Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas beberapa subbab dan didalam subbab terdapat beberapa

posisi poin yang mendukung atau sebagai penjabaran dari subbab tersebut.

Beberapa subbab tersebut diantaranya, konsep penelitian, penelitian yang relevan,

kerangka konsep pemikiran. Konsep pemikiran di bab ini berisi tentang

pengertian-pengertian atau teori-teori yang mendukung penelitian. Penelitian yang

relevan berisi tentang penelitian-penelitian yang terdahulu yang dianggap relevan

dengan penelitian ini. Subbab yang terakhir adalah kerangka konsep pemikiran

yang dalam pembahasannya menggambarkan kerangka konsep pemikiran

penelitian terkait dengan penelitian ini. Pembahasan dari beberapa subbab akan

dijelaskan secara jelas pada uraian berikutnya.

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Pergaulan Bebas

Pengertian definisi mahasiswa dalam Peraturan Pemerintah RI No.30

tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi

tertentu. Selanjutnya menurut (Sarwono : 2005) mahasiswa adalah setiap orang

yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan

batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa umumnya amat rentan terhadap

pengaruh-pengaruh eksternal. Hal ini disebabkan karena sebagian besar

mahasiswa khususnya mahasiswa baru, masuk ke dalam kategori remaja akhir

yang berusia sekitar 18 – 21 tahun (Monks dkk, 2001: 262). Mereka mudah sekali

10
berubah-ubah karena proses pencarian jati diri mereka. Selain itu, mahasiswa juga

cenderung mencari sosok panutan yang sesuai dengan diri mereka. Mereka mudah

terpengaruh oleh gaya hidup umum di sekitarnya karena kondisi kejiwaan yang

labil. Mereka juga cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau memikirkan

dampak negatifnya (Suyanto Dan Bagong, 2005).

Pergaulan bebas adalah perbuatan yang melanggar norma dan etika.

Pergaulan juga adalah hak asasi manusia setiap individu dan itu harus dibebaskan,

sehingga setiap manusia tidak boleh dibatasi dalam pergaulan, apalagi dengan

melakukan diskriinasi, sebab hal itu melanggar hak asasi manusia. Jadi pergaulan

antar manusia harusnya bebas tetapi tetap mematuhi norma hukum, norma agama,

norma budaya, serta norma bermasyarakat.

2.1.2 Pendidikan Karakter

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,

Pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. John Dewey (dalam Muslich, 2011:67)

menyatakan pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental

secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Tujuan

pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus generasi tua dapat

menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma tersebut

dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan

11
ketrampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan

kehidupan. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja,

tetapi lebih luas lagi, yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai.

Sehingga pendidikan merupakan sarana strategis dalam pembentukan karakter.

Menurut Fitri (2012:19), karakter adalah berkaitan dengan sesuatu yang

melekat di dalam diri setiap individu. Karakter dalam Kamus Bahasa Indonesia,

adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan

seseorang dengan yang lain. Sedangkan Tadkiroatun Musfiroh (dalam

Sulistyowati, 2012:20), karakter mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku,

motivasi, dan ketrampilan. Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi

yang dibawa sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter dasar yang bersifat

biologis. Menurut Ki Hadjar Dewantara (dalam Zubaedi 2012:13), aktualisasi

karakter dalam bentuk perilaku sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis

dan hasil hubungan atau interaksi dengan lingkungannya. Karakter dapat dibentuk

mealui pendidikan, karena pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk

menyadarkan individu dalam jati diri kemanusiannya. Dengan pendidikan akan

dihasilkan kualitas manusia yang memiliki kehalusan budi dan jiwa, memiliki

kecemerlangan pikir, kecekatan raga, dan memiliki kesadaran penciptaan dirinya.

Dibandingkan dengan faktor lain, pendidikan memberi dampak dua atau tiga kali

lebih kuat dalam pembentukan kualitas manusia. Karakter dimaknai sebagai cara

berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama,

baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Zubaedi (2012:13)

menyatakan dalam konteks kebangsaan, pembangunan karakter diorientasikan

12
pada tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri

bangsa, (2) untuk menjada keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI), dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang

berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat.

Menurut Fitri (2012:21), pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk

membentuk kebiasaan (habit) sehingga sifat anak akan terukir sejak dini, agar

dapat mengambil keputusan dengan baik dan bijak serta memperaktikkannya

dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat memahami pendidikan karakter, perlu

memahami struktur antropologis yang ada dalam diri manusia (Koesoema A,

2007:80) struktur antropologis manusia terdiri atas jasad, ruh, dan akal. Hal ini

selaras dengan pendapat Lickona (1992) yang menekankan tiga komponen

karakter yang baik, yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral

feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan moral), yang

diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai

kebajikan. Istilah lainnya adalah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut

Winton (dalam Samani dkk, 2012:43) pendidikan karakter adalah upaya sadar dan

sungguh-sungguh dari serang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para

siswanya.

Pendidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakukan untuk membentuk

peserta didik menjadi pribadi positif dan berakhlak karimah sesuai dengan Standar

Kompetensi Lulusan (SKL) sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan

sehari-hari. Sedangkan dalam grand desain pendidikan karakter, pendidikan

karakter merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai luhur

13
dalam lingkungan satuan pendidikan (sekolah), lingkungan keluarga, dan

lingkungan mayarakat. Nilai karakter dalam penelitian ini ada pada religius dan

rasa ingin tahu. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Rasa ingin tahu adalah sikap dan

tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari

sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar. Nilai-nilai luhur berasal dari

teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai-nilai sosial budaya, ajaran

agama, Pancasila dan UUD 1945, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, serta pengalaman terbaik dan praktik nyata dalam

kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir,

sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak

karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Menurut Kemendiknas, tujuan

pendidikan karakter antara lain :

1. Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai manusia

dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan

dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.

3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai

generasi penerus bangsa.

4. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang

mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.

14
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar

yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan, serta dengan rasa

kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

2.1.3.1 Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan

pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.

Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkna diri pada tanggapan

aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang

padagilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses

pembentukan diri secara terus-menerus. Tujuan jangka panjang ini merupakan

pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataa yang idea,

melalui proses refleksi dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan

sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif. Pendidikan

Karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil

pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan

akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan

standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta

didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuaannya,

mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan

akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter,

pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-

nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol

15
yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah masyarakat sekitar. Tujuan mulia

pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada prestasi anak didik.

2.1.3.2 Pembentukan Pendidikan Karakter

Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan primer atau

mutlak yang harus dipenui sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali suatu

kelompok manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju,

sejahtera, dan bahagia menurut pandangan hidupnya. Pendidikan adalah usaha

sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di

dalam masyarakat dan agama. Pendidikan bertujuan untuk tidak sekedar proses

alih budaya atau alih ilmu pengetahuan, tetapi juga sekaligus sebagai proses alih

nilai. Artinya, bahwa pendidikan disamping proses pertalian dan transmisi

pengetahuan, juga berkenaan dengan proses perkembangan dan pembentukan

kepribadian atau karakter masyarakat.

Pendidikan juga dipandang sebagai sebuah sistem sosial, artinya dikatakan

sistem sosial disebabkan di dalamnya berkumpul manusia yang saling berinteraksi

dengan lingkungannya. Untuk menuju pada pendidikan yang dapat beradaptasi

dengan lingkungannya, yaitu dengan cara melakukan perubahan-perubahan

susunan dan proses dari bagian-bagian yang ada dalam pendidikan itu sendiri.

Sehingga pendidikan sebagai agen perubahan sosial diharapkan peranannya

mampu mewujudkan perubahan nilai-nilai sikap, moral, pola pikir, perilaku

intelektual, keterampilan dan wawasan.

