Anda di halaman 1dari 5

Eksistensi BK di Sekolah dan Kedudukan BK di Sekolah

1. Eksistensi BK di Sekolah
Eksistensi manusia sebagai individu dalam struktur sosial merupakan
eksistensi yang bermakna ganda. Di satu pihak, individu menyatakan dan
mempertahankan individualitasnya, identitas yang Landasan Bimbingan dan
Konseling... | Agus Basuki 67 bermanfaat terhadap pengembangan dan pemeliharaan
struktur ideologis dan psikologis. Di pihak lain, individu juga terlibat dalam
hubungan-hubungan sosial yang bermakna, sebagai eksistensi yang niscaya, sejak
kelahirannya hingga kematiannya, bahkan sebelum kelahirannya hingga kematiannya.
Siklus kehidupan alamiah, yaitu saat kelahirannya, proses menjadi dewasa dan
peristiwa kematian, tidak dianggap hanya sebagai kategori siklus yang menembus
batas ruang dan waktu, tetapi lebih berarti adalah cara-cara yang dilakukan individu
dalam hubungannya dengan masyarakat (Kutha Ratna 2003:123). Demikianlah
kehidupan manusia yang penuh dengan serba kemungkinan telah menuntut manusia
untuk melakukan pilihan dengan baik dan benar (Kartadinata, 2011:11).
Sebagai individu manusia memiliki sifat-sifat aktif interaktif, identitas biologis
yang lentur, dan ciri-ciri ekologis yang mudah menyesuaikan diri, yang secara terus
menerus dicetak dan dibentuk ke dalam kerangka personalitas. Melalui kelompok
primer dan sekunder individu memperoleh dan memanfaatkan pola-pola kehidupan
sosiokulturalnya. Perilaku dan interaksi sosial, yang pada gilirannya merupakan
bagian lingkungan sosial. Lingkungan sosial melibatkan berbagai komponen, baik
fisik (benda-benda) maupun non fisik, yaitu dalam bentuk tradisi dan budaya (bahasa,
agama, norma, hukum, pengetahuan dan pola-pola perilaku lainnya). Mengingat
beragamnya realitas kebudayaan di negeri ini, individu (dalam konteks sekolah adalah
siswa) pada era globalisasi sudah tentu harus memahami materi tentang banyak
budaya. Era globalisasi memberikan dampak adanya pertemuan antarbudaya yang
kemudian menjadi “ancaman” serius bagi individu. Untuk mensikapi realitas global
tersebut indidvidu selayaknya diberi penyadaran akan pengetahuan beragam, sehingga
mereka mempunyai kompetensi yang luas akan pengetahuan global, termasuk aspek
budaya.

2. Kedudukan BK di sekolah

Secara teoritis terdapat beberapa aspek pokok yang mendasari pelaksanaan


dan pengembangan layanan BK  anatar lain:  Landasan Filosofis, landasan psikologis,
landasan religius, landasan sosio cultural, landasan pedagogis, landasan ilmiah dan
teknologi, landasan pancasila, landasan yuridis dan historis. Adapun yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah landasan yuridis dalam pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling.
Landasan yuridis – formal yaitu landasan yang berkenaan dengan berbagai
peraturan dan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia tentang
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang bersumber dari Undang- undang
dasar, undang- undang, peraturan pemerintah, keputusan menteri serta berbagai aturan
yang mengatur pedoman lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan bimbingan
dan konseling di Indonesia.
Landasan bimbingan konseling ini memperkuat basis teori serta praktik
bimbingan konseling. Jika landasan ini dikuasai  para konselor, tentu proses dan
hasilnya akan dahsyat, mampu mengubah semangat anank didik dalam belajar untuk
meraih prestasi spektakuler di negeri ini.

a. Landasan Yuridis Formal (Undangundang No. 20 Tahun 2003,


Permendikbud No 111 Tahun 2014)

UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1


Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Kemudian mengenai pendidik diterangkan
di Ayat 6 yaitu dimana pendidik adalah tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Selanjutnya tentang fungsi dan tujuan pendidikan dalam UU RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 dinyatakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Selanjutnya tentang hak peserta didik disebutkan dalam Bab 5 pasal
12 Ayat 1b dimana setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya.

b. Landasan Yuridis Informal (psikologis, sosial budaya, IPTEK dan


Globalisasi)
1) Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang
menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan
konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor
adalah tentang : (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dan
lingkungan, (c) perkembangan individu; (d) belajar; dan (e)
kepribadian.
2) Landasan Sosial Budaya
Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan
dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap
perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk
lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah
dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku
sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya.
Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat
mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-
budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda
sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan
perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak
mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada
akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi
dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi
maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal
antara konselor dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien
memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam
Prayitno (2003) mengemukakan lima macam sumber hambatan yang
mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri antar
budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c)
stereotipe; (d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya
penguasaan bahasa yang digunakan oleh pihak-pihak yang
berkomunikasi dapat menimbulkan kesalahpahaman. Bahasa non-
verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-beda, dan bahkan
mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan
sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka
subyektif (social prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian
terhadap orang lain disamping dapat menghasilkan penilaian positif
tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi negatif. Kecemasan
muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya lain
yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan
dalam kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture
shock, yang menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan
kapan harus berbuat sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor
dengan klien dapat terjalin harmonis, maka kelima hambatan
komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia,
Moh. Surya (2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan
konseling multikultural, bahwa bimbingan dan konseling dengan
pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya
plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan
dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di
atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih
berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu
mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
3) Landasan IPTEK
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat
“multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan
sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan
konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi,
biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu
hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah
diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling,
baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan
teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan
melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai
bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi
informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer
telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut
Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa
komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling
pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan
perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan
individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui
hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan
secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber
counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang
teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam
penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran
konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana
dikemukakan oleh McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah
seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu
mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan
konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui
berbagai bentuk kegiatan penelitian.

4) Landasan Globalisasi
Perkembangan zaman (globalisasi) menimbulkan perubahan
dan kemajuan dalam masyarakat. Aspek perubahan meliputi: sosial,
politik, ekonomi, industri, informasi dsb. Berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh individu diantaranya:
- Pengangguran
- Syarat-syarat pekerjaan
- Gangguan penyesuaian diri, jenis dan kesempatan
pendidikan,
- Perencanaan dan pemilihan Pendidikan
- Masalah hubungan sosial
- Masalah keluarga
- Keuangan, masalah pribadi dsb.

Walaupun pada umumnya masing-masing individu berhasil


mengatasi dengan sempurna, sebagian lain masih perlu mendapatkan
bantuan. Contoh tanggung jawab sekolah, membantu para siswa baik
sebagai pribadi maupun sebagai calon anggota masyarakat, dengan
mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di
masyarakat dan mampu menyelesaikan berbagai masalah yang
dihadapinya dengan demikian Program bimbingan dan konseling bisa
membantu berhasilnya program pendidikan pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai