dan panjang”. Perencanaan jangka pendek, misalnya satu

minggu, satu bulan, satu semester dan satu tahun, perencanaan jangka menengah

yaitu perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu tiga sampai tujuh tahun, dan

perencanaan jangka panjang dibuat untuk jangka waktu delapan sampai dua puluh

lima tahun.

9
2) Pengorganisasian

Mengorganisasikan adalah proses mengatur, mengalokasikan dan

mendistribusikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya di antara anggota

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Stoner (dalam Tim Dosen UPI,

2011: 94) menyatakan bahwa mengorganisasikan adalah “proses mempekerjakan

dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam cara terstruktur guna mencapai

sasaran spesifik atau beberapa sasaran”. Hal serupa dikemukakan oleh Fattah

(2006:71). Menurutnya, salah satu karakteristik sistem kerjasama dalam

organisasi adalah “ada komunikasi di antara orang yang bekerjasama, individu

mempunyai kemampuan untuk kerjasama, dan ditujukan untuk mencapai tujuan”.

Dengan adanya komunikasi, maka kerjasama dapat dilaksanakan dan peluang

untuk mencapai tujuan organisasi semakin besar.

Selanjutnya, Marno (dalam Kompri, 2015:22) mengemukakan tahap-tahap

pengorganisasian meliputi: “sasaran, penentuan kegiatan-kegiatan dan

pengelompokannya, pendelegasian wewenang, rentang kendali atau penetapan

jumlah personil, perincian peranan perorangan, tipe organisasi, dan bagan

organisasi”. Mengorganisasikan adalah tugas dari manajer. Sejak awal

pengorganisasian, manajer harus mengetahui tujuan organisasi yang ingin dicapai,

merumuskan dan mengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan, dan

menetapkan batasan terhadap wewenang, tugas serta tanggung jawab personil.

10
3) Pelaksanaan

Pelaksanaan atau pengimplementasian merupakan proses implementasi

program sebagaimana telah ditentukan dalam kegiatan perencanaan dan berkaitan

erat dengan proses memotivasi. Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah

(2010:8) mengemukakan, “pengimplementasian atau directing adalah proses

implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi

serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung

jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas tinggi”.

Proses memotivasi dalam aktivitas pelaksanaan berarti upaya

menggerakkan setiap anggota untuk mengimplementasikan apa yang sudah

direncanakan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Hal ini ditegaskan oleh

Terry (dalam Kambey 2006:70), “Actuating is setting all members of the group to

want to achieve and to strike to achieve the objective willingly and keeping with

the managerial planning and organizing the efforts”. Dari kutipan ini pelaksanaan

berarti upaya mengatur setiap anggota kelompok agar memiliki keinginan dan

usaha untuk mencapai tujuan sebagaimana telah diatur dan diusahakan oleh

organisasi.

Kompri (2004:24) menegaskan, “cara terbaik untuk menggerakkan para

anggota organisasi adalah dengan cara memberikan komando dan tanggung

jawab”. Komando dan tanggung jawab disertai dengan petunjuk-petunjuk yang

jelas dari pemimpin akan mendorong para anggota melaksanakan tugasnya

dengan baik menuju tercapainya tujuan bersama.

11
4) Pengawasan

Pengawasan merupakan upaya untuk mengukur ketercapaian suatu

kegiatan. Pengawasan berkaitan dengan proses menilai apakah kegiatan yang

telah dilaksanakan sudah sesuai dengan rencana dan seberapa jauh tujuan

organisasi telah dicapai. Kambey (2006:117) mengemukakan “pengawasan

bertujuan untuk memperoleh masukan apakah pelaksanaan dan hasil yang sudah

dicapai sudah sesuai dengan perencanaan”. Dengan kata lain melalui aktivitas

pengawasan dapat diketahui apakah hasil yang dicapai itu berupa keberhasilan

atau kegagalan dan apakah faktor pendorong atau faktor penghambatnya?

Sagala (2010:65) merangkum beberapa pengertian pengawasan dari

beberapa pakar berikut:

(1) Oteng Sutisna menghubungkan fungsi pengawasan dengan tindakan


administrasi. Baginya pengawasan dilihat sebagai proses administrasi
melihat apakah apa yang terjadi itu sesuai dengan apa yang seharusnya
terjadi, jika tidak maka penyesuaian yang perlu dibuatnya. (2) Hadari
Nawawi menegaskan bahwa pengawasan dalam administrasi berarti
kegiatan mengukur tingkat efektivitas kerja personal dan tingkat efesiensi
penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan. (3)
Johnson mengemukakan pengawasan sebagai fungsi sistem yang
melakukan penyesuaian terhadap rencana, mengusahakan agar
penyimpangan-penyimpangan tujuan sistem hanya dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi.

Dari kutipan di atas, aktivitas pengawasan dipahami sebagai proses

administrasi untuk melihat kesesuaian hasil yang dicapai dengan harapan, usaha

mengukur tingkat keberhasilan kerja personil, dan upaya penyesuaian kembali

dengan apa yang telah direncanakan.

12
1.2. Konsep Manajemen Pendidikan

a. Pengertian Manajemen Pendidikan

Istilah manajemen dalam arti luas dipahami sebagai suatu proses kegiatan

untuk mencapai tujuan tertentu melalui kerjasama dengan orang lain. Dalam

kaitannya dengan pendidikan, Engkoswara dan Komariah (2010:89)

mengemukakan manajemen pendidikan sebagai “suatu upaya mencapai tujuan

pendidikan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf,

pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran,

pengendalian, pengawasan, penilaian, dan pelaporan secara sistematis”.

Usman (2011:13) menambahkan tujuan dan manfaat manajemen

pendidikan, antara lain:

a. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif,


kreatif, efektif, menyenangkan dan bermakna;
b. Terciptanya siswa yang aktif mengembangkan potensi dirinya.
c. Terpenuhinya salah satu dari 5 kompetensi tenaga kependidikan, yaitu
kompetensi manajerial.
d. Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
e. Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan
tugas administrasi pendidikan.
f. Teratasinya masalah mutu pendidikan.
g. Terciptanya perencanaan pendidikan yang merata, bermutu, relevan,
dan akuntabel.
h. Meningkatnya citra positif pendidikan.

Adapun ruang lingkup manajemen pendidikan sebagaimana disebutkan

oleh Kompri (2015:98-98) terdiri dari manajemen kurikulum, ketenagaan

pendidikan, siswa, sarana-prasarana, keuangan/pembiayaan pendidikan,

administrasi/perkantoran, unit-unit penunjang pendidikan, layanan khusus

pendidikan, tata lingkungan dan keamanan sekolah, dan hubungan dengan

masyarakat.
13
b. Fungsi Manajemen Pendidikan

1) Perencanaan Pendidikan

Banghart dan Trull dalam Sagala (2010:56) mengemukakan: “Educational

planning is first of all a rational process”. Artinya perencanaan pendidikan adalah

langkah paling awal dari semua proses rasional. Dalam lingkup satuan pendidikan

atau sekolah, perencanaan ini tertuang dalam RKAS (rencana kegiatan dan

anggaran sekolah) yang dibuat oleh pimpinan sekolah secara kolaboratif, yakni

melibatkan warga sekolah tentang program-program yang akan dilaksanakan baik

dalam jangka waktu tertentu, seperti satu minggu, satu bulan, satu semester dan

satu tahun, atau lebih dari itu.

Ruang lingkup perencanaan pendidikan menurut Sagala (2010:57)

meliputi “administrasi sekolah dalam kurikulum, supervisi, kemuridan, keuangan,

sarana dan prasarana, personal, layanan khusus, hubungan masyarakat, fasilitas

proses belajar mengajar, dan ketatausahaan sekolah”. Dengan kata lain, melalui

aktivitas perencanaan, sekolah menentukan sasaran melalui program-program

yang jelas dan terukur.

2) Pengorganisasian Pendidikan

Aktivitas pengorganisasian merupakan aktivitas menentukan siapa yang

akan melaksanakan tugas atau bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan yang

telah diprogramkan dalam perencanaan, bagaimana menjalin hubungan atau

kerjasama satu sama lain agar proses pelaksanaan kegiatan nantinya dapat

berjalan sukses.

14
Sagala (2010:60) menegaskan, “pengorganisasian sekolah adalah tingkat

kemampuan kepala sekolah bersama guru, tenaga kependidikan dan personil

lainnya melakukan semua proses manajerial”. Artinya, melalui aktivitas

pengorganisasian kepala sekolah harus bisa menentukan struktur tugas, wewenang

dan tanggung jawab (job description), serta menentukan fungsi-fungsi setiap

personil secara seimbang sesuai tupoksi (tugas pokok dan fungsi).

Kompri (2015:101) mengungkapkan aktivitas pengorganisasian meliputi

pembidangan dan pengunitan dengan manfaat sebagai berikut: “antara bidang

yang satu dengan bidang yang lain dapat diketahui batas-batasnya, diketahui

wewenang dan kewajibannya, serta hubungan vertikal dan horisontal dalam jalur

struktural maupun jalur fungsional.”

Adapun prinsip yang harus dipenuhi agar tujuan pengorganisasian dapat

tercapai menurut Kompri (2015:102) antara lain “memiliki tujuan yang jelas yang

dipahami dan diterima oleh seluruh anggota, dan memiliki struktur organisasi

yang menggambarkan adanya satu perintah, keseimbangan tugas, wewenang dan

tanggung jawab”.

3) Pelaksanaan Pendidikan

Fungsi pelaksanaan terkandung didalamnya fungsi pengarahan yang

menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Kompri (2015:102) mengemukakan

dalam menjalankan fungsinya kepala sekolah perlu mengadakan (1) orientasi

sebelum seseorang memulai melaksanakan tugas, (2) memberikan petunjuk dan

penjelasan mengenai pekerjaan yang akan dilakukan, (3) memberikan kesempatan

15
untuk berpartisipasi berupa pemberian gagasan, usul atau saran, (4) mengikut

sertakan guru dan pegawai, dan (5) memberikan nasehat dan motivasi.

Selanjutnya dalam fungsi pelaksanaan terdapat juga aktivitas

pengkoordinasian. Menurut Sagala (2010:63) koordinasi dapat diwujudkan

melalui:

(1) konferensi atau pertemuan lengkap yang mewakili unit kerja di


sekolah, (2) pertemuan berkala untuk pejabat-pejabat tertentu, (3)
pembentukan panitia gabungan, (4) pembentukan badan koordinasi staf
untuk mengkoordinir sekolah, (5) mewawancarai personil sekolah
berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya, (6) memorandum atau
instruksi berantai, (7) ada dan tersedianya buku pedoman organisasi.

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan

berlangsung melalui aktivitas mengarahkan setiap komponen sekolah melalui

pengkoordinasian atau komunikasi secara terus menerus untuk memastikan

terlaksananya kegiatan sesuai dengan yang diharapkan.

4) Pengawasan Pendidikan

Sagala (2010:65) mengemukakan, “pengawasan adalah salah satu kegiatan

mengetahui realisasi perilaku personal sekolah dan apakah tingkat pencapaian

tujuan pendidikan sesuai yang dikehendaki, kemudian dari hasil pengawasan

apakah dilakukan perbaikan”. Aktivitas pengawasan melibatkan beberapa pihak,

yaitu: kepala sekolah untuk pengawasan sekolah, supervisor untuk pengawasan

layanan belajar, dan tenaga kependidikan yang berwenang untuk pengawasan

layanan teknis kependidikan.

Pengawasan bisa berlangsung secara internal oleh kepala sekolah melalui

kegiatan supervisi struktural ataupun klinis, dan eksternal oleh supervisor atau

pengawas dari dinas pendidikan setempat. Di samping itu, dikenal juga model
16
pengawasan akreditasi yang dilakukan oleh badan akreditasi yang menilai seluruh

aktivitas sekolah berdasarkan kedelapan standar pendidikan (kompetensi lulusan,

isi, proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,

pembiayaan dan penilaian pendidikan).

Mockler (dalam Kompri, 2015: 106) mengemukakan langkah-langkah

dalam menyusun pengawasan sebagai berikut:

a. Memetakan standar dan metode mengukur prestasi kerja dimulai dari


menetapkan tujuan atau sasaran secara spesifik dan mudah diukur.
b. Pengukuran prestasi kerja secara berulang melalui pengamatan
langsung atau penggunaan instrumen survey yang berisi indikator
efektivitas kerja.
c. Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar.
d. Mengambil tindakan korektif bila hasil pengukuran menunjukkan
terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Kompri (2015:106) menegaskan “pengawasan secara umum bertujuan

untuk mengendalikan kegiatan agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan”.

Dengan kata lain, melalui pengawasan apa yang telah ditetapkan dalam rencana

dan program, pembagian tugas dan tanggung jawab, dan pelaksanaannya

senantiasa dipantau dan diarahkan sehingga tetap berada pada jalurnya demi

tercapainya tujuan yang diharapkan.

2. Konsep Pendidikan Karakter

2.1. Pengertian Pendidikan

Koesoema (2010:23) mengemukakan, “secara etimologis, kata pendidikan

berasal dari dua kata kerja yang berbeda, yaitu dari kata educare dan educere.

Kata educare memiliki konotasi ‘melatih’, ‘menjinakkan’, atau ‘menyuburkan”.

17
Pendidikan dipahami sebagai sebuah proses membantu menumbuhkan,

mengembangkan, dan mendewasakan, menata, menciptakan budaya dan

keteraturan dalam diri siswa. Pengertian pendidikan seperti ini senada dengan

pendapat kaum behavioris seperti Watson dan Skinner (dalam Mudyahardjo,

2001:7) yang menekankan pendidikan sebagai “proses perubahan tingkah laku”.

Di pihak lain, menurut John Dewey (dalam Muslich, 2011: 67) pendidikan

adalah “proses pembentukan kecapakan fundamental secara intelektual dan

emosional ke arah alam dan sesama manusia. Sementara itu dalam konteks

Indonesia, pengertian pendidikan secara sistematis tertuang dalam Undang-

Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Pasal 1 ayat 1 ditegaskan sebagai berikut:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pengertian pendidikan mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia.

Bahkan, pendidikan adalah “hidup itu sendiri, sebab pendidikan berlangsung

seumur hidup (lifelong education), mencakup segala lingkungan dan situasi hidup

yang mempengaruhi pertumbuhan individu” (Mudyahardjo, 2001:3).

2.2. Pengertian Karakter

Secara etimologis istilah karakter berasal dari bahasa Yunani karasso,

berarti ‘cetak biru’, ‘format dasar’, atau ‘sidik’ seperti dalam sidik jari. Wynne

(dalam Mulyasa, 2011:3) mengemukakan bahwa “istilah karakter berasal dari

Bahasa Yunani yang berarti to mark ‘menandai’ dan memfokuskan pada


18
bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku

sehari-hari”.

Menurut Pusat Bahasa (dalam Kemendiknas, 2010:12) karakter diartikan

sebagai “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,

tabiat, temperamen, watak.” Berkarakter berarti berkepribadian, berperilaku,

bersifat, bertabiat, dan berwatak. Individu yang berkarakter baik atau unggul

adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan,

dirinya, sesama dan lingkungannya dengan cara mengoptimalkan potensi dirinya

dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya. Musfiroh (dalam

Kemendiknas, 2010:12) menambahkan “karakter mengacu kepada serangkaian

sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan”.

Selanjutnya, Mounier (dalam Koesoema, 2010: 90-91) mengajukan dua

cara interpretasi tentang istilah karakter. Pertama, karakter sebagai “sekumpulan

kondisi yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih

kurang dipaksakan dalam diri kita” (karakter bawaan atau given character).

Kedua, karakter sebagai “tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu

menguasai kondisi tersebut. Karakter adalah sebuah proses yang dikehendaki”

(willed).

Senada dengan pengertian karakter di atas, Ohoitimur (dalam Rataq dan

Korompis, 2011:11), menegaskan bahwa “karakter personal terdiri dari dua unsur

yakni karakter bawaan dan karakter binaan”. Karakter bawaan merupakan

karakter yang secara hereditas (faktor keturunan) menjadi ciri khas

kepribadiannya. Sedangkan karakter binaan merupakan karakter yang

berkembang melalui pembinaan dan pendidikan secara sistematis. Dalam

19
pengertian karakter binaan inilah, pendidikan karakter adalah sesuatu yang pasti

bisa diwujudnyatakan.

2.3. Pengertian Pendidikan Karakter

Elkind dan Sweet (dalam Kemendiknas, 2010:13) mengemukakan

pendidikan karakter dimaknai sebagai berikut: “character education is the

deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical

values”. Pendidikan karakter adalah suatu usaha sengaja untuk membantu orang

memahami, peduli dan bertindak menurut nilai-nilai etika. Sementara itu menurut

Ramli (dalam Kemendiknas, 2010:13), “pendidikan karakter memiliki esensi dan

makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak”. Dengan kata

lain, pendidikan karakter merupakan usaha untuk membentuk pribadi anak,

supaya menjadi pribadi, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.

Koesoema (2010:42) mengemukakan bahwa “pendidikan karakter

sebenarnya dicetuskan pertama kali oleh pedagog Jerman F.W. Foerster (1869-

1966)”. Menurut Foerster terdapat empat ciri dasar pendidikan karakter. Pertama,

keteraturan interior melalui mana setiap tindakan diukur berdasarkan hierarki

nilai. Kedua, koherensi yang memberikan keberanian melalui mana seseorang

dapat mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada

situasi baru atau takut risiko. Ketiga, otonomi atau kemampuan seseorang untuk

menginternalisasikan aturan dari luar sehingga menjadi nilai-nilai bagi pribadi.

Keempat, keteguhan dan kesetiaan, yakni daya tahan seseorang untuk mengingini

apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan merupakan dasar bagi

penghormatan atas komitmen yang dipilih.

20
Lickona (1991:51) menegaskan pendidikan karakter dimengerti sebagai

“upaya habituasi atau pembiasaan untuk mengetahui/memikirkan yang baik

(moral knowing), menghayati yang baik (moral feeling) dan melaksanakan yang

baik (moral action)”. Dalam pengajaran kita kenal dengan ketiga ranah, kognitif,

afektif dan psikomotorik.

Pendidikan nilai merupakan bagian dari pendidikan karakter. Namun

sering muncul pertanyaan nilai-nilai apa yang harusnya diajarkan oleh sekolah?

Lickona (1991:38) mengemukakan tentang nilai-nilai universal, “universal

values-such as treating all people justly and respecting their lives, liberty, and

equality-bind all persons everywhere because they affirm our fundamental human

worth and dignity”. Artinya, nilai-nilai yang diajarkan haruslah nilai-nilai

universal seperti memperlakukan orang lain secara adil, menghormati kehidupan,

kebebasan, dan kesetaraan sebagai manusia. Nilai-nilai ini melekat dalam diri

setiap orang di mana saja karena berkaitan dengan martabat manusia.

Dalam konteks Indonesia, pendidikan karakter perlu didasarkan pada ke-

17 nilai karakter bangsa sebagaimana dikemukakan oleh Kemendiknas (2011:19-

20), yaitu: “religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,

demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi, bersahabat/komunikatif, gemar membaca, peduli lingkungan, dan peduli

sosial, serta tanggung jawab”.

21
3. Manajemen Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter yang utuh dan menyeluruh akan terwujud jika

dikelola dengan tepat. Pengelolaan yang dimaksudkan di sini terkait dengan

fungsi-fungsi manajemen, yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating),

dan evaluasi (evaluation) pendidikan karakter di sekolah.

3.1. Perencanaan Pendidikan Karakter

Penyusunan perencanan pendidikan karakter perlu mengacu pada nilai-

nilai yang hendak dicapai, tujuan, bentuk kegiatan, materi, jadwal, fasilitator,

pihak-pihak terkait, pendekatan pelaksanaan, evaluasi dan fasilitas pendukung

pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah. Perencanaan program dan

kegiatan sekolah dilakukan melalui pengembangan dan penyusunan Rencana

Kerja Sekolah (RKS) untuk jangka menengah/panjang dan Rencana Kegiatan dan

Anggaran Sekolah (RKAS) untuk jangka pendek dan tahunan (Kemendiknas,

2011:105-153).

