Anda di halaman 1dari 9

Pentingnya menumbuhkan Pendidikan karakter terhadap anak yang kurang

bersosialisasi pada anak sekolah dasar di UPT SD N 01 buana pemaca


Salsabila ramadhani, nim 06131282328047
Universitas sriwijaya

abstract: Character education is an effort to apply religious, moral and ethical values to
students through science, assisted by parents, teachers and the community who have an
important role in the formation and development of students' character. Every child has good
potential from birth, but this potential must continue to be honed and socialized well so that
each child's character is formed and develops optimally. This article aims to describe
strengthening the character of education in elementary schools. As well as knowing the
supporting and inhibiting factors in the implementation process in elementary schools. This
description is based on the results of previous research and elaborated on various theories
formulated by thinkers related to character education. Efforts to strengthen character
education in elementary schools are not only borne by school teachers, but also require an
active role from students' parents. This is important to understand because children's habits at
home greatly influence the child's development process at school.
Keywords: Character Education; Elementary school;

Keywords: Character Education; Elementary school;

abstrak: Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk menerapkan nilai-nilai agama, moral,
etika pada peserta didik melalui ilmu pengetahuan, yang dibantu oleh orang tua, guru, serta
masyarakat yang memiliki peran penting dalam pembentukan dan perkembangan karakter
peserta didik. Setiap anak memiliki potensi yang baik sejak lahir, namun potensi tersebut
harus terus diasah dan disosialisasikan dengan baik agar karakter setiap anak terbentuk dan
berkembang secara maksimal. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan penguatan
pendidikan karakter disekolah dasar. Serta mengetahui faktor pendukung dan penghambat
dalam proses implementasinya disekolah dasar. Dalam pendeskripsian ini berdasarkan hasil-
hasil penelitian terdahulu dan dielaborasi dengan berbagai macam teori yang dirumuskan
oleh para pemikir yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Upaya penguatan pendidikan
karakter disekolah dasar tidak hanya dibebankan kepada guru disekolah, tetapi juga
diperlukan peran aktif dari orang tua siswa. Hal ini penting untuk dipahami sebab kebiasaan-
kebiasaan anak dirumah sangat berpengaruh dengan proses perkembangan anak disekolah.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter; Sekolah Dasar; Digital

Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara urutan ke empat dengan penghuni terbanyak di dunia
setelah China, India, dan Amerika Serikat. Selain memiliki penghuni yang sangat banyak,
Indonesia juga mempunyai sumber daya alam yang begitu melimpah. Baik dari sektor
perikanan, pertanian, kelautan dan pertambangan. Untuk dapat mewujudkan kemajuan suatu
bangsa dengan baik maka tentu dua hal ini harus mampu dikelola dengan baik dan benar.
Sehingga dapat berjalan secara seimbang dan akan berdampak positif terhadap
keberlangsungan kehidupan masyarakat. Membicarakan soal kemajuan suatu negara maka
hal penting yang harus menjadi perhatian serius adalah Prosiding Seminar dan Diskusi
Nasional Pendidikan Dasar 2018 ISSN: 2528-5564 Tema: Menyonsong Transformasi
Pendidikan Abad 21 44 pendidikan. Sebab pendidikan memiliki andil besar terhadap
kemajuan suatu negara. Pendidikan sebagai wadah yang akan melahirkan generasi-generasi
bangsa yang akan memimpin bangsa ini. Sumber daya alam yang banyak dan melimpah di
suatu negara bukan menjadi jaminan bahwa negara tersebut akan makmur. Jika sumber daya
manusianya terabaikan. Oleh karena itu penguatan sumber daya manusia sudah harus
dilakukan dari sekarang sebagai salah bentuk pertanggungjawaban terhadap bangsa dan
negara yang kita cintai.
Istilah karakter diambil dari bahasa Yunani “Charassian” yang berarti “to mark” atau
menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk
tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek
lainnya dikatakan orang berkarakter jelek.Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan
kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa
Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak”.Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat,
dan berwatak. Sementara untuk pengertian pendidikan karakater Lickona (1992)
menyebutkan “character education is the deliberate effort to help people understand, care
about, and act upon core ethical values”, hal ini berarti bahwa pendidikan karakter adalah
upaya yang disengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan
nilai-nilai etika inti. Pendidikan Karakter adalah pendidikan yang mendukung perkembangan
sosial, emosional, dan etis siswa. Semantara secara sederhana pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai hal postif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter
siswa yang diajarnya (Samani & Hariyanto, 2013). Pendidikan karakter merupakan sebuah
upaya untuk membangun karakter (character building). Elmubarok (2008, p. 102)
menyebutkan bahwa character building merupakan proses mengukir atau memahat jiwa
sedemikian rupa, sehingga berbentuk unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan
dengan orang lain, ibarat sebauh huruf dalam alfabeta yang tak pernah sama antara yang satu
dengan yang lain, demikianlah orangorang yang berkarakter dapat dibedakan satu dengan
yang lainnya. Pendidikan karakter dapat disebut juga sebagai pendidikan moral, pendidikan
nilai, pendidikan dunia afektif, pendidikan akhlak, atau pendidikan budi pekerti.
Presiden RI Joko Widodo dalam arahannya menyebutkan bahwa untuk menciptakan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang unggul (2019-2024) diperlukan 5 tindakan strategis yang harus
dilakukan, dimana salah satunya adalah peningkatan pendidikan karakter dan pengamalan
Pancasila secara terus menerus. Pendidikan karakter harus terus diajarkan dan dipupuk
kepada peserta didik seperti nilai-nilai kasih sayang, keteladanan, moralitas, prilaku dan
kebhinekaan.
Hal ini senada dengan apa yang ada dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan bahwa guru harus
dapat melaksanakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didiknya secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan lainnya yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Proses pendidikan karakter perlu dilakukan sejak dini dan sudah harus dimaksimalkan pada
usia sekolah dasar. Potensi yang baik sebenarnya sudah dimiliki manusia sejak lahir, tetapi
potensi tersebut harus terus dibina dan dikembangkan melalui sosialisasi baik dari keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Di era globalisasi ini manusia dengan mudahnya menggunakan
teknologi yang ada bukan hanya orang dewasa namun juga anak-anak. Teknologi saat ini
digunakan dalam dunia pendidikan karena sangat membantu proses pembelajaran dan
pengembangan ilmu pengetahuan.
UPT SDN 01 Buana Pemaca adalah salah satu sekolah dasar yang berada di daerah oku
selatan. UPT SDN 01 Buana Pemaca merupakan lembaga pendidikan yang terletak di tengah
kawasan pedesaan yang ramah dan nyaman. Dikelilingi oleh pepohonan hijau dengan suasana
pedesaan yang khas, sekolah ini menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi para
siswa untuk belajar dan bermain. Sekolah ini memiliki lapangan bermain yang luas,
dilengkapi dengan pepohonan yang rindang yang menjadi tempat favorit siswa untuk
bersantai dan berinteraksi. Namun pada era digital saat ini, kebanyakan siswa khususnya pada
UPT SDN 01 buana pemaca memiliki masalah mengenai mengurangnya keterlibatan sosial
pada anak Sekolah Dasar (SD) yang dimana memiliki dampak negatif pada perkembangan
mereka

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian daring dengan mengumpulkan data melalui
sumber-sumber online, termasuk survei daring, analisis data daring, dan tinjauan literatur
dari jurnal-jurnal elektronik yang relevan. Pendekatan penelitian ini juga mencakup tinjauan
literatur daring, di mana peneliti mengakses dan mengevaluasi artikel-artikel, buku
elektronik, dan sumber-sumber online lainnya untuk memperoleh landasan teoritis yang kuat
dan mendukung. Sebagai pendekatan tambahan, penelitian ini mencakup analisis kualitatif
melalui wawancara daring dengan salah satu guru untuk mendapatkan pemahaman lebih
mendalam mengenai permasalahan yang akan dibahas.

PEMBAHASAN
Berdasarkan wawancara saya terhadap salah satu guru di UPT SDN 01 Buana pemaca
bahwasanya kebanyakan guru di sekolah tersebut memiliki beberapa kendala yaitu mengenai
kurangnya keterlibatan sosial pada beberapa siswa disana. Beberapa siswa disana cenderung
untuk mementingkan diri meraka sendiri yang dimana kecendrungan tersebut memiliki
dampak negatif pada perkembangan mereka. Sedangkan seperti yang kita tahu, bahwa
keterlibatan sosial merupakan salah satu bagian penting dari pembentukan karakter dan
perkembangan keterampilan interpersonal. Kurangnya keterlibatan sosial pada siswa seperti
ini merujuk pada situasi di mana anak tersebut mengalami keterbatasan dalam berinteraksi
dengan orang lain atau kurang aktif dalam kegiatan sosial.
Sebelum meberikan solusi terhadap masalah tersebut, kita harus mengetahui apa saja faktor
yang mendukung dan menghambat dalam proses penguatan karakter pada siswa. Faktor
pendukung dan penghambat dalam proses penguatan karakter pada siswa dapat memengaruhi
efektivitas implementasi program pendidikan karakter. Berdasarkan beberapa sumber yang
saya temukan, faktor-faktor pendukung dan penghambat tersebut dapat diantaranya sebagai
berikut:

