MASYARAKAT OLEH: DR. NINIK SUDARWATI, M.M. NIP.196806251993032002/email:ninik_009@yahoo.com (Makalah ini disampaikan pada seminar Rekonstruksi Pendidikan Di Era Pembaharuan tanggal 23 Mei 2012 di STKIP PGRI Jombang)
A. Pendahuluan Beberapa dampak globalisasi tampak mulai semakin kuatnya kompetisi, kerjasama tanpa batas, integrasi antar negara. Sedangkan dampak negatif globalisasi melalui kemajuan teknologi antara lain lahirnya generasi instan( langsung bisa menikmati keinginan tanpa proses perjuangan dan kerja keras), dekadensi moral berupa cara berpakaian, cara etika berinteraksi berkurang sopan santun, konsumerisme tinggi. Problem Pembangunan di Indonesia mulai munculnya gejala krisis jati diri dan karakter bangsa yang disebabkan oleh dampak negatif globalisasi.Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pelestarian nilai budaya lokal dan kearifan lokal dan rendahnyarasa cinta terhadap produk dan budaya dalam negeri, banyaknya pelanggaran norma, terjadi perkelahian antara pelajar, kurangnya kepedulian dan menurunnya kepekaan sosial, terjadi konflik antar suku. Hal itu semakin mengakibatkan masyarakat menjadi menurunya semangat berkreasi, yang dikalahkan oleh semangat konsumerisme. Pendidikan karakter dimasyarakat perlu ditanamkan secara berkelanjutan, Tinjauan historis, pembangunan karakter sudah ditanamkan dalam kegiatan penataran P4 yang tercantum butir-butir Pancasila. Penataran P4 Pancasila dilakukan di pendidikan formal, informal, non formal sampai pedesaan, namun tidak dibarengi dengan keteladanan tokoh masyarakat dan pimpinan birokrasi dengan baik. Akibatnya masyarakat menjadi apatisakhirnyajustrumenjadi krisis kepercayaan terhadap kebijakan pemerintah dan birokrasi dengan puncaknya terjadi reformasi anti KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Secara hukum, pemerintah telah memberikan kekuatan hukum sebagai political will dalam pembangunan manusia seutuhnya menuju pembentukan akhlak dan budi pekerti generasi muda. Mengembangkan nilai-nilai budaya bangsa sesuai yang diamanatkan UUD 1945 pasal 32 bahwa negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia denggan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Dan juga tertuang dalam GBHN 1999-2004 bahwa visi dari bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta disiplin. Salah satu misi bangsa Indonesia adalah peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan tang maha Esa dalam kehidupan dan mantapnya persaudaraan umat beragama yang berakhlaq mulia, toleran, rukun, dan damai. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, dituangkan dalam Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dunia pendidikan melingkupi pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal. Komponen pendidikan guru atau stekhorder, instruktur, sarana prasarana, peserta didik. Dari kesemua komponen tersebut, guru merupakan komponen yang paling menentukan kualitas pendidikan. Peran guru dalam pendidikan sangat penting berperan sebagai agenperubahanuntuk membentuk kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual pada peserta didik.Padakenyataannya di Indonesia masihbanyakdaerahtertinggal, dan guru sebagaisumberinformasi, yang memilikikemampuanberkomunikasi di masyarakat, maka sangat penting guru lebih berperan sebagai motivator yang netral dan fleksibel untuk mempercepat proses sosialisasi pendidikan karakter di masyarakat.
