Anda di halaman 1dari 39

PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA RAUDHATUL ATFAL

BERBASIS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI RA NURUNNISA


TUGUMULYO OKI

PROPOSAL TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna


Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd)

Disusun Oleh:

SITI MUJAWAROH

NPM. 211220041

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU (IAIM NU)
METRO LAMPUNG
2022/2023
1

BAB I

PENDAHULUAN
2

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan metode yang paling efektif untuk

mengembangkan kepribadian dan kecerdasan seseorang. Masyarakat masih

memegang keyakinan bahwa lembaga pendidikan dapat mencetak individu-

individu yang berakhlak mulia. Namun demikian, masih banyak pekerjaan

yang harus dilakukan dalam sistem pendidikan kita yaitu untuk meningkatkan

pembangunan karakter bangsa. Selain itu, salah satu tujuan pendidikan adalah

membentuk karakter bangsa dan menumbuh kembangkan kemampuan setiap

warga negara dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Membangun karakter

itu sulit karena membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, mulai dari

lingkungan terkecil keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.

Pendidikan karakter bukanlah konsep baru dalam pendidikan Indonesia.

Dalam masyarakat Indonesia saat ini, istilah “pendidikan karakter” semakin

banyak digunakan. Pendidikan, menurut banyak orang, tidak membantu

dalam pengembangan karakter. Meski banyak lulusan SMA yang pintar dan

pandai menjawab soal ujian, mereka juga lemah mental, penakut, dan

tindakannya tidak terpuji. terutama mengingat perilaku lulusan pendidikan

formal saat ini, yang meliputi penggunaan narkoba, perampokan, perkelahian,

pembunuhan.
3

Saat ini masyarakat kerap mempertanyakan karakter anak negeri.

Mereka menuntut agar pemerintah dan sekolah melakukan segala daya

mereka untuk membentuk masa depan negara. Pendidikan karakter

memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian anak menjadi

pribadi yang berkarakter. seperti anak kecil yang bisa memilih jalannya

sendiri dan bertanggung jawab atas tindakannya.

Banyak contoh moral dari generasi muda yang dihadirkan saat

membahas karakter Indonesia saat ini. Moral anak bangsa semakin

diperhatikan semakin banyak ilmu yang dimiliki. Mereka tampak terjebak

karena dikelilingi oleh gadis dan siswa lain. Seorang siswi menangkap korban

dan memukulinya hingga jatuh. Namun, orang lain meminta agar korban

mencium tangan orang yang telah menyakitinya daripada memisahkan

mereka.

Selain itu, masih banyak organisasi yang kesulitan mendefinisikan

pendidikan karakter. Pemahaman yang salah tentang makna pendidikan

karakter yang cacat dapat dihasilkan dari kajian teoritis. Menurut Ratna

Megawati yang dikutip oleh Dharma Kesuma dkk., “Pendidikan karakter

adalah upaya mendidik anak agar mampu mengambil keputusan yang bijak

dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat

memberikan kontribusi positif bagi lingkungannya.” Cara lain untuk

mendefinisikan pendidikan karakter adalah “usaha sadar dan tulus dari

seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada murid-muridnya.1


1
Dharma Kesuma Dkk, “Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik Sekolah,”
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, 5.
4

Dalam istilah pendidikan karakter mencakup segala sesuatu yang

dilakukan guru untuk memperbaiki karakter atau kebiasaan siswanya.

Pembahasan tentang pendidikan karakter kembali mencuat dalam dua dekade

terakhir. Salah satu tokoh yang sering disebut adalah Thomas Lisckona yang

bukunya tahun 1993 The Return of Character Education menyadarkan

komunitas pendidikan di Amerika Serikat akan pentingnya pendidikan

karakter dalam mencapai tujuan pendidikan. Dia menegaskan bahwa

komponen pembangunan karakter program pendidikan kurang

memperhatikan keadaan moral masyarakat Amerika. Landasan

pengembangan karakter ini adalah perlunya menciptakan masyarakat yang

berwawasan kemanusiaan. Disiplin moral demokratis menekankan kerja sama

dan mendorong pemecahan masalah di luar kelas. Di Indonesia, tempat

lahirnya presiden pertama Ir., pembangunan karakter telah dipraktekkan sejak

negara ini berdiri. Pentingnya membangun identitas nasional ditekankan oleh

Soekarno. Nilai-nilai terpenting pada masa itu adalah penghormatan terhadap

kemerdekaan berdaulat dan kepercayaan pada kekuatan atau kemerdekaan

sendiri. Pembangunan karakter selalu dilandasi oleh nilai-nilai karena bersifat

kontekstual. Itu bisa berubah berdasarkan tujuan dan niat.2

2
Muchlas Samani, dan Hariyanto, “Konsep dan Model Pendidikan Karakter,” Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2011, 43.
5

Tidaklah cukup hanya mempelajari moral atau tata krama; Selain itu,

sangat penting untuk menumbuhkan perilaku sosial atau karakter moral.

Bersikap sopan kepada orang lain sangat penting karena menunjukkan

karakter moral seseorang. Di sisi lain, moral adalah prinsip yang diterima

secara umum yang mempromosikan perilaku moral dan berdampak positif

tidak hanya pada orang yang tinggal di sana tetapi juga pada lingkungan

sekitarnya. Karakter dipengaruhi oleh bagaimana kita berpikir, merasakan,

dan memandang kelompok sosial dan masyarakat kita sendiri.3

Rumah tangga atau keluarga sekolah, lingkungan sekolah, dan

masyarakat secara keseluruhan merupakan bagian dari upaya pendidikan

karakter. Akibatnya, perlu dilakukan pemulihan hubungan dan jaringan

pendidikan yang mulai putus. Tidak akan berhasil selama tidak ada

keselarasan dan kesinambungan antar lingkungan pendidikan. Akibatnya,

keluarga sebagai landasan utama pengembangan dan pendidikan karakter

perlu mendapat dukungan lebih. Keluarga harus menjadi lingkungan belajar

yang penuh cinta atau sekolah cinta. Pendidikan karakter, di sisi lain,

diajarkan di sekolah dan melampaui sekedar pengetahuan; Selain itu, antara

lain mengajarkan budi pekerti luhur, etika estetika, dan nilai-nilai moral.