Faktor Pendukung:
1. Komunikasi yang baik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat: Komunikasi yang
baik antara pihak-pihak terkait dapat mempermudah dalam penguatan karakter pada
siswa
2. Kegiatan keagamaan: Kegiatan keagamaan dapat menjadi faktor pendukung dalam
melaksanakan karakter religius siswa
3. Sarana dan prasarana: Ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung, seperti
buku penguatan karakter, dapat menjadi faktor pendukung dalam penguatan karakter
siswa
4. Pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada siswa: Pendekatan pembelajaran
yang berorientasi kepada siswa dapat menjadi faktor pendukung dalam implementasi
pendidikan karakter
5. Kurikulum 2013: Kurikulum 2013 dapat menjadi basis awal untuk melaksanakan
penguatan karakter pada peserta didik
6. Kepemimpinan kepala sekolah: Kepemimpinan kepala sekolah yang baik dapat
menjadi faktor pendukung dalam mengembangkan pendidikan karakter siswa

Faktor Penghambat:
1. Kurangnya dukungan dari pihak orang tua siswa dan guru: Kurangnya dukungan dari
pihak orang tua siswa dan guru dapat menjadi faktor penghambat dalam
menanamkan pendidikan karakter
2. Kondisi siswa: Faktor penghambat dapat berasal dari kondisi siswa, seperti masih
belum optimalnya nilai pendidikan karakter yang diimplementasikan oleh siswa
dalam pembelajaran
3. Faktor dari dalam diri siswa sendiri: Faktor penghambat juga dapat berasal dari dalam
diri siswa sendiri, seperti kurangnya kedisiplinan atau kondisi lingkungan keluarga
yang kurang kondusif

Dengan memahami faktor-faktor pendukung dan penghambat tersebut, pihak terkait, seperti
guru, kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat, dapat lebih efektif dalam merancang dan
melaksanakan program penguatan karakter pada siswa.
Seperti yang kita ketahui bahwasanya Pendidikan karakter dinilai sangat penting untuk
ditanamkan pada anak-anak usia SD karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan
yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap dan perilaku yang memancarkan akhlak
mulia atau budi pekerti luhur. Potensi karakter yang baik telah dimiliki tiap manusia sebelum
dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan
pendidikan anak sejak usia dini. Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang
yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah-natural) dan lingkungan
(sosialisasi atau pendidikan-natural). Guru dapat menjadi inspirasi dan suri tauladan yang
dapat mengubah karakter anak didiknya menjadi manusia yang mengenal potensi dan
karakternya sebagai makhluk Tuhan dan sosial. Ada 5 karakter utama yang penting
ditanamkan untuk anak sejak usia dini, yaitu:

1. Karakter religius.
Peran guru menjadi sangat penting sebagai teladan memberi contoh yang yang baik bagi
siswa. Peran guru bukan hanya sekedar menjadi pengingat akan tetapi juga sebagai contoh
bersama melaksanakan kegiatan bersifat religius dengan para siswa. Upaya penanaman nilai
religius ini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan. Masa kanak-kanak adalah masa
terbaik menanamkan nilai-nilai religius.
2. Cinta kebersihan dan lingkungan.
Apabila anak dalam kondisi sehat dan jiwa yang kuat maka anak dapat mengikuti kegiatan
belajar mengajar dengan baik. Penanaman rasa cinta kebersihan ditunjukkan pada 2 hal, yaitu
menjaga kebersihan diri sendiri dan kebersihan lingkungan.

3. Sikap jujur.
Sikap jujur memberikan dampak positif terhadap berbagai sisi kehidupan, baik di masa
sekarang atau di masa yang akan datang. Anak sebagai pribadi jujur dan peka terhadap
berbagai rangsangan berasal dari lingkungan luar dapat memiliki hubungan yang harmonis
dan komunikasi yang baik terhadap orang lain. Dari hubungan seperti ini akan tercipta rasa
saling percaya. Pada masa sekolah inilah merupakan masa ideal bagi guru untuk
menanamkan nilai kejujuran bagi siswa.