B. Pendidikan karakter Fungsi pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-undang no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab II, pasal 3, pendidikan karakter lebih diutamakan dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Pendidikan sebagai salah satu langkah perubahan untuk membangun generasi baru dan mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi masalah penurunan karakter bangsa. Pendidikan adalah suatu usaha secarasengaja, ilmiahdan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didiksesuaidengantujuanpembangunan. Akar pendidikan pada hakikatnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pembentukan kualitas hidup dan jati diri manusia ( Dedy Mulyasana, 2011: 29). Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi muda bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan ( Kepmendiknas, Puskur, 2010: 3). Pendidikan merupakan konsep yang utuh, menyeluruh, saling terkait, dan saling mempengaruhi yang bersifatjangkapanjang. Pendidikan terkait dengan pembentukan pribadi danperilakuyang matang, unggul, dan bermartabat. Apabila akar tumbuh subur, maka batang dan rantingnya akan tumbuh secara sehat. Karakter berupa kualitas kepribadian tersebut bukan barang jadi, tapi melalui proses pendidikan yang diajarkan secara serius, sungguh-sungguh, konsisten, dan kreatif, yang dimulai dari unit terkecil dalam keluarga, kemudian masyarakat danlembaga pendidikan secara umum ( J amal Mamur Asmari, 2011: 30). Pendidikan karakter yang tertuang dalam Rencana Aksi nasional pendidikan Nasional (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangakan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan keputusan baik-buruk, keteladan, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Kemendiknas, Puskur, 2011: 6), juga disampaikan bahwa pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik. Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. Kebajikan terdiri atas nilai, moral, dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. (Kemendiknas, Puskur, 2010: 3).Lebih lanjut, pendidikan karakter Fakry Gaffar ( dalam Dharma Kusuma dkk., 2011: 5) Sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang lain. Dalam definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting, yaitu: 1) proses transformasi nilai-nilai, 2) ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan 3) menjadi satu dalam perilaku. Karakter yang menjadi acuan seperti terdapat dalam The Six Pillars of Character yang dikeluarkan oleh Character Counts! Coalition (a project of The Joseph Institute of Ethics) ( dalam Wanda Crisiana, 2005: 84), terdapat enam jenis karakter, yaitu: 1) trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegrasi, jujur, dan loyal, 2) fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang berpemikiran terbuka, 3) caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain serta lingkungan sekitar, 4) respect, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli lingkungan alam, 5) responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin.Sedangakan J amal Mamur Asmari ( 2011: 36-41) mengklasifikasi nilai karater ada yang berhubungan dengan Tuhan, nilai karakter yang berhubungan dengan diri sendiri, nilai karakter yang berhubungan dengan sesama, nilai karakter yang berhubungan dengan lingkungan, nilai karakter yang berhubungan dengan kebangsaan. Dirincikan juga, bahwa: 1) nilai karakater yang berhubungan dengan Tuhan meliputi: jujur, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kreatif/inovatif, mandiri, ingin tahu, cinta ilmu; 2) nilai karakter yang berhubungan dengan sesama meliputi: sadar hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan sosial, menghargai karya /prestasi orang lain, santun, demokratis, 3) nilai karater yang berhubungan dengan lingkungan, meliputi: mencegah kerusakan alam, menjaga kelestarian alam; 4) nilai karakter yang berhubungan dengan kebangsaan, meliputi: rela berkorban untuk kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi dan kelompok, Nasionalis dengan bersikap menunjukkan kepedulian sosial, kesetiaan, penghargaan yang tinggi terhadap budaya, ekonomi, politik, menghargai keberagaman. Nilai pendidikan karakter yang ditanamkan lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 (delapan belas) nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) disiplin, 5) kerjakeras, 6) kreatif, 7) mandiri, 8) demokratis, 9) rasa Ingin tahu, 10) semangat kebangsaan, 11) cinta tanah air, 12) menghargai prestasi, 13) bersahabat/komunikatif, 14) cinta damai, 15) gemar membaca, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, 18) tanggung jawab (Kemendiknas, Puskur, 2010: 9-10). Prosespendidikan karakter ( kemendiknas, 2011: 9) didasarkan pada totalitas psikologi yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Keterpaduan sikap dalam kehidupan sehari hari olah raga, olah rasa/karsa, olah hati dan olah pikir. Tindakan diekspresikan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Diharapkan pendidikan karakter di masyarakat benar-benar menjiwai dan mendarah daging dalam sikap dan perilaku masyarakat, dengan wujud tindakan rela berkorban untuk nusa dan bangsa, peduli sosial, cinta tanah air, gotong royong, semangat bekerja, berkreasi dan berinovasi, pantang menyerah, anti korupsi, cinta produk dalam negeri, dan seterusnya.
C. Implementasi Pendidikan karakter di Sekolah Pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dalam pendidikan formal, pendidikan non formal (Kemendiknas, Puskur, 2011 : 14-16) terimplementasikan dalam pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan pendidikan, dengan langkah-langkah: 1) sosialisasi ke stakeholders (komite, masyarakat, lembaga-lembaga); 2) pengembangan dalam kegiatan sekolah, dengan implementasi sebagai berikut:
NO. Implementasi pendidikan karakter dalam KTSP 1. Integrasi dalam mata pelajaran Mengembangkan silabus dan RPP pada kompetensi yang telah ada sesuai dengan nilai yang akan diterapkan. 2. Integrasi dalam muatan lokal Ditetapkan oleh satuan pendidian/daerah. Kompetensi dikembangkan oleh satuan pendidikan/daerah. 3. Kegiatan pengembangan Diri Pembudayaan dan pembiasaan - Pengkondisian - Kegiatan rutin - Kegiatan spontanitas - Keteladan - Kegiatan terprogram Ekstrakurikuler Bimbingan Konseling
Strategi tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidi dan pengayaan; 3) Kegiatan pembelajaran, dalam pengembangan pendidikan karakter menggunakan pendekatan belajar aktif seperti pendekatan belajar kontekstual, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kerja, ICARE (Introduction, Connection, Application, Reflection, Extension) dapat digunakan untuk pendidikan karakter; 4) pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar ( Pusat kegiatan berbasis masyarakat, sanggar kegiatan belajar) melalui kegiatan pengembangan diri (kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, pengkondisian); 5) kegiatan ko-kurikuler dan atau kegitan ekstrakurikuler; 6) kegiatan keseharian di rumah dan dimasyarakat. Penilaian dilakukan terus-menerus, model anecdotal record ( catatan guru tentang nilai yang dikembangkan). Hasil kesimpulan dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut: BT( Belum Terlihat), MT ( Mulai Terlihat), MB ( Mulai Berkembang), MK (Membudaya)( Kemendiknas, Puskur, 2010:22-23). Penilaian keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter di satuan pendidikan dilakukan melalui berbagai program penilaian dengan membandingkan kondisi awal dengan pencapaian dalam waktu tertentu. Penilaian keberhasilan tersebut dilakukan melalui langkah-langkah: 1) mengembangkan indikator dari nilai-nilai yang ditetapkan atau disepakati, 2) menyusun berbagai instrumen penilaian, 3) melakukan pencatatan terhadap pencapaian indikator, 4) melakukan analisis dan evaluasi, 5) melakukan tindak lanjut (Kemendiknas, puskur, 2011: 17). Pernyataaan kualitatif di atas digunakan ketika guru melakukan asesmen pada setiap kegiatan belajar sehingga guru memperoleh profil peserta didik dalam satu semester. Pernyataan kualitatif sebagai penilaian dan mengamati perubahan sikap setiap semester serta sebagai bahan umpan balik untuk menyusun rencana tindakan dalam penanaman pendidikan karakter.
D. Hambatan Penerapan Pendidikan Karakter di sekolah Hambatan penerapan pendidikan karakter sebagai permasalahan dalam menerapkan pendidikan karakter, secara umum dipengaruh faktor ekstern dan faktor intern. Faktor ekstern merupakan faktor dariluaryang tidak secara rutin dekat dengan siswa, namun merpengaruh tingkah laku siswa, berikut beberapa sarana yang dapat memberi pengaruh negatipterhadap perilaku siswa: a) Dampak buruk internet, internet sebagai sarana media informasi. Kaum pelajar dalam mengakses data dan informasi lebih cepat dan mudah melalui internet. Namun juga menyediakan akses pornografi dan dapat berdampak terhadap perilaku remaja yang negatif, serba instan informasi. b) Pergeseran pergaulan, pergeseran pergaulan menuju pergaulan bebas, tanpa ada rasa beban moral tak berdosa, menurunnya etika sopan santun pada orang tua. c) pengaruh negatif televisi, secara nyata televisi bermanfaat sebagai media teknologi tinggi dalam penyampaian banyak informasi, namun jumlah televisi pendidikan yang jumlahnya mendidik terbatas. Namun banyak siaran televise banyak menyajikan kekerasan dan akirnya dicontoh oleh anak usiadini yang masihberfaseimitasi sesuai dengan tingkatan usia. Akhirnya berdampak pada perilakuan individualis, kurang pekasosial, berkurangnya cinta sesame. d) Dampak tempat karaoke dan tempat rekreasi, secara ekonomi tempat rekreasi memberikan sumbangan pendapatan daerah dan menyerap tenaga kerja setempat. Namun tempat sarana rekreasi tersebut disalahgunakan sebagai sarana rekreasi negatif yang mendekati pornografi.( J amal Mamur Asmani, 2011: 99-111). Sedangkan faktor eksternal secara langsung merupakan faktor luar yang frekuensinya secara rutin dekan dengan siswa sehingga mempengaruhi perilaku, berikut beberapa faktor yang mempengaruhinya: a) Teman dekat/sahabat, teman dekat merupakan awal proses belajar sosialisasi dengan teman sebayadan dengan dunia luar selain keluarga. Dalam awal bersosialisasi tersebut, teman dekat sangat mempengaruhi tingkah laku kelompok. b) Keluarga, keluarga merupakan pendidikan perilaku yang pertama dikenal oleh siswa. Keluarga terdiri dari orangtua dan saudara kandung sangat berpengaruh membentuk kepribadian siswa yang diekspresikan dalam perilaku sehari-hari. Ketikaseorang guru mengadakan home visit seorang guru mengadakankunjungankerumah orang tuamurid yang dinilaiberperilakutidakbaik di sekolah, menunjukkanditemukanbotol- botol minuman keras sebagai hiasan rumah, hal itu menciptakan sikap dan perilaku siswa yang menganggah sudah biasa dengan kehidupan minuman keras, minumankerasbukansuatupelanggaranhukum. c) Lingkungan masyarakat terdekat, kondisi lingkungan masyarakat terdekat dengan tempat tinggal anak sangat mempengaruhi tingkah laku. Budaya, perilakumasyarakat terdekat dengan tempat tinggal anak merupakan awal belajar bermasyarakat yang frekuensi komunikasi lebih sering sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak.Contoh budaya hiburan kesenian tari yang disertai minuman keras dan menyentuh barang sensitip penari kesenian mendekati pornografi, budaya yang kurang baik tersebut secara tidak sadar mempengaruhi perilaku anak yang menjadi melecehkan perempuan dan biasa minuman keras. d) Kondisi alam, Kondisi alam tempat tinggal anak secara tidak langsung mempengaruhi tingkah laku anak. Kondisi alam yang kering mengakibatkan anak untuk dapat mandiri, berhati-hati dan berhemat. Sedangkan faktor intern merupakan faktor motivasi yang tumbuh dari dalam diri anak untuk melakukan tindakan yang positip maupun negatip serta motivasi memperbaiki diri menuju lebih baik. Sedangkan hambatan dalam kemampuan guru, diantaranya: a) J umlah peserta didik sangat banyak dengan jumlah guru yang terbatas, waktu guru sangat terbatas mempengaruhi berkurangnya frekuensi penanaman pendidikan karakter. b) Tugas guru begitu kompleks melaksanakan dan pengevaluasi perangkat pembelajaran (silabus, RPP, promes, prota, dll), sehingga mengurangi kedekatan emosional guru dengan peserta didik dalam menanamkan pendidikan karakter. c) Perbedaan dan variasi latar belakang peserta didik dari segi kemampuan akademik dan ekonomi. Perbedaan latar belakang siswa tersebut memerlukan tenaga yang ekstra dalam menanamkan pendidikan karakter. Perlu disadari bahwa guru adalah manusia biasa yang memiliki keterbatasan fisik, keterbatasan biaya, keterbatasan pikiran yang harus dibagi untuk keluarga dan untuk bekerja.
E. Beberapa Langkah Meningkatkan Peran guru Menanamkan Pendidikan Karakterdi Masyarakat Pendidikan karakter memang seharusnya dimulai dari dalam keluarga dan di masyarakat, sesuai dengan pendapat Hamid Darmadi (2007: 132) bahwa keluarga dan masyarakat tidak boleh disepelekan dan diabaikan kaitannya dengan pendidikan nilai dan moral anak.Namun pendidikan karakter dalam keluarga memerlukan kesadaran yang tinggi dari orang tua dalam membentuk keluarga yang berkarakter. Sedangkan pendidikan karakter di sekolah merupakan kewajiban tugas guru yang harus dilakukan dan ditanamkan pada siswa secara kontinue.Definisi guru diatur dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (pasal 1 ayat 1). Peran guru dalam pembelajaran di pendidikan formal, antara lain guru berperan sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu(innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan ( Mulyasa, 2007: 37-52). Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru tertuang dalam permendiknas no.16 tahun 2007 bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional (pasal 1 ayat 1).Kompetensi guru meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional (lampiran permendiknas no.16 tahun 2007). Secara rinci masing-masing kompetensi, kompetensi profesional merupakan kemampuan terhadap bidang studi yang menjadi keahliannya, antara lain menguasai materi yang mendukung mata pelajaran yang diampu, menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu, dan seterusnya.Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan dan memiliki pribadi yang utuh dan stabil sebagai pendidik, antara lain bertindak sesuai norma hukum, agama, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan seterusnya. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan menguasai proses pembelajaran, antara lain menguasai karakteristik peserta didik, menguasai prinsip pembelajaran dan menyelenggarakan pembelajaran, menyelenggarakan penilaian dan evaluasi dan seterusnya.Kompetensi sosial merupakan kemampuan beradaptasi dan berkomukasi secara efektif dengan masyarakat, antara lain bertindak obyektif, serta tidak diskriminasi dan seterusnya. Langkah-langkah meningkatkan peran guru menanamkan pendidikan karakter dalam sekolah, diperlukan langkah sebagai berikut: a) Guru selain menanamkan pendidikan karakter dalam mata pelajaran, sebaiknya guru juga mendesain kelas secara kreatifdankoperatif misalkan memberikancontohkasussoal yang menimbulkankepekaansosial, keantusiasan, kreatifitas. b) Pembiasaan positip di sekolah dengan kebiasaaan School Sweet School berbentuk senyum, salam, sapa, pembiasaan siswamenyapamemberisalamkepada Bapak/Ibu guru, pembiasaan Doa bersama beberapa ayat suci Al Quran(bagi muslim)sebelum pelajaran dimulai, dan pembiasaan peduli memberikan sumbangan secara iklas kepada sesama siswa yang mengalami musibah dan lain sebagainya, sehingga disekolah terasa nyaman, menyenangkan dengan penuh keiklasan dari guru dan peserta didik. c) Sebenarnya pendidikan karakter telah ditanamkan dalam mata pelajaran PKn, maka peran guru PKn yang lebih aktif dan lebih fleksibel dibandingkan dengan guru bidang studi lainnya dalam menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan disekolahdan luar sekolah. d) Guru mengarahkan belajar di perpustakaan yang sudah dilengkapi dengan bacaan ilmiah, sejarah dan motivatif, misalkan dilengkapi buku tokoh kemerdekaan, perjuangan pahlawan bangsa dalam merebut kemerdekaan dan siswa diberikan kebebasan berekspresi dari hasil bacaan tersebut untuk menggali aspirasi dan mendidik dalam mencapai prestasi memerlukan kerja keras. e) Perlu terjadwal pertemuan antar guru untuk saling memotivasi dan menjaga komitmen guru dalam memberikan keteladanan atas 18 (delapan belas) nilai karakter konsisten dan penuh semangat, continue tanpa batas waktu dan tempat dengan iklas dan serius. f) Model pembelajaran yang diterapkan dengan model PAIKEM dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menampilkan figur yang menyenangkan dan iklas, sehingga siswa dapat menerima dan mengekspresikan hasil pendidikan karakter dengan iklas dan sukarela serta tidak merasa tertekan. g) Dilakukan penjadwalan antara guru dalam melakukan pertemuan secara informal (di luar jam pelajaran )dengan siswa untuk membentuk kedekatan emosional antara guru dan siswa ( diskusi kelompok atau pada waktu jam istirahat sekolah). Sehingga antara guru komitmen dalam menanamkan pendidikan karekter dan siswa dapat menerima dan mengikuti dengan tulus iklas, tertanam sikap yang baik, sebaliknya tidak karena takut. Demikian peran guru menanamkan pendidikan karater di sekolah selain pembelajaran, juga perlu komitmen memiliki nilai karakter sebagai teladan danmemilikikomitmen mengupayakan menanamkan karakter terus-menerus setiapwaktupada peserta didik dalam kondisi segala keterbatasan guru. Maka semua guru harus bahu membahu, saling mendukung dalam menanamkan pendidikan karakter. Guru memiliki keunggulan yang selalu mengembangkan kompetensi sosial, selain peran guru dalam pembelajaran dikelas, memiliki kompetensi professional, kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian maka guru juga secara otomatis memiliki kemampuan sebagai agen of change merubah masyarakat secara fleksibel dan ulet dalam mempercepat proses pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sebagai pengembangan kompetensi sosial bagi guru.Sebagai contoh, ketika bom atom menghancurkan negara matahari atau Negara J epang, guru sebagai motor utama memulai kembali membangun bangsa. Guru sebagai profesi yang mengutamakan kemampuan berkomunikasi secara sistematis, efekif dan aktif, memiliki pengetahuan bidang keahlian yang lebih luas,mampu beradaptasidengan berbagai perbedaan kondisi, dan guru memiliki berkompetensi sosial maka guru sangat tepat berperan menanamkan pendidikan karakter di keluarga dan di masyarakat. Beberapa masukan untuk pendidik, sekolah dan pemerintah, antara lain: a) Sekolah bekerjasama dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai narasumber untuk menanamkan pendidikan karakter pada orang tua siswa secara periodik dan secara insidental. Sehingga orang tua turut serta mendukung pendidikan karakter dalam keluarga dan terjadi kesamaan sikap antara siswa dengan keluarganyasertaterjadikesamaansikapantara guru dengan orang tuasiswa. b) Guru dengan kemampuan berkomunikasi secara efektif, fleksibel dalam beradaptasi dimasyarakat dan pada kenyataanya masih banyak dijadikan panutan di masyarakat, terlebih lagi di daerah pedesaan dan daerah terpencil guru masih sangat dibutuhkan berperan sebagai mediasi, informan dari luar.Sudah saatnya PGRI sebagai organisasi guru mengusulkan pada pemerintah memberikan reward khusus (selain memperjuangkandana sertifikasi) berupa penghargaan secara material maupun non material pada guru yang mampu secara aktif terlibat langsung di masyarakat menanamkan pendidikan karakter di masyarakat dengan kriteria pengukuran keberhasilan pendidikan karakter di masyarakat. c) Guru adalah manusia biasa yang juga tidak lepas dari kekurangan, maka pihak sekolah secara kontinue perlu melakukan kegiatan pertemuan rutin dengan guru dalammemotivasisiswa, carapembelajaran, evaluasi, penyempurnaan dan memotivasi terhadap sikap dan perilaku guru sesuai dengan nilai karakter, dan penguasaaan materi pelajaran. d) Lembaga terkait dengan pendidikan (sekolah, PGRI, Pemerintah Daerah-Dinas pendidikan) harus mendukung penuh dalam penanaman pendidikan karakter dengan cara memberikan pelatihan, pembinaan, dan yang lebih penting memberikan penghargaan khusus kepada guru yang berhasil menanamkan pendidikan karakter di sekolahdan di masyarakat. e) Perlunya program pemerintah menyusun pedoman pendidikan karakter dan pengukuran keberhasilan dalam meningkat pelaksanaan pendidikan karakter pada kelompok pendidikan non formal ( kursus) dan informal ( PKBM-Pusat Kegiatan Berbasis Masyarakat, SKB-Sanggar Kegiatan Belajar) dengan pembinaan dan pengarahan rutin tentang pelaksanaan pendidikan karakter terhadap instruktur dan pengelola pendidikan formal dan informal serta melibatkan guru pendidikan formal sebagai aktualisasi kompetensi sosial untuk terlibat aktif menyampaikan bidang keahlian dan menanamkan pendidikan karakter dalam pendidikan informal dan non formal. Demikian dengan keunggulan guru memiliki kemampuan interaksi komunikatif dan berdiplomasi sebagai aktualisasi kompetensi sosial guru, maka sangat tepat berperan dalam menanamkan pendidikan karakter di kelompok belajar masyarakat. Keterkaitan masing- masing komponen antara sekolah, pemerintah daerah, guru dan masyarakat harus saling mendukung secara continue menanamkan pendidikan karakter.
F. Penutup Pendidikan karakter merupakan proses penanaman nilai-nilai karatersecaraterusmenerusuntuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang lain.Pendidikan karakter bermanfaat untuk bersikap dan bertindak dalam hidup bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Pendidikan karakter adalah sebuah proses panjang menanamkan pendidikan karakter membutuhkan waktu, tenaga, pikiran, komitmen dan konsisten,denganhasilnyajangkapanjang maka memerlukan dukungan kuat, komitmen yang tinggi dari berbagai pihak antara pemerintah, masyarakat dan pendidik. Peran guru sangat penting dalam menanamkan pendidikan karakter, karena secara langsung berkomunikasi dengan peserta didik dalam pembelajaran dan berkomunikasi dengan orang tua murid. Guru memiliki kemampuan komunikasi yang sistematis, bertindak obyektif, tidak diskriminatif, berkomunikatif efektif. Maka guru juga mampu berperan menanamkan pendidikan karakter di kelompok belajar masyarakat sebagai aktualisasi kompetensi sosial. Dengan meningkatkan peran guru dalam menanamkan pendidikan karakter di masyarakat, maka dapat mengurangi kerusuhan sosial, dapat meningkatkan semangat pembangunan. Sebagai kalimat akhir penutup, berikut kupersembahkan puisi untuk guru di hari pendidikan ini. Terima kasih guru Kaulah pembimbingkuKaulah pendidikku Guru Terima kasihAtas segala jasa-jasamu Hanya kepadamu cita- cita dipertaruhkan Bangkitlah melawan arus yang terus mendera Lawanlah bebatuan terjal yang mengusik di jalanan Engkau adalah harapan, engkau penerang masa depan bangsa Daftar Pustaka 1. Darmiyati Zuchdi, dkk., 2010, Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif, UNY Press, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Dharma Kusuma, dkk., 2011, Pendidikan Karakter kajian teori dan praktik di sekolah, PT. REMAJ A ROSDAKARYA, Bandung.
3. Dedy Mulyasana, 2011, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, PT>REMAJ A ROSDAKARYA, Bandung.
4. Hamid Darmadi, 2007, Dasar Konsep Pendidikan Moral, Alfabeta, Bandung.
5. J amal Mamur Asmani, 2011, Buku Panduan Intenalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, DIVA Press, J ogjakarta.
6. Kemendiknas, 2010, Bahan pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional.
7. __________, 2011, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Pusat Kurikulum, Badan penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional.
8. __________, 2010, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Pedoman Sekolah, Pusat Kurikulum, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional.
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademi dan kompetensi Guru.
10. Mulyasa, 2007, Menjadi Guru Profesional Menciptakan pembelajaran kreatif dan Menyenangkan, PT. REMAJ A ROSDAKARYA, Bandung.
11. Undang-undang Republik Indoensia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan dosen.
12. Wanda Chrisiana, 2005, Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa (Studi kasusu di Jurusan Teknik Industri Uk Petra), J urnal Teknik Industri, Vol.7, No.1, J uni2005: 83-90, J urusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Industri, Universitas Kristen Petra Surabaya. (http://puslit.petra.ac.id/journals/industrial)