Lingkungan masyarakat juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

karakter seseorang. Keberhasilan penanaman nilai estetika dan etika untuk

pembangunan karakter sangat dipengaruhi oleh masyarakat secara

keseluruhan. Quraish Shihab menegaskan bahwa lingkungan sosial dan nilai-

3
5Maswardi M. Amin, “Pendidikan Karakter Anak Bangsa Edisi 2,” Yogyakarta: Calpus,
2002. Hal 3
6

nilai yang dijunjungnya mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat

secara keseluruhan.4

Dalam hal ini, salah satu alasan mengapa pendidikan karakter sangat

penting dan mendesak bagi bangsa kita adalah karena bangsa kita sudah lama

memiliki kebiasaan yang sulit untuk memperbaiki diri. Ryan Sugiarto

menyebutkan 55 keburukan kecil yang berpotensi merusak bangsa, seperti

menyempatkan waktu, sering mengeluh, dan lain sebagainya. Pendidikan

karakter yang buruk juga disebabkan oleh beberapa hal lainnya. Yang

pertama adalah sistem pendidikan yang lebih menekankan pertumbuhan

intelektual daripada pertumbuhan karakter. Misalnya, sistem evaluasi

pendidikan, termasuk Ujian Nasional, lebih menekankan pada aspek kognitif

atau akademik siswa daripada aspek afektif dan psikomotor. Kedua, kondisi

lingkungan yang menghambat perkembangan karakter. 5

Pendidikan karakter merupakan suatu perjalanan pertumbuhan dan

perkembangan pribadi yang bertujuan untuk membentuk individu yang

tangguh sepanjang hayat. Oleh karena itu, pendidikan karakter memerlukan

keteladanan perilaku dan interaksi sejak kecil hingga dewasa.

4
Ryan Sugiarto, “Kebiasaan Kecil yang Menghancurkan Bangsa,” Yogyakarta: Pinus Book
Publisher, 2009. Hl. 11-13
5
D. Yahya Khan, “Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa,” Yogyakarta :
Multipresindo, 2013. Hal 2
7

Usaha seorang guru yang sengaja dan terencana untuk menanamkan

nilai-nilai positif kepada anak didik agar dapat mengembangkan hubungan

yang positif dengan Tuhan, sesama, dan makhluk ciptaan Tuhan dapat

dipahami sebagai pendidikan karakter, sebagaimana diuraikan di atas. Ada

empat metode pendidikan karakter yang dikenal dan digunakan dalam proses

pendidikan:

1. Pendidikan karakter berdasarkan potensi diri atau sikap pribadi yang

dibentuk melalui kesadaran diri dan pemberdayaan dengan tujuan

meningkatkan standar pendidikan konservasi yang manusiawi.

2. Melalui kegiatan pelestarian lingkungan, pendidikan karakter berbasis

lingkungan bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan.

3. Pendidikan karakter berbasis budaya, seperti pendidikan moral pancasila,

contohnya membaca dan mengagumi tokoh sejarah dan pemimpin

bangsa adalah.

4. Pendidikan karakter yang berlandaskan ajaran agama, seperti pendidikan

karakter yang berlandaskan ajaran Islam, merupakan salah satu jenis

pendidikan karakter.

Nama lain dari jenis pendidikan ini adalah pendidikan karakter berbasis

agama. Pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai berbasis agama yang

membentuk sikap dan tindakan kepribadian utama atau mulia dalam

kehidupan dikenal dengan pendidikan karakter berbasis agama. Sejak Nabi


8

Muhammad SAW memperkenalkan Islam ke dunia untuk menyempurnakan

dan menyempurnakan akhlak manusia, telah ada pendidikan karakter teoretis

menurut pemikiran Islam. Prinsip moral dan aspek iman, ibadah, dan

muamalah ditekankan dalam struktur ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW

menjadi contoh akhlak Kaffah, yang merupakan seluruh penerapan ajaran

Islam. Dia adalah contoh dari Shiddiq Amanah Tabligh dan Fathonah.6

Karena terjadi kerusakan akhlak dan akidah pada saat itu, Allah SWT

mengutus Muhammad SAW kepada kaum kafir Quraisy sebagai nabi terakhir

untuk menyebarkan dakwah. Orang-orang Arab, atau Quraisy, memiliki

keyakinan yang meragukan secara moral sebelum masuknya Islam. Mereka

mengubur anak perempuan mereka hidup-hidup, misalnya, dan mereka

melakukan banyak hal yang membuat mereka rela menyerahkan seluruh

keberadaannya hanya untuk menyelesaikan masalah. Selain Allah SWT,

mereka juga menyembah berbagai macam berhala. Memberi nama panggilan

yang mengolok-olok reputasi baik seseorang untuk membesarkan anak angkat

sebagai anak sendiri adalah hal yang sepele.7

Kehadiran Rasulullah SAW tidak diragukan lagi berkontribusi pada

kesempurnaan moral. Selain sebagai pendidik utama, Rasulullah SAW adalah

pendidik guru yang memberikan bimbingan. Ia tidak henti-hentinya mengadu

di sepanjang berbagai tahapan dakwah yang dilaluinya. Dia memiliki moral

yang sangat baik dan berfungsi sebagai contoh bagi semua manusia. Keadilan

6
Muhaimin Dkk, “Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah,” 2008. Hal 28
7
Lanny Octavia dkk, “Pendidikan Karakter berbasis Tradisi Pesantren,” 2011. Hal 42
9

ekonomi, kepemimpinan, krisis sosial dan budaya, krisis akhlak atau moral,

dan lain sebagainya, semuanya ikut menyumbang kemunduran Islam ketika

pertama kali masuk ke masyarakat Arab.

Memberi nasihat tentang kemampuan ilmiah atau bidang studi lain

adalah contoh karakter. Seseorang yang berakhlak mulia adalah orang yang

perkembangan sosialnya dipengaruhi oleh karakternya. Orang yang kurang

berakhlak mulia akan dicemooh dan dikucilkan dari lingkungan sosial

masyarakat. Karakter mulia, sebaliknya, akan dikagumi, dipuja, dan

diteladani.

Kemanusiaan bukanlah sesuatu yang alami bagi setiap orang; sebaliknya,

lingkungan seseorang dan orang-orang yang tinggal di sanalah yang

membentuk karakter seseorang. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat,

termasuk rumah dan sekolah. Lingkungan sosial seseorang, keluarga, guru,

dan keluarga inti hanyalah beberapa hal atau orang yang dapat membentuk

karakternya secara signifikan. Tingkah laku seseorang, yang merupakan hasil

dari kumpulan rutinitas sehari-hari, biasanya mencerminkan karakternya.

Dalam hal ini, prinsip-prinsip agama sangat penting untuk

pengembangan karakter. Hal ini menunjukkan karakter orang yang religius.

Muhaimin menegaskan bahwa istilah “religius” tidak selalu digunakan untuk

menyebut agama. Kebhinekaan lebih tepat diterjemahkan dengan religius.

Sikap pribadi kurang lebih merupakan misteri bagi orang lain karena

menyampaikan keintiman jiwa perasaan yang merasuki seluruh pribadi


10

manusia dari pada aspek formal. Keanekaragaman menempatkan penekanan

yang lebih besar pada aspek berbasis kesadaran pribadi.8

Sudah menjadi tanggung jawab pihak sekolah maupun orang tua untuk

menanamkan nilai-nilai agama pada anak. Menurut ajaran Islam, agar seorang

anak yang belum lahir suatu hari menjadi orang yang religius, maka anak

tersebut harus dididik sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Memasukkan

budaya agama ke dalam pelajaran sehari-hari merupakan langkah awal yang

dilakukan sekolah untuk mensosialisasikan nilai-nilai agama. Pendidikan

agama mencakup lebih dari sekedar pengetahuan; Yang tak kalah pentingnya

adalah pembentukan keyakinan dan pengalaman religius. Kedua,

menciptakan setting pendidikan yang mendukung pendidikan agama dan

dapat dijadikan sebagai tempat ujian. Negara agama diciptakan oleh yang

ketiga. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kepada siswa makna agama

dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Keempat, melalui kegiatan

seperti membaca Alquran, sholat, mengaji, dan sejenisnya, pendidikan agama

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengekspresikan diri,

mengembangkan bakat, minat, dan kreativitasnya.

Orang sering menganggap karakter sebagai cara berpikir dan bertindak

yang dimiliki setiap orang sehingga mereka dapat tumbuh dalam keluarga,

masyarakat, negara, dan negara. Sebagai tanda ketakwaan kepada Allah

SWT, setiap muslim wajib menanamkan akhlak melalui pendidikan agama

Islam.
8
Dkk, “Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah.” 2002, hal 53
11

Oleh karena itu, membangun karakter masyarakat harus dimulai dari unit

terkecil masyarakat keluarga inti dan lingkungan terdekat. Sebuah kode

perilaku yang berpegang pada prinsip-prinsip moral yang digariskan dalam

Al-Qur'an disebut karakter Islam. Karakter moral seseorang biasanya terkait

dengan karakter bawaan mereka. Dalam hal ini, menempatkan nilai-nilai yang

baik ke dalam tindakan atau perilaku diperlukan untuk pembentukan karakter.

Oleh karena itu, orang yang tidak jujur, serakah, atau tidak jujur dianggap

kurang bermoral. Di sisi lain, perilaku moral adalah apa yang orang

maksudkan ketika mereka berbicara tentang orang yang berkarakter baik.

Selain terus menerus membaca Al-Quran, Allah SWT juga menginginkan kita

terus berpikir dan bernalar. Akhlak Islam mampu membaca, memahami, dan

menerapkan nilai-nilai dan keutamaan kitab suci Al-Quran dalam kehidupan

sehari-hari, menjadikan mereka pembelajar sepanjang hayat. Alquran penuh

dengan informasi tentang bagaimana orang mengembangkan karakternya, dan

itu sangat banyak.9

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas, penulis sangat tertarik

untuk mengambil judul “Pengembangan Karakter Siswa Raudhatul

Athfal Berbasis Pendidikan Agama Islam di RA Nurunnisa Tugumulyo

OKI .

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Kemerosotan moral atau akhlak yang terjadi di berbagai lapisan


9
dkk, “Pendidikan Karakter berbasis Tradisi Pesantren.” 1978, Hal 30
12

masyarakat sangat meresahkan dan memerlukan intervensi segera.

2. Tidak adanya lingkungan yang mendorong pendidikan karakter.

3. Kurangnya perhatian dan dukungan masyarakat terhadap tujuan


pendidikan nasional, seperti pendidikan anak dan pembentukan manusia
seutuhnya.

C. Fokus Masalah

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah : “Pengembangan Karakter

Siswa Raudhatul Athfal Berbasis Pendidikan Agama Islam di RA Nurunnisa

Tugumulyo OKI”.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran keteladanan guru PAI dalam pembentukan karakter

religius siswa RA Nurunnisa Tugumulyo OKI?.

2. Bagaimana pembiasaan siswa di sekolah guna terbentuknya karakter

religius siswa RA Nurunnisa Tugumulyo OKI?.

3. Faktor apa saja yang menjadi keteladanan guru PAI dalam pembentukan

karakter religius siswa RA Nurunnisa Tugumulyo OKI?.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini diantaranya sebagai berikut;

1. Untuk mengetahui bagaimana peran keteladanan guru PAI dalam


13

membentuk karakter religius siswa RA Nurunnisa Tugumulyo OKI.

2. Untuk mengetahui bagaimana pembiasaan siswa di sekolah guna

terbentuknya karakter religius siswa RA Nurunnisa Tugumulyo OKI.

3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi keteladanan guru PAI

dalam pembentukan karakter religius siswa RA Nurunnisa Tugumulyo

OKI.

F. Manfaat Penelitian

Berikut ini, khususnya, manfaat teoretis dan praktis diharapkan dari

temuan penelitian ini:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi lemba

pendidikan dalam hal pendidikan karakter.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan para peneliti dapat memperoleh pemahaman yang lebih

mendalam tentang pendidikan karakter dan pendidikan secara

menyeluruh. Selain itu, bagi masyarakat secara keseluruhan dan peneliti

tambahan yang mungkin dapat melakukan penelitian tambahan

berdasarkan uraian penelitian tersebut.


14

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Kajian Teori
1. Pengertian Pendidikan Karakter

Apa sebenarnya pendidikan karakter itu dalam lingkungan pendidikan,

pendidikan adalah interaksi antara siswa dan guru untuk mencapai tujuan

pendidikan. Melalui interaksi edukatif, potensi dan karakteristik

intelektual, sosial, emosional, dan fisik-motorik siswa dikembangkan..10

Pendidikan juga perlu disampaikan secara bertahap jika ingin

membantu perkembangan jasmani dan rohani individu. Di planet ini, Allah

SWT tidak menciptakan makhluk yang bisa menjadi dewasa hingga

sempurna tanpa melalui proses. Namun, diperlukan suatu proses yang

terarah dan ditujukan untuk membimbing peserta didik pada tingkat

kemampuannya yang setinggi-tingginya sebagai bagian dari upaya

pendidikan. Perkembangan seseorang sebagai makhluk sosial, individu,

dan hamba Allah SWT yang saleh juga merupakan tujuan dari pendidikan

itu sendiri.11

Pendidikan juga dapat dipandang sebagai upaya yang disengaja dan

metodis untuk membantu siswa dalam mewujudkan potensi penuh mereka.

Upaya sadar dalam proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan

10
Nana Syaodih, “, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar,” Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010, Hal. 45-46.
11
M Arifin, “Filsafat Pendidikan Islam,” Jakarta: Bumi Aksara, 1996, Hal. 11.
15

proses yang pada dasarnya merupakan skenario yang telah direncanakan

oleh para perencana proses pembelajaran. Pengertian lain dari upaya sadar

adalah bahwa peserta didik pada hakekatnya menyadari adanya perubahan

atau penambahan pengalaman yang terjadi selama proses pendidikan dan

mengarah pada proses belajar dalam ruang lingkup tertentu. Sistematis

adalah tahapan dalam suatu proses yang akan diselesaikan untuk mencapai

suatu indikator pencapaian.

