Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Sagala (2010:3), pendidikan merupakan proses mengubah tingkah

laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri sebagai

anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.

Dengan demikian, pendidikan bertujuan untuk mendidik dan mengajarkan siswa

untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan perubahan yang positif.

Pendidikan merupakan proses pembinaan dan pelatihan manusia sebagai

peserta didik. Pembinaan ini diarahkan terhadap pola pikir, olah rasa, dan olah

jiwa. Dengan pembinaan oleh pikiran, manusia terbina kecerdasan intelegensinya.

Dengan olah rasa manusia menjadi tercerdaskan emosinya, dan dengan olah jiwa

secara spiritual, manusia menjadi makhluk yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan yang Maha ESA (Pananrangi, 2017).

Anwar (2017:123) menyatakan bahwa pendidikan sebagai kekuatan berarti

mempunyai kewenangan yang cukup kuat bagi kita sebagai rakyat untuk banyak

menentukan suatu dunia bagaimana kita inginkan dan bagaimana mencapai dunia

semacam itu. Tidak ada satu fungsi maupun jabatan di dalam masyarakat tanpa

melalui suatu proses pendidikan.

Pendidikan karakter di sekolah merupakan salah satu bagian penting dari

kompetensi yang harus terus dikembangkan di dalam pendidikan. Berdasarkan

kompetensi kewarganegaraan yang dikemukakan oleh Branson (1998:8-25) dibagi

menjadi 3 bagian yaitu; 1), Civic Knowledge (Pengetahuan Kewarganegaraan),

1
yang berkaitan dengan apa yang seharusnya diketahui oleh setiap warga Negara.

2), Civic Skill (Kecakapan Kewarganegaraan), yang berkaitan dengan bagaimana

kecakapan intelektual yang harus dimiliki. Dan 3), Civic Disposition (Watak

Kewarganegaraan), yang mengisyaratkan pada karakter publik maupun karakter

privat yang sangat penting bagi pemeliharaan serta pengembangan demokrasi

konstitusional.

Menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional

yang termuat di dalamnya yang berbunyi bahwa: “Mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan serta

menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Makna yang dapat diambil dari amanat UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

di atas, bahwa pendidikan harus berupaya untuk membentuk dan mengembangkan

watak, karakter, atau moral yang ada pada peserta didik agar menjadi manusia

yang mempunyai akhlak mulia serta dapat mewujudkan peradaban bangsa yang

bermartabat. Peran membentuk dan mengembangkan karakter terhadap individu

peserta didik, ini sangat penting untuk menentukan kualitas moral generasi anak

bangsa pada masa yang akan datang.

Pendidikan kewarganegaraan di sekolah merupakan salah satu sarana yang

tepat untuk dapat menginternalisasikan nilai-nilai karakter. Menurut Winataputra

dan Budimansyah, (2008:1). Pendidikan kewarganegaraan adalah pembelajaran

yang dapat mengembangkan misi untuk membentuk kepribadian bangsa, dalam

2
konteks ini peran dari pendidikan kewarganegaraan (PPkn) sangat penting bagi

keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan

bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk menjadi dapat warga Negara yang

baik yang memiliki komitmen yang kuat dalam mempertahankan kebihnekaan di

Indonesia dan mempertahankan integritas sosial.

Sementara Somantri (dalam Wahab dan Supriya, 2011), mengemukakan

bahwa tujuan pembelajaran PPkn yaitu; (1), Ilmu pengetahuan, yang mencangkup

fakta, konsep serta generalisasi. (2), ketrampilan intelektual, dari ketrampilan

yang sederhana sampai ketrampilan yang kompleks, dari penyelidikan sampai

pada kesimpulan yang baik dari berpikir kritis sampai pada berpikir kreatif. (3),

Sikap, meliputih nilai, kepekaan, dan perasaan. Dan (4), ketrampilan sosial.

Pendidikan karakter (Civic Disposition) sangat penting dikembangkan di

sekolah melalui pembelajaran PPkn. Hal ini dengan tujuan untuk dan kemajuan

pendidikan moral di Indonesia saat ini. Menurut Kurniawan (2017:29) karakter

seseorang dapat terbentuk karena dari kebiasaan yang dia lakukan, baik sikap

maupun perkataan yang sering ia lakukan kepada orang lain. Sementara Wibowo

(2013:12) menyatakan bahwa karakter merupakan sifat yang alami dari jiwa

manusia yang menjadi ciri khas dari seseorang dalam bertindak dan berinteraksi

dikeluarga dan dimasyarakat. Salah satu karakter yang harus terus dikembangkan

dalam pendidikan di sekolah yaitu karakter kedisiplinan.

Menurut Kennet (2005:12), kata disiplin dalam bahasa inggris discipline,

yaitu berasal dari akar kata bahasa latin yang sama (discipulus) yang dengan kata

discipline mempunyai makna atau arti yang sama yaitu mengajari atau mengikuti

pemimpin yang dihormati. Karakter kedisiplinan merupakan suatu hal maupun

3
suatu tindakan yang sangat mutlak di dalam kehidupan manusia, karena seorang

manusia tanpa disiplin yang kuat akan merusak sendi-sendi kehidupannya, yang

akan membahayakan dirinya dan manusia lainnya, bahkan alam sekitarnya (Hani

(2008:17).

Peneliti melakukan observasi awal yang berlangsung di SMP Kristen

Adodo Fordata untuk mencari informasi mengenai bagaimana karakter siswa di

sekolah, terutama karakter kedisipinan. Observasi awal yang dilakukan peneliti

berlangsung pada bulan Januari 2022. Pada observasi awal berlangsung, peneliti

melakukan wawancara bersama dengan kepala sekolah untuk dapat menanyakan

bagaimana karakter kedisiplinan siswa di sekolah. Kepala sekolah mengatakan

bahwa di SMP Kristen Adodo Fordata tiap harinya semua siswa diharuskan rutin

melakukan apel pagi, mengucapkan janji pelajar, kemudian berbaris rapi berjalan

menuju kelas masing-masing. Siswa juga dituntut untuk harus bisa menaati setiap

aturan yang ada di sekolah seperti; tidak terlambat masuk sekolah, berseragam

sesuai aturan sekolah, dilarang bolos sekolah, dan bila keluar kelas harus memberi

ijin gurunya. Kepala sekolah juga mengatakan bahwa di SMP Kristen Adodo

Fordata, karakter kedisiplinan siswa terbentuk tidak hanya dengan pembiasaan

dari penanaman karakter saja melainkan terdapat juga peraturan tertulis mengenai

aspek kedisiplinan siswa. Peraturan tersebut dibuat bersama dengan semua guru

di sekolah dan telah disepakati bersama. Peraturan yang dibuat selalu mengalami

penambahan/perkembangan dan revisi pada tiap tahunnya demi dan terciptanya

kemajuan dari sikap disiplin pada siswa. Peraturan tertulis yang sudah dibuat dan

sepakati bersama kemudian dipasang disetiap ruang kelas.

4
Namun kenyataan yang terjadi berdasarkan observasi awal yang dilakukan

peneliti, terlihat bahwa karakter kedisiplinan dari siswa di SMP Kristen 4 Tanut

sangat mengalami penurunan. Pada saat observasi awal, peneliti telah menemukan

bahwa semakin banyaknya siswa yang tidak menaati aturan sekolah yang telah

dibuat misalnya seperti; terlihat bahwa masih banyak siswa yang sering terlambat

masuk sekolah, tidak berseragam sesuai dengan aturan sekolah, siswa sering bolos

sekolah, bahkan diketahui bahwa siswa bila keluar kelas tidak memberi izin

gurunya. Pelanggaran perilaku kedisiplinan masih banyak dilakukan oleh siswa.

Masalah yang dijelaskan di atas, didasarkan pada indikator pada perilaku

kedisiplinan menurut Rahman (2011:25) adalah suatu syarat yang harus dipenuhi

seseorang agar bisa dikategorikan mempunyai perilaku disiplin. Indikator tersebut

antara lain yaitu: (1), ketaatan terhadap peraturan dalam hal peraturan sekolah.

Peraturan mengatakan kepada anak apa yang harus dan mesti dilakukan, dan apa

yang tidak boleh dilakukan anak sewaktu berada di lingkungan sekolah seperti

harus memakai seragam sesuai jadwal yang telah ditentukan. (2), kepedulian

terhadap lingkungan. Keadaan dari suatu lingkungan dalam hal ini adalah ada atau

tidaknya sarana-sarana yang diperlukan bagi kelancaran proses belajar mengajar

ditempat tersebut. (3), partisipasi di dalam proses belajar mengajar. Partisipasi

disiplin juga bisa berupa perilaku yang harus dapat ditunjukkan seseorang yang

keterlibatannya pada proses belajar mengajar. Hal ini dapat berupa absen dan

hadir setiap kegiatan tepat pada waktunya, bertanya dan menjawab pertanyaan

dari guru, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dengan tepat waktu, serta tidak

membuat suasana gaduh dalam setiap kegiatan belajar. (4), kepatuhan menjauhi

larangan. Pada sebuah peraturan yang dibuat juga terdapat berbagai larangan yang

5
harus dipatuhi siswa. Dalam hal ini larangan yang ditetapkan bertujuan untuk

membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

Untuk mengatasi masalah rendahnya karakter kedisiplinan siswa, maka

eksitensi atau keberadaan guru sangat diperlukan dalam meningkatkan karakter

kedisiplinan siswa. Guru memikul tugas serta tanggung jawab yang sangat berat,

yaitu di samping guru harus mampu dan bisa membuat pandai muridnya secara

akal (mengasah secara IQ) guru juga harus dapat menanamkan nilai-nilai iman

dan akhlak yang mulia bagi siswa. Untuk itu semua guru harus memahami peran

dan tugasnya masing-masing, memahami kendala-kendala pendidikan dan cara

mengatasinya. Guru juga harus mempunyai sifat-sifat yang positif dan menjauhi

sifat-sifat negatif agar guru juga bisa sepenuhnya memainkan peranannya dalam

memberi pengaruh positif pada anak didiknya.

Arianti (2018:118) menyatakan bahwa dalam dunia pendidikan, eksitensi

atau keberadaan seorang guru harus selalu menjadi model maupun contoh yang

baik bagi masyarakat dan lingkungannya terutama bagi peserta didik. Guru harus

bisa memberi contoh yang baik tidak cuma untuk peserta didik tapi juga harus

dapat dicontohi oleh masyarakat sekitar. Misalnya di kelas guru memiliki peran

yang sangat penting, bersikap tegas dan juga mendidik para peserta didik menjadi

tugas utama dari seorang guru.

Kata guru berasal dari bahasa Sansekerta “guru” yang berarti guru, tetapi

arti harfiahnya adalah “berat” yaitu seorang pengajar yang mempunya tugas yang

berat pada suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Di dalam masyarakat, dari yang

6
paling terbelakang sampai yang paling maju, guru memegang peranan penting,

guru merupakan komponen penting dari pendidikan karakter itu sendiri. Menjadi

seorang guru, harus bisa melakukan pendekatan secara individu dan emosional

kepada setiap siswa yang bermasalah baik di dalam sekolah, maupun di luar

sekolah, guru harus berperan di dalam menangani pelanggaran siswa yang sering

terlambat masuk sekolah, sering bolos sekolah bahkan siswa yang sering tidak

memberikan ijin saat hendak keluar kelas.

Eksitensi atau keberadaan guru memiliki peran yang sangat besar di dalam

membentuk, dan mengembangkan karakter kedisiplinan siswa. Eksitensi guru

pada saat ini tidak hanya sebagai pengajar semata, akan tetapi guru juga sebagai

pengajar karakter, moral, dan serta budaya bagi siswanya. Guru haruslah menjadi

teladan, seorang model sekaligus mentor bagi anak didiknya dalam mewujudkan

perilaku yang dapat mencerminkan nilai-nilai moral seperti kejujuran, keadilan,

tanggung jawab, peduli sosial, dan toleran.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azka Salmaa Salsabilah, dkk

(2021), menyimpulkan bahwa peran guru di dalam pendidikan karakter sangat

penting dalam membentuk karakter dari siswa. Guru melaksanakan pendidikan

karakter berdasarkan komitmen yang disepakati bersama. Faktor pendukung yang

membentuk karakte siswa adalah guru yang sudah paham benar mengenai konsep

dan aplikasi pendidikan karakter, sarana dan prasarana sekolah yang menunjang

dalam proses pembelajaran dan proses pendidikan karakter. Teknik yang dapat

dilaksanakan guru dalam pendidikan karakter juga harus sudah sesuai. Dan faktor

penghambat dalam penanaman pendidikan karakter meliputi anaknya sendiri,

sikap pendidik, dan juga lingkungannya.

7
Sementara penelitian dari Iskkandar Agung (2017), menyimpulkan bahwa

Penguatan Pendidikan karakter (PPK) dinilai perlu dan mendesak diterapkan

kepada peserta didik/siswa di sekolah, baik di dalam lingkup pribadi, keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara. PPK bukan hanya bermaksud menanamkan,

membentuk, dan mengarahkan perilaku siswa yang bermoral, berakhlak mulia,

berbudi pekerti luhur, dan juga berkeadaban, tetapi juga kemampuan di dalam

mengantisipatif, responsif, dan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan

lingkungan global.

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Eksitensi Guru Sebagai Model

Dalam Meningkatkan Civic Disposition Pada Siswa di SMP Kristen 4 Tanut,

Kabupaten Kepulauan Tanimbar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: “

1. Bagaimana mengatasi guru sebagai model dalam peningkatan Civic Disosition

pada siswa di SMP Kristen 4 Tanut?”.

2. Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi guru di dalam meningkatkan Civic

Disposition siswa di SMP Kristen Tanut?”.

C. Tujuan Penelitin

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Bagaimana mengatasi guru sebagai model dalam peningkatan Civic Disposiion

pada siswa di SMP Kristen Tanut?”.

8
2. Bagaimana kendala-kendala yang dihadapi oleh guru di dalam meningkatkan

Civic Disposition pada siswa di SMP Kristen 4 Tanut?”.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh data penelitian, maka peneliti

simpulkan bahwa manfaat yang diambil dari peneitian ini terdiri dari:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan serta informasi, tentang

perluhnya eksitensi dari guru sebagai model di dalam meningkatkan civic

Disposition siswa.

b. Memberikan sumbangan penelitian di bidang pendidikan yang berkaitan

dengan perlunya eksitensi guru sebagai model dalam meningkatkan Civic

Disposition siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Peneliti

Menambah pengetahuan serta informasi mengenai eksitensi guru sebagai

model dalam meningkatkan Civic Disposition siswa.

b. Guru

Dapat memberikan informasi mengenai arti pentingnya eksitensi dari guru

sebagai model di dalam meningkatkan watak/karakter kedisiplinan peserta

didik yang kokoh pada siswa sejak dini.

c. Siswa

Meningkatkan watak/karakter kedisiplinan dari peserta didik, serta dapat

mendorong minat belajarnya secara konkret dalam praktik hidup di sekolah

tentang hal-hal yang positif.

9
E. Penjelasan Istilah

Penjelasan istilah memberikan batasan atas istilah pokok yang digunakan

dalam penelitian untuk menghindari kesalahan. Penjelasan istilah sebagai berikut:

1. Eksitensi Guru

Eksitensi guru merupakan komponen yang penting dalam dunia pendidikan.

Eksitensi guru yang dimaksud adalah peran guru dalam mendidik, membina

dan membimbing sikap atau tingkah laku peserta didik ke arah yang lebih baik.

2. Civic Desposition

Civic Desposition merupakan salah satu kompetensi kewarganegaraan yang

meliputih watak/karakter kewarganegaraan yang harus dikembangan di dalam

Pendidikan.

3. Karakter

Karakter merupakan ciri khas dari suatu individu atau sekelompok orang yang

mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan serta ketegaran di dalam

menghadapi kesulitan dan tantangan (Salahudin, 2013:42).

4. Kedisiplinan

Kedisiplinan merupakan suatu hal yang sangat mutlak di dalam kehidupan

manusia, karena seorang manusia tanpa disiplin yang kuat akan merusak sendi-

sendi kehidupannya, yang akan membahayakan dirinya dan manusia lainnya,

bahkan alam sekitarnya (Hani, 2008:17).

10
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kompetensi Kewarganegaraan

Kompetensi kewarganegaraan adalah seperangkat pengetahuan, nilai, dan

sikap serta keterampilan yang mendukung menjadi warga negara yang partisipatif

dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Branson

(1999:8) menyatakan bahwa terdapat tiga kompetensi kewarganegaraan yaitu

pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan

(civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic dispotisition). Civic knowledge

berkaitan dengan isi atau apa yang hendak dan harus Warga Negara ketahui. Civic

skills merupakan keterampilan apa yang seharusnya dimiliki oleh Warga Negara

yang mencakup; keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi. Sedangkan

civic disposition berkaitan dengan karakter privat dan publik dari warga negara

yang perlu dipelihara dan tingkatan dalam demokrasi konstitusional.

Ketiga kompetensi pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat dengan

sasaran pada pembentukan pribadi Warga Negara. Warga Negara yang memiliki

pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan menjadi Warga Negara yang

percaya diri (civic confidence), Warga Negara yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan kewarganegaraan akan menjadi Warga Negara yang mampu (civic

competence), Warga Negara yang memiliki sikap dan juga memiliki keterampilan

kewarganegaraan akan menjadi Warga Negara yang mampu berkomitmen (civic

commitment), dan pada akhirnya Warga Negara yang memiliki pengetahuan,

sikap dan keterampilan (Winarno, 2014:26-27).

11
1. Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)

a. Pengertian Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)

National Center for Learning and Citizenship (NCLC) (dalam Winarno,

2012:108) menyatakan bahwa pengertian dari watak kewarganegaraan (Civic

Dispotision) merupakan isyarat pada karakter publik maupun privat yang penting

bagi pemeliharaan dan juga pengembangan demokrasi pada konstitusional. Watak

kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara

perlahan sebagai akibat dari pada yang dipelajari dan dialami oleh seseorang di

rumah, sekolah, komunitas, maupun organisasi-organisasi civil society. Watak

kewarganegaraan (Civic Disposition) menunjuk pada karakter publik maupun

privat yang penting bagi pemeliharaan dan juga pengembangan demokrasi

konstitusional. Secara singkat karakter publik dan privat itu dapat dideskripsikan

sebagai berikut:

Tabel 2.1. Ciri-ciri Watak Kewarganegaraan (Civic Disposition)


1. Menjadi anggota masyarakat yang independen.
2. Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaraan di bidang
ekonomi dan politik.
3. Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu.
4. Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif
dan bijaksana.
5. Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.
(Sumber: Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 2012)

Pentingnya watak kewarganegaraan ini jarang sekali di tegaskan. Karakter

publik dan privat yang mendasari demokrasi, dalam jangka panjang, mungkin

lebih merupakan dampak dari pengetahuan atau kecakapan yang dikuasai Warga

Negara. Hakim Learned Hand dalam pidatonya di New York (1994) dalam

Branson, dkk (1999:26) bahwa sangat penting watak kewarganegaraan ini dalam

kata-katanya yang sekarang jadi populer:

12
“Kebebasan terletak pada hati manusia, baik pria maupun wanita. Bila ia
sirna maka tak ada konstitusi, hukum, dan pengadilan yang dapat
menyelamatkannya. Bahkan konstitusi, hukum, dan pengadilan tak dapat
berbuat apa-apa. Namun bila ia masih di sana, maka tak diperlukan lagi
konstitusi, hukum, dan pengadilan untuk menjaganya.”

b. Isi Civic Disposition dalam PPkn

Beradasarkan Permendiknas No. 23 Tahun 2006 dalam Winarno (2014:191)

tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), kita bisa mengidentifikasi sejumlah

kompetensi pada kewarganegaraan dalam dimensi Civic Disposition, untuk SMP.

Dalam dimensi karakter kewarganegaraan, peserta didik diharapkan untuk:

1) Menghargai makna nilai-nilai kejuangan bangsa.

2) Menghargai keputusan bersama.

3) Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma kebiasaan, adat istiadat,

dan peraturan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

4) Menghargai perbedaan dan kemerdekaan di dalam mengemukakan pendapat

dengan bertanggung jawab.

5) Menunjukkan sikap positif terrhadap pelaksanaan kehidupan demokrasi dan

kedaulatan rakyat.