Perencanaan pendidikan karakter di sekolah dapat didesain dalam tiga

basis, yakni kelas, kultur sekolah dan komunitas. Berikut intisari dari pemikiran

Koesoema (2012:105-153).

a) Pendidikan karakter berbasis kelas

Desain kurikulum pendidikan karakter berbasis kelas terjadi melalui dua

ranah yang berjalan seiring, yaitu instruksional dan non-instruksional. Pertama,

ranah instruksional yang dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu bersifat

pengajaran tematis dan non-tematis. Pendidikan karakter berbasis kelas

22
instruksional tematis adalah diberikannya materi pembelajaran tertentu tentang

pendidikan karakter melalui proses belajar mengajar. Pendidik memilih satu tema

tertentu untuk dibahas bersama. Sekolah mengalokasikan waktu khusus untuk

pengembangan pembentukan karakter, baik melalui pengajaran tradisional,

dialogis, diskusi kelompok, maupun pada pembuatan proyek bersama.

Selanjutnya, pendidikan karakter berbasis kelas instruksional non-tematis.

Ini adalah sebuah model pendekatan pembelajaran bagi pembentukan karakter

dengan mempergunakan momen-momen pembelajaran yang sifatnya terintegrasi

dalam kurikulum, proses pembelajaran dan terkait secara inheren dalam materi

pembelajaran. Sebagai contoh konkretnya, guru diminta membuat silabus dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yang memuat kolom ‘karakter’.

Hal serupa dikemukakan juga oleh Ahmad Tafsir (2009:85). Menurutnya

proses pengintegrasian pendidikan karakter dapat melalui beberapa cara berikut:

a. Pengintegrasian materi pelajaran, yaitu mengintegrasikan konsep nilai-


nilai karakter ke dalam materi pembelajaran yang sedang diajarkan.
b. Pengintegrasian proses, yaitu guru menanamkan teladan kepada siswa
dengan nilai-nilai karakter tersebut.
c. Pengintegrasian dalam memilih bahan ajar, yaitu guru-guru memilih
materi yang memuat nilai-nilai.
d. Pengintegrasaian dalam memilih media pembelajaran, yaitu guru dapat
mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam memilih media pembelajaran.

Kedua, ranah non-instruksional bagi pendidikan karakter berbasis kelas

tertuju pada penciptaan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif bagi

pembentukan atau pengembangan karakter siswa. Penciptaan lingkungan yang

dimaksud meliputi manajemen kelas, pendampingan perwalian, dan membangun

konsensus kelas.

23
b) Pendidikan karakter berbasis kultur sekolah

Dalam mengembangkan pendidikan karakter berbasis kultur sekolah,

berbagai macam momen dalam dunia pendidikan dapat menjadi titik temu.

Momen pendidikan ini dapat bersifat struktural, polisional, dan eventual. Momen

pendidikan yang struktural adalah peristiwa yang berkaitan erat dengan proses

regulasi dan administrasi sekolah. Momen struktural ini di antaranya adalah

proses pembentukan kesepakatan kerja, peraturan yayasan, peraturan sekolah, job

description setiap jabatan dan kedudukan.

Momen pendidikan yang bersifat polisional adalah kebijakan pendidikan

on the spot yang dilaksanakan secara rutin dan sifatnya tradisional. Kebijakan

yang bersifat rutin adalah berbagai keputusan dan tindakan yang diambil dalam

kerangka pengembangan mutu sekolah. Misalnya, kebijakan tentang penerimaan

siswa baru, ujian sekolah, pengaturan jadwal pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler,

perwalian dan pengembagan professional guru. Sedangkan, yang bersifat

tradisional adalah kebijakan rutin dalam rangka pengembangan pendidikan yang

senantiasa berulang setiap tahun, seperti rapat-rapat kerja, pertemuan orangtua

murid, penerimaan rapor, dan lain-lain.

Momen pendidikan yang bersifat eventual adalah peristiwa-peristiwa

pendidikan yang terjadi secara khas dan muncul karena terjadinya peristiwa

tertentu yang merupakan tanggapan nyata sekolah atas peristiwa di luar lembaga

pendidikan, dan memengaruhi kinerja lembaga pendidikan. Momen pendidikan

eventual ini tidak dapat diprediksi, namun membutuhkan keputusan dan

tanggapan langsung dari pihak sekolah untuk menyikapinya.

24
Di samping itu, menumbuhkan kultur demokratis dalam lingkungan

sekolah merupakan salah satu strategi pengembangan pendidikan karakter

berbasis kultur sekolah. Beberapa momen yang dapat menjadi praksis strategis

pengembangan kultur demokratis di sekolah, di antaranya momen pengembangan

diri seperti kelompok diskusi, jurnalistik, karya ilmiah, seni teater, menggambar,

perayaan dan kekeluargaan, dies natalis sekolah, atau syukuran kelulusan,

apresiasi dan pengakuan akan prestasi orang lain, masa orientasi sekolah,

pemilihan para pengurus OSIS, dewan kelas, kebijakan pendidikan, kolegialitas

antarguru, pengembangan professional guru dan merawat tradisi sekolah ataupun

komite sekolah.

c) Pendidikan karakter berbasis komunitas

Pendidikan karakter berbasis komunitas merupakan upaya untuk

merancang berbagai macam corak kerjasama dan keterlibatan antara lembaga

pendidikan dengan komunitas-komunitas dalam masyarakat. Tujuannya adalah

agar kehadiran lembaga pendidikan semakin bermakna dan bermutu, mampu

menjawab aspirasi setiap anggota komunitas tentang harapan mereka, fungsi, dan

peran lembaga pendidikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Khan (2010:2) menambahkan perencanaan pendidikan karakter dapat

didasarkan pada beberapa tipe konservasi atau pelestarian nilai berikut:

(1) Pendidikan karakter berbasis nilai religius yang bersumber pada


kebenaran wahyu (konservasi moral). (2) Pendidikan karakter berbasis
nilai budaya, antara lain berupa budi pekerti, pancasila, apresiasi sastra,
keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi
lingkungan). (3) Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konservasi
lingkungan). (4) Pendidikan karakter berbasis kompetensi diri, yaitu sikap
pribadi dan pemberdayaan potensi diri (konservasi humanis).

25
Ciri khas pendidikan karakter dari setiap sekolah bisa saja berbeda, karena

tipe konservasi yang dijadikan dasar nilai tidak sama.

3.2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter

Kemendiknas (2011:23) mengemukakan implementasi pendidikan karakter

harus memperhatikan beberapa prinsip berikut:

a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.


b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku.
c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif.
d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
e. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang
baik.
f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka, dan
membantu mereka untuk sukses.
g. Mengupayakan tumbuhnya motivasi diri pada para siswa.
h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang
berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai
dasar yang sama.
i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pendidikan karakter.
j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter.
k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.

Prinsip-prinsip pendidikan karakter juga dikemukakan oleh Koesoema

(2010:218-220) seperti di bawah ini:

a. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang
kamu katakan atau kamu yakini.
b. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang
macam apa dirimu.
c. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan
dengan cara-cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus
membayarnya secara mahal, sebab mengandung risiko.
d. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain
sebagai patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih
baik dari mereka.

26
e. Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformatif. Seorang
individu bisa mengubah dunia.
f. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu
menjadi pribadi yang lebih baik, dan ini akan membuat dunia menjadi
tempat yang lebih baik untuk dihuni.

Di pihak lain Dasyim Budimasyah (dalam Gunawan, 2012: 36) berpendapat

bahwa “program pendidikan karakter di sekolah perlu dikembangkan dengan

berlandaskan pada prinsip kontinuitas (berkelanjutan), terintegrasi di dalam semua

mata pelajaran dan berlangsung secara aktif dan menyenangkan (active

learning)”.

Implementasi pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan dengan

beberapa metode yang dikemukakan oleh Koesoema (2010:212-217) dan secara

ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Mengajarkan. Pendidikan karakter mengandaikan pengetahuan teoretis

tentang konsep-konsep nilai tertentu. Proses ini terintegrasi dalam

kurikulum. Cara lain adalah dengan mengundang pembicara tamu dalam

sebuah seminar, diskusi, publikasi, dll, untuk secara khusus membahas

nilai-nilai utama yang dipilih sekolah dalam kerangka pendidikan

karakter bagi para siswa.

b. Keteladanan. Pendidikan karakter merupakan tuntutan terutama bagi

para pendidik sendiri. Guru menjadi teladan dalam sikap dan perilaku

yang benar, sehingga ada kesesuaian antara apa yang diajarkan dengan

apa yang dilakukan.

c. Menentukan prioritas. Sekolah perlu menetapkan standar nilai dengan

indikator-indikatornya yang jelas dan terukur. Penting untuk

27
menentukan sejumlah perilaku standar yang diketahui dan dipahami oleh

segenap komponen sekolah.

d. Praksis prioritas. Sekolah konsisten dengan verifikasi di lapangan

tentang karakter yang ditetapkan. Verifikasi tidak lain adalah penetapan

sanksi terhadap pelanggaran atas kebijakan sekolah.

e. Refleksi. Dengan refleksi dimaksudkan sekolah mengadakan semacam

evaluasi untuk menilai capaian keberhasilan ataupun kegagalan dalam

implementasi pendidikan karakter.

Di samping kelima unsur di atas, Koesoema pada bukunya yang lain

(2012: 70-82) menambahkan berbagai metode berikut:

(a) Menyerambah ke seluruh kehidupan sekolah, (b) prioritas nilai dan


keutamaan, (c) mengembangkan tiga dimensi pengolahan hidup, olah
pikir, olah hati, olah raga, (d) pengembangan organisasi dan manajemen,
(e) pengembangan kultur sekolah yang menumbuhkan (caring
community), (f) eksplisit, direncanakan, terpadu, (g) pertumbuhan
motivasi individu, (h) pengembangan profesional, (i) kerja sama dengan
banyak pihak, (j) terintegrasi dalam kurikulum, (k) memberikan ruang
bagi tindakan, (l) kepemimpinan pendidikan berkarakter, (m) sistem
evaluasi berkesinambungan.

Metode pendidikan karakter juga dikemukakan oleh Mulyasa (2011: 165)

sebagai berikut: “pembiasaan, keteladanan, pembinaan disiplin, hadiah dan

hukuman, CTL (Contextual Teaching and Learning), bermain peran (Role

Playing) dan pembelajaran partisipatif (Participative Instruction).”

Pada dasarnya terdapat banyak metode atau cara yang dapat digunakan

untuk mengimplementasikan pendidikan karakter. Metode yang paling tepat

adalah metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah.

28
3.3. Evaluasi Pendidikan Karakter

Evaluasi pendidikan karakter dilakukan untuk memantau, menilai, atau

mengukur efektivitas program pendidikan karakter berdasarkan target yang

hendak dicapai. Hasil evaluasi akan sangat berguna sebagai feedback atau umpan

balik untuk menyempurnakan proses pelaksanaan program pendidikan karakter.

Kemendiknas (2011:31-32) menegaskan tujuan evaluasi pendidikan karakter

sebagai berikut:

a. Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung


keterlaksanaan program pendidikan karakter di sekolah.
b. Memperoleh gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara
umum.
c. Melihat kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan program dan
mengidentifikasi masalah yang ada, dan selanjutnya mencari solusi yang
komprehensif agar program pendidikan karakter dapat tercapai.
d. Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan
untuk menyusun rekomendasi terkait perbaikan pelaksanaan program
pendidikan karakter ke depan.
e. Memberikan masukan kepada pihak yang memerlukan untuk bahan
pembinaan dan peningkatan kualitas program pembentukan karakter.
f. Mengetahui tingkat keberhasilan implementasi program pembinaan
pendidikan karakter di sekolah.

Koesoema (2012:200-207) mengemukakan, “sasaran evaluasi pendidikan

karakter terdiri dari evaluasi program, evaluasi struktural, evaluasi individual, dan

evaluasi komunitas”. Dengan kata lain, sasaran evaluasi adalah seluruh program

yang telah dilaksanakan, struktural kelembagaan guna perbaikan sistem dan

struktur yang membingkai cakupan tanggung jawab individu, siswa itu sendiri

berdasarkan indikator-indikator yang telah ditetapkan dan relasi di antara siswa

dengan siswa, siswa dengan guru, orangtua dengan guru, ataupun sekolah dengan

masyarakat.

29
Evaluasi pendidikan karakter bisa juga mengacu pada panduan penilaian

sikap yang dikemukakan oleh Kemendikbud (2015:7-13). Penilaian sikap

dilakukan secara berkelanjutan oleh guru mata pelajaran, guru Bimbingan dan

Konseling, wali kelas dengan menggunakan observasi dan informasi yang valid

dan relevan dari berbagai sumber. Selain itu, dapat dilakukan penilaian diri (self

assessment) dan penilaian antarteman (peer assessment) dalam rangka

pembentukan karakter siswa yang hasilnya dapat dijadikan sebagai salah satu data

untuk konfirmasi hasil penilaian sikap oleh guru. Teknik penilaian adalah

observasi dengan instrumen jurnal atau lembaran pengamatan yang disertai

indikator-indikator pada setiap butir nilai.

Koesoema (2012:207-220) mengemukakan evaluasi pendidikan karakter

perlu berdasarkan pada:

Data-data seperti kuantitas kehadiran, ketepatan menyerahkan tugas,


menurunnya perilaku kekerasan, kerjasama dengan lembaga lain, prestasi
akademis, dihargai kerja keras dan kejujuran, serta persoalan kedisplinan”.
Dalam melaksanakan evaluasi ini diperlukan sikap yang terbuka, jujur,
dan latihan terus menerus dari semua pihak yang terlibat. Metode yang
ditawarkan antara lain observasi, penilaian diri, portofolio, refleksi pribadi,
kuesioner, wawancara, jurnal, pembuatan indikator-indikator penilaian
atau menggunakan standar kendali mutu yang telah dibuat oleh sekolah.

Evaluasi pendidikan karakter harus dilaksanakan secara objekftif artinya

berdasarkan pada fakta dan data yang ditemukan dan diungkapkan secara jujur.

Untuk itu diperlukan latihan terus menerus dari semua pihak yang terlibat agar

terampil dalam menggunakan metode evaluasi yang sesuai dengan situasi dan

kondisi sekolah.

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

30
Penelitian tentang manajemen pendidikan karakter sudah pernah dilakukan

oleh beberapa pihak. Pertama, peneletian dengan judul “Manajemen Pendidikan

Karakter Siswa Berasrama: Studi Kasus Pada SMA Lokon St. Nikolaus

Tomohon” oleh Riny Cintya Kumendong (2012:95-99). Penelitian ini menyoroti

tentang bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter

siswa berasrama. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:

(1) Perencanaan pendidikan karakter di SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon

dibuat oleh masing-masing unit dan sub-unit yang ada di lembaga pendidikan

Lokon dan kemudian dirumuskan bersama dalam rapat koordinasi antarunit, yakni

sekolah, asrama, dan yayasan. (2) Pelaksanaan pendidikan karakter di SMA

Lokon St. Nikolaus Tomohon dilaksanakan dengan cara mengimplementasikan

program pendidikan karakter yang telah dirumuskan sebelumnya ke dalam

kegiatan konkret sesuai dengan waktu yang ditentukan. Di sekolah pendidikan

karakter diintegrasikan dalam tiap-tiap mata pelajaran. Sedangkan di asrama

pendidikan karakter dilaksanakan dalam bentuk pembinaan dan pendampingan

personal maupun kelompok. (3) Evaluasi pendidikan karakter di SMA Lokon St.

Nikolaus Tomohon, dilakukan dengan menggunakan catatan data-data yang

secara valid dibuat berdasarkan observasi. Sementara itu, asrama menggunakan

rapor yang dengan indikator-indikator yang didasarkan pada tiga nilai utama

(motto sekolah dan asrama), veritas, virtus, fides (kebenaran, kebajikan, iman)

Nilai pendidikan karakter dibuat dalam bentuk penilaian kualitatif, bukan

kuantitatif.

Relevansinya dengan penelitian ini adalah terletak pada konsep dasar

manajemen dan fungsi-fungsi manajemen, serta konsep pendidikan karakter yang

31
akan digunakan, diterapkan dan dikembangkan pada lingkungan pendidikan

formal seperti sekolah yang merupakan inti dari objek penelitian ini.

Perbedaannya terletak pada objek dan lokasi penelitian.

Kedua, Asniyah Nailasariy dalam tesisnya yang berjudul “Manajemen

Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran dan Pembudayaan Sekolah

(Studi Deskriptif di SD Muhammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta)” (Yogyakarta:

PPS UIN Sunan Kalijaga, 2013) . Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: (1)

Manajemen pendidikan karakter yang berlangsung di SD Muhammadiyah

Wirobrajan 3 Yogyakarta melalui optimalisasi fungsi manajemen, yaitu

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan tidak lanjut. (2)

Pelaksanaan pendidikan karakter di SD Muhammadiyah Wirobrajan terintegrasi

dalam semua mata pelajaran, melalui pesan moral, dan pendampingan. Metode

yang digunakan adalah keteladanan, pembiasaan, kegiatan ekstrakurikuler,

pembudayaan dalam bentuk fisik, dan pembudayaan melalui pemberian reward

dan punishment. (3) Implementasi pendidikan karakter di SD Muhammadiyah

Wirobrajan mengalami hambatan-hambatan seperti kurangnya komitmen guru

dan karyawan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, terkendalanya sarana dan

prasarana berkaitan dengan pengembangan karakter dan kurangnya partisipasi

orangtua dalam pendampingan anak.

Relevansi penelitian ini terletak pada optimalisasi fungsi manajemen

dalam perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan pendidikan

karakter. Sedangkan perbedaannya terletak pada salah satu rumusan masalah.

Penelitian Nailasariy menyoroti semua fungsi manajemen dan hambatan-

hambatan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, sementara penelitian pada

32
SMA Kristen 2 Binsus Tomohon lebih bertitik tolak pada ketiga fungsi

manajemen, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Ketiga, penelitian yang dibuat oleh Arif Widiatmo dalam Tesisnya dengan

judul “Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Atas Negeri 5

Semarang” (Semarang: IKIP PGRI, 2013). Dari penelitian ini ditemukan beberapa

hal berikut: (1) Perencanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 5 Semarang

melibatkan semua guru. (2) Pengorganisasian pendidikan karakter di SMA Negeri

5 Semarang melibatkan semua komponen sekilah. (3) Pelaksanaan pendidikan

karakter di SMA Negeri 5 Semarang terjalin baik karena komunikasi dalam

bergaul berjalan baik. (4) Pengawasan terhadap pendidikan karakter di SMA

Negeri Negeri 5 Semarang saling bekerjasama seluruh komponen yang ada.

Relevansi peneltian tersebut terhadap penelitian Manajemen Pendidikan

Karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon terletak pada upaya manajemen

pendidikan karakter, baik dari segi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

Sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitian.

Widiatmo melakukan penelitian pada sekolah negeri, sedangkan objek

penelitian yang dilakukan di sini adalah sekolah swasta yang sangat

mengedepankan nilai-nilai Kristiani.

33
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yakni mendeskripsikan

atau memberi gambaran terhadap suatu objek yang diteliti. Adapun pendekatan

penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yakni penelitiannya

dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) (Sugiyono, 2011:14).

Alasan penggunaan metode dan pendekatan ini adalah peneliti bermaksud

mendapatkan pemahaman secara lebih mendalam tentang manajemen pendidikan

karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon. Waktu

penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) bulan terhitung sejak penyusunan

proposal penelitian hingga perbaikan tesis (Juni-November 2016).

C. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu

sumber data primer dan sumber data sekunder (Moleong, 2007:157).

- Sumber data primer diperoleh dari informan yaitu kepala sekolah, wakil

kepala sekolah, guru mata pelajaran dan guru Bimbingan dan Konseling serta

perwakilan siswa.