Albertus menegaskan bahwa pendidikan adalah fenomena

antropologis yang sudah ada sejak sejarah manusia itu sendiri. Dia berpikir

bahwa pendidikan adalah bagian dari proses dimana orang tumbuh dan

berubah sepanjang waktu. Selain itu, ini adalah hasil dari

ketidaksempurnaan dan ketidaklengkapan manusia.12

Sebagaimana dapat dilihat dari uraian di atas, pendidikan bukanlah

fenomena atau persoalan baru yang mendera keberadaan manusia sejak

manusia pertama dibentuk menjadi sebuah komunitas. Akibatnya,

pendidikan berasal dari sana. Adalah mungkin untuk menentukan bahwa

proses pendidikan terjadi bahkan di dalam masyarakat individu itu sendiri,

meskipun faktanya proses itu harus berlanjut selama sekelompok orang

menjadi bagian dari masyarakat itu. Hal ini bisa terjadi ketika seseorang

memiliki pengalaman yang membuatnya penasaran meskipun dia tidak

memahaminya atau jika itu adalah peristiwa yang belum pernah dia lihat

atau dengar sebelumnya yang membuatnya penasaran. Alhasil, ia

12
Said Hamid Hasan, “Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,” Jakarta:
Kemdiknas Balitbang, 2010, hal. 4.
16

menyelesaikan proses belajar yang ia mulai sebagai upaya untuk

memuaskan rasa ingin tahunya.

Tujuan pendidikan adalah untuk membuat orang dan masyarakat lebih

beradab dengan membantu mereka menginternalisasi budaya mereka.

Dalam hal ini, pendidikan tidak hanya berfungsi untuk memberikan

pengetahuan tetapi juga, lebih luas lagi, berfungsi untuk menanamkan dan

menyebarluaskan nilai-nilai.

Menurut filsafat, pendidikan adalah bentuk kata benda dari kata kerja

pendidikan, berasal dari kata kerja Latin educare, yang berarti mengajar.

Khan memberikan penjelasan dengan menyatakan bahwa pendidikan juga

dapat merujuk pada proses pengembangan berbagai potensi manusia agar

individu dapat berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya

sendiri maupun lingkungannya. Pemaparan Albertus yang secara

etimologis membedakan antara educare dan educere sebagai dua arti dari

kata education, sejalan dengan definisi tersebut.

Educare mengacu pada membesarkan, melatih, atau menjinakkan.

Khususnya terkait dengan penggunaan analogi hewan dalam pemeliharaan

ternak. Manusia menjinakkan hewan yang akan dipelihara untuk dimakan

agar dapat dikendalikan dengan mudah dan digunakan untuk tugas

tertentu. Juga, pemupukan adalah seperti seorang petani menggarap lahan

pertaniannya untuk memastikan semua tanaman di sana tumbuh dengan

baik dan menghasilkan makanan yang banyak.


17

Sebaliknya, kata educere dibentuk ketika kata kerja ducere memimpin

dan kata ex digabungkan. Ini dapat disimpulkan sebagai proses pendidikan

yang melibatkan pemimpin dan pengikut yang diilhaminya. Sebelum

mencari solusi atas masalah tersebut, individu dapat mengatasi hambatan

dan kekurangan internal dengan berjalan sendiri. Sudah menjadi sifat

manusia untuk enggan hidup susah dengan lari atau lepas dari kesulitan

dan kekurangan hidup. Proses psikologis dan kognitif terlibat dalam

mengembangkan pola berpikir dan bertindak untuk menghindari masalah.

Pada titik ini dalam proses keluar, setidaknya satu orang perlu menjadi

pemimpin atau panutan agar orang yang memutuskan keluar tidak

mengambil langkah yang salah dan melakukan hal yang benar. Dalam hal

ini, adalah mungkin untuk menghubungkannya dengan paradigma. tua, di

mana pembelajaran yang berpusat pada guru dilaksanakan sebagai bagian

dari proses pendidikan. Untuk keluar dari situasi sulit dan memilukan ini,

ini dipandang sebagai langkah menuju kehidupan yang lebih baik melalui

pendidikan berkelanjutan.13

Dari sudut pandang pendidikan, pendidikan setidaknya memiliki dua

tujuan. Pertama, fungsi progresif dimana kegiatan pendidikan dapat

menanamkan nilai-nilai dan kemampuan meramal masa depan, serta

pengetahuan dan pertumbuhan, agar generasi penerus bangsa siap

menghadapi tantangan baik sekarang maupun di masa depan. Mengajar

13
Kusuma, “Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.”, hal 53
18

generasi mendatang bagaimana mewariskan dan menegakkan cita-cita dan

budaya masyarakat adalah tujuan pendidikan konservatif kedua.14

Jika kedua tujuan pendidikan itu dihubungkan dengan keberadaan dan

hakikat hidup manusia, maka pendidikan terutama berkaitan dengan

pembentukan kepribadian. khususnya mendorong individu untuk

berkembang menjadi makhluk sosial, moral, religius, dan individual. Oleh

karena itu, dapat ditegaskan bahwa tujuan utama pendidikan bukan hanya

pertumbuhan kepribadian siswa tetapi juga pertumbuhan kecerdasan

intelektualnya. Akibatnya, pendidikan dalam konteks ini mengacu pada

proses menghadirkan orang dengan berbagai skenario dengan tujuan

memberdayakan mereka.

Karakter adalah sifat batin seseorang yang mempengaruhi semua

pikiran dan tindakannya. Karakter juga dapat dipahami sebagai apa yang

membedakan seseorang dengan orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa

karakter dan kepribadian seseorang tidak dapat dipisahkan. Kata

“manusia” yang merujuk pada manusia sebagai individu, manusia atau

dirinya sendiri, dan kondisi manusia sebagai individu atau keseluruhan,

merupakan akar kata dari kata “pribadi”. Aristoteles berpendapat bahwa

karakter terkait erat dengan kebiasaan, yang sering memanifestasikan

dirinya dalam perilaku. Sebaliknya, Djaali mendefinisikan karakter

sebagai konsistensi internal dan eksternal dalam perilaku. Karakter adalah

14
Khan, “Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri.”
19

hasil dari aktivitas yang panjang dan sangat mendalam yang akan

menghasilkan perkembangan sosial.15

Simon Philips berpendapat dalam bukunya Reflections on National

Character bahwa karakter seseorang adalah seperangkat nilai yang

memandu tindakan dan sikapnya. Definisi karakter secara lugas diberikan

oleh Homby dan Parnwell dalam Hidayatullah, yang mendefinisikannya

sebagai kualitas mental-moral, kekuatan moral, nama, atau reputasi.

Karakter adalah mentalitas seseorang yang berkembang dari waktu ke

waktu melalui integrasi dan perilaku yang mantap.

Pola, cara pandang, atau sikap yang mantap adalah pelaksanaan suatu

keputusan atau konsistensi dalam mengambil keputusan yang menyangkut

cara berpikir dan bertindak atas apa yang telah dipikirkan dan diputuskan.

Proses konsolidasi adalah cara menggabungkan sikap pribadi dengan

interaksi individu dalam lapisan sosial tertentu. Selama proses ini,

kemampuan dan tekad individu diuji untuk mengetahui aspek mana yang

harus mereka tindak lanjuti dan putuskan. Sementara itu, Koesoema

menyatakan bahwa karakter dan kepribadian adalah hal yang sama.