4. Sikap peduli.
Peduli merupakan sikap dan tindakan selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan
yang membutuhkan. Kepedulian anak dapat ditanamkan di sekolah melalui melalui berbagai
cara. Misalnya, ketika ada teman sekolah yang sakit maka ada rasa kepedulian untuk
menjenguk, ketika ada temannya yang lupa membawa alat tulis maka kita berusaha
meminjamkan alat tulis yang kita miliki, dan ketika ada teman yang terjatuh maka kita
membantunya.

5. Rasa cinta tanah air.


Cinta tanah air adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi maupun kelompoknya.
Setelah mengetahui itu, Solusi yang dapat saya sarankan untuk mengatasi permasalahan guru
terhadap mengurangnya keterlibatan sosial pada anak- anak disana salahsatunya adalah
dengan melalui metode yang dikemukakan oleh Richard Anderson dalam Syaiful Sagala, ia
mengajukan dua pendekatan dan model pembelajaran yaitu yang berorientasi kepada guru
yang disebut teacher centered dan pendekatan yang berorientasi kepada siswa yang disebut
student centered. Pendekatan pertama biasa disebut tipe otokratis karena pen-dekatannya satu
arah yakni dari guru dan pendekatan kedua diseabut tipe demokaratis karena guru meberi
peluang peserta didik mengajukan pertanyaan. Metode belajar yang paling diutamakan dalam
pendekatan ini antara lain diskusi, problem solving, motode simulasi, bekerja kelompok, dan
motede lain yang menunjang berkembangnya hubungan sosial peserta didik. Model interaksi
sosial pada hakekatnya bertolak dari pemikiran pentingnya hubungan pribadi (interpersonal
relationship) dan hubungan sosial atau hubungan individu dengan lingkungan sosialnya.
Dalam konteks ini proses belajara pada hakekatnya adalah mengadakan hubungan sosial
dalam pengertian peserta didik berinteraksi dengan peserta didik lain dan berinteraksi dengan
kelompok-nya . langka yang ditempuh guru dalam model ini adalah:
(1) guru mengemukakan masalah dalam bentuk situasi sosial kepada para peserta didik,
(2) peserta didik dengan bimbingan guru menelusuri berbagai macam masalah yang terdapat
dalam situasi tersebut,
(3) peserta didik diberi tugas atau permasalahan untu dipecahkan, dianalisis, dikerjakan yang
berkenaan dengan situasi tersebut,
(4) dalam memecahkan masalah belajar tersebut peserta didik diminta untuk
mendiskusikannya,
(5) peserta didik membuat kesimpulan dari hasil diskusinya, dan
(6) membahas kembali hasil-hasil kegiatannya.

Model ini dapat dicontohkan antara lain adalah menggunakan motode sosiodrama atau
bermain peran (role playing) keterlibatan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar
cukup tinggi terutama dalam bentuk partisipasi dalam kelompoknya, partisipasi ini
menggabarkan adanya interaksi sosial did antara sesama peserta didik dalam kelompok
tersebut. Oleh karena itu model ini boleh dikatakan berorientasi pada peserta didik dengan
mengembangkan sikap demoktratis, artinya sesama mereka mampu saling menghargai,
meskipun mereka memiliki perbedaan.