16
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara

berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi

pikiran, tindakan demi tindakan. Karakte dimaknai sebagai cara berpikir dan

beperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam

lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan karakter dimulai

dari lingkungan keluarga karena lingkungan keluarga yang pertama kali dikenal

oleh seseorang sejak pertama lahir. Lingkungan keluarga sangat berpengaruh

karena merupakan dasar dari pembentukan karakter seseorang, kemudian pada

lingkungan tempat tinggal, lingkungan pergaulan dan lingkungan pendidikan.

2.1.3.3 Penanaman Pendidikan Karakter

Penamanam pendidikan karakter dapat diberikan pada setiap mata kuliah

pembentukan karakter. Penanaman pendidikan karakter tidak dengan materi akan

tetapi dengan melakukan prakter pembentukan karakter seseorang. Pembentukan

karakter diawali dengan pembentukan sikap atau perilaku. Tingkah laku seseorang

diatur agar tidak salah dalam menentukan sikap baik sikap baik atau buruk,

misalnya sopan santu kepada setiap orang, patuh kepada orang yang lebih tua,

menghargai setiap pemberian atau hasil karya orang lain, dan sebagainya. Jika

sikap salah atau buruk dapat diketemui diantaranya adalah pergaulan bebas, dalam

hal ini pergaulan sangat penting karena jika seseorang salah dalam bergaul maka

dapat merusak kehidupan dan dapat membentuk sikap atau perilaku buruk bagi

diri seseorang itu sendiri. Pendidikan karakter mempunyai visi senantiasa

mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil

17
keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam

membangun kehidupan bersama.

4.1.5 Fenomena Pergaulan Bebas dalam Perspektif Pendidikan Karakter

Fenomena yang terjadi pada saat ini di kalangan mahasiswa adalah

pergaulan bebas. Pergaulan bebas didefinisikan sebagai melencengnya pergaulan

seseorang dari pergaulan yang benar, pergaulan bebas diidentikan sebagai bentuk

dari pergaulan luar batas atau bisa disebut juga pergaulan liar. Pergaulan bebas

dapat merugikan orang masuk dalam pergaulan bebas itu sendiri. Salah satu akibat

dari pergaulan bebas adalah menurunnya prestasi belajar dan semangat untuk

menuntut ilmu. Pergaulan yang tidak dikontrol atau dibatasi akan mengakibatkan

buruk untuk kedepannya. Seseorang yang sudah masuk dalam pergaulan bebas

tidak memperdulikan mengenai prestasi belajarnya. Maka dalam hal ini di

lingkungan pendidikan harus memberikan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk membentuk karakter atau

pribadi seseorang dengan baik dan bisa mengontrol diri sendiri. Pembentukan

karakter dalam pendidikan harus diterapkan pada diri seseorang jika pendidikan

hanya bersifat materi tidak akan bisa membentuk karakter atau pribadi seseorang

dengan baik. Jika karakter seseorang dibentuk dengan baik maka perilaku

seseorang tidak salah dalam bergaul dan membatasi dirinya sendiri agar tidak

salah dalam bergaul. Akan tetapi, jika karakter seseorang tidak dapat dibentuk

dengan baik maka dapat dengan mudah tepengaruh dengan hal-hal yang buruk

termasuk dalam pergaulan yang salah.

18
2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang pendidikan karakter telah banyak dilakukan

oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh M.

Hafidz, (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Strategi Implementasi Pendidikan

Karakter Berbasis Budaya Religius di Ma’had Al-’Ulya Madrasah Aliyah Negeri

Sumenep”. Hasil penelitian ini lebih fokus pada penerapan kebijakan dan budaya

religius yang dikembangkan oleh lembaga (ma’had) yang bersangkutan untuk

menanamkan nilai-nilai karakter terhadap para santrinya. Strategi implementasi

pendidikan karakter melalui visi sekolah salah satunya melalui pembelajaran di

madrasah diniyah, pembelajaran Al Qur-an serta pengajian kitab kuning.

Penelitian ini, memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu.

Perbedaannya adalah menjelaskan mengenai pelaksanaan kehidupan sehari-hari

dan aktivitas positif yang ada di dalam pondok pesantren dan sekolah. Namun

juga terdapat persamaan, yaitu persamaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah sama-sama meneliti tentang penerapan pendidikan karakter

bagi peserta didik, akan tetapi tentunya terdapat perbedaan yaitu tentang fokus

penelitian yang akan dikaji.

Penelitian yang akan dilakukan adalah pergaulan bebas di kalangan

mahasiswa dalam perspektif pendidikan karakter. Meskipun dari salah satu

penelitian terdahulu juga berbasis nilai, namun terdapat perbedaan yaitu dalam hal

pendidikan karakter berbasis nilai untuk menanggulangi dampak negatif

globalisasi. Lokasi penelitian yang dipilih juga dilakukan di tempat yang berbeda

yaitu di desa Landungsari, Malang. Penelitian yang akan dilakukan mengarah

19
pada pendidikan karakter yang akan diterapkan pada kalangan mahasiswa, dimana

pendidikan karakter yang diterapkan sangat minim sekali. Pendidikan karakter

diberikan untuk mengkaji dan mengintrenalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai

karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Bagan : Kerangka Konsep Penelitian

Kepala Desa

RT RW

Masyarakat

Pemilik Kos

Mahasiswa

Keterangan Bagan : Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konseptual penelitian seperti pada bagan diatas merupakan suatu

kerangka pemikiran yang menjelaskan secara umum pergaulan bebas terjadi

dikalangan mahasiswa. Sebagaimana yang telah dipaparkan dala uraian

sebelumnya, bahwa pergaulan bebas didefinisikan sebagai melencengnya

pergaulan seseorang dari pergaulan yang benar, pergaulan bebas diidentikan

sebagai bentuk dari pergaulan luar batas atau bisa disebut juga pergaulan liar.

Pergaulan yang tidak dikontrol atau dibatasi akan mengakibatkan buruk untuk

kedepannya. Seseorang yang sudah masuk dala pergaulan bebastidak

memperdulikan mengenai prestasi belajarnya. Akibat dari pergaulan bebas dapat

20
menurunnya prestasi belajar dan tidak ada semangat untuk memikirkan masa

depan.

Kepala desa menjelaskan bahwa pergaulan bebas yang dilakukan oleh

mahasiswa ini masih terus terjadi karena berkumpul dengan orang yang salahdan

keingintahuan yang sangat besar untuk mencoba sesuatu hal yang baru sehingga

meudah terpengaruh oleh orang lain. RT, RW dan masyarakat juga menjelaskan

sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Kepala Desa karena pergaulan bebas

dapat menimbulkan berbagai macam akibat dari pergaulan bebas. Pemaparan oleh

pemilik kos juga sama dengan perangkat desa dan masyarakat akan tetapi didalam

kos ada berbagai aturan yang harus ditaati agar penghuni kos tehindar dari

pergaulan bebas, jika penghuni kos tidak mentaati aturan yang telah ada maka

akan dikeluarkan atau diberikan sanksi tersendiri. Pemaparan yang dilakukan oleh

mahasiswa terhadap pergaulan bebas yakni salah bergaul mudah terpengaruh oleh

orang lain, mempunyai rasa keingintahuan yang sangat tinggi dan kurangnya iman

yang kuat. Perkumpulan para remaja yang ingin mencoba sesuatu hal yang baru

akan tetapi perbuatan yang dilakukan salah, apabila telah melakukan perbuatan

negatif maka dari dalam diri sendiri ingin mencoba lagi serta lama kelamaan

menjadi hal yang biasa dilakukan. Dalam penelitian ini yang menjadi informan

adalah perangkat desa yakni Kepala Desa, RT, RW serta masyarakat, pemilik kos,

dan mahasiswa. Penelitian ini memfokuskan pada pergaulan bebas yang terjadi

dikalangan mahasiswa, mencari faktor penyebab sehingga terjadi pergaulan bebas

secara teus menerus terutama dikalangan mahasiswa serta menciptakan solusi agar

para mahasiswa tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas karena jika sudah

21
terjun kedalam pergaulan bebas maka akibat yang ditimbulkan sangat besar baik

pada dirinya sendiri, keluarga serta teman.

22

Anda mungkin juga menyukai