Kepribadian seseorang didefinisikan sebagai pola, ciri, atau sifat yang

dibawa sejak lahir atau hasil bentukan yang diperoleh dari lingkungan,

seperti keluarga, dan bersifat unik bagi orang tersebut. Menurut Suyanto,

karakter juga merupakan cara berpikir dan bertindak yang memungkinkan

setiap orang hidup bersama—dalam keluarga, masyarakat, dan negara.

15
Kusuma, “Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.”. Hal 10
20

Orang yang berkarakter mampu membuat keputusan dan bersedia

bertanggung jawab atas hasilnya.

Selain itu, Muchlas berpendapat bahwa karakter seseorang merupakan

nilai fundamental yang dipengaruhi oleh lingkungan dan genetiknya.

Karakter seseorang adalah yang membedakannya dengan orang lain dan

dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya sehari-hari.16

Menurut Imam Ghozali, akhlak lebih dekat dengan akhlak daripada

akhlak dengan akhlak. Secara khusus, spontanitas manusia dalam sikap

atau tindakan telah begitu mendarah daging dalam diri manusia sehingga

tidak lagi memerlukan pertimbangan ketika terjadi.

Ada dua cara tentang karakter, Pertama, itu menunjukkan perilaku

seseorang. Ketika seseorang bertindak tidak jujur, kejam, atau serakah,

orang tersebut menunjukkan perilaku buruk. Sebaliknya, jika seseorang

bertindak jujur dan senang membantu orang lain, maka dengan sendirinya

mereka memiliki akhlak yang mulia. Kepribadian orang baru dan dua

konsep karakter tidak dapat dipisahkan. memiliki karakter moral jika

tindakan seseorang dipandu oleh prinsip-prinsip moral.

Suwondo menyajikan sudut pandang berbeda yang menegaskan

bahwa karakter terdiri dari kombinasi karakteristik bawaan, kebiasaan

yang dipelajari dari orang tua kita, dan pengaruh lingkungan kita yang

secara tidak sadar mempengaruhi semua pikiran, perasaan, dan tindakan

kita.
16
Kusuma.
21

Definisi karakter di atas menunjukkan bahwa ketabahan moral lebih

positif daripada netral. Akibatnya, orang yang lurus secara moral memiliki

karakter. Oleh karena itu, daripada berfokus pada dimensi moral yang

buruk atau negatif, pendidikan karakter harus fokus pada pengembangan

dimensi moral yang positif atau baik.

Menurut filsuf Yunani Heraclitus, yang tinggal di Lickona, karakter

adalah takdir dan takdir adalah takdir. Karakter seseorang menentukan

tujuannya. Jika karakternya baik, maka tujuan baik yang dicapai juga akan

baik. Karakter bangsa akan muncul sebagai akibat tumbuhnya suatu

masyarakat atau kelompok masyarakat yang berkarakter individual seperti

ini. Akibatnya, satu-satunya cara untuk membangun karakter bangsa

adalah melalui pembangunan karakter individu.

Karena bayi dapat mewarisi sifat dan sikap, keturunan, dan keluhuran

budi orang tuanya berupa bakat, kecerdasan, dan perangai, Soedarsono

berpendapat bahwa pembangunan karakter harus dimulai sejak masa bayi.

Ia menyamakan pembentukan karakter dengan penanaman dan

pengembangan karakter. Ralph Waldo Emerson, seorang pendidik di

Universitas Harvard, percaya bahwa karakter lebih penting daripada

kecerdasan.

Ketika seseorang mampu membuat keputusan yang baik tentang apa

yang mereka butuhkan untuk memecahkan masalah, mereka dikatakan

cerdas. Berkarakter, sebaliknya, berarti memperhatikan pikiran, hati, dan


22

perasaan seseorang ketika mempertimbangkan apa yang perlu dilakukan.

Orang baik dihargai lebih tinggi daripada orang pintar dalam skenario ini.

Kepribadian yang kuat dan orang pintar akan dihargai dan dihormati lebih

dari orang pintar yang hanya menghargai logika dan nalar.17

Jika digunakan bersamaan dengan istilah etika, moral, dan/atau nilai

yang berkaitan dengan kekuatan moral, maka istilah “Karakter” memiliki

konotasi positif dari pada netral, sebagaimana dinyatakan oleh Program

Pendidikan Karakter Depdiknas. Akibatnya, karakter adalah seperangkat

nilai unik yang tertanam dalam perilaku dan muncul di dalamnya. Karakter

secara koheren tercermin dalam perilaku seseorang atau kelompok, serta

hasil dari pikiran, hati, perasaan, dan niat mereka. Oleh karena itu,

pendidikan karakter berpotensi membantu anak dalam mengembangkan

sikap positif di samping meningkatkan keberhasilan akademiknya. Dengan

harapan suatu saat mereka mampu membuat pilihan yang bertanggung

jawab, pendidikan karakter mengajarkan kepada masyarakat cara berpikir

dan bertindak yang membantu mereka hidup, bekerja, dan bermain

bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan negara.

Karakter adalah moralitas dalam bahasa sehari-hari; Akibatnya, ketika

digunakan istilah “pendidikan akhlak” berarti upaya memberikan

bimbingan dan keterlibatan langsung kepada peserta didik secara terus-

menerus berdasarkan kandungan nilai yang bersumber dari praktik

keagamaan dan konsep-konsep pengetahuan lain tentang akhlak yang baik

17
Syaodih, “, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar.”. Hal 20
23

dari berbagai sumber. dari isi nilai. Dalam bahasa sehari-hari, karakter

adalah moral, seperti yang ditunjukkan oleh penjelasan sebelumnya.18

Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan metode penanaman

nilai dan sikap moral pada anak sekolah, termasuk pengetahuan,

kesadaran, atau kemauan untuk mengamalkan nilai-nilai tersebut. baik

untuk Tuhan, lingkungannya, makhluk lain, dan bangsanya agar dia

menjadi manusia yang sempurna.

2. Ruang Lingkup dan Aspek Pendidikan Karakter

Karakter Manusia adalah makhluk hidup yang paling sempurna

dibandingkan dengan ciptaan Allah SWT lainnya. Ini terjadi sebagai akibat

dari unsur-unsur kehidupan manusia, khususnya perubahan aspek

psikologis dan fisiologis perkembangan manusia, yang dibahas secara luas

dalam psikologi perkembangan. 80 Ahli etika menyadari bahwa karakter

dipengaruhi oleh lebih dari sekedar pendidikan.19

Dalam hal ini, pendidikan karakter diimplementasikan dalam berbagai

cara, antara lain: keluarga, pemerintah, komunitas bisnis, sistem pendidikan,

komunitas, dan media.

a. Lingkungan keluarga berfungsi sebagai wahana pembelajaran dan

pembiasaan nilai-nilai baik yang diamalkan oleh orang tua dan orang

dewasa lainnya dalam keluarga guna menghasilkan anggota keluarga yang

berkarakter. Selain itu, pendidikan dan pengasuhan anak dimulai dari

18
Syaodih.
19
Khan, “Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri,” 9.
24

keluarga mereka. Ini adalah tempat di mana keluarga bahagia dapat

berkembang dalam lingkungan yang sehat, di mana anak-anak dapat dididik,

diasuh, dan disosialisasikan, dan di mana semua anggota dapat belajar

bagaimana memenuhi peran mereka dengan baik dalam masyarakat.20

b. Satuan pendidikan yang disebut juga ruang lingkup pendidikan sekolah.

Sekolah merupakan lokasi yang sangat baik untuk pendidikan karakter

karena mendidik anak-anak dari berbagai lapisan masyarakat. Selain itu,

karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah,

perkembangan karakter mereka akan dipengaruhi oleh apa yang mereka

pelajari di sana. Melalui metode berikut, sekolah berfungsi sebagai wahana

pengembangan karakter dalam hal ini:

1) Menyatukan semua mata pelajaran.

2) Pengembangan budaya sekolah.

3) Melalui kegiatan baik di dalam maupun di luar sekolah.

4) Pola perilaku yang mendarah daging dalam kehidupan sekolah sehari-

hari.

c. Sekolah dalam situasi ini sering menerima dukungan di bawah standar dan

terpaksa memberikan pendidikan tambahan untuk masalah pendidikan

moral yang lebih serius. Sekolah dapat mengajarkan dan mengembangkan

berbagai nilai, antara lain kejujuran, keadilan, toleransi, disiplin, tolong

menolong, peduli lingkungan dan sesama, kerjasama, demokrasi, dan lain-

lain.

d. Melalui keteladanan tokoh dan tokoh masyarakat, serta berbagai kelompok


20
Kusuma, “Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,” 77.
25

masyarakat yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan, masyarakat

sipil berperan sebagai wahana pengembangan dan pendidikan karakter.

e. Dunia usaha menjadi wadah bagi para pelaku sektor riil untuk saling

berinteraksi, yang membantu perekonomian negara, misalnya dengan

meningkatkan daya saing dan memperluas lapangan kerja. Atau, setiap

bisnis pasti memiliki kewajiban moral untuk membangun komunitasnya

melalui kegiatan CD (community development). Dalam kegiatan tersebut,

sebagian dana dapat dialokasikan untuk pengembangan karakter masyarakat

yang akan bermanfaat dalam jangka panjang karena pendidikan karakter

dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja.

f. Ruang lingkup media massa merupakan fungsi dan sistem yang berpengaruh

besar bagi masyarakat, terutama dalam hal bagaimana nilai-nilai kehidupan,

nilai-nilai kebaikan, dan jati diri bangsa dikembangkan. Berita dan program

yang disiarkan oleh media massa harus dipilih dengan cermat.

Tahap pengetahuan, di mana seseorang menyadari bagaimana bertindak

dan mengembangkan kebiasaan, di sinilah perkembangan karakter terjadi.

Pengetahuan saja tidak cukup untuk membangun karakter. Jika seseorang

tidak terlatih dalam berbuat baik, dia tidak akan selalu dapat bertindak

sesuai dengan pengetahuan kebaikannya. Selain itu, karakter dapat meluas

ke ranah emosi dan kebiasaan pribadi.21

Akibatnya, proses pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan

karakter positif yang sudah ada pada diri seseorang melibatkan berbagai

pihak yang dianggap penting dan berdampak signifikan terhadap


21
Syaodih, “, Filsafat Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar,” 80.
26

pembentukan karakter peserta didik. Hal ini dicapai melalui kerjasama

antara sekolah, orang tua, dan lingkungan sosial. sehingga perilaku manusia

dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia,

lingkungan, dan kebangsaan dapat dikaitkan dengan budi pekerti. Sikap,

perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata

krama, budaya, dan adat istiadat diwujudkan dalam akal budi, baik sebagai

individu maupun sebagai negara secara keseluruhan.

3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter

Anak akan tumbuh menjadi manusia yang berkarakter apabila dibesarkan

dalam lingkungan yang kaya akan karakter, sehingga setiap anak dapat

berkembang secara maksimal. Tentunya, setiap orang yang terlibat, termasuk

keluarga sekolah dan masyarakat secara keseluruhan, perlu bekerja sama

dalam hal ini. karena merupakan tanggung jawab setiap orang untuk

membangun masyarakat yang bermoral atau berkarakter. Pendidikan karakter

merupakan kegiatan krusial yang perlu dilaksanakan secara tegas, terencana,

terarah, dan menyeluruh guna mewujudkan masyarakat yang berkarakter

karena ini merupakan tantangan yang sangat besar. Setiap orang yang terlibat

dalam kehidupan seorang anak perlu memahami hal ini. 22

Pendidikan karakter harus memiliki tujuan dalam skenario ini. Dalam

bidang pendidikan, aspek objektif merupakan hal yang mendasar dan sangat

penting. Hal ini disebabkan karena gagasan pendidikan bertujuan untuk

menggambarkan apa yang akan dicapai melalui pendidikan. Al-Syaibani


22
Dkk, “Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah,” 90.
27

mengatakan bahwa ketika berbicara tentang tujuan pendidikan, yang ia

maksudkan adalah perubahan perilaku individu, kehidupan pribadi, atau

kehidupan masyarakat, dan lingkungan tempat mereka tinggal.23

tujuan pendidikan karakter adalah membantu manusia menjadi lebih

cerdas. Selain itu, pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk manusia

Indonesia seutuhnya yang imajinatif, mau bekerja keras, percaya diri, dan

tangguh mental guna mencegah perilaku menyimpang atau perilaku yang

bertentangan dengan Islam. Dalam Rancangan Magister Pendidikan Karakter,

Kemendiknas menjabarkan atau menjelaskan bahwa pendidikan karakter

dimaksudkan untuk membudayakan karakter dan peradaban bangsa yang

maju, unggul, dan bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan anak

bangsa. Pendidikan karakter juga memiliki tujuan yang sejalan dengan tujuan

pendidikan nasional.

Pendidikan karakter sekolah harus dikaitkan dengan pendidikan keluarga

untuk mencapai tujuan tersebut. Jika pendidikan moral atau karakter hanya

diajarkan kepada guru dan siswa di sekolah, maka akan sangat sulit untuk

mencapai apa yang diinginkan oleh setiap orang. Proses pendidikan karakter

di sekolah harus dikaitkan dengan pendidikan keluarga untuk mencapai tujuan

tersebut. Jika pendidikan karakter di sekolah hanya berfokus pada interaksi

antara siswa dan guru di dalam kelas dan di sekolah, maka akan sangat sulit

untuk mencapai karakter yang diharapkan. Hal inilah yang tepat dilakukan jika

23
Dkk, 55.
28

dikaitkan dengan tujuan pendidikan karakter, yaitu membantu siswa

mengembangkan dan membentuk karakternya sendiri. 24

B. Kerangka Berpikir

Manusia tidak dapat hidup terpisah dari manusia lainnya karena mereka

adalah makhluk sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang selain

mengandalkan diri sendiri juga memiliki kebutuhan tertentu terhadap orang

lain, seperti rasa hormat, kasih sayang, dan kepedulian terhadap berbagai

situasi di lingkungan terdekatnya.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa

bantuan orang lain. Di sisi lain, ada kalanya hati manusia menjadi terlalu

percaya diri dan lupa siapa dirinya dan untuk apa ia hidup. Dalam interaksi

sosial, orang perlu peduli satu sama lain. Selain itu, Nabi mengajak umatnya

untuk saling membantu dan peduli terhadap ciptaan Tuhan lainnya.

Salah satu dari sekian banyak nilai baik yang harus diajarkan kepada

anak adalah peduli terhadap sesama. Lingkungan anak akan tumbuh dan hidup

sambil menjunjung tinggi rasa kepedulian terhadap sesama di kemudian hari

jika menanamkan rasa peduli terhadap sesama.

C. Kajian Penelitian yang Relevan

Penulisan proposal ini peneliti menemukan beberapa penelitian yang

dapat dijadikan kajian terdahulu bagi peneliti di antaranya sebagai berikut:

1. Penelitian Ahmad Jaelani yang berjudul “Pendidikan Karakter Anak

Menurut Perspektif Syaikh Umar Bin Achmad Baradja dalam Kitab Al-
24
“Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,” 20.
29

Akhlak Lil Baniin Jilid I (Studi di Pondok Pesantren Nurul Muttaqin)”,

oleh Ahmad Jaelani. Dalam kajian pendidikan karakter (akhlak) Al-

Akhlak Lil-Baniin jilid 1, peneliti membahas beberapa hal, antara lain:

1) Akhlak terhadap Allah SWT 2) Akhlak terhadap Nabi Muhammad

SAW 3) Akhlak terhadap Manusia 4) Akhlak terhadap diri Sendiri5)

Moral terhadap Lingkungan. Ternyata ada realisasi yang baik dari anak

atau santri sebagai bentuk pengamalan pemikiran Umar Baradja yang

dituangkan dalam karyanya yaitu Kitab Al-Akhlak Lil-Baniin.

Pemikiran Umar Baradja mengenai akhlak dengan kondisi akhlak yang

ada di masyarakat dan santri pondok pesantren Nurul Muttaqin,

ternyata jelas ada kebaikannya. mengapa banyak orang yang

menyekolahkan anaknya ke pesantren dan banyak santri yang lebih giat

dan antusias belajar tentang agama, khususnya akhlak.25

2. Penelitian Yuver Kusnoto yang berjudul “Internalisasi Nilai-nilai

Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan”. Berdasarkan temuan

kajian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk menghadapi

realitas perkembangan dunia pada abad ke-21 yang juga berdampak

signifikan terhadap perubahan moral dan perilaku masyarakat

Indonesia, khususnya generasi muda yang masih duduk di bangku

pendidikan mulai dari usia muda, gerakan menginternalisasi nilai

pendidikan karakter perlu dilakukan. sampai lulus. Agar Indonesia

25
Ahmad Jaelani, “Pendidikan Karakter Anak Menurut Perspektif Syaikh Umar Bin
Achmad Baradja dalam Kitab Al-Akhlak Lil Baniin Jilid I (Studi di Pondok Pesantren Nurul
Muttaqin)”, Jurnal Pendidikan Universitas Garut, Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan, Vol.
05, No. 01, 2011, hlm. 56.
30

dapat mewujudkan cita-citanya menjadi anggota generasi emas tahun

2045, diperlukan upaya yang terkoordinasi untuk menghadapi situasi

tersebut.26

26
Yuver Kusnoto, “Internalisasi Nilai-nilai Pendidikan Karakter Pada Satuan Pendidikan”,
dalam Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, Vol. 4, No. 2, 2017, hlm. 247
31

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan untuk

mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk observasi, dokumentasi,

dan wawancara. Penelitian kualitatif sebagai suatu jenis penelitian yang

menghasilkan informasi deskriptif dari tindakan nyata orang dan kata-kata

lisan atau tulisan yang sepenuhnya diarahkan pada konteks dan orang secara

keseluruhan. 27
Penelitian lapangan ini dilakukan di RA Nurunnisa

Tugumulyo.

B. Metode Pendekatan

Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Laporan

penelitian deskriptif adalah hasil penyelidikan terhadap keadaan, kondisi, atau

masalah lain dengan menggunakan penelitian deskriptif.28

Sugiyono mengatakan bahwa penelitian kualitatif perlu mencari dan

menyusun data dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan sumber lainnya

secara sistematis agar temuannya lebih mudah dipahami dan

disebarluaskan.29 Pengolahan data dengan metode deskriptif kualitatif

memberikan data yang lebih mendalam tentang subjek penelitian sekaligus

menganalisis faktor-faktor yang terkait. Di sisi lain, tujuan penelitian


27
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: RinekaCipta, 2010), hlm. 9.
28
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 3.
29
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, hlm. 244.
32

deskriptif kualitatif adalah menyajikan gambaran lengkap tentang keadaan

alam.

Peneliti akan melakukan penelitian kualitatif dengan menggunakan

metode deskriptif yang menitikberatkan pada identifikasi gejala dan fakta

yang dapat diamati.

C. Sumber Data

Sumber data penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan informasi

tentang topik tersebut. Berikut adalah sumber data yang digunakan dalam

penelitian ini:

1. Sumber Data Primer

Sumber yang secara langsung menghubungkan pengumpul data

dengan data disebut sebagai sumber data primer. Peneliti dapat

memperoleh data dari sumber data primer dengan berbagai cara, seperti

melalui wawancara dan observasi.30

Sumber data primer penelitian ini adalah responden yang meliputi:

a. Ketua Yayasan

b. Ketua Lembaga

c. Para Guru

d. Siswa

e. Orangtua.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data penelitian yang peneliti


30
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 92
33

peroleh secara tidak langsung melalui perantara. Catatan sejarah, bukti,

dan laporan yang disusun dari catatan yang diterbitkan dan tidak

diterbitkan adalah contoh sumber data sekunder.

Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak secara langsung

memberikan data kepada pengumpul data, seperti orang lain atau

dokumen..31 Buku-buku, artikel dan jurnal yang membahas tentang

penelitian yang akan dilakukan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Rencana pengumpulan data, yang merupakan tujuan utama, merupakan

langkah paling penting dalam penelitian. Jika peneliti tidak memahami

pendekatan pengumpulan data, mereka tidak akan bisa mendapatkan data

yang memenuhi kebutuhan data yang telah ditetapkan. 32

Penelitian akan menggunakan berbagai pendekatan untuk

mengumpulkan informasi yaitu :

1. Observasi

Dengan mengamati dan mendokumentasikan secara cermat kejadian

yang sedang diselidiki, observasi merupakan metode untuk

mengumpulkan data.33 Teknik observasi adalah teknik mencatat secara

sistematis gejala-gejala yang diamati untuk mengumpulkan data.