34
- Sumber data sekunder bersumber dari dokumen-dokumen resmi yang ada

berupa catatan, gambar, foto serta bahan lain yang dapat mendukung

penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi,

wawancara dan studi dokumentasi. Teknik pengumpulan data ini dikenal dengan

istilah triangulasi, yakni “teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan

dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada”

(Sugiyono, 2011:330). Melalui ketiga teknik pengumpulan data tersebut, peneliti

mendapatkan informasi tentang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pendidikan karakter pada SMA Kristen Binsus 2 Tomohon.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data dianalisis secara interaktif dan berlangsung

secara terus-menerus sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data

yaitu “data reduction, data display dan conclusion drawing/verification”

(Sugiyono, 2011:337). Artinya, data-data baik dari observasi, wawancara dan

studi dokumentasi tentang perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan faktor

pendukung serta faktor penghambat pendidikan karakter pada SMA Kristen 2

Binsus Tomohon dikumpulkan, direduksi, dan dipaparkan serta ditarik

kesimpulan.

35
Selanjutnya, model interaktif dalam analisis data yang digunakan adalah

model yang dibuat oleh Miles dan Huberman berikut ini:

Data
collection

Data Display

Data reduction

Conclusion:
drawing/verifying

Gambar 3.1 Model interaktif dalam analisis data Miles dan Huberman
(Sugiyono, 2011:338)

F. Teknik Pengujian Keabsahan Data

Dalam pemeriksaan dan pengecekan keabsahan data peneliti

menggunakan teknik pemeriksaan seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono

(2011:367-378).

Pertama, peneliti melakukan perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketekunan dalam penelitian, triangulasi (observasi, wawancara, dan studi

dokumentasi), diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, menggunakan

bahan referensi, dan member check (credibility atau derajat kepercayaan).

Kedua, peneliti mendeskripsikan secara rinci, jelas, dan sistematis temuan-

temuan yang diperolah di lapangan ke dalam format yang telah disiapkan.

(transferability atau keteralihan).

36
Ketiga, peneliti melakukan audit keseluruhan aktivitas yang telah

dilakukan selama penelitian (dependability atau kebergantungan).

Keempat, peneliti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang

dilakukan (confirmability atau kepastian).

37
BAB IV

PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Paparan Data

1. Paparan Data tentang Gambaran Umum Sekolah

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi, maka

diperoleh beberapa informasi tentang gambaran umum SMA Kristen 2 Binsus

Tomohon sebagai berikut:

1.1. Sejarah Singkat

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon awalnya bernama SMU Kristen Model

dan merupakan kelas Binaan Khusus (Binsus) dari SMU Kristen Tomohon

(sekarang SMA Kristen 1 Tomohon), yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan

Sidang Badan Pekerja Sinode Lengkap (SBPSL) GMIM ke-71 di Tenga tanggal

30 Maret - 2 April 1993 tentang Program Umum dan ABP GMIM 1993-1994

Bab 1 butir c, nomor 6.1.1.

Pada permulaan Tahun pelajaran1993-1994, YPPK-GMIM (Yayasan

Pendidikan dan Persekolahan Kristen-Gereja Masehi Injii di Minahasa)

memberikan gedung bekas SMKK Kristen Tomohon yang terletak di samping

barat lokasi SMU Kristen Tomohon. Kegiatan belajar mengajar dan administrasi

SMU Kristen Model masih ditangani oleh SMU Kristen Tomohon.

Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Rapat Badan Pekerja Sinode Lengkap

GMIM ke-15 Tahun 2002 di Jemaat “Torsina” Tumumpa sekolah ini dimekarkan

menjadi institusi yang otonom menjadi SMA Kristen 2 Binsus Tomohon dan

SMU Kristen Tomohon berganti nama menjadi SMA Kristen 1 Tomohon.

38
SMA Kristen 2 Tomohon sebagai sekolah Binaan Khusus memberikan

pendidikan yang memfokuskan program pendidikan khusus pada siswa yang

memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa yang mengacu pada pasal 32 UU

No 20 Tahun 2003 yang menegaskan tentang pendidikan khusus.

Sejalan dengan itu pula maka sebagai suatu satuan pendidikan yang

diselenggarakan oleh Gereja Masehi Injili di Minahasa melalui Yayasan GMIM

Ds. AZR Wenas, SMA Kristen 2 (Binsus) Tomohon merasa terpanggil untuk

meneruskan misi pelayanan di bidang pendidikan sebagaimana sudah dirintis oleh

Riedel dan Schwarz (penginjil asal Jerman yang menyebarkan Agama Kristen

Protestan di Minahasa).

1.2. Identitas Sekolah

Identitas SMA Kristen 2 Binsus Tomohon adalah sebagai berikut:

a. Nama sekolah : SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

b. NSS : 302176202.002

c. NDS : Q. 02164601

d. NPSN : 40103173

e. Status : Terakreditasi “A”

f. Alamat sekolah

Provinsi : Sulawesi Utara

Kota : Tomohon

Kecamatan : Tomohon Tengah

Kelurahan : Talete II

Jalan : Kampus

Kode pos : 95441

39
Telepon/Fax : (0431) 353445 / (0431) 353445

E-mail : smakr2_binsus_tomohon@yahoo.com

Website : www.smakr2-tomohon-sch.id

1.3. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

a. Visi

Cerdas, mandiri, disiplin, berdaya saing dan berkarakter kristiani.

b. Misi

- Memberikan pelayanan prima kepada segenap warga sekolah dan

stakeholder terkait.

- Melaksanakan pembelajaran yang bermutu dan efektif.

- Melaksanakan kegiatan yang mampu merangsang warga sekolah untuk

berprestasi secara akademik dan non akademik.

- Melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler yang mampu menumbuhkan

kreatifitas siswa.

- Menampilkan perilaku yang menjunjung tinggi nilai kristiani.

c. Tujuan

- Terbentuknya iklim sekolah dengan budaya yang berkarakter kristiani.

- Terlaksananya pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan

menyenangkan.

- Tersedianya kurikulum yang bermakna bagi kehidupan dengan mengacu

pada perkembangan IPTEK, berwawasan keunggulan dan berbasis

kompetensi.

40
- Terlaksananya pembinaan siswa yang efektif dengan mengintensifkan

penasehat akademik serta sistem asrama dalam rangka pengembangan

kreatifitas kemandirian dan disiplin.

- Terikutsertanya siswa dalam berbagai lomba dengan hasil sebagai finalis.

- Terbentuknya karakter siswa yang memiliki semangat dan cinta tanah air.

- Terlaksananya manajemen berbasis sekolah dengan teknik manajemen

mutu terpadu yang efektif.

- Terlaksananya pembelajaran dan pengelolaan administrasi berbasis

teknologi, informasi dan komunikasi.

- Terlaksananya pendidikan berbasis keunggulan lokasi ekowisata yang

terintegrasi pada mata pelajaran muatan lokal dan keterampilan.

- Tersedianya sarana dan prasarana sesuai dengan tuntutan kurikulum.

d. Sasaran (2015-2016)

- Terwujudnya iklim sekolah yang kondusif dan berwawasan kristiani

melalui manajemen efektif yang demokratis, transparan, dan akuntabel.

- Tersedianya kurikulum bermakna, dinamis, berwawasan keunggulan dan

berbasis kompetensi.

- Terlaksananya proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,

dan menyenangkan sehingga mampu menghasilkan tamatan yang

berkualitas unggul dalam kecerdasan, kemandirian, dan disiplin dengan

prestasi belajar rata-rata minimal 7.50.

- Meningkatnya kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan.

- Tersedianya fasilitas pendidikan sesuai dengan tuntutan kurikulum.

41
- Bertumbuhnya minat, bakat dan prestasi akademik dan non akademik

siswa.

1.4. Struktur Organisasi Sekolah

Kepala Sekolah

Drs. Arnold Posumah, MM

Kepala Administrasi
Komite Sekolah
Dra. Sarah Wahani

Pelaksana Urusan

Wakasek Bidang Wakasek Bidang Wakasek Bidang Wakasek Bidang


Hubmas Akademik Kesiswaan Sarana-Prasarana

Emmor Sujadi, SS Ferly J.W. Rau. S.Pd Ir. Nilly Pasuhuk Agustina Aror, S.Pd

Kelompok Guru Kelompok Guru Kelompok Guru


Penasehat Akademik
Mata Pelajaran Ekstrakurikuler

Siswa

Bagan 4.1.
Struktur Organiasi SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
Tahun Pelajaran 2016-2017

42
1.5. Kurikulum

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) 2006. Struktur kurikulum mengacu pada Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dengan memperhatikan minat siswa dan

sarana belajar yang ada. Para siswa di kelas X belum dibagi dalam jurusan. Ketika

di kelas XI barulah mereka diseleksi untuk jurusan IPA dan IPS. Jurusan IPA baik

di kelas XI dan XII masing-masing terdiri dari 3 kelas, dan jurusan IPS masing-

masing 1 kelas.

Muatan kurikulum kelas X terdiri dari 16 mata pelajaran (Pendidikan

Agama Kristen, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,

Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Sejarah, Geografi, Ekonomi, Sosiologi, Seni

Budaya, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan, Teknologi Informasi dan

Komunikasi, Bahasa Jepang), muatan lokal (Prakarya dan Kewirausahaan),

program pengembangan diri (Bimbingan dan Konseling juga Ekstrakurikuler).

Sementara itu untuk kelas XI dan XII terdiri dari 13 mata pelajaran (jika

jurusan IPS, berarti tanpa mata pelajaran Fisika, Kimia, Biologi dan jika jurusan

IPA, berarti tanpa mata pelajaran Sosiologi, Ekonomi, dan Geografi), muatan

lokal (Prakarya dan Kewirausahaan untuk kelas XI dan English For Tourism

untuk kelas XII), dan program pengembangan diri (Bimbingan Konseling dan

Ekstrakurikuler). Alokasi waktu 1 jam pelajaran untuk semua kelas adalah 45

menit dengan pengaturan waktu belajar Senin 0700-14.30 sudah termasuk

Upacara Bendera, Selasa- Jumat 07.00 – 13.45, dan Sabtu adalah hari khusus

untuk kegiatan pengembangan diri.

43
Di samping kegiatan reguler ini, sekolah juga memfasilitasi siswa dengan

kegiatan bimbingan belajar (bimbel) pada sore hari pukul 15.30 – 17.30. Mata

pelajaran yang diberikan adalah Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia dan

Biologi untuk kelas X. Sedangkan untuk kelas XI dan XII diberikan mata

pelajaran sesuai jurusan sebagai persiapan ujian nasional. Khusus mata pelajaran

Bahasa Indonesia hanya diberikan pada kelas XII semua jurusan.

1.6. Kegiatan Pengembangan Diri

Ruang lingkup pengembangan diri pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

meliputi pelayanan Bimbingan dan Konseling dan kegiatan ekstrakurikuler.

Pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi pengembangan kehidupan pribadi,

sosial, belajar, wawasan dan perencanaan karir. Strategi yang digunakan antara

lain orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten,

konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konsultasi,

mediasi dan kunjungan rumah.

Selanjutnya, untuk pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler

meliputi kegiatan kepramukaan, karya ilmiah remaja, palang merah indonesia,

seni (paduan suara, kolintang, group band, teater, dan maching band), olahraga

(bulu tangkis, volly, tenis meja, basket, sepak bola/futsal, catur), keagamaan dan

study club (Kimia, Fisika, Biologi, Matematika, Ekonomi, ECC, TIK,

Kebumian/Geografi, UUD 1945/ Ketetapan MPR).

Di samping kedua kegiatan pengembangan diri di atas, terdapat juga satu

wadah pengembangan diri untuk semua warga sekolah, yaitu melalui budaya

sekolah yang sifatnya rutin dan spontan. Budaya sekolah rutin berarti terjadwal,

seperti kegiatan upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama,

44
pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri. Sedangkan budaya sekolah spontan

berarti tidak terjadwal dalam kejadian khusus, seperti pembentukan perilaku

memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, dan mengatasi silang

pendapat atau pertengkaran.

Pengembangan diri juga berlangsung melalui keteladanan dalam hal

berpakaian rapih, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan

keberhasilan orang lain, dan datang tepat waktu. Selanjutnya terdapat kegiatan

pengembangan diri terprogram, seperti penyelenggaran layanan dan kegiatan

pendukung konseling, karya ilmiah, latihan/lomba keterbakatan/prestasi, seminar,

workshop/ bazaar dan kegiatan lapangan. Lebih lanjut ditambahkan metode

pengembangan diri dengan cara pengkondisian. Maksudnya, sekolah

mengondisikan suasana yang mendorong terbentuknya perilaku terpuji seperti

memberi salam seusai pelaksanaan upacara bendera dan kegiatan lainnya.

1.7. Keadaan Guru, Pegawai, dan Siswa

a. Keadaan Guru

Keadaan guru pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon cukup memenuhi

kebutuhan mengajar untuk mata pelajaran yang berbeda. Idealnya, setiap guru

dapat fokus pada mata pelajaran yang menjadi bidang keahliannya. Misalnya pada

pelajaran Ekonomi dan Seni Budaya guru pengampuhnya adalah orang yang

sama. Begitupula dengan pelajaran Kimia dan TIK. Pelajaran Matematika dan

Fisika, Muatan Lokal dan Seni Budaya, Bahasa Inggris dan Seni Budaya.

Dari segi jenjang pendidikan, terdapat 6 guru S2, 16 guru S1, dan 1 guru

SMA, sehingga semuanya berjumlah 23 guru. Untuk status kepegawaian, 7 guru

45
PNS (Pegawai Negeri Sipil), 3 PTG (Pegawai Tetap Gereja), 5 GTY (Guru Tetap

Yayasan), 7 GTT (Guru Tidak Tetap) dan 1 GTS (Guru Tetap Sekolah).

b. Keadaan Pegawai

SMA Kristen 2 Binsus memiliki 12 pegawai dengan tugas yang berbeda,

yakni kepala tenaga administrasi, bendahara sekolah, membantu koperasi,

administrasi kesiswaan/penanggungjawab Dapodikmen, mengurus agenda

persuratan, urusan laboratorium/administrasi PNS, urusan kebersihan/ Hubmas,

tenaga perpustakaan/pelayanan istirahat, administrasi sarana-prasarana/tenaga

perpustakaan, pengemudi/administrasi umum, penjaga sekolah, serta penata

taman/kebun. Terdapat 4 pegawai yang memiliki jenjang pendidikan S1, dan

sisanya SMA/SMP.

c. Keadaan Siswa dan Prestasinya

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon membatasi jumlah penerimaan siswa,

sehingga proses seleksi yang dilakukan sangat ketat. Siswa yang diterima adalah

mereka yang memiliki kecerdasan intelektual (IQ) di atas rata-rata dan memiliki

karakter yang baik, motivasi kuat, siap dididik dan dibina. Jumlah siswa

disesuaikan dengan daya tampung asrama. Pada tahun pelajaran2016-2017 ini

jumlah siswanya adalah sebagai berikut: kelas X, laki-laki 58 orang dan

perempuan 59 orang. Kelas XI, laki-laki 43 orang dan perempuan 62 orang.

Selanjuntya kelas XII, laki-laki 31 orang dan perempuan 69 orang. Jadi total siswa

adalah 322 orang dan semuanya tinggal di asrama.

46
Sekolah ini memiliki siswa yang banyak mengukir prestasi. Hal ini tampak

dari banyaknya piala yang dipajang di lemari dekat pintu masuk sekolah.

Beberapa di antaranya prestasi di bidang sains, seni dan olahraga. Prestasi yang

pastinya paling membanggakan sekolah adalah penghargaan “Sekolah

Berintegritas” dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Penghargaan ini diberikan pada tanggal 30 Desember 2015.

1.8. Keadaan Sarana Prasarana Sekolah

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon memiliki sarana prasarana yang

memenuhi standar. Terdapat ruang Kepala Sekolah, ruang tata usaha, ruang guru,

2 ruang kelas X, 3 ruang kelas XI IPA, 1 ruang kelas XI IPS, 2 ruang kelas XII

IPA, 1 ruang kelas XII IPS, 2 ruang UKS putra dan putri, 1 ruang BK, 1 ruang

ibadah/aula, laboratorium Kimia, laboratorium Fisika, perpustakaan, laboratorium

Komputer, koperasi sekolah, kantin, ruang penjaga sekolah, lapangan olahraga,

ruang sirkulasi, gudang, ruang OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), serta

jamban.

1.9. Hubungan Eksternal

Pendidikan adalah tanggung jawab orangtua, pemerintah, gereja, dan

masyarakat. Untuk itu pihak sekolah berupaya untuk menjaga hubungan yang

baik pertama-tama dengan orangtua melalui komunikasi intensif mengenai

perkembangan siswa. Kedua, kerjasama dengan pemerintah melalui dinas

pendidikan berkaitan dengan kebijakan pendidikan dan keterlibatan sekolah dalam

setiap program pengembangan yang diselenggarakan oleh dinas. Ketiga, gereja

dalam hal ini Sinode GMIM, karena sekolah ini berorientasi pada pendidikan

47
Kristen (Yayasan GMIM Ds. A.Z.R. Wenas). Keempat, kerjasama dengan

masyarakat, khususnya lembaga pendidikan tinggi atau universitas yang ada di

Indonesia. Selain itu, pihak sekolah telah mengembangkan hubungan eksternal

melalui website sekolah (http://www.smakr2-tomohon.sch.id) dan media sosial

seperti Facebook.

2. Paparan Data Berdasarkan Rumusan Masalah

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon merupakan sekolah yang memiliki

komitmen yang kuat untuk menyelenggarakan program binaan khusus (binsus),

yang meliputi aspek intelektual dan karakter. Pernyataan ini didasarkan pada

temuan penelitian yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara dan studi

dokumentasi. Temuan penelitian akan dipaparkan secara sistematis sesuai dengan

rumusan masalah yang telah ditetapkan.

2.1. Perencanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus

Tomohon

a. Paparan Data Berdasarkan Pengamatan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada Selasa, 12

September 2016 ditemukan suatu informasi tertulis berupa poster visi, misi dan

tujuan sekolah yang terpampang rapih di ruang tamu. Hal ini menandakan bahwa

pada dasarnya sekolah mulai merencanakan pendidikan karakter sejak perumusan

visi, misi dan tujuan sekolah. Dari situ telah dipaparkan sejumlah nilai yang akan

dicapai oleh siswa melalui program-program yang disusun. Sejumlah nilai yang

dimaksud antara lain cerdas, mandiri, disiplin, berdaya saing dan berkarakter

kristiani (selengkapnya lihat lampiran kode TO-1).

48
b. Paparan Data Berdasarkan Wawancara

Perencanaan adalah langkah awal untuk memulai suatu kegiatan. Untuk itu

berkaitan dengan perencanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus

Tomohon, kepala sekolah mengemukakan hal-hal sebagai berikut:

Perencanaan pendidikan karakter yang kami laksanakan di sekolah ini


pada dasarnya berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
atau disingkat KTSP, peraturan akademik, tata tertib serta etika tiap
komponen sekolah dalam hal ini siswa, guru, dan pegawai baik di sekolah
maupun di asrama. Perencanaan pendidikan karakter ditempuh melalui
diskusi-diskusi di kelas bersama siswa, seluruh guru dan pegawai. Setelah
itu dilakukan review bersama dalam suatu pertemuan agar dapat
dihasilkan suatu pedoman yang siap disosialisasikan kepada orangtua.
Sangat diharapkan orangtua dapat memberikan dukungan positif, karena
pendidikan karakter adalah tanggung jawab bersama. Beberapa kegiatan
atau program yang menjadi wadah atau ruang bagi pengembangan
karakter siswa, kami cantumkan dalam program kerja sekolah yang
biasanya kami susun setiap awal tahun pelajaran baru (TW-1-AP).

Pernyataan berbeda dikemukakan oleh wakil kepala sekolah bidang

kesiswaan yang merangkap tugas sebagai pengasuh asrama. Ketika ditanya

tentang perencanaan pendidikan karakter, beliau lebih memfokuskan pada hal-hal

yang berkaitan dengan bidang yang menjadi tanggung jawabnya seperti berikut

ini:

Perencanaan yang kami buat terdiri dari jadwal pembinaan pada apel pagi
dan perencanaan program kegiatan kesiswaan. Pada apel pagi materi
pembinaan sudah ditentukan, yaitu berkaitan dengan nilai-nilai karakter
seperti beriman, disiplin, jujur, peduli sesama, saling menghargai,
kebersihan, dan lain-lain. Pemberi pembinaan digilir dari kepala sekolah,
wakil kepala sekolah dan guru-guru. Sedangkan program kerja bagian
kesiswaan erat kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab wakil kepala
sekolah bidang kesiswaan sebagaimana diatur dalam surat tentang rincian
tugas. Kami juga menyusun buku saku untuk tata tertib siswa di sekolah
dan asrama (TW-2-NP).

49
Di pihak lain, wakil kepala sekolah bidang hubungan masyarakat

(hubmas), mengemukakan perencanaan pendidikan karakter sebagai berikut:

Perencanaan dibuat bersamaan dengan penyusunan program sekolah, yaitu


pada awal semester atau awal tahun ajaran. Bidang Hubmas sendiri
memiliki perencanaan khusus berkaitan dengan penerimaan siswa baru,
mulai dari sosialisasi dan promosi sekolah dan pendaftaran siswa. Kami
mulai memanfaatkan media, yaitu website sekolah dan facebook (TW-3-
ES).

Perspektif berbeda tentang perencanaan pendidikan karakter disampaikan

oleh seorang guru Seni-budaya merangkap Bahasa Inggris, dan Muatan Lokal.

Beliau mengatakan demikian:

Perencanaan pendidikan karakter displin, jujur, mandiri, bertanggung


jawab dan seterusnya telah dilakukan sejak awal dicetuskannya program
siswa binaan khusus. Program ini bermula dari kelas khusus pada SMA
Kristen 1 Tomohon. Sekilas sejarah, pada bulan Juli 2003, program ini
berkembang dan berdirilah SMA Kristen 2 Binsus. Latar belakang diberi
nama binsus adalah keterpanggilan sekolah untuk mendidik dan membina
siswa-siswi pilihan, yakni mereka yang memiliki kemampuan khusus
akademik, kepribadian (awalnya) dan non-akademik (berkembang
kemudian). Selain kekhususan dari pihak siswa, sekolah pun mengambil
bagian dalam pemberian pelayanan khusus, dalam arti pelayanan
berkualitas yang benar-benar melatih siswa untuk memiliki kemampuan
akademik dan karakter yang unggul. Sebagai contoh dalam pembelajaran
diberikan tugas-tugas presentasi untuk melatih kemampuan
berkomunikasi ilmiah, kemandirian dan kerjasama, serta kreativitas. Hal-
hal tersebut sudah direncanakan secara integratif di dalam silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran atau RPP (TW-4-CK).

Beberapa pernyataan di atas dikemukakan pula oleh seorang guru

Teknologi dan Informasi Komputer sebagai berikut,

Guru memiliki silabus dan RPP sebagai panduan dalam mengajar.


Didalamnya memuat juga perencanaan tentang nilai-nilai karakter apa
yang diharapkan dimiliki siswa dan proses penilaiannya (sikap dan
perilaku/ranah afektif) (TW-6-DP).

50
Pendidikan karakter bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri.

Pernyataan selengkapnya dikemukakan oleh seorang guru Pendidikan Agama

Kristen sebagai berikut:

Pendidikan karakter bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri,


melainkan terintegrasi pada semua mata pelajaran dan berproses di dalam
dan di luar kelas. Nilai-nilai karakter yang kami tekankan tentunya
bersumber padake-18 nilai karakter bangsa. Nilai-nilai itu coba kami
terapkan dalam semua aktivitas siswa, yakni dari bangun pagi sampai tidur
malam. Terdapat pedoman perilaku, berupa aturan atau tata tertib untuk
mengarahkan sikap dan perilaku siswa sehingga secara nilai-nilai karakter
yang diharapkan dapat membudaya dalam keseharian mereka, baik di
sekolah maupun di asrama (TW-9-DMP).

Selanjutnya, dipandang perlu untuk mendapatkan informasi dari guru

Bimbingan dan Konseling, mengingat peranannya yang tergolong penting dalam

pendidikan karakter. Tentang perencanaan pendidikan karakter beliau

mengemukakan sebagai berikut:

Kami telah menyusun program kerja semester dan tahunan dan materi-
materi yang diberikan didasarkan pada modul KTSP 2006 yang disusun
oleh musyawarah guru pembimbing Jakarta. Ada 4 kategori layanan yang
menjadi fokus kami, yaitu pribadi, sosial, belajar dan karier. Layanan BK
lebih banyak dilakukan di asrama pada sore hari, karena waktu di sekolah
sangat terbatas. Layanan konseling kami berikan secara klasikal, yaitu 1-2
ruang putra/putri setiap jumat dan sabtu sore (jika bukan jadwal pulang
rumah). Topik-topik yang dibahas di dalam kelompok selain berdasar pada
modul yang ada, juga mencakup masalah-masalah yang dihadapi oleh
siswa pada umumnya, seperti masalah hubungan kakak kelas – adik kelas,
teman kamar, pacaran dan lain-lain. Selanjutnya terdapat juga layanan
individual yang dalam perencanaan dibuat setiap senin – kamis (TW-5-
SK).

Informasi-informasi di atas membuktikan bahwa pendidikan karakter pada

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon, benar-benar dilakukan secara terencana.

Perencanaan dibuat pada awal semester atau awal tahun pelajaran dengan

merumuskan nilai-nilai yang hendak dicapai, melibatkan segenap komponen

51
sekolah, dan terintegrasi dalam setiap mata pelajaran serta budaya sekolah dan

asrama.

c. Paparan Data Berdasarkan Studi Dokumentasi

Informasi tentang perencanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2

Binsus semakin diperkuat dengan hasil studi dokumentasi yang diperoleh peneliti.

Beberapa dokumen pendukung di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Program Kerja Sekolah Tahun Pelajaran 2015-2016

Perencanaan pendidikan karakter dibuat secara integratif atau terpadu

dengan perencanaan program kerja sekolah (lampiran TD-4). Program kerja

sekolah disusun untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah serta

pemenuhan kualifikasi kedelapan standar nasional pendidikan (standar isi, standar

proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,

standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan

standar penilaian).

Hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan pendidikan karakter tidak

disebutkan secara eksplisit, melainkan secara implisit pada program sekolah.

Beberapa program yang terkait erat dengan pendidikan karakter antara lain:

- Pemenuhan ruang asrama.

- Pemenuhan ruang konseling.

- Pemenuhan ruang olahraga.

- Peningkatan kemampuan guru BK dalam program layanan konseling.

- Pembentukan penasehat akademik.

- Penyusunan program pengembangan diri berupa layanan konseling dan

pengembangan kreativitas siswa.

52
- Pembinaan prestasi unggulan siswa.

- Penyusunan program kegiatan evaluasi terhadap kinerja sekolah

- Menyusun peraturan akademik.

- Merevisi tata tertib siswa, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.

- Merevisi kode etik sekolah.

- Menyusun pedoman pembelajaran.

- Menyusun pedoman pemilihan mata pelajaran sesuai dengan potensi

siswa.

- Membuat panduan untuk menjajaki potensi siswa, dan

- Membuat pedoman penilaian.

2) Rincian Tugas dan Tanggung Jawab

Perencanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

dapat ditemukan dalam dokumen tentang rincian tugas kepala sekolah, wakil

kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan tenaga lainnya (lampiran TD-

1). Dari dokumen ini didapati bahwa semua pihak bertugas dan bertanggung

jawab terhadap terlaksananya pendidikan karakter di sekolah ini. Ditegaskan

dalam rincian tugas masing-masing untuk memberi teladan dan menjaga nama

baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan.

Terdapat beberapa pihak yang rincian tugasnya berkaitan langsung dengan

pendidikan karakter. Pertama, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Rincian

tugasnya antara lain: (1) menyusun program kepesertadidikan bersama-sama

dengan pembina OSIS, (2) mengkoordinasikan pelaksanaan program ekstra

kurikuler untuk siswa, (3) mengatur pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, (4)

53
melakukan pembinaan prestasi unggulan, (5) mengkoordinasikan dengan pembina

akademik dalam pembinaan disiplin siswa, (6) mengawasi pelaksanaan tata tertib

siswa bersama-sama pembina OSIS, pendidik dan tenaga kependidikan, (7)

memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai

dengan kepercayaan yang diberikan.

Kedua, Penasehat Akademik (PA). PA memberikan bantuan berupa

nasehat akademik kepada siswa agar studinya selesai dengan baik. Beberapa

tugasnya yang berkaitan dengan pendidikan karakter antara lain: (1) mendeteksi

potensi siswa dari hasil psikotes dengan membuat album profil siswa serta

menganalisis keunggulan dan kelemahan siswa, (2) mengonsultasikan dan

memediasi masalah siswa dengan pihak terkait, (3) mengarahkan siswa untuk

mengikuti kegiatan pengembangan diri, (4) membantu siswa mengembangkan

kepribadian yang cerdas, mandiri, berdisiplin dan bermoral kristiani.

Ketiga, Guru Bimbingan dan Konseling (BK). Guru BK memiliki peranan

yang penting dalam pengembangan karakter siswa. Beberapa dari tugasnya adalah

sebagai berikut: (1) menyusun program BK, (2) mengkoordinasikan dengan PA

dalam mengatasi maslaah-masalah siswa, (3) memberikan saran dan

pertimbangan kepada siswa tentang pendidikan lanjut atau jenis pekerjaan yang

sesuai, (4) menindaklanjuti hasil BK, (5) membina hubungan kerjasama dengan

orangtua dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa, (6)

memberi teladan yang bertanggung jawab.

54
3) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Sudah menjadi kewajiban guru untuk melakukan persiapan sebelum

mengajar, melalui penyusunan RPP (lampiran TD-12). RPP memuat kompetensi

dasar, tujuan, materi, proses pembelajaran, sumber, alat dan bahan, serta rencana

penilaiannya. Berkaitan dengan perencanaan pendidikan karakter, indikatornya

dapat dilihat jelas pada tujuan pembelajaran.

Di dalam RPP disebutkan secara eksplisit tujuan pembelajaran aspek

afektif/pendidikan karakter. Sebagai contoh pada pembelajaran Kimia, tujuan

pembelajaran aspek afektif/pendidikan karakter adalah sebagai berikut: “melalui

kegiatan pembelajaran ini siswa diharapkan mampu mengembangkan nilai:

religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa

ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan

tanggung jawab”.

2.2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus

Tomohon

a. Paparan Data Berdasarkan Pengamatan

Beberapa informasi tentang pelaksanaan pendidikan karakter yang

diperoleh dari hasil pengamatan pada Selasa, 12 September dan Kamis 14

September 2016 adalah sebagai berikut (lampiran TO-1, TO-2):

Pertama, profil siswa sekolah ini mudah sekali diidentifikasi, karena

disiplin dalam keseragaman dari ujung kaki sampai ujung rambut. Hal menarik

lagi yang ditemukan pada saat pengamatan adalah kebiasaan memberi salam

55
(selamat pagi, siang, sore) kepada sesama, baik warga sekolah maupun tamu yang

datang berkunjung. Siswa bisa saja memberikan salam lebih dari 1 kali

menyesuaikan dengan berapa kali mereka berpapasan dengan orang lain.

Kedua, konsistensi dalam penegakkan disiplin juga terlihat, ketika peneliti

mendapati beberapa siswa kelas XII yang dikeluarkan dari kelas oleh gurunya

karena sibuk bercerita dan tidak memperhatikan guru yang sedang menjelaskan

materi. Hal berbeda peneliti jumpai di kelas X dan XI. Pada saat pelajaran sedang

berlangsung, mereka tampak serius dan terlibat aktif dalam diskusi. Di rombongan

belajar yang lain, peneliti melihat siswa dalam kelompok-kelompok sedang

mempersiapkan diri untuk tampil dalam pelajaran seni-budaya. Mereka terlihat

bekerjasama dan kreatif dalam berlatih menyanyikan lagu daerah.

Ketiga, pada sepanjang hari tertentu dan beberapa kesempatan lainnya

peneliti memperhatikan siswa yang senantiasa rapih dalam berpakaian. Tak

satupun dari siswa perempuan yang ukuran roknya di bawah lutut dan siswa laki-

laki tak pernah terlihat kemejanya berada di luar celana.

b. Paparan Data Berdasarkan Wawancara

Informasi tentang pelaksanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2

Binsus Tomohon pertama-tama diperoleh dari kepala sekolah sebagai berikut:

Pelaksanaan pendidikan karakter sebagaimana yang kami rencanakan itu


berlangsung pada beberapa momen penting, Pertama, di dalam kelas.
Pendidikan karakter diintegrasikan pada setiap mata pelajaran, sehingga
setiap guru bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan karakter
di kelas. Kedua, pelaksanaan pendidikan karakter berlangsung di dalam
kegiatan ekstrakurikuler. Selain mengembangkan minat dan bakatnya,
siswa juga melatih diri bekerja sama dalam kelompok dan membiasakan
diri dengan aktivitas-aktivitas positif. Ketiga, pelaksanaan pendidikan
karakter berlangsung melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi, pembinaan
pada apel pagi, dan pembinaan-pembinaan langsung di tempat (on the

56
spot). Nilai-nilai yang ditekankan dalam pendidikan karakter di sekolah
kami adalah nilai-nilai sebagaimana tercantum dalam visi, misi, dan tujuan
sekolah. Metode yang kami gunakan adalah pengulangan dan pembiasaan.
Nilai-nilai penting seperti religius, disiplin, jujur, saling menghargai,
tanggung jawab selalu kami “ingat-ingatkan”, “sampai-sampaikan” baik
kepada siswa maupun guru dan pegawai. Dengan harapan mereka selalu
ingat dan membiasakan diri menghayati dan menghidupi nilai-nilai itu
(TW-1-AP).

Pelaksanaan pendidikan karakter erat kaitannya dengan program-program

yang dibuat oleh bidang kesiswaan bersama dengan OSIS. Hal ini dikemukakan

oleh wakil kepala sekolah bidang kesiswaan sekaligus pengasuh asrama sebagai

berikut:

Program-program dari siswa dalam hal ini Organisasi Siswa Intra Sekolah
(OSIS) merupakan tanggung jawab kami. Bidang kesiswaan mendampingi
OSIS dalam kegiatan-kegiatan seperti Valentine’s day (hari kasih sayang
setiap 14 Februari), pemilihan putra-putri binsus yang kriterianya
mendekati kriteria putra-putri Tomohon. Mereka yang dicalonkan adalah
yang memiliki kualitas baik akademik, maupun karakter. Melalui kegiatan
ini kami berharap para siswa termotivasi untuk berlomba-lomba
meningkatkan kualitas mereka sebagai siswa untuk kesuksesan mereka di
masa depan. Kami melarang siswa membawa gadget atau smartphone di
sekolah dan asrama. Mereka hanya boleh memegang handphone standar
(hanya khusus menelpon dan kirim pesan). Hal ini untuk menjaga
penyalahgunaan media, seperti mengambil foto atau video berbau
pornografi. Kami memberikan tanggung jawab kepada OSIS untuk
memimpin dan mengontrol teman-teman mereka baik di sekolah, maupun
di asrama. Di harapkan melalui kesempatan itu mereka dapat berlatih
leadership dan menjadi partner sekolah untuk memastikan terciptanya
situasi belajar yang kondusif di sekolah dan asrama, serentak mereka juga
menjadi role model atau panutan bagi siswa lainnya. Masalah yang terjadi
di asrama adalah juga masalah sekolah. Untuk itu kami bekerja dalam
koordinasi dengan semua komponen sekolah (pimpinan sekolah, guru-
guru mata pelajaran, guru BK, guru koordinator kelas, guru pembimbing
akademik, pegawai, OSIS), asrama (pengasuh asrama), dan orangtua
siswa. Kontrol kami lakukan bersama, dan komunikasi dengan orangtua
juga kami sering lakukan (TW-2-NP).

57
Hal senada disampaikan oleh wakil kepala sekolah bidang hubmas,

khususnya tentang pemanfaatan media komunikasi dalam kaitan dengan

pelaksanaan pendidikan karakter. Pernyataannya adalah sebagai berikut:

Peran Hubmas dalam pelaksanaan pendidikan karakter khususnya pada


pemanfaatan media. Kami melarang siswa membawa gadget atau
smartphone di sekolah. Tetapi ketika mereka pulang ke rumah mereka
bebas menggunakan itu, jadi kami selalu mengingatkan mereka untuk
bersikap kritis terhadap media. Ketika mereka menggunakan facebook
misalnya, mereka diingatkan untuk memperhatikan postingan mereka agar
berusaha menjaga nama baik sendiri, keluarga dan sekolah. Semua pihak
di sekolah dan asrama berupaya mengingatkan siswa agar memperhatikan
hal ini. Bidang Hubmas bertanggung jawab mengelola website dan
facebook sekolah. Melalui media ini kami mempublikasikan kegiatan-
kegiatan positif yang dilakukan oleh siswa dan guru sebagai dokumentasi,
sekaligus apresiasi kepada siapa saja yang terlibat. Selain itu pelaksanaan
pendidikan karakter juga berlangsung saat kegiatan belajar mengajar.
Contohnya karakter religius. Indikatornya adalah siswa ikut dalam doa di
awal dan akhir pembelajaran (TW-3-ES).

Pelaksanaan pendidikan karakter terlasana secara integratif dalam mata

pelajaran dan program-program sekolah serta melibatkan juga pihak eksternal .

Hal ini dikemukakan oleh guru Seni Budaya merangkap Bahasa Inggris dan

Muatan Lokal (Prakarya dan Kewirausahaan) sebagai berikut:

Implementasi pendidikan karakter berlangsung secara integratif dalam


pembelajaran di kelas. Guru tidak hanya mentransfer ilmu, melainkan
mendidik karakter siswa. Setiap guru bertanggung jawab atas hal ini. Pada
pembelajaran Seni Budaya khususnya, di samping siswa mengembangkan
minat dan bakatnya di bidang seni, mereka juga dilatih untuk menghargai
perbedaan budaya, toleransi, cinta tanah air, dan menjaga keharmonisan.
Sedangkan pada pembelajaran Bahasa Inggris, melalui kegiatan diskusi
kelompok, mereka dilatih untuk bekerjasama, jujur, peduli, dan
bertanggung jawab. Untuk memastikan jalannya pendidikan karakter di
dalam kelas, guru membuat tata tertib kelas dengan tetap memperhatikan
iklim belajar yang kondusif. Pelaksanaan pendidikan karakter tidak hanya
berlangsung di kelas. Ada banyak kegiatan sekolah yang menjadi wadah
pengembangan karakter siswa. Salah satu yang menarik perhatian kami
adalah program katekisasi calon sidi. Banyak nilai-nilai karakter yang
ditanamkan. Dalam melaksanakan program ini, sekolah bekerjasama
58
dengan beberapa Gereja, seperti GMIM Sion Tomohon, GMIM Baith-
Lahim Talete, dan GMIM Kuranga Talete-2, dan GMIM Maranatha
Kakaskasen. Terdapat satu tim Pembina katekisasi sekolah yang terdiri
dari guru Pendidikan Agama Kristen yang dibantu oleh guru-guru yang
sesuai dengan tema katekisasi dalam kerjasama dengan tim pembina
katekisasi jemaat setempat. Kegiatan persiapan berupa kursus
dilaksanakan kurang lebih 3-4 bulan (TW-4-CK).

Pelaksanaan pendidikan karakter berlangsung dalam proses belajar-

mengajar termasuk pada pelajaran Teknologi Informasi Komputer. Hal ini

diutarakan oleh guru pengajar mata pelajaran ini sebagai berikut:

Pelajaran dibuka dan ditutup dengan doa. Nilai yang ditekankan di sini
adalah nilai religius. Selanjutnya dalam proses pembelajaran, ada diskusi-
diskusi kelompok dan presentasi. Dari kegiatan ini siswa melatih dan
mengembangkan nilai kerjasama dan kepercayaan diri. Selain itu siswa
dilatih disiplin. Indikatornya adalah siswa mengumpulkan tugas pada
waktu yang ditetapkan, masuk kelas pada waktunya. Secara khusus pada
pelajaran TIK, sangat penting menumbuhkan nilai-nilai tanggung jawab
dan berpikir kritis, sebab berkaitan dengan penggunaan media, seperti
internet. Sedangkan untuk nilai kejujuran, dilihat dari kegiatan ujian.
Mereka harus mengerjakan ujian secara mandiri, tidak bekerjasama
dengan teman ataupun menyontek (TW-6-DP).

Budaya sekolah adalah indikator dilaksanakannya pendidikan karakter di

sekolah ini. Informasi ini disebutkan oleh guru Pendidikan Agama Kristen

merangkap pengasuh asrama sebagai berikut:

Pendidikan karakter terlaksana lewat program sekolah, khususnya bidang


kesiswaan, pembinaan pada apel pagi, upacara bendera, ibadah pagi dan
malam, dan pemeriksaan atribut-atribut sekolah yang berlaku di sekolah
dan asrama, serta etiket dalam pergaulan. SMA Kristen 2 Binsus Tomohon
ini dulu pernah dijadikan “Sekolah Model”, sehingga kami berupaya
menciptakan kultur sekolah dimana para siswanya beriman, jujur, disiplin,
bertanggung jawab, dan seterusnya (TW-9-DMP).

59
Selanjutnya, dari pihak guru Bimbingan dan Konseling juga sebagai

tamatan dari sekolah ini, pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah berlangsung

sebagai berikut:

Topik-topik yang kami bahas dalam layanan klasikal, sering harus ditindak
lanjuti dalam program layanan individual. Jika hasil dari layanan ini belum
juga terlihat, maka guru BK akan meneruskan masalahnya sampai kepada
pengasuh asrama dan guru PA (pembimbing akademik). Setiap siswa
dibuatkan kartu kontrol bimbingan, agar dapat dipantau
perkembangannya. Tidak hanya layanan yang sifatnya responsif yang
diberikan oleh BK, tetapi banyak juga siswa yang atas inisiatifnya sendiri
datang ke ruang BK untuk konsultasi atau menghubungi kami lewat
telepon (di luar jadwal bimbingan sekolah/asrama). Dalam melaksanakan
tugas sebagai guru BK, kami bekerjasama dengan semua guru dan
pengasuh. Selalu ada koordinasi diantara kami. Kami juga memiliki
program kerja seperti meditasi siswa kelas XII dalam rangka persiapan
ujian nasional, dan ada 2 target yang sedang kami upayakan, yaitu
kegiatan refleksi siswa kelas X setiap 3 atau 4 bulan, dan leadership untuk
kelas XI. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ini berdampak
sangat positif terhadap siswa. Mereka memiliki kemandirian, disiplin,
tanggung jawab, kreativitas, dan kepercayaan diri yang kuat ketika lulus
dari sekolah ini (TW-5-SK).

Informasi-informasi tentang pelaksanaan pendidikan karakter yang

diperoleh baik dari pihak pimpinan sekolah, dan guru di atas semakin diperkuat

dan diperjelas oleh informasi dari beberapa siswa yang diwawancarai sekaligus.

Secara bergantian mereka mengemukakan tentang pelaksanaan pendidikan

karakter di sekolah ini sebagai berikut:

Kami memiliki jadwal yang teratur di asrama. Jam 05.00 kami sudah harus
bangun dan langsung mandi. Pada jam 06.00 kami harus berkumpul di
aula untuk ibadah pagi bersama selama kurang lebih 15 menit. Setelah itu
kami apel di sekolah pada jam 06.45. pada apel ini kami mendapatkan
pembinaan atau pengarahan dari kepala sekolah atau guru yang bertugas
apel. Kami belajar sampai jam 13.45. Sesudah itu makan siang di asrama
dilanjutkan dengan mandi, karena pada jam 15.30 kami siswa kelas XII
masih ada kegiatan bimbingan belajar (bimbel) persiapan ujian nasional,
sedangkan adik-adik kelas belajar mandiri di aula. Kami makan malam
jam 18.00-19.00, setelah itu belajar mandiri dan ibadah malam pada jam
21.00. Sebenarnya kami harus tidur jam 21.30. Tetapi terkadang banyak di

60
antara kami tidur sampai larut malam karena masih banyak tugas-tugas
mata pelajaran yang harus kami selesaikan, atau karena esok harinya ada
ujian kami perlu tambahan waktu untuk belajar. Selain apel di sekolah, ada
juga apel di asrama. Biasanya kami mendapatkan pembinaan-pembinaan
oleh pengasuh yang adalah juga guru kami di sekolah. Kami memiliki 2
guru pengasuh putri untuk asrama putri dan 2 guru pengasuh untuk asrama
putra. Kepala asramanya adalah bapak Ferly Rau (wakil kepala sekolah
bidang kurikulum), dan pengasuh ibu pendeta Durne D. Masengi-
Paninggiran (guru agama), ibu Nilly Pasuhuk (wakil kepala sekolah
bidang kesiswaan), dan bapak Adi Victor Eman (guru bahasa Jepang).
Mereka memiliki tempat tinggal di kompleks asrama kami. Aturan di
asrama sangat ketat dan melatih kami untuk disiplin. Pemberian ijin hanya
diberikan 1 minggu 1 jam ijin. Dan kalau ijin pulang ke rumah di luar
jadwalnya, hanya diberikan 1 bulan 1 kali ijin saja. Ada aturan tidak boleh
menggunakan handphone yang memiliki kamera, dilarang pacaran, harus
saling memberi hormat, tepat waktu dalam setiap kegiatan, dan lain-lain.
Jika kami melanggar, maka kami akan mendapatkan pembinaan dari
pengasuh berupa teguran lisan, melaksanakan kebersihan atau kalau
pelanggaran sudah berat, orangtua dipanggil. Pada hari Sabtu dimana kami
tidak pulang ke rumah karena bukan jadwalnya, ada kegiatan ekstra
kurikuler (ekskul). Ada olahraga yang terdiri dari basket, bola voli, bulu
tangkis, renang, futsal, tenis meja. Untuk bidang seni ada paduan suara,
kolintang, dan group band. Di samping itu ada ekskul bidang kerohanian.
Para siswa yang tergabung dalam ekskul ini sering melakukan kegiatan
seperti mengunjungi dan mendoakan orang sakit di rumah sakit,
melaksanakan ibadah, dan lain-lain. Selanjutnya ada juga ekskul study
club mata pelajaran, seperti matematika, fisika, ekonomi, biologi, kimia,
geografi, kebumian, TIK, dan astronomi (TW-8-AL-MT-MK-RS).

Dari hasil wawancara di atas diperoleh informasi bahwa pelaksanaan

pendidikan karakter di sekolah ini sungguh-sungguh diupayakan oleh pimpinan

sekolah bekerjasama dengan dewan guru dan OSIS melalui kegiatan pembinaan,

pembelajaran di kelas, program-program sekolah dan OSIS, serta budaya sekolah

dan asrama. Siswa sendiri sebagai subjek dari pendidikan karakter turut

menegaskan akan hal ini.

61
c. Paparan Data Berdasarkan Studi Dokumentasi

Berdasarkan hasil studi dokumentasi, diperoleh beberapa dokumen

pendukung yang memperkuat data pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ini,

di antaranya:

1) Dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Dokumen KTSP berisi pedoman kurikulum sekolah (lampiran TD-3) di

antaranya memuat tentang kalender akademik, struktur dan muatan kurikulum

yang informasi sebagian telah disebutkan dalam paparan data tentang gambaran

umum sekolah. Namun, ada beberapa informasi dari dokumen ini yang berkaitan

dengan pelaksanaan pendidikan karakter. Pertama, pada bagian kalender

pendidikan disebutkan tentang Kegiatan Pengenalan Lingkungan (KPLS). Materi

yang diberikan adalah visi, misi, program kegiatan sekolah, motivasi semangat

dan cara belajar efektif, etika pergaulan, budaya dan tatatertib sekolah,

pengenalan fasilitas sekolah dan asrama, serta kegiatan outbound. Pelaksanaan

kegiatan ini melibatkan seluruh siswa kelas X dan panitia yang terdiri dari dewan

guru dan beberapa pengurus OSIS.

Kedua, dalam muatan kurikulum bagian pengembangan diri disebutkan

tentang ruang lingkup pengembangan diri, meliputi:

- Pelayanan konseling yang mencakup kehidupan pribadi, sosial, belajar,

dan karir.

- Kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, karya ilmiah remaja,

palang merah remaja, seni, olahraga, dan study club.

- Kegiatan rutin seperti upacara bendera senam, ibadah khusus keagamaan,

pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.

62
- Kegiatan spontan, seperti pembentukan perilaku memberi salam,

membuang sampah pada tempatnya, atri, dan mengatasi pertengkaran.

- Keteladanan dalam hal berpakaian rapih, berhasa yang santun, rajin

membaca, memuji kebaikan atau keberhasilan orang lain.

- Kegiatan terprogram, di antaranya penyelenggaraan layanan dan kegiatan

pendukung konseling, karya ilmiah, latihan/lomba keterbakatan atau

prestasi, workshop, seminar, bazaar dan kegiatan lapangan.

- Pengkondisian, yaitu pengadaan sarana yang mendorong terbentuknya

perilaku terpuji seperti memberi salam sesuai pelaksanaan upacara

bendera dan kegiatan lainnya.

Ketiga, pendidikan kecakapan hidup. Sekolah membekali siswa dengan

kecakapan-kecakapan praktis agar mampu menghadapi kesulitan dan tantangan

dalam kehidupan. Pendidikan kecakapan hidup dilakukan melalui intrakurikuler

dan ekstrakurikuler untuk mengembangkan potensi siswa yang materinya

terintegrasi dala sejumlah mata pelajaran yang ada. Kecakapan hidup yang hendak

dikembangkan meliputi: kecakapan personal, sosial, akademis, dan vokasional.

Integrasi kecapakan hidup dalam mata pelajaran yang dimaksudkan tampak dari

tabel berikut ini:

63
Tabel 4.1. Integrasi Kecakapan Hidup dalam Mata Pelajaran

Pengembangan diri
No Mata Pelajaran
Personal Sosial Akademik Vokasional
1 Pendidikan Agama √ √ √
2 Pendidikan √ √ √
Kewarganegaraan
3 Bahasa dan Sastra √ √ √
Indonesia
4 Bahasa Inggris √ √ √
5 Matematika √ √ √
6 Kesenian √ √ √
7 Pendidikan jasmani, √ √ √ √
olahraga, dan kesehatan
8 Sejarah √ √ √
9 Geografi √ √ √
10 Ekonomi √ √ √
11 Sosiologi
12 Fisika √ √ √
13 Kimia √ √ √
14 Biologi √ √ √
15 Teknologi Informasi dan √ √ √ √
Komunikasi
16 Bahasa Asing: Jepang √ √ √
17 Mulok (Budidaya √ √ √ √
hortikultura dan Bahasa
Inggris Terapan

2) Jadwal Pembinaan Upacara Bendera dan Apel Pagi

Pelaksanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

secara eksplisit disebutkan dalam jadwal pembinaan upacara bendera dan apel

pagi (lampiran TD-5). Semua guru dilibatkan sebagai pembina dan diatur secara

bergilir dengan tema-tema yang sudah ditentukan. Tema pembinaannya adalah

nilai-nilai karakter yang diharapkan diketahui, dihayati dan diamalkan oleh siswa

dan semua pihak di sekolah.

Tema pembinaan yang dimaksudkan adalah peduli sosial, berpikir kritis,

cinta tanah air, kerja keras, demokratis, mandiri, cerdas, inovasi, gemar membaca,

64
kreatif, saling menghargai, pantang menyerah, rasa ingin tahu, semangat

kebangsaan, kepemimpinan, disiplin, percaya diri dan optimisme, tanggung

jawab, toleransi, jujur, berorientasi pada tugas, pantang menyerah, cinta damai,

dan peduli lingkungan. Jadwal pembinaan ini ditanda tangani secara resmi oleh

kepala sekolah pada bulan Juli 2016. Upacara atau apel pagi dimulai jam 06.45,

dilaksanakan di sekolah. Jika cuaca hujan, maka apel dilaksanakan di asrama.

3) Buku Saku Siswa

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon memiliki buku saku untuk siswa

(lampiran TD-8). Buku ini berisi pedoman perilaku atau tata tertib dan tata krama

yang harus ditaati oleh siswa. Pelanggaran terhadap tata tertib dan tata krama ini

berakibat serius. Sanksi yang diberikan adalah teguran, hukuman, pemanggilan

orangtua, skorsing, bahkan dikembalikan kepada orangtua. Dalam perumusan

aturan, pimpinan sekolah melibatkan siswa yang diwakili oleh pengurus OSIS.

Mereka turut menandatangani buku ini sebagai bukti bahwa mereka akan turut

mengontrol dan memastikan terciptanya disiplin atau ketertiban di sekolah

maupun asrama.

2.3. Evaluasi Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

a. Paparan Data Berdasarkan Pengamatan

Evaluasi atau penilaian terhadap pendidikan karakter didasarkan pada

indikator-indikator dari nilai yang menjadi tujuan sekolah. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan peneliti pada Selasa, 20 September 2016 terdapat

beberapa siswa dikeluarkan dari kelas karena tidak menunjukkan sikap

menghormati guru yang sedang mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru

65
menilai karakter siswa selama pembelajaran berlangsung dan memberikan sangsi

yang tegas kepada siswa yang tidak menunjukkan sikap sesuai nilai karakter yang

diharapkan (lampiran TO-5).

Selain itu, pada Senin, 26 September 2016, peneliti mengamati

pelaksanaan ujian tengah semester. Salah satu indikator penilaiannya adalah

siswa tidak menyontek saat ujian berlangsung. Nilai kejujuran selama ujian telah

ditegaskan oleh setiap guru mata pelajaran sejak awal pembelajaran hingga

pelaksanaan ujian. Peran guru pengawas ujian sangat penting selama ujian

berlangsung, sebab dialah yang dapat memastikan tingkat ketercapaian nilai

kejujuran selama ujian berlangsung (lampiran TO-4).

b. Paparan Data Berdasarkan Wawancara

Evaluasi pendidikan karakter selain dilaksanakan bersamaan dengan

evaluasi hasil belajar, juga berlangsung on the spot atau langsung di tempat

kejadian, serta melibatkan banyak pihak dengan metode observasi dan

penanganan yang konsisten. Kepala sekolah mengemukakan sebagai berikut:

Evaluasi kami lakukan untuk menilai atau mengukur tingkat keberhasilan


pelaksanaan pendidikan karakter. Evaluasi dilakukan dalam bentuk rapat
evaluasi setiap bulan, semesteran (awal dan akhir semester) dan tahunan
(awal dan akhir tahun ajaran). Setiap bidang atau unit kerja melaporkan
ketercapaian setiap program yang telah dibuat, termasuk kesulitan,
tantangan, atau hambatan yang ditemui dan usulan solusi untuk
mengatasinya. Untuk guru dan pegawai secara perorangan dievaluasi juga.
Apakah mereka sudah berupaya menjadi teladan yang baik bagi siswa.
Misalnya tentang disiplin, saling menyapa satu sama lain. Jangan sampai
siswa diminta disiplin dan saling menyapa, malah guru dan pegawai tidak
menyapa satu sama lain atau datang terlambat. Evaluasi terhadap guru
datang juga dari siswa. Mereka dilibatkan untuk memberi masukan tentang
sikap dan perilaku guru sejauh yang mereka alami di kelas atau di
lingkungan sekolah. Evaluasi terhadap siswa berlangsung pada saat rapat
nilai mid semester, semester, rapat ketentuan kenaikan kelas dan rapat
kelulusan. Pada rapat ini evaluasi dilakukan melalui dua tahap. Tahap

66
pertama, evaluasi kepribadian siswa atau sikap dan perilakunya (aspek
afektif) dan kedua, evaluasi nilai-nilai akademik. Pengalaman kami ada
juga siswa yang dinyatakan tidak naik kelas karena masalah perilaku.
Instrumen yang kami pakai dalam menilai sikap dan perilaku siswa adalah
observasi setiap hari. Setiap temuan tentang sikap dan perilaku siswa
langsung ditangani.
Evaluasi pendidikan karakter juga berlangsung saat rapat orangtua saat
penerimaan hasil belajar siswa. Kami memberikan kesempatan kepada
orangtua untuk memberikan penilaian tentang sikap dan perilaku siswa.
Terkadang juga penilaian datang dari beberapa anggota masyarakat yang
disampaikan secara spontan kepada pihak sekolah (TW-1-AP).

Dari hasil evaluasi dikemukakan juga faktor pendukung dan faktor

penghambat pelaksanaan pendidikan karakter. Untuk faktor pendukung AP

mengemukakan sebagai berikut:

Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah kami secara keseluruhan dapat


dikatakan telah berlangsung dengan baik atau sesuai harapan. Ada dua
faktor yang kami lihat sebagai pendukung. Pertama, para siswa sudah
terseleksi pada awal penerimaan siswa baru dari segi akademik dan
kepribadian. Siswa yang kami terima adalah mereka yang memiliki
prestasi akademik/non akademik dan memiliki catatan kepribadian yang
baik. Kedua, faktor asrama. Siswa kami wajib tinggal di asrama. Hal ini
sangat memudahkan kami untuk mengontrol dan mengetahui
perkembangan sikap dan perilaku mereka. Pendidikan karakter yang kami
upayakan di sekolah dapat berlangsung secara kontinu atau
berkesinambungan karena adanya asrama (TW-1-AP).

Selanjutnya, untuk faktor penghambat AP melanjutkan sebagai berikut:

Ada tiga faktor penghambat, yaitu guru, siswa, dan orangtua. Terkadang
pola perilaku dari beberapa guru masih belum menunjukan keseriusan atau
komitmen untuk menjadi panutan. Siswa memperhatikan dan mulai
membanding-bandingkan. Selanjutnya kesulitan dari siswa adalah masih
ada yang suka menyimpang atau melanggar aturan yang sudah ditetapkan,
padahal setiap hari diingatkan dan diberi pembinaan. Tantangan juga
datang dari orangtua. Ada orangtua yang mendukung sekolah menerapkan
disiplin, tetapi ada juga orangtua yang kurang mendukung. Usaha-usaha
yang kami lakukan untuk mengatasi kesulitan, hambatan atau tantangan di
atas adalah tetap berupaya konsisten dalam pembinaan setiap hari dan
mengingatkan serta mengajak orangtua untuk lebih kooperatif dengan

67
sekolah agar pendidikan karakter semakin berdampak positif bagi siswa,
sekolah, dan orangtua (TW-1-AP).

Evaluasi pendidikan karakter yang dikemukakan oleh AP di atas diperkuat

oleh pernyataan wakil kepala sekolah bidang hubmas sebagai berikut:

Evaluasi dilakukan bersamaan dengan rapat rutin bulanan dan saat rapat
nilai. Kami berperan melaporkan temuan atau hasil observasi tentang sikap
dan perilaku siswa. Setiap temuan kami bahas bersama dan menghasilkan
rekomendasi-rekomendasi tentang tindak lanjut penanganan masalah yang
ada. Di samping itu, pada rapat bersama dengan orangtua. Mereka diberi
kesempatan untuk menyampaikan penilaian mereka sendiri tentang
perkembangan sikap dan perilaku siswa di rumah. Hal ini kami jadikan
bahan refleksi dan evaluasi untuk menata dan memperbaiki sistem ke
depan (TW-3-ES).

Sehubungan dengan evaluasi terhadap faktor pendukung, hal serupa juga

dikemukakan oleh ES sebagai berikut:

Pada saat penerimaan siswa baru, kami sering mengajukan pertanyaan


tentang alasan atau motivasi orangtua memilih sekolah kami, dan
umumnya memberi alasan karena sekolah kami terkenal disiplin. Mereka
tertarik menyekolahkan anak mereka di sini karena mereka ingin anak
mereka menjadi disiplin dan mandiri. Hal ini tentu mendorong kami untuk
memberikan yang terbaik dalam usaha mengedepankan pendidikan
karakter. Selain itu, faktor pendukung lainnya adalah input, yakni kualitas
siswa itu sendiri. Kami menyeleksi siswa secara ketat di awal penerimaan
siswa baru. Ada banyak calon siswa yang mendaftar, tetapi ketersediaan
kamar di asrama terbatas. Kualitas akademik dan kepribadian siswa yang
baik menjadi prioritas kami. Karena itulah, dalam proses pelaksanaan
pendidikan karakter, kami kurang mengalami kesulitan, karena pada
dasarnya siswa-siswi yang kami terima adalah mereka yang mentalnya
sudah siap, kepribadiannya sudah baik, dan memiliki motivasi untuk
berkembang (TW-3-ES).