6) Menunjukkan sikap kritis dan apresiatif terhadap dampak globalisasi.

c. Pembelajaran Untuk Civic Disposition

Sebagai pendidikan nilai atau pendidikan karakter maka salah satu dari

pendekatan pembelajaran dalam PPkn adalah pendekatan yang berbasis nilai

(value based approach). Sikap salah satu ranah amat menentukan keberhasilan

seseorang dalam belajar. Menurut Popham (dalam Winarno, 2012:194) ranah

afektif dapat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Pengembangan civic

dispotision dapat dilakukan melalui keikutsertaan siswa dalam project citizen,

13
para siswa memiliki satu kesempatan untuk bisa mengembangkan berbagai watak

kewarganegaraan dari kewarganegaraan demokrasi seperti pada nilai politik,

kepentingan politik, toleransi politik, komitmen terhadap pelaksanaan pada hak

kewarganegaraan demokrasi, komitmen pada tanggung jawab sebagai

kewarganegaraan demokrasi, komitmen terhadap konstitusionalisme dan juga

kecenderungan untuk dapat bisa berpartisipasi secara politik (Budimansyah

2009:21).

2. Pendidikan Karakter di Sekolah

a. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter penting dilakukan untuk kemajuan pendidikan moral

di Indonesia ini. Salahudin (2013:42) menyatakan bahwa karakter merupakan ciri

khas dari seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan,

kapasitas moral, dan ketegaran di dalam menghadapi kesulitan dan tantangan

hidup. Menurut Kurniawan (2017:29), karakter seseorang terbentuk dari

kebiasaan yang dia lakukan, baik dari sikap dan perkataan maupun perbuatan

yang sering ia lakukan kepada orang lain.

Sedangkan Wibowo (2013:12) menyatakan bahwa karakter merupakan

sifat yang alami dari jiwa manusia yang menjadi ciri khas dari seseorang dalam

bertindak dan berinteraksi dikeluarga dan dimasyarakat. Selanjutnya pengertian

karakter juga diungkapkan oleh Samani dan Hariyanto (2013:41) sebagai sesuatu

yang khas dari seseorang sebagai cara berfikir dan di dalam perilaku untuk hidup

dan juga bekerjasama dalam hubungannya dengan sesama yang dapat membuat

keputusan dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karater sangat penting

untuk dikembangkan di dalam setiap individu itu sendiri yang akan menerminkan

14
ciri khasnya sendiri.

b. Sistem Karakter

Menurut Lickona (dalam Amirulloh, 2015:14-18), sistem karakter itu terdiri

dari tiga ranah yaitu:

1) Pengetahuan Moral (Moral Knowing) adalah kemampuan seseorang untuk

dapat mengetahui, memahami, mempertimbangkan, membedakan, serta dapat

mengintepretasikan jenis-jenis moral yang perluh dilakukan dan yang harus

ditinggalkan.

2) Perasaan Moral (Moral Feeling) adalah kemampuan merasa merasa wajib

untuk melakukan tindakan moral dan merasa bersalah jika melakukan

kesalahan.

3) Tindakan Moral (Moral Acting) adalah kemampuan untuk dapat menggerakkan

seseorang dalam melakukan tindakan moral ataupun mencegah seseorang

untuk tidak melakukannya.

c. Fungsi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, hal ini di ungkapkan oleh

Zubaedi (2012:18) yang penjelasannya sebagi berikut:

1) Fungsi untuk pembetukan dan pengembangan potensi: Pendidikan karakter

berfungsi agar perserta didik mampu mengembangkan potensi dalam dirinya

untuk berfikir baik, berhati baik, dan berperilaku baik.

2) Fungsi untuk penguatan dan juga untuk perbaikan: Menguatkan peran keluarga,

pendidikan, masyarakat dan pemerintah untuk ikut bertanggungjawab.

3) Fungsi penyaring: Pendidikan karkater dapat digunakan dengan tujuan agar

supaya masyarakat dapat memilah budaya bangsa sendiri dan dapat menyaring

15
budaya dari bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter dan juga

budaya dari bangsa sendiri.

Pendidikan karakter memiliki fungsi yang bermanfaat untuk seseorang,

seperti yang dikemukakan oleh Salahudin (2013:43) fungsi pendidikan karakter

sebagai berikut:

1) Menguatkan perilaku yang sudah baik dan dapat memperbaiki perilaku yang

kurang baik.

2) Membantu untuk dapat menyaring budaya asing yang kurang sesuai dengan

nilai pancasila.

Berdasarkan penjelasan dari berbagai pendapat ahli di atas, makan dapat

disimpulkan bahwa fungsi pendidikan karakter adalah untuk pembentukan dan

pengembangan potensi dasar perilaku baik seseorang, lalu potensi itu dikuatkan

dan diperbaiki.

d. Nilai-Nilai Karakter

Menurut Kemendiknas (2010:9), nilai-nilai karakter terdiri dari 18 bagian

nilai karakter yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2. Nilai-Nilai Karakter


No. Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
suku, etnis, pendapat, sikap, tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku uang menunjukkan upaya sungguh- sungguh
dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,
16
serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokrasi Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hakdan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
Tahu mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang
Kebangsaan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
Air kesetiaan dan kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, bidaya,
ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
Prestasi menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara,
Komunikatif bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Kebiasaan memyediakan waktu untuk membaca berbagai
Membaca bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
Lingkungan kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuaan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanaka tugas
Jawab dan kewajibannya, yang seharusnya ia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial,budaya),
negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber: Pedoman Sekolah dari Kemendiknas Tahun 2010

B. Kedisiplinan

1. Pengertian Kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Kennet (2005:12) menjelaskan

tentang kata disiplin yang dalam bahasa inggris discipline, berasal dari akar kata

bahasa latin yang sama (discipulus) yang dengan kata discipline mempunyai
17
makna yang sama yaitu mengajari atau mengikuti pemimpin yang dihormati.

Menurut Hani (2008:17) menyatakan bahwa kedisiplinan merupakan suatu hal

yang sangat mutlak dalam kehidupan manusia, karena seorang manusia tanpa

disiplin yang kuat akan dapat merusak sendi-sendi kehidupannya, yang akan

membahayakan dirinya dan manusia lainnya, bahkan alam sekitarnya.

Pengertian disiplin secara konvensional mengajarkan bahwa hadiah adalah

pendorong terbaik dalam membantu individu untuk melakukan sesuatu yang lebih

baik. Dan salah satu prinsip untuk membentuk disiplin adalah dengan mengajari

seseoarang untuk melakukan hal yang benar agar bisa memperoleh perasaan yang

nyaman yang hakiki saat melakukan sesuatu dan memberikan kontribusi kepada

masyarakat.

Selanjutnya menurut Unaradjan (2003:8), secara etimologis, kedisiplinan

berasal dari kata latin yaitu “discipulus” yang berarti siswa atau murid. Dalam

perkembangan selanjutnya, kata tersebut telah mengalami perubahan bentuk dan

perluasan arti. Diantaranya arti dari kata disiplin yaitu adalah ketaatan, metode

pengajaran, mata pelajaran, dan perlakuan yang cocok bagi seseorang murid atau

pelajar. Dibidang psikologi dan pendidikan maka disiplin berhubungan dengan

perkembangan, latihan fisik, latihan mental, serta kapasitas moral dari seorang

anak.

Disiplin juga merupakan suatu kondisi yang dimana akan tercipta, dan

juga terbentukn melalui proses dari serangkaian perilaku yang dapat menunjukkan

nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan dan ketertiban. Karena sudah menyatu

dengan dirinya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama

sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya

18
sendiri.

2. Aspek-Aspek Kedisiplinan

Menurut Kennet (2005:21) Kedisiplinan memiliki 3 (tiga) aspek. Ketiga

aspek tersebut adalah:

a. Sikap mental (mental attitude) merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil

pengembangan dari latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian watak.

b. Pemahaman yang baik mengenai sistem peraturan perilaku, norma, kriteria,

dan standar yang sedemikan rupa, sehingga pemahaman tersebut akan dapat

menumbuhkembangkan pengertian yang mendalam.

c. Sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, untuk

mentaati segala hal secara cermat dan tertib.

3. Indikator Perilaku Kedisiplinan

Indikator perilaku kedisiplinan yang dikutip dari Rahman (2011:25) adalah

suatu syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat dikategorikan mempunyai

perilaku disiplin. Indikasi tersebut antara lain yaitu:

a. Ketaatan terhadap peraturan

Peraturan merupakan suatu pola yang dapat ditetapkan untuk tingkah laku. Pola

tersebut dapat ditetapkan oleh para orang tua, guru, pengurus atau teman

bermain. Tujuannya adalah untuk membekali anak dengan pedoman perilaku

yang disetujui dalam situasi tertentu. Dalam hal peraturan sekolah misalnya,

peraturan mengatakan pada anak apa yang harus dan apa yang tidak boleh

dilakukan sewaktu berada di sekolah.

b. Kepedulian terhadap lingkungan

Pembinaan dan pembentukan disiplin ditentukan oleh keadaan lingkungannya.

19
Keadaan suatu lingkungan dalam hal ini adalah ada atau tidaknya sarana-sarana

yang diperlukan bagi kelancaran proses belajar mengajar ditempat tersebut.

c. Partisipasi dalam proses belajar mengajar

Partisipasi disiplin juga bisa berupa perilaku yang ditunjukkan seseorang yang

keterlibatannya pada proses belajar mengajar. Hal ini dapat berupa absen dan

datang dalam setiap kegiatan tepat pada waktunya, bertanya dan menjawab

pertanyaan guru, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dengan tepat waktu.

d. Kepatuhan menjauhi larangan

Pada sebuah peraturan juga terdapat larangan-larangan yang harus dipatuhi.

Dalam hal ini larangan yang ditetapkan bertujuan untuk membantu mengekang

perilaku yang tidak diinginkan.

C. Peran Guru dalam Pendidikan Karakter

1. Pengertian Guru

Kata guru berasal dari bahasa Sansekerta “guru” yang juga berarti guru,

tetapi arti harfiahnya adalah “berat” yaitu seorang pengajar yang memberikan

suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pada pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Di dalam masyarakat, dari yang

paling terbelakang sampai yang paling maju, guru memegang peranan penting,

guru merupakan komponen penting dari pendidikan karakter itu sendiri.

Nawawi (2015:280) menyatakan bahwa guru adalah orang dewasa, yang

karena peranannya berkewajiban untuk memberikan pendidikan kepada anak-

anak didiknya. Orang tersebut mungkin berpredikat sebagai ayah atau ibu, guru,

ustadz, pendeta, dosen, ulama dan lain sebagainya. Guru merupakan unsur penting

20
dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Djamarah (2015:28), guru adalah

seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik atau tenaga

profesional yang dapat menjadikan semua murid-muridnya untuk merencanakan,

menganalisis dan menyimpulkan masalah yang dihadapi.

Sementara Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 39 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa pendidik/guru merupakan tenaga

profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta dapat

melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik

pada perguruan tinggi.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat kesimpulan bahwa pengertian

guru adalah seseorang yang berkewajiban untuk mendidik dan memberikan ilmu

pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain, sehingga dia dapat menjadikan

orang lain menjadi orang yang cerdas. Pendidik merupakan tenaga profesional

yang bertugas di dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, serta melakukan pembimbingan dan juga memberikan

pelatihan.

2. Peran Guru dalam Pendidikan Berkarakter

Seorang guru memegang peranan yang penting dalam dunia pendidikan.

Menurut Habel (2015:15), peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan atau

status. Apabila seseorang dapat menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, maka ia telah menjalankan suatu peran. Seperti halnya guru dan

peserta didik, guru memiliki peranan yang penting di dalam dunia pendidikan

khususnya pada saat kegiatan belajar mengajar, karena pada dasarnya peserta

21
didik memerlukan seorang guru untuk membantunya dalam proses perkembangan

diri dan pengoptimalan bakat dan kemampuan yang dimilikinya. Tanpa adanya

bimbingan dan arahan dari guru mustahil jika seorang peserta didik bisa dapat

mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Hal ini berdasar pada pemikiran

manusia sebagai makhluk sosial yang selalu membutuhkan bantuan dari orang

lain untuk mencukupi semua kebutuhannya.

Amri, (2013:30) menyatakan bahwa guru memiliki peran dalam aktivitas

pembelajaran, yaitu sebagai:

1) Korektor

Guru menilai serta dan mengoreksi semua hasil belajar, sikap, tingkah, dan

perbuatan dari siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah evaluator.

2) Inspirator

Guru memberikan inspirasi kepada siswa mengenai cara belajar yang baik.

3) Informator

Guru memberikan informasi yang baik dan efektif mengenai materi yang telah

di programkan serta informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4) Organisator

Guru berperan untuk mengelola berbagai kegiatan akademik baik

intrakurikuler maupun ekstrakurikuler sehingga tercapai efektivitas dan

efisiensi anak didik.

5) Motivator

Guru dituntut untuk dapat mendorong anak didiknya agar senantiasa memiliki

motivasi tinggi dan aktif belajar.

6) Inisiator

22
Guru menjadi pencetus akan ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan juag

pengajaran.

7) Fasilitator

Guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan anak didik

dapat belajar secara optimal.

8) Pembimbing

Guru dapat memberikan bimbingan kepada anak didiknya dalam menghadapi

tantangan maupun kesulitan belajar.

9) Demonstrator

Guru dituntut untuk dapat memperagakan apa yang diajarkan secara didaktis,

sehingga anak didik dapat memahami pelajaran secara optimal.

10) Pengelola kelas

Guru harus dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat

berhimpun guru dan siswa.

11) Mediator

Guru harus dapat berperan sebagai penyedia media dan penengah dalam proses

pembelajaran peserta didik.

12) Supervisor

Guru harus dapat membantu, memperbaiki dan menilai secara kritis proses

pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat optimal.

13) Evaluator

Guru juga dituntut untuk mampu menilai produk pembelajaran serta proses

pembelajaran.

Guru memikul tugas serta tanggung jawab yang berat, di samping guru

23
harus mampu membuat pandai muridnya secara akal (mengasah secara IQ) guru

juga harus dapat menanamkan nilai-nilai iman dan nilai akhlak yang mulia bagi

peserta didik. Untuk itu guru harus memahami peran dan tugasnya, memahami

kendala-kendala pendidikan dan cara mengatasinya. Menurut Arianti (2018:118),

dalam dunia pendidikan eksitensi atau keberadaan guru harus menjadi contoh

yang sangat baik bagi masyarakat dan lingkungannya terutama bagi peserta didik.

Guru harus bisa memberi contoh yang baik tidak cuma untuk peserta didik tapi

juga harus dapat dicontohi oleh masyarakat sekitar. Misalnya di kelas guru

memiliki peran yang sangat penting, bersikap tegas dan mendidik para peserta

didik menjadi tugas utama seorang guru.

Eksitensi guru harus memiliki peran yang besar dalam menentukan dan

membentuk, mengembangkan karakter peserta didik. Eksitensi guru pada saat ini

tidak hanya cukup sebagai pengajar semata, akan tetapi selain sebagai pengajar

akademis guru juga sebagai pengajar karakter, moral, dan budaya bagi peserta

didiknya. Guru haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor bagi

anak didik/peserta didiknya di dalam mewujudkan perilaku yang mencerminkan

nilai-nilai moral seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab, peduli sosial, dan

toleran.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe pada penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskripsi dan akan

menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan

yang digunakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati

(Moleong, 2017: 4).

Sedangkan menurut Anggito & Setiawan (2018:11) dalam penelitianya

data dan fakta yang dihimpun berbentuk kata atau gambar dari pada angka. Dalam

penelitian laporan berisi kutipan-kutipan atau fakta yang berada di lapangan.

Karakteristik penelitian kualitatif menggunakan pendekatan deskriptif. Penelitian

ini akan menggambarkan bagaimana eksitensi guru dalam meningkatkan civic

disposition siswa di SMP Kristen 4 Tanut.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di SMP Kristen 4 Tanut, Kecamatan Yaru,

Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena

diketahui di SMP Kristen 4 Tanut, karakter kedisiplinan dari siswa saat ini sangat

menurun. Terlihat bahwa banyak siswa yang tidak menaati aturan sekolah yang

dibuat seperti; sering terlambat masuk sekolah, tidak berseragam sesuai aturan

25
sekolah, sering bolos sekolah, dan keluar kelas sering tidak memberi ijin gurunya

di kelas.

2. Subjek Penelitian

Menurut Arikunto (2016:26) subjek penelitian adalah memberi batasan

subjek penelitian sebagai benda, hal ataupun orang tempat data untuk variabel

penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Yang menjadi subjek di dalam

penelitian ini adalah siswa di SMP Kristen 4 Tanimbar Utara dengan jumlah

populasi atau seluruh siswa 45 orang. Kemudian peneliti menentukan 15 orang

yang akan digunakan sebagai subjek dalam penelitian ini dan juga 5 guru. Sebaran

Subjek penelitian ini yaitu:

Kelas VII sebanyak 5 orang

Kelas VIII sebanyak 5 orang

Kelas IX sebanyak 5 orang

Guru sebanyak 5 orang

C. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan tahapan yang berupa gambaran secara umum

urutan kerja atau langkah-langkah yang dilakukan selama melakukan penelitian

dari awal sampai akhir penelitian. Adapun rancangan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Menentukan masalah penelitian.

2. Mengidentifikasi dan membatasi ruang lingkup dari permasalahan yang akan

diteliti.

3. Survey ke lokasi penelitian dan wawancara dengan kepala sekolah.

4. Penyusunan proposal penelitian.

26
5. Penyusunan BAB II mengenai kajian teori.

6. Penyusunan BAB III tentang metodelogi penelitian.

7. Penyusuanan kisi-kisi instrument dan instrument penelitian.

8. Melakukan pengambilan data.

9. Melakukan analisis data.

10. Mentabulasi data yang diperoleh dari instrument penelitian.

11. Membuat pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, kemudian menarik

kesimpulan hasil penelitian.

D. Teknik Pengelola Data

Data yang akan terkumpul melalui penelitian ini adalah data yang sesuai

dengan fokus penelitian. Menurut Sugiyono (2010: 225) bila dilihat dari sumber

datanya maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber

sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data dan sumber sekunder yaitu sumber yang tidak langsung

memberikan data.

1. Sumber Data Primer

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data primer dan data

sekunder. Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

secara langsung oleh peneliti dari lapangan. Dalam penelitian ini yang menjadi

data primer adalah data yang diperoleh dari hasil interview (wawancara) dan

pengamatan (observasi) dengan objek kepala sekolah, guru, dan siswa/siswi di

SMP Kristen 4 Tanut.

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dapat diperoleh secara tidak langsung dari

27
sumber penelitian. Adapun sumber data sekunder yang akan dibutuhkan yaitu

berupa, foto/gambar, dokumen dll.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Analisis data yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah:

1. Wawancara

Sugiyono (2010: 194) menyatakan bahwa wawancara dapat digunakan

sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah

respondennnya sedikit/kecil. Wawancara dilakukan secara terstruktur maupun

tidak terstruktur. Dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan wawancara

tidak terstruktur yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya.

2. Angket/Kuesioner

Komalasari, dkk., (2013: 86-87) menjelaskan bahwa angket merupakan

teknik pengumpulan data yang sangat praktis karena dapat dipergunakan untuk

mengumpulkan data kepada sejumlah responden dalam jumlah yang banyak dan

waktu yang singkat. Kelemahan dari kuesioner ini yaitu responden sering tidak

teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati dan tidak dijawab,

padahal sukar diulangi untuk diberikan kembali kepada responden.

3. Dokumentasi

28
Dokumentasi merupakan suatu catatan dari peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif merupakan data yang berupa kalimat-kalimat, atau

data yang dikategorikan berdasarkan kualitas objek yang diteliti, misalnya: baik,

buruk, pandai, dan sebagainya. Menurut Miles dan Hubberman (2014: 37), ada

tiga tahapan analisis data kualitatif, yaitu:

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses menajamkan, memfokuskan, membuang

yang tidak perluh dan mengorganisasikan data sedemikian sehingga dapat

diperoleh kesimpulan.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan suatu proses menyajikan data terstruktur dari

reduksi data, sehingga memudahkan peneliti untuk menarik kesimpulan.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan suatu proses yang didasarkan pada data yang

telah diperoleh pada reduksi data dan penyajian data kemudian dirangkum

untuk dibuat suatu kesimpulan.

29

Anda mungkin juga menyukai