Adapun jenis-jenis observasi dibagi menjadi dua yaitu:

31
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,. hlm. 225.
32
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D., hlm. 137.
33
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2013), hlm,70.
34

a. Observsi langsung adalah ketika pengamat secara langsung

mengamati gejala atau proses yang terjadi dalam situasi nyata.

b. Observasi partisipasi adalah metode pengamatan yang

mengharuskan pengamat untuk terlibat dalam kegiatan yang

sedang dilakukan oleh individu atau kelompok yang diamati. 34

Pengamat harus melibatkan diri atau berpartisipasi dalam kegiatan

yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang diamati,” demikian

metode observasi partisipasi yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Wawancara (Interview)

Menurut Arikunto, wawancara adalah pernyataan yang dibuat oleh

penyidik. Wawancara mengumpulkan dan menganalisis data untuk

memberikan data yang akurat.35

Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi verbal, dengan

demikian merupakan jenis percakapan yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi.36 Wawancara juga merupakan alat untuk lebih

memahami bagaimana berpikir dan merasakan aspek kehidupan.

wawancara mempunyai fungsi deskriptif, yaitu menggambarkan suatu

peristiwa seolah-olah merupakan suatu fakta. Wawancara terstruktur

adalah teknik pengolahan data yang digunakan dalam kasus dimana

seseorang memberikan informasi kepada pihak ketiga.

34
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2009), hlm. 85.
35
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek., hlm. 198.
36
Sukarjo Nasution, “Metode Research (Penelitian Ilmiah),” 2009.
35

3. Dokumentasi

Catatan masa lalu dapat ditemukan dalam dokumen. Dokumen dapat

berupa kata-kata, gambar, atau karya kolosal yang dibuat oleh seorang

individu. Para peneliti dalam penelitian ini menggunakan dokumen tertulis

dan visual.37 Data tentang efektivitas model pendidikan karakter Qur’ani di

Raudhatul Athfal Nurunnisa.

E. Uji Keabsahan Data

Keabsahan atau validitas data mengacu pada item penelitian dengan

kelebihan yang dapat peneliti uraikan. Data yang valid adalah informasi yang

tidak berbeda antara apa yang peneliti klaim terjadi pada subjek penelitian

dan apa yang sebenarnya terjadi.

Teknik validasi data Penulis menggunakan metodologi pengumpulan

data yang menghubungkan banyak pendekatan pengumpulan data dari

berbagai kombinasi metode wawancara, observasi, dan dokumentasi untuk

mempelajari kebenaran tentang berbagai peristiwa yang terjadi. Untuk

mengevaluasi kebenaran data, berbagai pendekatan yang tidak biasa

digunakan, termasuk:

1. Perpanjangan Pengamatan

37
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),
(Bandung: Penerbit Alfabeta, 2020), cet 1, hlm 481.
36

Dengan memperpanjang waktu penelitian maka penelitian ini

selesai. Tingkat kepercayaan terhadap data akan meningkat dengan lebih

banyak keterlibatan dalam penelitian, dan peneliti akan lebih siap untuk

memahami subjek yang sedang diselidiki. Dengan memperluas observasi,

berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan observasi, dan melakukan

wawancara baru dengan sumber data yang digunakan sebelumnya atau

baru. Dengan terus dilakukannya observasi, maka hubungan antara peneliti

dan informan akan berkembang dan semakin terjalin, semakin terbuka,

dan dilandasi rasa saling percaya, sehingga informasi yang terkumpul

semakin banyak.

2. Meningkatkan Ketekunan

Melakukan pengamatan yang lebih menyeluruh dan berkelanjutan

akan meningkatkan ketekunan. Hal ini memungkinkan perekaman

kepastian data dan pengurutan kejadian secara tepat dan sistematis.

Dengan lebih gigih, peneliti lebih mampu menentukan apakah data yang

ditemukan itu valid atau tidak, serta memberikan penjelasan rinci dan

terorganisir tentang apa yang dilihat.

3. Tringulasi

Dalam uji ketergantungan ini, tringulasi mengacu pada praktik

referensi silang data dari banyak sumber di berbagai waktu. 38


Triangulasi

sumber digunakan dalam penelitian ini untuk memvalidasi data yang

38
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),
(Bandung: Penerbit Alfabeta, 2020), cet 1, hlm 524.
37

dikumpulkan dari berbagai sumber dengan membandingkannya dengan

data dari sumber yang tidak terkait.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data memerlukan penelitian yang ketat dan pengumpulan

informasi dari catatan lapangan, wawancara, dan sumber lain untuk

memahami data dan menyampaikan hasilnya kepada orang lain. Analisis data

adalah proses pengorganisasian data, menguraikannya menjadi komponen-

komponen yang dapat dipahami.39

Strategi analisis deskriptif adalah bagian dari proses untuk menganalisis

data penelitian. Dalam hal ini, data diteliti oleh peneliti setelah dikumpulkan

dalam bentuk uraian dari sumber primer dan sekunder. Analisis deskriptif

adalah analisis yang mengkaji data yang dikumpulkan di lapangan dengan

memberikan gambaran umum tentangnya. Tahap selanjutnya adalah analisis

data dengan menggunakan beberapa teori yang telah disiapkan berdasarkan

data lapangan. Metode peneliti untuk analisis data yaitu :

1. Pengumpulan data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, proses yang sistematis

dan standar yang disebut pengumpulan data digunakan.. 40 Tentu saja,

teknik data terkait dengan pengumpulan data lapangan, yang juga terkait

dengan jenis dan sumber data. Informasi yang peneliti kumpulkan yang

didokumentasikan melalui penggunaan catatan tertulis, gambar, dan video.


39
Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2010), hlm. 24.
40
Moh Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghaila Indonesia, 2014), hlm. 153.
38

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses seleksi yang berkonsentrasi pada

pengurangan, abstraksi, dan konversi data yang tidak diproses yang

dihasilkan dari catatan tertulis terkait pekerjaan lapangan.

3. Penyajian Data (Display Data)

Data dapat disajikan dengan menggunakan ringkasan, grafik, korelasi

lintas kategori, dan metode perbandingan lainnya dalam penelitian

kualitatif. Perspektif data akan memudahkan peneliti untuk memahami apa

yang terjadi dan mengatur pekerjaan selanjutnya.

4. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Tindakan memasukkan makna temuan penelitian ke dalam kata-kata

yang ringkas, jelas, dan mudah dipahami dikenal sebagai penarikan

kesimpulan. Prosedur ini diulangi untuk menentukan apakah

kesimpulannya akurat. Selama proses penelitian, kesimpulan sementara

terbentuk ketika sejumlah data yang memadai telah dikumpulkan, dan

kesimpulan akhir ditarik setelah semua data dikumpulkan.41

41
Ann Osborne O’Hagan & Rory V. O’Connor, “Towards an Understanding of Game
Software Development Processes: A Case Study”, Dublin City University, Ireland: Springer-
Verlag Berlin Heidelberg, 2011, dalam https://www.researchgate.net/figure/Grounded-Theory-
Data-Analysis-Steps_fig1_282943329

Anda mungkin juga menyukai