Namun, evaluasi faktor penghambat pendidikan karakter, ES memiliki

pandangan yang berbeda sebagai berikut:

Pada umumnya pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah kami telah


berjalan dengan lancar. Hambatan yang kami jumpai sangat minim. Ada
masalah kedisplinan, tetapi tidak seberapa. Sejauh ini dapat diselesaikan
(TW-3-ES).

68
Evaluasi pendidikan karakter ditempuh dengan cara observasi atau

pengamatan dan berkaitan dengan proses penanganan masalah terhadap siswa.

Informasi ini diperoleh dari wakil kepala sekolah bidang kesiswaan merangkap

pengasuh asrama sebagai berikut:

Metode yang kami gunakan dalam evaluasi adalah observasi lapangan dan
laporan dari berbagai pihak di sekolah dan asrama. Hasil observasi dan
temuan masalah, sekecil apapun itu harus dilaporkan kepada kami dan
diselesaikan bersama guru penasehat akademik. Untuk kasus yang berat,
maka prosedur yang lakukan adalah sebagai berikut kesiswaan membawa
kasusnya ke guru pembimbing akademik (PA) untuk dibuatkan BAP
(berita acara pemeriksaan), lalu guru PA membuatkan rekomendasi
berdasarkan tata tertib sekolah dan meneruskannya kepada kepala sekolah
untuk dikeluarkan sangsi, entah itu berupa surat teguran atau dikembalikan
kepada orangtua. Secara rutin evaluasi kami lakukan dalam rapat bulanan
dewan guru bersama kepala sekolah (TW-2-NP).

Berkaitan dengan evaluasi terhadap faktor pendukung NP mengemukakan

beberapa hal yang sesuai dengan informasi yang diberikan oleh AP dengan

beberapa informasi tambahan. Menurutnya faktor pendukung pendidikan karakter

adalah sebagai berikut:

Sistem penanganan masalah telah berjalan dengan baik. Artinya ketika


terjadi masalah, kami langsung menanganinya. Sekecil apapun itu tidak
kami abaikan. Dalam penanganan kami melibatkan banyak pihak seperti
yang sudah disebutkan di atas. Keterlibatan OSIS juga sangat membantu
baik di sekolah maupun di asrama. Tingkat kesadaran siswa boleh dibilang
cukup tinggi, sehingga nilai-nilai karakter yang kami harapkan mulai
membudaya dalam keseharian mereka. Di samping itu, faktor pendukung
yang signifikan adalah asrama. Siswa kami tinggal di asrama, sehingga
pengawasan terhadap mereka berlangsung 24 jam. Kegiatan-kegiatan
dalam rangka melatih disiplin, dan membangun kreativitas, lebih mudah
dilaksanakan karena mereka tinggal di asrama (TW-2-NP).

Mengenai faktor penghambat, NP memiliki cara pandang yang berbeda

dengan yang dikemukakan oleh AP. Menurutnya faktor penghambat pendidikan

69
karakter tidak terlalu signifikan dan lebih mencermati perkembangan psikologis

siswa dan partisipasi orangtua dalam pendidikan karakter. Berikut pernyataannya:

Sejauh ini faktor penghambatnya tidak terlalu signifikan. Para siswa kami
adalah remaja yang masih sangat membutuhkan bimbingan. Sehingga
diperlukan kesabaran dan konsistensi dari kami untuk terus menerus
mengingatkan mereka untuk berdisplin, jujur, peduli satu sama lain, saling
menghargai, dan seterusnya. Tantangan yang kami hadapi adalah pacaran.
Pada prinsipnya kami melarang para siswa untuk pacaran di sini. Tetapi,
terdapat beberapa dari mereka yang ternyata pacaran dan kami mencoba
untuk menggunakan pendekatan berbeda, bukan menghukum mereka
tetapi mendampingi dan mengarahkan mereka agar tetap pada batas-batas
kewajaran. Mereka diingatkan akan status mereka sebagai siswa, sehingga
harus tetap fokus pada belajar. Tantangan selanjutnya adalah ketika
liburan akhir pekan (weekend) atau liburan panjang. Terdapat beberapa
siswa yang harus melakukan penyesuaian diri lagi. Mungkin terdapat
kelonggaran saat liburan di rumah. Untuk itu diperlukan sekali kerjasama
dengan orangtua (TW-2-NP).

Evaluasi pendidikan karakter dilakukan juga oleh guru di dalam kelas.

Pernyataan ini disampaikan oleh guru Seni merangkap Bahasa Inggris dan Muatan

Lokal. Evaluasi pendidikan karakter menurutnya adalah sebagai berikut:

Guru melakukan observasi selama kegiatan pembelajaran di kelas.


Observasi didasarkan pada indikator-indikator yang telah dibuat guru
dalam RPP. Sebagai contoh untuk mengukur nilai kerjasama, indikator
yang ditetapkan adalah siswa terlibat dalam diskusi kelompok sesuai peran
yang diberikan. Hal-hal yang ditemukan selama observasi ditulis pada
jurnal guru untuk kemudian menjadi dasar penilaian ranah afektif. Guru
memberikan apresiasi kepada siswa yang menunjukan karakter yang baik
dengan cara memberikan bobot nilai afektif yang diakumulasi pada
evaluasi pembelajaran tengah semester dan semester. Sedangkan, siswa
yang menunjukan perilaku yang belum sesuai dengan indikator nilai
karakter, diberi pembinaan khusus dan bisa juga mempengaruhi nilai
afektifnya. Selain itu, guru juga mempertimbangkan laporan-laporan atau
hasil temuan dari guru PA, koordinator kelas, piket dan pengasuh asrama
(TW-4-CK).

70
Kualitas input siswa dan asrama dipandang sebagai faktor pendukung

pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ini. Beberapa pihak di atas telah

mengemukakan hal ini dan diulang lagi oleh CK sebagai berikut:

Profil siswa adalah faktor pendukung yang paling penting. Melalui


kegiatan psikotes dan hasil elaborasi saat wawancara, gambaran awal
tentang kepribadian, minat dan bakat, dan kemampuan akademik telah
diperoleh oleh guru. Semua guru dilibatkan dalam wawancara, sehingga
dapat dipastikan sejak awal para guru telah memiliki pengenalan awal
tentang siswa yang akan dididiknya, dan bagaimana membina mereka.
Peran guru saat wawancara sangat penting. Setelah wawancara, guru akan
memberikan rekomendasi apakah siswa diterima atau tidak. Pendidikan
karakter di sekolah kami dapat dikatakan berlangsung dengan baik, karena
faktor asrama. Kontinuitas pendidikan karakter dapat terlaksana. Sebab
asrama adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sekolah. Para pengasuh
di asrama adalah juga guru di sekolah. Beberapa usaha yang kami lakukan
untuk semakin meningkatkan kualitas pendidikan karakter adalah berusaha
menjaga konsistensi penegakan disiplin, penanganan masalah siswa,
menciptakan iklim demokrasi dalam arti melaksanakan kegiatan-kegiatan
dari siswa, oleh siswa dan untuk siswa. Guru berperan sebagai fasilitator
dan pembimbing mereka. Selain itu, komunikasi yang intensif dengan
orangtua juga kami kembangkan. Pendidikan karakter terlaksana secara
berkesinambungan sekolah-asrama-rumah (TW-4-CK).

Hal yang berbeda dikatakan oleh CK mengenai faktor penghambat

pendidikan karakter. Beliau lebih menyoroti tentang sarana dan prasarana.

Selengkapnya beliau mengemukakan sebagai berikut:

Fasilitas yang belum memadai merupakan salah satu faktor penghambat.


Misalnya di dalam pembelajaran muatan lokal (prakarya dan
kewirausahaan). Pelajaran ini juga sangat menekankan pendidikan
karakter, seperti kreativitas, kerjasama, kebersihan, dan kewirausahaan.
Namun, ketika harus melaksanakan praktek seperti memasak, fasilitas di
dapur tidak memadai, air dari perusahan air minum kadang bermasalah.
Tidak heran beberapa siswa menjadi kurang bersemangat atau belum
antusias. Usaha-usaha yang sudah coba kami lakukan adalah mengajukan
pengadaan dan perbaikan sarana-prasarana. Sedangkan untuk hal-hal yang
berkaitan dengan masalah perilaku siswa, kami langsung tangani dengan
memberikan pembinaan dan untuk masalah-masalah yang sifatnya lebih
serius, dalam arti siswa belum menunjukan perubahan berarti, maka kami
akan mengarahkannya kepada guru PA atau guru BK (TW-4-CK).

71
Memberikan apresiasi berupa bobot nilai afektif kepada siswa yang

menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan

karakter dan membahasnya dalam rapat dewan guru sebagai usaha evaluasi, juga

diutarakan oleh guru Teknologi Informasi Komputer (DP). Beliau menyatakannya

sebagai berikut:

Evaluasi bersama sering dibuat bersama dewan guru dan pimpinan sekolah
melalui rapat bulanan, rapat nilai tengah semester dan semester. Hal-hal
yang dibahas tidak hanya capaian nilai pengetahuan dan keterampilan,
tetapi nilai afektif dengan indikator-indikator seperti yang disebutkan
sebelumnya. Jika siswa menunjukan sikap dan perilaku yang baik di kelas,
maka diberikan poin yang diakumulasi saat penilaian untuk raport (TW-
TW-6-DP).

Berkaitan dengan evaluasi terhadap faktor pendukung, DP menegaskan

sebagai berikut:

Pada umumnya siswa sudah menunjukan perilaku yang baik, sehingga


kegiatan belajar-mengajar dapat berjalan dengan lancar. Konsistensi dalam
penerapan aturan dan motivasi terhadap siswa diperlukan untuk menjaga
agar suasana belajar di kelas bisa berlangsung kondusif (TW-6-DP).

Walaupun begitu, DP sendiri memaparkan tantangan-tantangan yang

dihadapinya dan dilihat sebagai faktor penghambat pendidikan karakter yang

berlangsung di kelas. Berikut pemaparannya:

Tantangan yang dihadapi di kelas antara lain masih ada saja siswa yang
terlambat mengumpulkan tugas, kurang melibatkan diri dalam diskusi
kelompok. Ada juga siswa yang mungkin memiliki masalah pribadi
sehingga mempengaruhi sikap dan perilakunya di kelas. Usaha yang saya
lakukan adalah menegur atau memberi pembinaan agar ke depan ada
perubahan sikap (TW-6-DP).

72
Model evaluasi yang berbeda disampaikan oleh guru Bimbingan dan

Konseling. Beliau mengemukakannya sebagai berikut:

Setahun sekali kami menjalankan kuisioner kepada siswa. pertanyaan-


pertanyaan yang kami ajukan berkaitan dengan evaluasi siswa terhadap
perkembangan karakternya. Kami juga melakukan pengamatan atau
observasi dan menuliskan hasilnya pada jurnal. Observasi dilakukan
melalui laporan teman sebaya, sapaan-sapaan BK kepada siswa, dan
crosscheck (memastikan kebenaran laporan atau hasil temuan masalah
siswa tertentu baik yang kami lakukan melalui kegiatan interogasi atau
menggunakan instrument tes). Laporan secara lisan kami sampaikan
kepada kepala sekolah dan dewan guru dalam rapat rutin bulanan dan
rapat nilai. Hal-hal yang dilaporkan antara lain rekapitulasi kunjungan
siswa dan ruang lingkup persoalan siswa. Terdapat juga laporan tertulis
yang kami buat per-semester (TW-5-SK).

Ketika ditanya tentang evaluasi terhadap faktor pendukung, jawabannya

senada dengan informan-informan sebelumnya. Menurutnya, faktor pendukung

pendidikan karakter di sekolah ini adalah sebagai berikut:

Rekrutmen siswa pada awal tahun pelajaran adalah faktor pendukung yang
sangat penting. Mereka yang diterima adalah yang memiliki IQ di atas
rata-rata. Sedangkan pada bagian rata-rata dapat diterima setelah
pertimbangan beberapa faktor yang ditemukan dalam hasil psikotes,
seperti tingkat kemandirian, prestasi, daya juang. Mereka dinilai mampu
mengolah potensi-potensi yang ada di dalam diri mereka. Tidak hanya
prestasi akademik yang dijadikan prasyarat, tetapi kualitas karakter
personal adalah faktor penentu apakah siswa diterima di sekolah ini atau
tidak (TW-5-SK).

Selanjutnya, evaluasi terhadap faktor penghambat pendidikan karakter, SK

memiliki persepsi sesuai dengan profesinya. Berikut pernyataannya:

Guru BK dalam menangani persoalan pribadi siswa, sedapat mungkin


menjaga kerahasiaan agar siswa merasa nyaman dan mau terbuka. Tetapi,
terkadang ada persoalan-persoalan yang oleh BK disimpan, malah
disebarkan oleh pihak lain. Ini tentunya menjadi tantangan bagi guru BK
untuk mengontrol agar masalah-masalah tertentu tidak menyebar. Selain
itu, cara bersikap atau menanggapi persoalan siswa belum sama di
73
kalangan guru. Misalnya ketika siswa kedapatan melakukan kesalahan,
guru BK biasanya akan berusaha mencari tahu latar belakang masalah dan
mencoba memberikan pembinaan secara positif kepada siswa. Sedangkan
guru lain cenderung menghakimi siswa. Usaha-usaha untuk mengatasi
hambatan ini antara lain dengan terus meningkatkan layanan Bimbingan
dan Konseling, menyediakan banyak waktu mendengarkan siswa, menjadi
orang yang dapat mereka percaya dengan menjaga kerahasiaan bimbingan
dan memberikan solusi yang tepat bagi mereka (TW-5-SK).

Subjek dari pendidikan karakter adalah siswa itu sendiri. Untuk itu

penting untuk memperhitungkan evaluasi terhadap pendidikan karakter dari

perspektif atau pengalaman langsung dari mereka. Berikut informasi yang

diperoleh dari salah seorang perwakilan siswa:

Motivasi saya bersekolah di sini karena sekolah ini dikenal dapat mendidik
siswa untuk mandiri, disiplin, cerdas, berdaya saing dan memiliki karakter
kristiani. Sewaktu saya kelas X saya pernah berpikir untuk pindah sekolah
karena homesick. Baru kali ini saya tinggal di asrama dan jauh dari
orangtua. Tetapi lama-kelamaan saya merasa senang dan bangga bisa
bersekolah di sini. Ada banyak manfaat yang saya dapat, seperti bisa
tampil percaya diri di hadapan banyak orang, ikut serta dalam lomba-
lomba, persaudaraan sebagai satu angkatan, dan lain-lain. Senioritas di
sekolah ini cukup kuat. Senior akan marah kalau junior tidak memberi
salam. Tetapi sebenarnya mereka sangat baik. Hubungan kakak-adik
begitu erat saya rasakan. Ketika ada siswa yang tidak memberi salam
biasanya langsung mendapat bimbingan oleh senior atau oleh guru (TW-7-
FU).

Informasi-informasi yang diperoleh dari wawancara di atas menegaskan

bahwa evaluasi pendidikan karakter dilakukan oleh pimpinan sekolah bersama

dewan guru dan melibatkan banyak pihak, termasuk siswa dan orangtua. Dari

hasil evaluasi diperoleh faktor pendukung sekaligus penghambatnya. Pada

umumnya informan mengemukakan tentang input siswa dan asrama sebagai

faktor pendukung pendidikan karakter. Contoh atau teladan guru yang belum

maksimal, peran serta orangtua yang masih minim, keadaan psikologis siswa,

dipandang sebagai faktor-faktor penghambat pendidikan karakter dan perlu

74
ditangani. Oleh karena itu dapat dilihat dari kutipan wawancara di atas, beberapa

usaha telah diupayakan oleh berbagai pihak untuk mengatasi faktor-faktor

penghambat tersebut.

c. Paparan Data Berdasarkan Studi Dokumentasi

Dokumen penting yang memuat hasil evaluasi terhadap perkembangan

sikap dan perilaku siswa adalah laporan hasil belajar siswa atau disingkat rapor

(lampiran TD-11). Melalui rapor, orangtua dapat melihat perkembangan siswa

dari aspek kognitif, psikomotorik dan afektif. Penilaian pendidikan karakter

secara eksplisit dicantumkan pada lembaran terpisah, yakni pada laporan

perkembangan akhlak mulia dan kepribadian siswa. Penilaian ini dirumuskan

secara kualitatif dengan bertitik tolak pada 10 nilai karakter beserta indikator-

indikator dari setiap nilai, seperti ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 4.2. Rapor Akhlak Mulia dan Kepribadian

No Aspek yang dinilai Keterangan (indikator)


Hadir tepat waktu, berpakaian, ketepatan
1 Kedisiplinan tugas, disiplin dalam proses belajar
mengajar.
Berpakaian, badan dan rambut, buku
2 Kebersihan
catatan dan latihan.
Kesehatan jasmani, kesehatan rohani,
3 Kesehatan
kesehatan sosial.
Menjaga keamanan kelas/sekolah, tugas
dalam kegiatan belajar mengajar, tugas
4 Tanggungjawab
utusan sekolah, memelihara keutuhan
sekolah.
Terhadap guru, terhadap sesama teman,
5 Sopan santun sopan dalam berbicara, sopan dalam
lingkungan sekolah.
Berani menyampaikan pendapat,
6 Percaya diri
mengutamakan usaha sendiri.
Interaksi dengan teman/guru, aktivitas
7 Kompetitif
dalam proses belajar-mengajar.
8 Hubungan sosial Hubungan dengan teman sekelas, guru,
75
lingkungan sekolah, guru, lingkungan
sekolah, tata usaha.
Jujur dalam mengerjakan tugas,
9 Kejujuran menepati janji, jujur dalam perkataan
dan perbuatan.
Ibadah rutin, memimpin ibadah,
10 Pelaksanaan ibadah ritual
memberi persembahan, ibadah jemaat.

B. Temuan Penelitian

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon merupakan satu-satunya sekolah di kota

Tomohon yang menyelenggarakan program pendidikan binaan khusus. Hal ini

semakin menegaskan kepedulian pihak sekolah terhadap totalitas

penyelenggaraan pendidikan.

Selanjutnya pada bagian ini akan dipaparkan temuan penelitian yang

didasarkan pada hasil pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi terhadap

manajemen pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

1. Perencanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

Setelah melalui pengamatan, wawancara, dan studi dokumentasi

sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, peneliti menemukan beberapa hal

terkait perencanaan pendidikan karakter yakni:

a. Sejak berdirinya sekolah ini, sudah terdapat visi, misi dan tujuan sekolah yang

sangat jelas. Berangkat dari sinilah sekolah menyusun program-progam yang

mengintegrasikan pendidikan karakter.

b. Rapat awal tahun pelajaran diselenggarakan secara rutin untuk menyusun

program kerja sekolah yang didasarkan pada perwujudan visi, misi dan tujuan

sekolah. Rapat dipimpin oleh kepala sekolah dan diikuti oleh dewan guru.

Ditetapkan juga melalui rapat ini pembagian tugas dan tanggung jawab beserta

76
rincian tugasnya. Pada umumnya setiap pelaksana tugas berkewajiban untuk

menjadi teladan yang benar bagi para siswa.

c. Sekolah berpatokan pada nilai-nilai karakter bangsa dan membingkai beberapa

nilai pokok untuk dijadikan karakter insitusi sebagaimana disebutkan dalam

rapor siswa, yaitu kedisiplinan, kebersihan, kesehatan, tanggungjawab, sopan

santun, percaya diri, kompetitif, hubungan sosial, kejujuran dan pelaksanaan

ibadah ritual. Indikator dari setiap nilai dapat dilihat secara lengkap pada

Tabel 3.1. Rapor Akhlak Mulia dan Kepribadian.

d. Perencanaan pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam semua mata

pelajaran yang diajarkan di sekolah, sehingga dalam RPP, guru telah

mengemukakan nilai-nilai karakter yang hendak dicapai selama proses

pembelajaran dan merumuskan langkah-langkah yang sesuai agar tercipta

suasana belajar yang mendorong berkembangnya karakter siswa sebagaimana

yang diharapkan.

e. Nilai-nilai karakter yang dicantumkan dalam RPP antara lain: religius, jujur,

toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,

semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta

damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung

jawab. Indikator dari masing-masing nilai dirumuskan oleh setiap guru mata

pelajaran sesuai dengan kompetensi dasar yang hendak dicapai. Contohnya

pada pelajaran Seni salah satu indikator yang digunakan pada nilai kerjasama

adalah siswa terlibat dalam penyelesaian tugas kelompok.

f. Perencanaan pendidikan karakter di sekolah meliputi juga asrama. Apa yang

sudah direncanakan oleh sekolah, akan dilaksanakan juga oleh asrama.

77
Seluruh aktivitas siswa dijadikan sarana untuk mengembangkan karakter

mereka. Mulai dari bangun pagi sampai tidur kembali.

2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan studi dokumentasi peneliti

menemukan beberapa hal terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter sebagai

berikut:

a. Dokumen Kurikulum adalah pedoman yang digunakan untuk

mengimplementasikan pendidikan. Di samping itu, terdapat buku saku siswa

yang berisi pedoman perilaku, tata tertib dan tata krama yang wajib dipatuhi

oleh siswa.

b. Upacara Bendera dan Apel pagi adalah sarana bagi sekolah untuk

melaksanakan pendidikan karakter. Pimpinan sekolah dan guru-guru secara

bergantian (sesuai jadwal) memimpin dan memberikan pembinaan berbasis

nilai-nilai karakter yang ditetapkan.

c. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah meliputi juga asrama. Beberapa

guru di sekolah merangkap pengasuh di asrama, sehingga dapat memantau

langsung kehidupan siswa sepanjang hari.

d. Pelaksanaan pendidikan karakter terintegrasi pada program dan kurikulum

yang telah disusun oleh kepala sekolah bersama dewan guru pada rapat awal

tahun pelajaran.

e. Sekolah mengembangkan kultur atau budaya sekolah yang kondusif, sehingga

siswa dapat melatih, membiasakan bahkan membudayakan nilai-nilai karakter

sebagaimana telah ditetapkan. Kultur sekolah yang dimaksud tampak dari

kebiasaan memberikan salam, berpakaian rapih, memiliki potongan atau

78
model rambut yang sama, santun dalam berbicara, disiplin, berpartisipasi aktif

dalam kegiatan pengembangan diri (Bimbingan dan Konseling dan

ekstrakurikuler), teladan positif satu dengan yang lain, dan konsistensi dalam

penanganan masalah siswa.

f. Pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi pada mata pelajaran tampak

dari aktivitas membuka dan menutup pelajaran dengan doa oleh salah seorang

siswa. Selanjutnya difasilitasi dengan dinamika kelompok. Siswa dilatih untuk

menghayati nilai-nilai tertentu, seperti kerjasama, disiplin, tanggung jawab,

jujur dan seterusnya.

g. Siswa didampingi oleh guru penasehat akademik, guru Bimbingan dan

Konseling, dan pengasuh asrama. Mereka saling berkoordinasi dalam

pendampingan dan pembinaan siswa. Selain itu, terdapat juga peran tutor

ruang di asrama. Biasanya yang menjadi tutor adalah kakak kelas. Merekalah

yang lebih sering saling berinteraksi. Tutor ruang bertugas memastikan siswa

yang menjadi tanggung jawabnya bersikap dan berperilaku sesuai dengan tata

tertib dan tata krama yang berlaku baik di sekolah maupun di asrama.

h. Pengurus OSIS dilibatkan dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Terdapat

beberapa kegiatan yang mereka selenggarakan yang mendorong siswa untuk

mengembangkan kualitas kepribadiannya. Salah satunya adalah pemilihan

putra-putri binsus. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan finalis

putra-putri Tomohon dan sejenisnya. Oleh karena itu kriteria yang ditetapkan

sangat ideal, yakni meliputi multiple intelligence, seperti kecerdasan

intelektual, emosional, spiritual, sosial, dan seterusnya.

79
i. Pelanggaran terhadap tata tertib atau tata krama sekolah atau asrama,

ditangani secara konsisten dan konsekuen. Mulai dari teguran lisan sampai

pada pembuatan Berita Acara Pembinaan (BAP) yang dikoordinir oleh wakil

kepala sekolah bidang kesiswaan dalam koordinasi dengan guru penasehat

akademik. Keputusan pemberian sanksi diberikan langsung oleh kepala

sekolah.

3. Evaluasi Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

Evaluasi adalah kegiatan untuk mengukur tingkat keberhasilan dari

program-program yang telah dilaksanakan. Apakah itu telah terlaksana sesuai

dengan rencana atau tidak? Jika tidak apakah faktor-faktor penghambatnya serta

usaha apa yang perlu dilakukan untuk mengatasinya? Dari hasil observasi,

wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan, terungkap bentuk evaluasi

pendidikan karakter serta faktor pendorong dan penghambatnya sebagai berikut:

a. Evaluasi pendidikan karakter secara formal berlangsung pada saat rapat rutin

bulanan, triwulan, semesteran, dan tahunan, dipimpin oleh kepala sekolah dan

dihadiri oleh guru dan pegawai sekolah. Kegiatan ini dirangkaikan dengan

evaluasi terhadap segenap program yang telah dilaksanakan dan evaluasi

belajar siswa dari setiap guru mata pelajaran. Di samping itu, evaluasi

dilakukan bersama orangtua dalam pertemuan dalam rangka penerimaan hasil

belajar siswa.

b. Evaluasi pendidikan karakter dibuat oleh kepala sekolah dan dewan guru

berdasarkan temuan atau pengalaman dari siapa saja mengenai sikap dan

perilaku baik dari siswa, maupun guru dan pegawai sekolah.

80
c. Metode yang digunakan adalah observasi atau pengamatan terhadap sikap dan

perilaku siswa baik di sekolah maupun di asrama.

d. Evaluasi pendidikan karakter yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran

memiliki format tersendiri. Format evaluasi meliputi dimensi koginitif,

psikomotorik dan afektif (KPA) ditambah format evaluasi penilaian karakter

berdasarkan ke-18 nilai karakter bangsa. Format ini tercantum dalam setiap

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada semua mata pelajaran.

e. Evaluasi pendidikan karakter secara eksplisit dicantumkan pada rapor siswa.

Terdapat satu lembaran khusus yang berisi penilaian akhlak mulia dan

kepribadian. Terdapat 10 nilai karakter, yaitu kedisiplinan, kebersihan,

kesehatan, tanggung jawab, sopan santun, percaya diri, kompetitif, hubungan

sosial, kejujuran dan pelaksanaan ibadah ritual (indikator dari setiap nilai

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1. Rapor Akhlak Mulia dan

Kepribadian).

f. Untuk bisa mengukur kualitas karakter siswa, tiap guru menetapkan indikator-

indikator dari setiap nilai karakter yang hendak dicapai dan melakukan

observasi terhadap pelaksanaanya. Contoh untuk mengukur apakah siswa itu

sudah disiplin atau belum, maka salah satu indikatornya adalah siswa datang

ke sekolah pada waktu yang ditetapkan. Di samping observasi, guru juga

memiliki buku jurnal untuk menuliskan hasil observasinya.

g. Siswa yang menunjukkan karakter yang baik selama pembelajaran

berlangsung mendapatkan tambahan nilai afektif yang nantinya

diakumulasikan dengan nilai semester. Sedangkan, siswa yang berperilaku

81
tidak sesuai mendapatkan pembinaan langsung oleh guru mata pelajaran,

berupa teguran sekaligus motivasi dan bisa mempengaruhi nilai afektifnya.

h. Evaluasi terhadap karakter siswa sangat menentukan keberhasilan siswa itu

sendiri, sebab menjadi syarat dalam ketuntasan belajar, bahkan pada penaikan

kelas.

i. Berdasarkan hasil evaluasi pendidikan karakter yang dibuat oleh pimpinan

sekolah dan dewan guru, didapati faktor-faktor pendukung sebagai berikut:

- Kualitas input siswa yang sejak awal telah disaring melalui tes akademik,

psikotes dan wawancara. Siswa yang diterima di sekolah ini adalah

mereka yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata, memiliki

motivasi dan daya juang yang kuat, dan memiliki kepribadian yang

unggul.

- Asrama dipandang sebagai faktor pendukung berhasilnya pendidikan

karakter. Dengan adanya asrama, pendidikan karakter dapat berlangsung

secara terpadu dan menyeluruh. Siswa berada dalam pantauan sekolah

melalui guru yang bertugas sebagai pengasuh di asrama.

j. Adanya koordinasi di antara OSIS, kesiswaan, guru penasehat akademik,

pengasuh asrama dan pimpinan sekolah dalam penerapan disiplin secara

konsisten dan konsekuen.

k. Selain faktor pendukung di atas, terdapat pula beberapa faktor penghambat

yang dikemukakan oleh pimpinan sekolah, guru bahkan siswa itu sendiri.

Faktor-faktor penghambat itu adalah sebagai berikut:

- Belum semua guru menunjukkan keseriusan atau komitmen untuk

menjadi panutan atau teladan dalam karakter. Masih ada guru yang

82
datang terlambat ke sekolah, terlambat mengajar di kelas, tidak memberi

salam atau menunjukkan sikap yang menghargai orang lain. Hal ini

diperhatikan oleh siswa dan menjadi contoh yang buruk bagi mereka.

- Beberapa siswa masih berperilaku menyimpang atau melanggar aturan,

padahal setiap hari diingatkan dalam pembinaan apel pagi.

- Masih ada orangtua yang belum menunjukkan niat untuk bisa

bekerjasama dengan sekolah dalam menangani persoalan disiplin

anaknya.

- Fasilitas yang belum memadai, seperti dapur untuk praktek memasak

pada pelajaran PKW.

- Belum adanya persamaan persepsi tentang pentingnya menjaga

kerahasiaan pembinaan yang dilakukan oleh guru terhadap siswa.

Terdapat masalah perilaku siswa yang hanya perlu menjadi konsumsi

guru BK dengan siswa terkait, tetapi telah beredar luas di kalangan guru

dan siswa lainnya.

- Dari pihak siswa faktor penghambat yang dilihat adalah tingginya tingkat

senioritas. Adik kelas sering merasa kurang nyaman dengan sikap dan

perilaku kakak kelas terhadap mereka. Terutama dalam kaitan dengan tata

tertib dan tata krama. Contohnya, senior akan marah kalau junior tidak

memberi salam.

83
C. Pembahasan

Pada bagian ini akan dideskripsikan dan dianalisis temuan penelitian

menggunakan kajian teori yang relevan, sehingga dapat diperoleh suatu model

atau pedoman perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter yang

tepat untuk SMA Kristen 2 Binsus Tomohon.

1. Perencanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

Warga sekolah memahami pendidikan karakter sebagai upaya membantu

orang untuk memiliki kualitas diri yang cerdas, disiplin, berdaya saing dan

berkarakter kristiani melalui latihan, pembiasaan, pengarahan dan pembinaan.

Pemahaman ini bertitik tolak dari rumusan visi sekolah yang telah ditetapkan.

Ibarat kompas, visi menunjukkan arah dan tujuan dari penyelenggaraan sekolah

ini. Untuk bisa mencapai visi, maka sekolah merumuskan misi dan langkah-

langkah konkretnya, serta program-program yang sesuai, cocok, dan memberikan

dampak positif dan sesuai dengan cita-cita institusi.

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon, telah menunjukkan komitmennya untuk

mengembangkan dan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam proses

pengajaran dan pembinaan terhadap siswa. Namun, dalam upaya

mengimplementasikan pendidikan karakter, sekolah harus benar-benar

merencanakan pendidikan karakter secara lebih matang.

Perencanaan yang tepat sangat dibutuhkan agar mudah mencapai tujuan.

Mulyati dan Komariah (dalam Tim Dosen UPI, 2011:93-95) mengemukakan

fungsi perencanaan sebagai:

(1) aktivitas yang menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai, (2)
memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus
dilakukan, (3) memperoleh standar sumber daya terbaik dan berdaya guna,

84
(4) menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas, (5)
memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi pelaksana, (6)
memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif, (7)
memungkinkan terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan
situasi eksternal, dan (8) menghindari pemborosan.

Berdasarkan paparan Ahmad Tafsir (2009:85), dan Koesoema (2012:105-

153), serta Khan (2010:2) sebagaimana telah dikemukakan pada deskripsi teoretis,

maka dapat dikemukakan sintesis mengenai beberapa langkah yang perlu

diperhatikan dan dipertimbangkan untuk dilaksanakan dalam menyusun suatu

perencanaan pendidikan karakter adalah sebagai berikut:

a. Memastikan terlebih dahulu melalui sosialisasi, seminar, atau lokakarya

bahwa semua warga sekolah memiliki persepsi dan pemahaman yang sama

tentang pendidikan karakter.

b. Mengidentifikasi sejumlah nilai karakter yang hendak dicapai (Visi Sekolah).

c. Merumuskan indikator-indikator yang jelas dan terukur untuk mencapai nilai

karakter yang telah ditetapkan (Misi Sekolah).

d. Mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan sekolah yang dapat merealisasikan

pendidikan karakter. Terdapat tiga kelompok kegiatan atau basis pendidikan

karakter, yaitu berbasis kelas (terintegrasi dengan pembelajaran), berbasis

kultur sekolah (terintegrasi dengan manajemen sekolah), dan berbasis

komunitas (terintegrasi dengan pembinaan kesiswaan) (Tujuan Sekolah).

e. Rumusan visi, misi, dan tujuan harus dibuat secara spesifik, dapat diukur,

dapat dicapai, masuk akal, dan target waktu.

f. Menetapkan sumberdaya yang sesuai, efektif, dan kompeten agar

mempermudah pencapaian tujuan.

85
g. Menyiapkan administrasi-administrasi pendukung, seperti jadwal kegiatan ,

rubrik penilaian karakter siswa untuk semua mata pelajaran. Rubrik ini berisi

nilai dan indikator-indikator pengukurannya yang sama setiap guru, poster

tentang nilai-nilai karakter serta indikatornya, aturan dan tata tertib sebagai

pedoman perilaku.

h. Menyiapkan fasilitas pendukung seperti kantin kejujuran, ruang kreativitas,

kotak peduli sosial, dan lain-lain.

i. Menetapkan bentuk evaluasi pendidikan karakter yang akan dilaksanakan oleh

institusi dilengkapi dengan indikator-indikatornya.

Selain itu, bertitik tolak dari panduan Kemendiknas (2011:29), maka

perencanaan pendidikan karakter di atas dapat dikembangkan melalui rencana

kegiatan dan anggaran sekolah atau RKAS, entah itu jangka pendek, jangka

menengah ataupun jangka panjang. Perencanaan dilakukan oleh kepala sekolah

bersama dewan guru sambil memperhitungkan kondisi siswa dan lingkungan

sekitarnya.

2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

86
Proses manajerial selanjutnya adalah melaksanakan apa yang telah

direncanakan. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah ini dapat dikategorikan

ke dalam beberapa jenis kegiatan sekolah berikut:

a. Pelaksanaan Pendidikan karakter berbasis kelas

Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kelas yang berlangsung di

sekolah ini terjadi melalui ranah instruksional non-tematis, dan non-instruksional.

Pertama, ranah instruksional non-tematis, yaitu pelaksanaan pendidikan karakter

sifatnya terintegrasi dalam proses pembelajaran. Setiap guru mata pelajaran telah

menetapkan sejumlah nilai karakter yang hendak dicapai siswa dan cara

mencapainya. Sebagai contoh pada mata pelajaran Seni Budaya, guru telah

menetapkan bahwa siswa dapat mengembangkan nilai kerjasama di dalam

kelasnya. Metode yang dipakai oleh guru adalah memfasilitasi siswa dengan

diskusi kelompok.

Kedua, ranah non-instruksional. Sekolah melaksanakan pendidikan

karakter melalui pendampingan perwalian yang disebut dengan pembimbing

akademik (PA). Setiap siswa memiliki seorang guru PA. Selain memberikan

nasehat akademik, guru PA juga membantu siswa mengembangkan kepribadian

yang cerdas, mandiri, berdisiplin dan bermoral kristiani.

b. Pelaksanaan Pendidikan karakter berbasis kultur sekolah

SMA Kristen 2 Binsus Tomohon berupaya mengintegrasikan pelaksanaan

pendidikan karakter dengan kultur sekolah yang bersifat struktural, polisional, dan

demokratis. Pertama, momen pendidikan karakter struktural, yakni pelaksanaan

pendidikan karakter terintegrasi dalam peraturan sekolah, dan job description

87
setiap jabatan dan kedudukan. Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan

karakter, satu tugas atau tanggung jawab yang harus digarisbawahi adalah setiap

pihak apapun jabatannya atau tugas dan tanggung jawabnya wajib menjadi

panutan atau teladan terhadap siswa.

Kedua, momen pendidikan karakter polisional. Sekolah mengintegrasikan

pelaksanaan pendidikan karakter melalui kebijakan kurikulum (sebagaimana

tercantum dalam dokumen KTSP), penerimaan siswa baru, dan etiket pergaulan

(kebiasaan memberi salam kepada orang yang lebih tua atau kepada sesama).

Selain itu, adanya kebijakan bahwa setiap siswa wajib tinggal di asrama agar

pendidikan karakter dapat meliputi setiap aktivitas siswa, mulai dari bangun pagi

sampai tidur malam. Dengan tinggal di asrama, siswa memiliki waktu dan ruang

yang cukup untuk mengembangkan karakternya melalui latihan dan pembiasaan.

Ketiga, momen pendidikan demokratis. Terdapat beberapa momen di luar kelas

yang menjadi sarana pengembangan karakter siswa, yakni pemilihan fungsionaris

OSIS yang serentak menjadi fungsionaris asrama dan pemilihan putra-putri

binsus. Keempat, momen pendidikan pengembangan diri melalui kegiatan

bimbingan konseling (BK) dan kegiatan ekstrakurikuler di berbagai bidang,

seperti seni, olahraga, study club, kerohanian, dan seterusnya.

Pelaksanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

dapat dikembangkan menjadi lebih maksimal dengan mempertimbangkan

beberapa hal yang didasarkan pada ulasan yang dipaparkan oleh Koesoema

(2012:105-153) sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kelas menekankan pada corak

relasional antara guru dengan murid, dan sesama murid. Oleh karena itu suatu

88
pelaksanaan pendidikan karakter dikatakan telah berbasis kelas, jika

memenuhi karakteristik sebagai berikut:

- Guru sebagai fasilitator pembelajaran.

- Guru sebagai motivator pembelajaran.

- Guru sebagai desainer program.

- Guru sebagai pembimbing dan sumber keteladanan

- Isi kurikulum menjadi sumber bagi pembentukan karakter

- Metode pengajaran dialog bukan monolog.

- Menggunakan metode pembelajaran melalui kerjasama collaborative

learning).

- Partisipasi komunitas kelas dalam pembelajaran

- Penciptaan kelas sebagai komunitas moral

- Penegakan disiplin moral.

- Penciptaan lingkungan kelas yang demokratis.

- Membangun sebuah rasa “tanggung jawab bagi pembentukan diri”.

- Pengelolaan konflik moral melalui pelajaran.

- Solusi konflik secara adil dan tanpa kekerasan.

b. Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kultur sekolah merupakan

perpanjangan dari praksis pendidikan karakter berbasis kelas. Pendidikan

karakter berbasis kultur meliputi berbagai macam peristiwa pendidikan

sebagai wahana bagi praksis pendidikan karakter. Berikut ini adalah peristiwa-

peristiwa pendidikan yang dapat dijadikan wahana pengembangan karakter:

- Kegiatan pengembangan diri (kegiatan ekstrakurikuler di bidang science,


seni, olahraga, kesehatan, kerohanian).
- Perayaan dan kekeluargaan (dies natalis sekolah, syukuran kelulusan, hut
proklamasi, sumpah pemuda, dstnya).

89
- Apresiasi dan pengakuan akan prestasi orang lain
- Masa orientasi sekolah (saat ini dikenal dengan istilah kegiatan
pengenalan lingkungan sekolah).
- Pemilihan para pengurus OSIS dan Dewan Kelas.
- Kebijakan pendidikan (educational policy).
- Kolegialitas antarguru.
- Pengembangan profesional guru.
- Merawat tradisi sekolah.
- Asosiasi guru-orangtua.

c. Pendidikan karakter dapat dilaksanakan berbasis komunitas, yaitu

sekolompok individu yang dapat diajak bekerjasama dalam pelaksanaan

pendidikan karakter, seperti berikut ini:

- Komunitas orangtua. Sekolah perlu membangun kerjasama yang baik

dengan orangtua, sebab mereka telah mempercayakan anak-anak mereka

kepada sekolah untuk bertumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu

orangtua memiliki fungsi sebagai model peran, sumber pengetahuan,

pintu masuk ke kebudayaan lain, rekan belajar, dan orangtua memiliki

harapan dan cita-cita bagi anak-anak mereka.

- Komunitas masyarakat. Kerjasama dengan komunitas masyarakat seperti

yayasan, lembaga sosial, media massa dibutuhkan agar lembaga

pendidikan tidak berjuang sendirian. Sekolah perlu juga mendengarkan

aspirasi masyarakat agar lembaga pendidikan tetap relevan dan bermakna

di dalam masyarakat.

- Komunitas politik dalam hal ini kehadiran negara melalui dinas

pendidikan kota, provinsi, maupun level kementerian. Mereka selalu

hadir dengan berbagai kebijakan pendidikan, regulasi dan peraturan

terkait lembaga pendidikan. Oleh karena itu, kerjasama dengan komunitas

ini harus dibangun dan dipelihara dengan baik.

90
d. Metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan karakter antara

lain mengajarkan tentang konsep nilai tertentu, keteladanan guru dalam sikap

dan perilaku, menentukan prioritas nilai disertai indikator-indikatornya,

praksis prioritas secara konsisten disertai reward (penghargaan) bagi yang

melaksanakan dan punishment (hukuman) bagi yang melanggarnya.

3. Evaluasi Pendidikan Karakter Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh sekolah yang mengembangkan

pendidikan karakter adalah evaluasi atau penilaian. Pertanyaan-pertanyaan yang

sering muncul antara lain apa hakikat dan tujuan penilaian pendidikan karakter?

siapa yang berwenang untuk menilai? Apa indikator penilaiannya? Bagaimana

cara menilai pendidikan karakter? dan seterusnya.

Pada bagian ini hendak ditegaskan bahwa evaluasi pendidikan karakter

adalah kegiatan untuk mengukur sejauh mana program-program pendidikan

karakter terlaksana sesuai dengan perencanaan yang dibuat dan sejauh mana

program-program itu berhasil mengembangkan karakter siswa dan warga sekolah

lainnya?

Pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon evaluasi dilakukan pertama-tama

oleh kepala sekolah bersama dewan guru dalam rapat rutin bulanan, triwulan,

semesteran dan tahunan. Dari rapat evaluasi ini didapati sejumlah faktor

pendukung dan penghambat. Kualitas input peseta didik dipandang sebagai faktor

yang mendukung terlaksananya pendidikan karakter di sekolah. Kualitas

akademik dan kepribadian menjadi prioritas dalam rekrutmen siswa baru. Mental

mereka telah siap untuk dibimbing dan dibina. Begitupula dengan motivasi belajar

yang kuat, hanya perlu diberi sedikit dorongan agar tetap terjaga.

91
Faktor pendukung yang kedua adalah fasilitas asrama. Pendidikan karakter

menjadi berkesinambungan dan dapat dijamin karena siswa wajib tinggal di

asrama. Di sini mereka dapat dipantau dan mengikuti pembinaan yang intens baik

dari fungsionaris asrama, maupun dari guru yang bertugas sebagai pengasuh

asrama. Konsisten dan konsekuen dalam penanganan disiplin adalah faktor

pendukung yang tak kalah penting. Tata tertib sekolah (sekaligus asrama)

merupakan pedoman untuk memantau sikap dan perilaku siswa.

Melalui evaluasi terhadap pendidikan karakter yang dilakukan oleh kepala

sekolah bersama dewan guru dan pegawai, disadari juga bahwa selama ini yang

menjadi faktor penghambat antara lain masih rendahnya komitmen sebagian guru

dan pegawai dalam memberikan teladan yang baik, minimnya peran serta

orangtua, dan keterbatasan sarana-prasarana penunjang pendidikan karakter. Hal

ini menyebabkan kebingungan dan turunnya motivasi siswa, sehingga ada yang

melanggar aturan, berperilaku negatif, dan mengalami ketidaktuntasan dalam

belajar.

Evaluasi pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon juga

berlangsung pada proses pembelajaran di kelas. Guru melakukan observasi dan

pencatatan pada jurnal tentang perkembangan sikap dan perilaku siswa selama

pembelajaran berlangsung. Siswa yang menunjukan perilaku yang baik atau

sesuai dengan nilai karakter yang diharapkan, mendapatkan tambahan nilai di

akhir semester. Sedangkan siswa yang menunjukan perilaku yang negatif, tidak

kooperatif selama pembelajaran berlangsung, mendapatkan pembinaan berupa

teguran lisan dari guru itu sendiri.

92
Kemendiknas (2011:31-32) menegaskan tujuan evaluasi adalah untuk

melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung tentang ketercapaian

pendidikan karakter yang dibuat oleh sekolah, sehingga dapat dilihat kendala-

kendala yang dihadapi untuk dibahas dan dicari solusi untuk mengatasinya.

Sejauh ini usaha yang telah dibuat oleh pihak sekolah untuk mengatasi hambatan-

hambatan dalam pendidikan karakter adalah dengan terus mengingatkan dan

memberikan pembinaan tentang nilai-nilai karakter yang ditekankan oleh sekolah,

baik melalui rapat guru, pembinaan pada upacara bendera dan apel, bahkan pada

pertemuan dengan orangtua siswa.

Evaluasi pendidikan karakter perlu dilakukan secara tepat sasaran agar

sekolah mendapatkan rekomendasi-rekomendasi yang tepat guna meningkatkan

kualitas program pendidikan karakter di kemudian hari. Untuk itu, Koesoema

(2012:200-207) mengemukakan sasaran evaluasi pendidikan karakter terdiri dari

empat hal, yaitu (1) evaluasi program yang telah dilaksanakan, (2) evaluasi

struktural kelembagaan yang mencakup perbaikan sistem dan job description, (3)

evaluasi individual yang sifatnya personal, 4) evaluasi komunitas menyangkut

relasi antarsiswa, siswa dengan guru, orangtua dengan guru, ataupun sekolah

dengan masyarakat.

Untuk bisa melakukan evaluasi terhadap pendidikan karakter, sekolah

perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut ini (Koesoema, 2012:207-220):

a. Sikap yang dibutuhkan untuk proses evaluasi adalah terbuka, jujur, dan

kesediaan untuk latihan terus-menerus.

b. Evaluasi pendidikan karakter harus memenuhi beberapa kriteria berikut: (1)

kriteria perilaku dan tindakan (bukan pengertian, pengetahuan atau kata-kata

93
yang diucapkan), (2) kriteria nilai moral (baik atau buruknya suatu tindakan),

(3) kriteria performansi atau kinerja pendidikan ( realisasi terhadap nilai yang

diyakini atau dihayati melalui tindakan nyata, partisipasi aktif dan produktif),

(4) visi dan misi sebagai kriteria kinerja (budaya sekolah yang tercipta).

c. Evaluasi dilakukan secara objektif. Objektivitas penilaian dapat diperoleh

dari:

- Kuantitas kehadiran. Berdasarkan kuantitas kehadiran, guru dapat melihat

dan mengevaluasi sejauh mana siswa telah melaksanakan nilai tanggung

jawab atas tugas-tugas mereka. Untuk itu catatan terhadap kehadiran

siswa menjadi sangat penting.

- Ketepatan menyerahkan tugas. Penilaian pendidikan karakter dapat juga

dilihat dari jumlah siswa yang secara tepat waktu menyerahkan tugas

yang diberikan kepadanya. Tidak hanya siswa, tetapi guru juga dapat

dinilai, misalnya ketepatan waktu menyerahkan soal ujian, hasil koreksi,

administrasi pembelajaran dan sebagainya. Jurnal guru tentang

keterlambatan menyerahkan tugas dari siswa perlu dibuat dan diisi secara

konsisten.

- Menurunnya perilaku kekerasan atau perilaku menyimpang lainnya di

kalangan siswa juga menjadi tolak ukur untuk menilai ketercapaian

pendidikan karakter di sekolah. Tabel tentang permasalahan ini perlu

dibuat, sehingga sekolah dapat melihat perbandingannya dari tahun ke

tahun.

94
- Kerjasama dengan lembaga lain. Sekolah bisa menilai seberapa banyak

program yang telah dibuat melibatkan kerjasama dengan lembaga lain

dan seberapa banyak lembaga yang diajak kerjasama.

- Prestasi akademis. Pendidikan karakter yang berhasil tentunya akan

menciptakan suasana belajar yang kondusif dan berdampak positif bagi

prestasi belajar siswa. Penilaian pendidikan karakter dapat dilihat dari

berapa jumlah siswa yang tidak naik kelas, tidak lulus dari tahun ke

tahun.

- Dihargai kerja keras dan kejujuran. Kriteria sejauh mana siswa telah

mempraktikkan nilai-nilai kejujuran dapat dilihat melalui data-data

tentang jumlah siswa yang menyontek saat ujian atau pada saat mereka

mengerjakan tugas mandiri. Serentak pula guru dapat melihat jumlah

siswa yang dihargai kerja keras dan kejujurannya.

- Persoalan kedisiplinan. Data kedisiplinan siswa dapat dilihat pertama-

tama dari jumlah kehadiran sebagaimana direkam oleh guru dalam buku

daftar hadir.

d. Untuk mempermudah evaluasi terhadap pendidikan karakter, maka beberapa

metode berikut dapat digunakan sesuai dengan keperluan dan konteknya,

seperti: obervasi penilaian diri, portofolio, refleksi pribadi, kuesioner,

wawancara, jurnal, penjabaran indikator sikap dan perilaku berdasarkan nilai

yang hendak diukur, ataupun dengan memakai standar kendali mutu yang

dibuat oleh sekolah secara mandiri.

e. Selain evaluasi terhadap program, refleksi individu dan komunitas berkaitan

dengan praksis nilai/keutamaan yang sedang dikembangkan. Melalui kegiatan

95
refleksi, individu bertanya kepada dirinya sendiri sejauh mana ia menghayati

nilai-nilai yang ingin ditanamkan.

Evaluasi yang tepat sasaran dan didasari pada prinsip-prinsip di atas, akan

membantu sekolah mengatasi kesulitan atau hambatan yang ada, serentak akan

meningkatkan keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan

karakter di kemudian hari.

96
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

a. Perencanaan pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

dibuat oleh kepala sekolah melibatkan para guru melalui rapat awal tahun

pelajaran. Rapat ini menghasilkan rencana kegiatan sekolah selama satu tahun

pelajaran. Ditetapkan juga melalui rapat ini pembagian tugas dan

tanggungjawab beserta rincian tugasnya. Perencanaan pendidikan karakter

berpatokan pada nilai-nilai karakter bangsa dan membingkai beberapa nilai

pokok untuk dijadikan karakter institusi sebagaimana disebutkan dalam dalam

rapor siswa, yaitu kedisiplinan, kebersihan, kesehatan, tanggungjawab, sopan

santun, percaya diri, kompetitif, hubungan sosial, kejujuran dan pelaksanaan

ibadah ritual (indikator nilai secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.1. Rapor

Akhlak Mulia dan Kepribadian). Selanjutnya, perencanaan pendidikan

karakter diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran, sehingga guru perlu

menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa untuk mengembangkan

karakternya. Perencanaan pendidikan karakter di sekolah meliputi juga

asrama. Apa yang direncanakan di sekolah, berlaku serentak di asrama.

b. Pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon dilaksanakan

dengan cara mengintegrasikannya ke dalam struktur dan muatan kurikulum,

program pembinaan kesiswaan, yang meliputi pengembangan diri melalui

bimbingan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler, pembinaan apel pagi, dan

97
program OSIS. Sekolah mengembangkan kultur atau budaya sekolah yang

kondusif, sehingga siswa dapat menghayati dan menerapkan nilai-nilai

karakter melalui latihan dan pembiasaan, baik di lingkungan sekolah maupun

asrama. Kultur sekolah yang dimaksudkan antara lain memberikan salam,

berpakaian rapih, memiliki potongan dan model rambut yang sama, santun

dalam berbicara, disiplin, dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran

dan ekstrakurikluer. Terdapat pihak-pihak yang saling berkoordinasi dalam

pelaksanaan pendidikan karakter, yakni penasehat akademik, guru Bimbingan

dan Konseling, dan pengasuh asrama. Selain itu, peran tutor ruang

diefektifkan. Mereka adalah kakak kelas yang dinilai memiliki kemampuan

memimpin dan dapat menjadi teladan bagi adik kelas dan di antara teman-

temannya. Selanjutnya, pelanggaran terhadap tata tertib atau tata krama

sekolah dan asrama, ditangani dengan cara melibatkan semua pihak terkait.

Koordinasi dibangun dengan kuat dan konsisten untuk menjaga ketertiban di

lingkungan sekolah dan asrama.

c. Evaluasi pendidikan karakter pada SMA Kristen 2 Binsus Tomohon

dilaksanakan oleh kepala sekolah dan dewan guru melalui rapat rutin bulanan,

triwulan, semesteran, dan tahunan. Metode evaluasi yang digunakan adalah

observasi atau pengamatan dan jurnal guru. Untuk bisa mengukur

perkembangan karakter siswa selama proses pembelajaran berlangsung, maka

guru setiap mata pelajaran merumuskan sendiri indikator-indikatornya. Siswa

yang menunjukan perilaku yang sesuai dengan yang diharapkan guru,

mendapatkan nilai tambahan pada ranah afektif yang diakumulasi pada

penilaian hasil belajar semester. Sedangkan siswa yang menunjukan perilaku

98
yang tidak sesuai mendapatkan pembinaan langsung oleh guru yang

bersangkutan, dan bila tidak mengalami perubahan direkomendasikan untuk

ditangani oleh guru Bimbingan dan Konseling.

Dari hasil evaluasi pendidikan karakter, sekolah menemukan faktor

pendukung dan penghambat. Faktor pendukungnya adalah kualitas input siswa

yang bagus, tersedianya fasilitas asrama, koordinasi di antara guru, dan

konsistensi dalam penegakkan aturan atau tata tertib sekolah dan asrama.

Selanjutnya, faktor-faktor penghambat yang ditemukan sekolah adalah sebagai

berikut: belum semua guru memiliki keseriusan atau komitmen untuk menjadi

teladan dalam karakter yang baik, beberapa siswa masih suka melanggar

aturan, beberapa orangtua belum menunjukan kerjasama yang baik dalam

penegakan disiplin siswa, fasilitas yang belum memadai, persepsi tentang

pelaksanaan pendidikan karakter berbeda-beda, dan dari pihak siswa, faktor

penghambatnya adalah tingginya senioritas menyebabkan ketidaknyamanan

dan keterpaksaan untuk menunjukan perilaku yang baik terutama di hadapan

mereka.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti menyarankan beberapa hal

berikut ini:

a. Sekolah perlu menjaga konsistensi perencanaan pendidikan karakter yang

dilaksanakan secara rutin pada awal tahun ajaran dengan mempertimbangkan

pengembangan pada bagian perencanaan program kegiatan yang berbasis pada

sejumlah nilai yang hendak dicapai sekolah sebagaimana tercantum pada Visi

Sekolah. Selanjutnya, sekolah perlu meningkatkan perencanaan pendidikan

99
karakter yang berbasis kelas, kultur sekolah, dan komunitas, serta menyiapkan

format isntrumen dan sarana penunjang pelaksanaan pendidikan karakter.

b. Sekolah telah berupaya melaksanakan pendidikan karakter secara terintegrasi

dengan kurikulum, program pembinaan kesiswaan, budaya sekolah dan

asrama. Hal ini tentunya harus tetap dipelihara, bahkan dikembangkan dengan

cara semakin membangun lingkungan belajar yang nyaman dan

menyenangkan, kultur sekolah yang kondusif agar setiap warga dapat

bekerjasama satu sama lain melaksanakan visi dan misi sekolah melalui

berbagai kegiatan yang membentuk dan mengembangkan karakter, relasi

antarsiswa dapat dipelihara dan ditingkatkan atas dasar persaudaraan kakak-

adik, bukan senior-junior.

c. Persamaan persepsi tentang pendidikan karakter di kalangan para guru

tentunya dibutuhkan. Untuk itu sekolah perlu memfasilitasi para guru dengan

sosialisasi, pelatihan dan seminar yang berkaitan erat dengan pendidikan

karakter. Selain guru, sekolah juga perlu untuk memfasilitasi orangtua dengan

sosialisasi program pendidikan karakter, seminar atau pelatihan yang bertema

parenting. Hal ini perlu dilakukan, mengingat tanggung jawab terhadap

perkembangan karakter siswa adalah tanggung jawab bersama antara sekolah

dan orangtua.

d. Rapat rutin bulanan, triwulan, semesteran dan tahunan yang dibuat oleh

sekolah dalam rangka evaluasi kiranya dapat tetap dilaksanakan dengan

melakukan beberapa pengembangan, seperti menyamakan persepsi tentang

hakikat, tujuan, dan prinsip-prinsip penilaian pendidikan karakter, menetapkan

100
instrumen dan metode penilaian di dalam maupun di luar kelas (contoh format

penilaian terlampir).

101
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Tafsir. 2009. Pendidikan Budi Pekerti. Bandung: Maestro.

Engkoswara dan Komariah Aan. 2012. Administrasi Pendidikan. Bandung:


Alfabeta.

Fattah, Nanang. 2006. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Gunawan, H. 2012. Pendidikan dan Karakter:Konsep dan Implementasi.


Bandung: CV Alfabeta.

Hasibuan, M.S.P. 2005. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto. 2011. Wealth Management


untuk Penyelenggaraan Perguruan Tinggi: Sesuai untuk Pengelolaan
Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Yogyakarta: Andi.

Kambey, Daniel C. 2006. Landasan Teori Administrasi/Manajemen. Manado: Tri


Ganesha Nusantara.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan


Karakter Bangsa:Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran
untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta:Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.

________________ 2011. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah


Pertama. Jakarta:Direktorat Jenderal Mandikdasmen, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Panduan Penilaian Sekolah


Menengah Atas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.

Khan, Y. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta: Pelangi


Publishing.

Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan 1. Bandung: Alfabeta.

Koesoema, Doni A. 2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak Di


Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

________________ 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh.


Yogyakarta: Kanisius.
102
________________ 2015. Pendidik Karakter di Zaman Keblinger. Jakarta:
Grasindo.

Kumendong, Riny Cintya, 2012. Manajemen Pendidikan Karakter Siswa


Berasrama. Studi Kasus Pada SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon.
Manado: Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri
Manado (Tesis).

Kusdi, 2009. Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character. New York: Bantam Books.

Moleong, Lexy J., 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Mulyasa, E. 2011. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis


Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Nailsariy, Asniyah. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam


Pembelajaran dan Pembudayaan Sekolah (Studi deskriptif di SD
Mumammadiyah Wirobrajan 3 Yogyakarta). Yogyakarta: PPS UIN Sunan
Kalijaga (Tesis).

Ohoitimur, Johanis. 20-21 Juni 2016. Lokakarya Pendidikan Yayasan Pendidikan


Lokon. Tomohon: SMP & SMA Lokon St. Nikolaus.

Ratag, Mezak A. & Korompis, Ronald, 2009. Kurikulum Berbasis Kehidupan:


Pandangan tentang Pendidikan Menurut Ronald Korompis. Tomohon:
Yayasan Pendidikan Lokon.

Sagala, Syaiful, 2010. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu


Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sule, Ernie Tisnawati dan Saefullah, Kurniawan, 2010. Pengantar Manajemen.


Jakarta: Kencana.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2011.


Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

103
Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2010. Bandung: Citra Umbara.

Usman, Husaini, 2011. Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.

Widiatmo, Arif. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah


Atas Negeri 5 Semarang. Semarang: IKIP PGRI. (Tesis).

104

Anda mungkin juga menyukai