Tetapi menurut saya, cara ini akan lebih efektif jika guru membicarakannya langsung dengan
wali siswa yang bersangkutan. Karna orang tua merupakan contoh utama bagi anak-anak nya.
Berikut adalah cara- cara yang bisa dilakukan oleh para orangtua untuk menanggulangi
permasalahan Menurut Rosdiana Setyaningrum, M.Psi., MPHEd antara lain:
1. Lebih sering mengajak anak berkumpul dengan teman sebayanya
Bermain dengan teman sebaya merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh para
orangtua agar melatih kemampuan bersosialisasi pada anak. Dengan bermain bersama
teman sebaya, dapat memungkinkan anak untuk belajar mengembangkan
keterampilan sosial. Hal ini juga dapat mengatasi jika anak merasa kesepian.
2. Membuka percakapan agar anak bisa terlibat
Melibatkan anak dalam pembicaraan sangat berpengaruh untuk perkembangan
keterampilan dan percakapan. orangtua dapat menggunakan aktivitas sehari-hari
sebagai kesempatan untuk membuka percakapan. Melibatkan percakapan pada anak
juga membantu mereka dalam mengekspresikan pikiran yang mereka punya. Selain
itu, gunakan ruangan yang mampu mendorong anak-anak untuk berbica serta
menuangkan berbagai ide yang dimiliki.
3. Bangkitkan rasa percaya diri
Dilansir dari Child Mind Institute, kepercayaan diri sama pentingnya dengan
keterampilan. Untuk berkembang, anak perlu percaya pada kemampuan yang mereka
miliki. Dengan demikian, orangtua perlu membantunya dengan mendorong anak
untuk mencoba hal baru yang mampu memfokuskan energi mereka dalam mencapai
keterampilan baru, seperti bersosialisasi pada lingkungan sekitar. Hal ini akan
membuat anak merasa percaya diri.
4. Beri contoh kepada anak
Memberikan contoh dapat memengaruhi anak dalam mempelajari tindakan yang
diberikan oleh Mama. Hal inilah yang akan membuat anak bertindak dalam
bersosialisasi dengan cara menyesuaikan kondisi mereka. Pada dasarnya orangtua
merupakan tempat sosialisasi pertama untuk anak. Jika orangtua memberikan contoh
dan mengajari anak tentang bagaimana berhubungan dengan orang lain, maka hal ini
akan membuat anak mempelajari proses dalam bersosialisasi.
5. Jauhkan anak dari gadget
Jika orangtua membiasakan anak bermain gadget, maka hal yang terjadi adalah anak
lebih cenderung menyukai kehidupan digital dibandingkan kehidupan nyata. Hal ini
nantinya akan menyulitkan anak dalam bersosialisasi pada dunia luar. Di lansir dari
Magic Crate, orangtua bisa melibatkan anak dengan melakukan aktivitas seperti
kegiatan di luar ruangan. Bermain di luar ruangan akan membantu anak belajar
bermain dengan anak-anak sebayanya. Selain itu, juga dapat membangun keterampilan
motoriknya.

Selain dari guru dan orang tua, masyarakat juga berpengaruh dalam perkembangan
karakteristik anak.

KESIMPULAN
Pada dasarnya anak khususnya pada usia SD cenderung mengikuti atau mencontoh prilaku sekitarnya
.Karakter seorang anak akan terbentuk bila melihat berulang-ulang secara rutin hingga menjadi suatu
kebiasaan, yang akhirnya tidak hanya menjadi suatu kebiasaan saja tetapi sudah menjadi suatu
karakter. Maka dari itu, pendidikan karakter harus dilakukan sedini mungkin agar anak mampu
menanamkan karakter yang baik sehingga mereka bisa membawanya hingga usia dewasa. Di era
digital ini peran keluarga, guru dan masyarakat sekitar sangatlah penting dalam meningkatkan
karakter calon penerus bangsa agar memiliki prilaku yang baik dan sesuai dengan norma. Keluarga
sebagai tempat utama dan pertama peserta didik menjalani kehidupan dan pendidikannya
hendaklah mengawasi dan membimbing dengan penuh kasih sayang, tegas, dan cermat.Peran guru
di sekolah bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik. Peran guru sebagai rolemodel dalam
pandangan anak sehingga guru akan menjadi patokan bagi sikap anak didik. Guru tidak hanya
mengajarkan konsep karakter yang baik, tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik untuk dapat
mengimplementasikan pada kehidupam sehari-hari. Masyarakat sekitar juga berperan dalam
mengawasi dan memotivasi perkembangan karakter peserta didik.

SARAN
Anak-anak perlu diajarkan untuk memahami dan merasakan perasaan orang lain. Program
pendidikan karakter harus memasukkan kegiatan yang mendorong pengembangan empati,
seperti diskusi kelompok tentang perasaan dan pengalaman bersama. Selain itu guru juga
bisa menghadirkan studi kasus positif dari anak-anak yang berhasil mengatasi kesulitan
sosialisasi melalui pendidikan karakter dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi anak-
anak yang mengalami kesulitan serupa. Selain itu guru juga bisa mengadopsi pendekatan
positif dalam memberikan umpan balik kepada anak-anak yang kurang bersosialisasi, fokus
pada penguatan dan pemberian dukungan daripada penekanan pada kekurangandan
mengintegrasikan kegiatan yang memperkuat kepercayaan diri dan penerimaan diri dapat
membantu anak-anak merasa lebih nyaman dengan diri mereka sendiri dan meningkatkan
keberanian dalam berinteraksi sosial. Selain itu, guru juga dapat mengajak orangtua untuk
terlibat aktif dalam mendukung pendidikan karakter di rumah dapat memberikan dukungan
tambahan dan menciptakan konsistensi antara lingkungan sekolah dan rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai