STATISTIK PENDIDIKAN
Oleh:
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014/2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahan-Nya bahan ajar ini dapat kami selesaikan sesuai yang
diharapkan.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan belajar-mengajar pada program studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Lampung, disusunlah buku ajar ini
dengan sajian yang lebih praktis, singkat, padat, dan tetap mengacu pada pemenuhan
target penguasaan mahasiswa pada materi kuliah Statistika Pendidikan.
Disusunnya buku ajar ini dengan sajian yang praktis, dimaksudkan untuk bisa
lebih mudah dimengerti dan dipahami serta dapat diaplikasikan oleh mahasiswa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang notabene statistika digunakan sebagai
alat bantu analisis dalam dunia pendidikan.
Secara garis besar, sajian materi pada buku ini terbagi dalam dua kelompok
katagori jika ditinjau dari jenis ilmu statistika. Pertama, sajian statistika deskriptif,
disajikan sejak awal perkuliahan hingga saat ujian tengah semester. Sedangkan
katagori materi kedua, yang berupa statistika induktif, disajikan setelah ujian tengah
semester. Tentu tidak semua materi statistika induktif sebagaimana terdapat pada
buku-buku statistika disajikan seluruhnya. Materi statistika induktif dalam buku ini
hanya mengetengahkan materi yang sesuai kebutuhan mahasiswa.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami perlukan. Demikian makalah ini
kami buat semoga membawa manfaat bagi pembacanya.
Desember 2014,
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB II Z Skor
2.1. Pengertian Z-Skor .............................................................................. 24
2.2. Cara Mengubah Data menjadi Z-Skor .............................................. 25
2.3. Mengubah Z-Skor ke Standar Skor.................................................... 31
2.4. Bentuk Macam-Macam Kurve ........................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
Pengertian Statistik dan Statiska
1
Statistik memungkinkan pencatatan secara paling eksak data
penyelidikan
Statistik memaksa penyelidik menganut tata fikir dan tata kerja yang
definit eksak.
Statistik menyediakan cara-cara meringkas data ke dalam bentuk
yang lebih banyak artiya dan mudah mengerjakanya.
Statistik memberi dasar-dasar untuk menarik kesimpulan melalui
proses-proses yang mengikuti tata yang dapat diterima oleh ilmu
pengetahuan.
2
yang mendahuluinya tetap jika ia genap, bertambah satu jika ia
ganjil.
Contoh:-Bilangan 8,5 atau 8,500 menjadi 8 jika dibulatkan hingga
satuan.
-Bilangan 19,5 atau 19,50 menjadi 20 jika dibulatkan hingga
satuan.
Contoh:
1. Jika pecahan yang akan dibulatakan kurang dari 0,005 atau 0,0005
dan seterusnya, maka pecahan tersebut dihilangkan.
Contoh: ttabel = 63,66
thitung = 64,543 dibulatkan = 64,54
thitung = 64,5432 dibulatkan 64,54
3
2. Jika pecahan yang akan dibulatkan lebih dari 0,05 atau 0,005 atau
0,0005 dan seterusnya, maka pecahan tersebut menjadi 1.
Contoh: ttabel = 63,66
thitung = 64,548 dibulatkan = 64,55
thitung = 64,5482 dibulatkan 64,55
3. Jika pecahan yang akan dibulatkan sama dengan 0,05 atau 0,005
atau 0,0005 dan seterusnya, maka pecahan tersebut menjadi 1 untuk
bilangan sebelumnya ganjil.
Contoh: ttabel = 63,66
thitung = 63,50 dibulatkan = 64
thitung = 63,500 dibulatkan = 64
4. Jika pecahan yang akan dibulatkan sama dengan 0,05 atau 0,005
atau 0,0005 dan seterusnya, maka pecahan tersebut dihilangkan untuk
bilangan genap.
Contoh: ttabel = 63,66
thitung = 63,50 dibulatkan = 64
thitung = 63,500 dibulatkan = 64
4
1.3 DISTRIBUSI FREKUENSI
Nilai Frekuensi
31 - 40 2
41 - 50 3
51 - 60 5
61 - 70 14
71 - 80 24
81 - 90 20
91 - 100 12
Σ 80
5
Distribusi Frekuensi Tunggal
Penelitian tentang kecakapan matematika dari nilai raport sbb:
766657654677675667
666665666775778565
775677776666557757
565676785657567886
Nilai yang berderet- deret itu sulit memperoleh gambaran apa- apa. Agar
mudah mendapat gambaran kita perlu mengatur angka-angka tersebut
menjadi suatu tabel, sbb:
Tabel nilai matematika SD . . .
Nilai Taly f
8 IIII 4
7 IIIII IIIII IIIII IIIII III 23
6 IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII III 28
5 IIIII IIIII IIIII I 16
4 I 1
Σ 72
6
Untuk membuat daftar distribusi frekuensi dengan panjan kelas yang sama,
kita lakukan sbb:
a. Tentang rentang, data terbesar dikurangi data terkecil 99 – 35 = 64
b. Tentukan banyak kelas interval aturan “sturges” sbb:
Banyak kelas = 1 + (3,3) log n
N data diatas = 80
Banyak kelas = 1 + (3,3) log 80
= 1 + (3,3) (1,9031)
= 7,2802
Kita bisa membuat daftar distribusi frekuensi dengan banyak kelas 7 atau 8.
𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔
𝑝
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠
64
𝑝=
7
Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ini bisa diambil sama
dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil, tetapi
selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang telah ditentukan.
Dengan p = 10 dan memulai data yang lebih kecil dari data terkecil diambil
31 maka kelas pertama berbentuk 31 – 40, kelas kedua 41 – 50 dst.
7
Nilai Tabulasi/Taly f
31 -
2
40 II
41 -
3
50 III
51 -
5
60 IIIII
61 -
14
70 IIIII IIIII IIII
71 - IIIII IIIII IIIII
24
80 IIIII IIII
81 - IIIII IIIII IIIII
20
90 IIIII
91 -
12
100 IIIII IIIII II
𝑥1 +𝑥2 +...+𝑥𝑛
Rumus rata-rata x̄ =
𝑛
8
Σ𝑥1
Atau x̄
𝑛
70 + 69 + 45 + 80 + 56
x̄ =
5
= 64
xi fi
70 5
69 6
45 3
80 1
56 1
𝛴𝑓𝑖 𝑥𝑖
Rumus: x̄ =
𝛴𝑓 𝑖
Χi fi fiXi
70 5 350
69 6 414
45 3 135
80 1 80
56 1 56
Σ 16 1035
𝛴𝑓𝑖 𝑥𝑖
Rumus: x̄ =
𝛴𝑓 𝑖
1035
=
16
= 64,6
9
Cara 1
Nilai fi xi fixi
31 - 40 1 35,5 35,5
41 - 50 2 45,5 91
51 - 60 5 55,5 277,5
61 - 70 15 65,5 982,5
71 - 80 25 75,5 1887,5
81 - 90 20 85,5 1710
91 - 100 12 95,5 1146
Jumlah 80 - 6130
Σfi = 80
Σfifi =6130
𝛴𝑓𝑖 𝑥𝑖
x̄ =
𝛴𝑓 𝑖
6130
=
80
= 76,62
Cara 2
Nilai fi xi ci fici
31 - 40 1 35,5 -4 -4
41 - 50 2 45,5 -3 -6
51 - 60 5 55,5 -2 -10
61 - 70 15 65,5 -1 -15
71 - 80 25 75,5 0 0
81 - 90 20 85,5 1 20
91 - 100 12 95,5 2 24
Jumlah 80 - - 9
10
menghitung rata rata dari data dalam daftar distribusi frekuensi dengan cara
sandi atau cara singkat. Ambil salah satu tanda kelas, namakan x0. Untuk
harga x0 diberi sandi c = 0.
Tanda kelas yang lebih kecil dari x0. Berturut turut mempunyai
harga-harga sandi c = +1, c = +2, c = +3 dst.
Tanda kelas yang lebih besar dari x0.berturut turut mempunyai
harga- harag sandi c = +1, c = +2, c = +3 dst.
Jika p = panjang kelas interval yang sama besarnya maka rata-rata
dihitung dengan
Rumus sebagai berikut:
𝛴𝑓 𝑐
x̄ = 𝑥0 + 𝑝 ( 𝑖 𝑖 )
𝛴𝑓 𝑖
𝛴 𝑓 𝑖 𝑐𝑖
x̄ = 𝑥0 + 𝑝 ( )
𝛴𝑓𝑖
9
= 75,5 + 10 ( )
80
= 75,5 + 10(0,1125)
= 75,5 + 1,125
= 76,625
𝑛
√𝑥1 , 𝑥2 , … 𝑥𝑛
11
Contoh: rata rata ukur untuk data
x1= 2 x1 = 4 x3 = 8
U = 3√2𝑥 , 4𝑥 , 8𝑥
=4
Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi rata-rata
ukuranya dihitung dengan rumus:
Σ𝑓 𝑙𝑜𝑔𝑥𝑖
𝑙𝑜𝑔𝑈 =
Σ𝑓𝑖
Log U = 1,8772
12
C. Rata- rata Harmonik
Untuk data x1, x2, x3,. . .xn dalam sampel berukuran n, rata-rata harmonik
𝑛
ditentukan oleh 𝐻 = 1
Σ( )
𝑥𝑖
Σ𝑓𝑖
𝐻
𝑓
Σ ( 𝑥𝑖 )
𝑖
𝑓𝑖
Nilai fi xi
𝑥𝑖
31 - 40 1 35,5 0,0282
41 - 50 2 45,5 0,0440
51 - 60 5 55,5 0,0901
61 - 70 15 65,5 0,2290
71 - 80 25 75,5 0,3311
81 - 90 20 85,5 0,2339
91 - 100 12 95,5 0,1257
Jumlah 80 - 1,0819
Rata-rata harmonik
Σ𝑓𝑖
𝐻=
𝑓
Σ (𝑥𝑖 )
𝑖
13
80
=
1,0819
= 73,94
Catatan:
x̄ =76,62
U = 75,37
H = 73,94
a. Modus
Unruk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi atau paling banyak
terdapat digunakan ukuran modus disingkat Mo
Contoh; data nilai statistik: 12, 34, 14, 34, 34, 28, 34, 14, 28
xi fi
12 1
14 2
28 2
34 4
14
Maka Mo = 34
𝑏1
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 ( )
𝑏1 +𝑏1
Keterangan;
Nilai
31 - 40 1
41- 50 2
51 - 60 5
61 - 70 15
71- 80 25
81- 90 20
91-
12
100
Jumlah 80
15
b = 70,5
b1 = 25- 15 =10
b2 = 25 – 20 =5
𝑏1
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 ( )
𝑏1 +𝑏1
10
= 70,5 + 10 ( )
10+5
10
= 70,5 + 10 ( )
15
2
= 70,5 + 10 ( )
3
= 70,5 + 6,667
= 77,1667
b. Median
Median menentukan letak data setelah data itu disusun menurut urutan
nilainya. Jika nilai median sama dengan Me , maka 50% dari data harga-
harganya paling tinggi sama dengan Me sedangkan 50% lagi harga-
harganya paling rendah sama dengan Me.
Jika banyak data ganjil, maka median Me, setelah data disusun menurut
nilainya, merupakan data paling tengah.
Jadi Me = 8
16
Untuk data berukuran genap, medianya sama dengan rata- rata hitungan dua
data tengah;
1
Me = (10 + 12)
2
=11
1
𝑛−𝐹
2
𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝 ( )
𝑓
Keterangan :
n =banyak data
Nilai fi fi
31 - 40 1 1
41- 50 2 3
51 - 60 5 8
17
61 - 70 15 23
71- 80 25 48
81- 90 20 68
91-
12 80
100
Jumlah 80
Setengah dari seluruh data ada 40 buah. Jadi median akan terletak di kelas
interval kelima, karena sampai dengan ini jumlah frekuensi sudah lebih dari
40.
b = 70,5
p = 10
f = 25
F = 1+ 2+ 5+ 15 = 23
1
(80)−23
2
𝑀𝑒 = 70,5 + 10 ( )
25
40−23
= 70,5 + 10 ( )
25
= 77,3
a. Kuartil
Jika sekumpulan data dibagi menjadi empat bagian yang sama banyak,
sesudah disusun menurut urutanya yang sama banyak. Maka bilangan
pembaginya disebut Kuartil.
18
Ada 3 buah kuartil, ialah kuartil pertama kuartil kedua, dan kuartil ketiga
yang masing masing disingkat dengan K1, K2,dan K3
𝑖(𝑛+1)
Letak Ki = data ke
4
i= 1,2,3
Letak K1 = ?
Contoh: 52, 56, 57, 60, 64, 66, 70, 75, 82, 86, 92, 94
12+1 1
Jawab: Letak K1 = data =data ke = 3
4 4
Yaitu antara data ke-3 data ke-4 seperempat jauh dari data ke- 3
1
Nilai K1 = data ke- 3 + (data ke- 4 - data ke-3
4
1
= 57 + (60 − 57)
4
3
= 57
4
3(12+1)
Letak K3 = data
4
3
= data ke 9
4
3
= data ke- 9 + (data ke- 10 – data ke- 9)
4
3
= 82 + (86-82)
4
= 85
19
𝑖𝑛
−𝐹
4
𝐾𝑖 = 𝑏 + 𝑝 ( )
𝑓
Catatan:
p = panjang kelas Ki
f = frekuensi kelas Ki
Nilai fi
31 - 40 1
41- 50 2
51 - 60 5
61 - 70 15
71- 80 25
81- 90 20
91- 100 12
Jumlah 80
contoh:
3
Letak K3 × 80 = 60 data K3 terletak kelas interval keenam
4
b = 80,5 ; p = 10; f = 20
F = 1+2+5+15+25= 48
20
3×80
−48
4
K3 = 80,5 + 10
20
= 80,5 + 6
= 86,5
b. Desil
Jika kumpulan data dibagi 10 bagian yang sama, maka didapat sembilan
pembagi dan tiap pembagi dinamakan Desil. Karena itu ada 9 buah desil;
desil pertama, desil kedua . . . ,desil kesembilan yang disingkat; D1, D2,. . .
.D9
Dengan i = 1,2 . . . ,9
Catatan:
21
b = batas bawah Di ialah kelas interval dimana Di akan terletak
p = panjang kelas Di
f = frekuensi kelas Di
Letak D3 = ?
30% × 80 = 24 data
b = 60,5
p = 10
f = 15
F = 1+ 2+ 5 = 8
𝑖𝑛
−𝐹
10
𝐷3 = 𝑏 + 𝑝 ( )
𝑓
3×80
−8
10
= 60,5 + 10 ( )
15
= 60,5 + 10(1,0667)
= 60,5 + 10,667
= 71,167 = 71,2
Artinya ada 70% mahasiswa paling sedikit mendapat nilai 71,2 dan 30%
mendapat nilai paling besar 71,2
c. Persentil
Sekumpilan data dibagi menjadi 100 bagian yang sama akan menghasilkan
99 pembagi yang berturut turut dinamakan persentil pertama, persentil
kedua, . . . ,persentil ke- 99 dengan simbol P99
22
𝑖(𝑛+1)
Letak Pi = data ke
100
Dengan i= 1, 2, . . . ,99
Untuk data dalam daftar distribusi frekuensi dengan rumus:
𝑖𝑛
−𝐹
𝑃𝑖 = 𝑏 + 𝑝 (100𝑓 )
Dengan i= 1, 2, . . . , 99
Catatan:
p = panjang kelas Pi
f = frekuensi kelas Pi
23
BAB II
Z-skor
Z-skor digunakan untuk mengetahui lebih detail dimana posisi suatu skor dalam
suatu distribusi. Posisi dalam suatu distribusi itu sendiri ditunjukan dengan simbol
+/- yang menunjukan bahwa kalau positif berada di atas mean dan kalo negatif
menandakan sebaliknya. Z-skor juga memberi tahu berapa jarak skor itu sendiri
dengan mean.
xx
Z =
s
Dimana:
Z = nilai standar;
X = nilai dengan satuan angka kasar
x = rata-rata hitung
S = simpangan baku atau simpangan deviasi (SD)
Contoh:
1. Nilai rata-rata matematika suatu kelas adalah 7. Diketahui A mendapat nilai 6
dan standar deviasi dari ulangan tersebut 0,5. Tentukan nilai standarnya !
Jawab:
xA x 6 7
ZA 2
SD 0,5
24
2. Rata-rata kelas A dalam ulangan pertama matematika adaalah 72,3 dengan
standar deviasi 6,7 dan kelas B rata-ratanya 74,2 dengan standar deviasi 7,1.
Nilai ulangan Ali dari kelas A adalah 75 dan Budi dari kelas B adalah 76. Nilai
siapakah yang paling tinggi dari Ali dan Budi untuk ulangan pertama tersebut
?
Jawab:
75 72,3
Ali : Z= 0,40
6,7
76 74,2
Budi : Z= 0,25
7,1
Karena nilai Z untuk Ali lebih besar dari pada Budi, maka nilai Ali lebih tinggi
dibandingkan Budi untuk ulangan tersebut.
xx
Z =
s
Dimana:
Z = nilai standar;
X = nilai dengan satuan angka kasar
x = rata-rata hitung
S = simpangan baku atau simpangan deviasi (SD)
Misalkan daalam tes seleksi siswa yang akan mengikuti lomba OSN yang diikuti
oleh 10 orang testee, dalam tes mana testee dihadapkan pada lima jenis tes, yaitu :
tes bahasa inggris (X1), tes IQ (X2), tes kepribadian (X3), tes sikap (X4), dan tes
kesehatan jasmani (X5). Skor- skor yang diperoleh dari kelima jenis tes tersebut di
atas adalah sebagaimana dapat diperiksa pada tabel di bawah ini.
25
Skor mentah Hasil Tes
Seperti dapat kita saksikan pada tabel dibawah ini maka skor – skor mentah yang
diperoleh dari lima jenis tes cara pengukuran dan penilaian yag berbeda itu, adalah
sangat bervariasi. Berhubung dengan itu maka untuk dapat menetukan siapakah di
antara 10 orang testee yang lain, diperlukan adanya skor atau nilai yang bersifat
baku (standar), dimana dengan nilai standar itu kita dapat mengetahui kedudukan
relatif (standar position) dari 10 orang testee untuk kelima jenis tes tersebut.
26
angka yang ditunjukkan oleh z skor yang bertanda positif itu makin besar, berarti
kedudujan relatif dari testee yang bersangkutan menjadi makin tinggi (lebih unggul
ketimbang testee lainnya); sebaliknya, jika z skor yang bertanda negatif itu makin
besar, maka standing position testee yang bersangkutan menjadi semakin rendah
(kualitasnya semakin jelek).
2. Mencari skor rata-rata hitung (mean) dari variabel x1, x2, x3, x4 dan x5 dengan
menggunakan rumus :
x =
Xi
N
Xi = xi - x
S
x 2
N
27
6. Mencari (menghitung) z skor, dengan rumus :
xx
Z =
s
7. Z-Skor yang dimiliki oleh masing-masing testee kita jumlahkan ( dari kiri ke
kanan), dan dari sini akan dapat kita ketahui testee yang memiliki total z skor
yang bertanda positif (+) dan testee yang memiliki total z skor yang bertanda
negatif (-).
Marilah kita coba untuk mencari z skor data yang disajikan pada tabel diatas dengan
mengikuti langkah-langkah pokok yang telah disebutkan diatas.
28
G 75 125 57 183 225 +5 +14 +7 +12 +10
=Σx1 = Σx2 =Σx3 = Σx4 = Σx5 Σx1 Σx2 Σx3 Σx4 Σx5
29
J 16 0 9 324 36 -1,01 0 -0,63 -2,09 +0,67 -3,06
Dari tabel perhitungan berikut pada akhirnya telah dapat kita peroleh total z skor
dari 10 orang peserta tes calon peserta OSN untuk kelima jenis tersebut di atas,
yaitu:
A = +0, 17;
B = -3, 95;
C = +1, 60;
D = -4, 74;
E = +0, 18
F = +4, 18;
G = +7, 20;
H = -1, 24;
I = -0, 34 dan
J = -3, 06
Kalau saja dalam tes seleksi itu hanya akan diterima atau diluluskan satu orang saja,
maka yang dapat ditanyakan lulus adalah testee bernama G dengan z skor bertanda
positif (+) sebesar 7,20 jika yang akan diluluskan akan sebanyak dua orang, maka
testee berikutnya yang dapat diluluskan adalah F dengan total z skor bertanda positif
sebesar 4,18. jika yang akan diluluskan tiga orang, maka testee berikutnya adalah
C dengan total z skor bertanda positif (+) sebesar 1,60. demikian seterusnya.
30
2.3 Mengubah Z skor ke Standar skor
Contoh:
Dari pengumpulan data, nilai Statistika dari dua kelas diperoleh data sbb :
A & B sekelas (Kelas X) memperoleh nilai statistika 64 dan 43. Di kelas X,rata2nya
adalah 57 dan simpangan baku 14. Di kelas Y, rata2 nilai statistika adalah 31 dan
simpangan bakunya 6. C & D, siswa kelas Y memperoleh nilai statistika 34 dan 28.
Standar skor (rata2 standar) adalah 50 dgn simpangan baku 5.
Bandingkan nilai keempat siswa tsb!
31
23 2 46 – 4,2 – 8,4 17,64 35,28
∑ 𝑓𝑥 82,0
AD = = = 1,64
𝑁 50
∑ 𝑓𝑥 2 212
SD =√ = √ 50 = 2,06
𝑁
xx
Z =
SD
X f
70 5
77 5
84 5
91 5
98 5
105 5
112 5
119 5
126 5
32
133 5
B. TRAPESIUM
X f
70 2
77 3
84 6
91 7
98 7
105 7
112 7
119 6
126 3
133 2
50
C. PLATIKUTIK
X f
33
70 4
77 4
84 5
91 6
98 6
105 6
112 6
119 5
126 4
133 4
50
34
D. LEPTOKUTIK
X f
70 1
77 2
84 4
91 7
98 11
105 11
112 7
119 4
126 2
133 1
50
E. MESOKUTIK (NORMAL)
X f
70 3
77 3
84 4
91 6
35
98 9
105 9
112 6
119 4
126 3
133 3
50
F. DWIMODE
X f
70 3
77 3
84 9
91 5
98 5
105 5
112 5
119 9
126 3
133 3
50
36
2. ASIMETRIS
A. JULING POSITIF
X f
70 5
77 9
84 11
91 10
98 6
105 4
112 2
119 1
126 1
133 1
50
B. JULING NEGATIF
X f
70 1
77 1
84 1
37
91 2
98 4
105 6
112 10
119 11
126 9
133 5
50
KURVE NORMAL
34,13%
13,59%
2,15%
-3SD -2SD -1SD 0 +1SD +2SD +3SD
Contoh soal:
Diketahui distribusi nilai tes seleksi masuk sebuah perusahaan dari 800 calon adalah
normal dengan X = 60 dan SD = 5.
38
a. Apabila calon yang diterima sebanyak 90 orang, berapa batas nilai tes terendah
agar bisa diterima.
b. Nilai 48 ke bawah termasuk kategori “nilai mati”. Berapa orang yang mendapat
nilai mati?
c. Berapa orang yang nilainya 64 ke bawah?
d. Berapa orang yang nilainya antara 52 dan 70?
Jawab:
+1,21SD
X-X
Z =
SD
X - 60
1,21 =
5
6,05 = X – 60
X = 66,05
Jadi nilai terendah yang harus dimiliki calon karyawan agar bisa diterima
diperusahaan tersebut adalah 66,05.
39
-2,4SD
X - X 48 - 60 12
2. Z = = 2,4SD Dari table diperoleh 0,4918 = 49,18%
SD 5 5
Luas area yang diarsir 50%- 49,18% = 0,82%
Jadi yang mendapat nilai mati dalam seleksi tersebut ada 7 orang calon.
+0,8SD
X - X 64 - 60 4
3. Z = = 0,8SD Dari table diperoleh 0,2881 = 28,81%
SD 5 5
Luas area yang diarsir 50%+ 28,81% = 78,81%
Jadi yang mendapat nilai 64 ke bawah dalam seleksi tersebut ada 631 orang
calon.
40
-1,6SD +2SD
X - X 52 - 60 8
4. Z1 = = 1,6SD Dari tabel diperoleh 0,44,52= 44,52%
SD 5 5
X - X 70 - 60 10
Z2 = = 2SD Dari tabel diperoleh 0,4772 = 47,72%
SD 5 5
Jadi yang mendapat nilai 52 - 70 dalam seleksi tersebut ada 738 orang calon
Soal Latihan
2. Pada Ujian semester, Ani memperoleh nilai 60 utk mata pelajaran bahasa
Indonesia dengan rata kelasnya adalah 50 dan simpangan baku 10. Untuk mata
pelajaran matematika, Ani memperoleh nilai 56, dan rata kelasnya 48 dgn
simpangan baku 4. Dalam kasus ini, di manakah posisi nilai Ani yg lebih baik?
41
mendapat nilai matematika 80 dan nilai fisika 85. Dalam mata pelajaran apa
Surya mendapatkan kedudukan yang lebih baik dari 40 siswa?
42
BAB III
Uji Hipotesis Menggunakan T-test
(Separated Varians)
Rumus 2
(Pooled Varians)
Dimana :
43
Berdasakan tiga hat tersebut, maka berikut ini diberikan beberapa petunjuk
untuk memilih rumus t-tes :
1. Bila jumlah sampel n1 = n2, dan variansi homogen (S12 = S22) maka dapat
digunakan rumus t-tes baik untuk separated, maupun pool varians, (rumus 1
atau 2). Untuk melihat harga t-tabel digunakan dk = n1 + n2 – 2.
2. Bila n1 ≠ n2, varians homogen (S12 = S22) dapat digunakan rumus 2, derajat
kebebasannya (dk) = n1 + n2 – 2.
3. Bila n1 = n2, varians tidak homogen (S12 ≠ S22), dapat digunakan rumus 1 dan
2, dengan dk = n1 -1 atau n2 -1. Jadi dk bukan n1 + n2 –2 (Phopan, 1973).
4. Bila n1 ≠ n2 dan varians tidak homogen (S12 ≠ S22). Untuk ini digunakan t-
tes dengan separated varians, rumus 1. Harga 1 sebagai pengganti t-tabel
dihitung dari selisih harga t-tabel dengan dk (n1 -1) selisih dk (n2 -1) dibagi
dua, kemudian ditambahkan dengan harga 1 yang diperkecil.
Contoh :
n1 = 25, dengan dk = 24, maka harga t-tabel = 2, 797.
n2 = 13, dengan dk = 12, maka harga t-tabel = 3, 055.
Harga t-tabel untuk signifikan 1%.
Rumus 3
44
Rumus itu berlaku untuk dua sampel ataupun lebih. Yang penting dari sampel
itu terdapat varians yang terbesar dan terkecil. Untuk dapat menguji homogenitas
varians , maka harus terlebih dahulu diketahui masing-masing sampel.
Pada uji hipotesis komparatif rata-rata dua sampel ini dirumuskan hipotesisnya
adalah : “Tidak terdapat perbedaan kemampuan kerja antara pegawai pria dan
wanita” (Ho).
Hipotesis diatas diuji dengan t-tes. Sebelumnya perlu diuji terlebih dahulu
homogenitas variansnya.
Pada contoh berikut akan diuji homogenitas varians untuk variabel kemampuan
kerja pegawai yang terdiri atas dua kelompok sampel. Sampel pertama adalah
pegawai pria dengan jumlah anggota sampel 22, dan kelompok kedua adalah
pegawai wanita dengan jumlah anggota sampel 18.
45
20 34
21 45
22 49
n1 = 22 n2 = 18
X1 = 51, 00 X2 = 49,67
S1 = 15,44 S2 = 11,30
S12 = 238,29 S22 = 127, =76
Tabel diatas ditunjukkan skor data untuk variabel kemampuan kerja dari
kelompok pria dan wanita. Dalam tabel juga ditunjukkan hasil perhitungan tentang
nilai rata-rata, simpangan baku, dan varians dapat dihitung dengan rumus 3. Untuk
itu berlaku hipotesis statistik sebagai berikut :
46
51−49,67
t= (22−1).238,29+(18−1).127,76 1 1
(22+18−2)
. +
22 18
1,330 1,330
t= = 4,366 = 0,305
188,842.0,101
jadi harga t hitung = 0,305. Untuk menguji signifikansinya, maka harga t hitung ini
perlu dikonsultasikan dengan t tabel, dengan dk = (22 + 18 – 2), dan taraf
kepercayaan diambil 95% atau taraf signifikasi 5%, berdasarkan dk = 38 maka t
tabel nya berkisar = 2,021.
Jadi hipotesis nol (nihil) yang menyatakan “tidak terdapat perbedaan kemampuan
kerja pegawai pria dan wanita diterima.
SDD = Standart Deviasi dari perbedaan antara skor variabel I dan skor
variabel II, yang rumusnya adalah:
47
ΣD2 ΣD
SDD = √ [ – ( )2 ] Rumus 24-c
N N
Contoh:
Suatu penelitian percobaan (eksperimen) dilakukan untuk mendapatkan efektivitas
metode pembelajaran matematika. Dilakukan pengujian awal atau Pre-Test dengan
metode lama, dan setelah diterapkan metode baru, kemudian dilakukan pengujian
lanjutan atau post-Test dengan metode baru tersebut.
Pada pengujian dengan metode baru, diajukan hipotesis untuk melihat
perbandingan metode dengan hipotesis nihil sbb: “apakah tidak terdapat
perbedaan antara metode lama dengan metode baru dengan sebelumnya dilakukan
pre-test dan sesudahnya dengan post-test pada pembelajaran matematika”.
Dalam uji coba pada 25 siswa, didapatkan nilai pre-test (sebelum dilakukan metode
baru), dan post-test (setelah dilakukan metode baru) sebagaimana tertera pada Tabel
IX di bawah ini.
Tabel IX: Nilai Matematika Siswa pada Saat Pre-Test dan Post-Test
Nilai Matematika
Responden Sebelum Sesudah
Diterapkan Diterapkan
Metode Baru (X) Metode Baru (Y)
1 70 67
2 60 68
3 70 71
4 55 59
5 57 63
6 49 54
7 69 66
8 70 74
9 81 89
10 30 33
11 55 51
12 40 50
13 63 69
14 85 83
15 70 77
16 62 69
17 58 73
18 65 65
19 75 76
48
20 69 86
21 46 51
22 70 74
23 76 80
24 55 62
25 56 65
Langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan mencari T-test (t) adalah:
1). Mencari nilai perbedaan (D) antara Nilai X dan Nilai Y, dan menyusunnya
dalam tabel berikut ini:
Tabel IX-1: Perhitungan Perbedaan antara Nilai Pre-Test dan Post-Test pada
Metode Pembelajaran Matematika
Nilai Matematika
Responden Sebelum Sesudah D=X–Y D2 = (X – Y)2
Diterapkan Diterapkan
Metode Baru Metode Baru (Y)
(X)
1 70 67 3 9
2 60 68 -8 64
3 70 71 -1 1
4 55 59 -4 16
5 57 63 -6 36
6 49 54 -5 25
7 69 66 3 9
8 70 74 -4 16
9 81 89 -8 64
10 30 33 -3 9
11 55 51 4 16
12 40 50 -10 100
13 63 69 -6 36
14 85 83 2 4
15 70 77 -7 49
16 62 69 -7 49
17 58 73 -15 225
18 65 65 0 0
19 75 76 -1 1
20 69 86 -17 289
21 45 51 -6 36
22 70 74 -4 16
23 76 80 -4 16
24 55 62 -7 49
25 56 65 -9 81
Jumlah -120 1216
49
2). Mencari Rata-Rata Perbedaan (Mean Difference) dengan rumus 24-a
ΣD -120
MD = = = - 4,8
N 25
ΣD2 ΣD
SDD = √ [ – ( )2 ]
N N
1216 -120
SDD = √[ -( )2] = √ [48,64 – (-4,8)2]
25 25
SDD
SEMD =
√ (N-1)
5,1 5,1
SEMD = = = 1.033
√ (25-1) √ 24
MD -4,8
t= t= = - 4,68
SEMD 1,033
50
Dari hasil penelitian ini, dapat direkomendasikan, bahwa metode baru
pembelajaran matematika dapat diandalkan dan dapat ditindaklanjuti sebagai
metode pembelajaran berikutnya dalam bidang studi matematika.
51
BAB IV
Uji Chi Kuadrat
Nilai chi square adalah nilai kuadrat karena itu nilai chi square selalu positif.
Bentuk distribusi chi square tergantung dari derajat bebas (Db)/degree of
freedom. Pengertian pada uji chi square sama dengan pengujian hipotesis yang
lain, yaitu luas daerah penolakan Ho atau taraf nyata pengujian. Metode Chi-
kuadrat menggunakan data nominal, data tersebut diperoleh dari hasil
52
menghitung. Sedangkan besarnya nilai chi-kuadrat bukan merupakan ukuran
derajat hubungan atau perbedaan. Macam-macam bentuk analisa Chi-kuadrat :
Penaksiran standar deviasi
Pengujian hipotesis standar deviasi
Pengujian hipotesis perbedaan beberapa proporsi atau chi-square dari data
multinominal
Uji hipotesis tentang ketergantungan suatu variabel terhadap variabel
lain/uji Chi-square dari tabel kontingensi/tabel dwikasta/tabel silang
Uji hipotesis kesesuaian bentuk kurva distribusi frekuensi terhadap
distribusi peluang teoritisnya atau uji Chi-square tentang goodness of fit
Keterangan :
O = frekuensi hasil observasi
E = frekuensi yang diharapkan.
Nilai E = (Jumlah sebaris x Jumlah Sekolom) / Jumlah data df = (b-1) (k-1)
Agar pengujian hipotesis dengan chi-kuadrat dapat digunakan dengan baik,
maka hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Jumlah sampel harus cukup besar untuk meyakinkan kita bahwa terdapat
kesamaan antara distribusi teoretis dengan distribusi sampling chi-kuadrat.
2) Pengamatan harus bersifat independen (unpaired). Ini berarti bahwa
jawaban satu subjek tidak berpengaruh terhadap jawaban subjek lain atau
satu subjek hanya satu kali digunakan dalam analisis.
3) Pengujian chi-kuadrat hanya dapat digunakan pada data deskrit (data
frekuensi atau data kategori) atau data kontinu yang telah dikelompokan
menjadi kategori.
4) Jumlah frekuensi yang diharapkan harus sama dengan jumlah frekuensi
yang diamati.
5) Pada derajat kebebasan sama dengan 1 (table 2 x 2) tidak boleh ada nilai
ekspektasi yang sangat kecil. Secara umum, bila nilai yang diharapkan
terletak dalam satu sel terlalu kecil (< 5) sebaiknya chi-kuadrat tidak
53
digunakan karena dapat menimbulkan taksiran yang berlebih (over
estimate) sehingga banyak hipotesis yang ditolak kecuali dengan koreksi
dari Yates. Bila tidak cukup besar, maka adanya satu nilai ekspektasi yang
lebih kecil dari 5 tidak akan banyak mempengaruhi hasil yang diinginkan.
Pada pengujian chi-kuadrat dengan banyak ketegori, bila terdapat lebih dari
satu nilai ekspektasi kurang dari 5 maka, nilai-nilai ekspektasi tersebut
dapat digabungkan dengan konsekuensi jumlah kategori akan berkurang
dan informasi yang diperoleh juga berkurang.
54
6. Tentukan luas tiap kelas interval dengan cara mengulangi nilai F(z) yang
lebih besar diatas atau dibawahnya.
7. Tentukan Ei (frekuensi eskpektasi) dengan cara membagi luas kelas tiap
interval dibagi number of cases (n).
8. Masukkan frekuensi observasi (faktual) sebagai Oi
9. Cari nilai setiap interval
10. Tentukan nilai X2hitung setiap interval
11. Tentukan nilai X2tabel pada taraf signifikansi dan derajat kebebasan k-1
dengan k adalah banyaknya kelas/kelompok interval
12. Bandingkan jumlah total X2hitung dengan X2tabel
13. Apabila X2hitung < X2tabel maka sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal, dan jika X2hitung > X2tabel maka sampel berasal dari
populasi tidak normal
1 2 3 4 Jumlah
A B B B Tb X
B B B B Tb X
C Tb Tb Tb Tb X
Variabel Jumlah X X X X X
1
Keterangan :
B = dapat digunakan dengan bebas
Tb = tak bebas
X = nilainya diketahui
55
Jumlah nilai dari baris dan kolom disebut nilai marginal. Jika nilai marginal
dari jumlah seluruhnya (grand total) telah diketahui maka, pada baris pertama
terdapat 3 nilai yang dapat ditentukan dengan bebas, demikian pula dengan
baris kedua, tetapi pada baris ketiga semuanya tidak bebas karena jumlah
marginal telah diketahui. Jadi, disini terdapat 6 nilai yang dapat ditentukan
dengan bebas (2 x 3 = 6). Secara umum rumus untuk menghitung derajat
kebebasan pada pengujian hipotesis menggunakan chi-kuadrat adalah seperti
berikut.
Contoh :
1. Misalnya, dinyatakan bahwa status gizi anaka balita disuatu daerah
mempunyai perbandingan yang sama, gizi baik = gizi sedang = gizi kurang
= gizi buruk. Untuk mengetahui apakah pernyataan tersebut dapat
dipercaya maka dilakukan tersebut dan diperoleh hasil sebagai berikut.
30 anak dengan gizi baik, 35 anak dengan gizi sedang, 20 anak dengan gizi
kurang dan 15 anak dengan gizi buruk. Pengujian dilakukan pada derajat
kemaknaan 0,05.
Hipotesis :
56
Ho : p = p1 = p2 = p3 = p4
Ha : p ≠ p1 = p2 = p3 = p4
atau antara p1 , p2 , p3 dan p4 tidak sama
n = 30 + 35 + 20 + 15 = 100= 0,05
dk = (k – 1) = 4 – 1 = 3
= {(O1 – E1)2/ E1} + {(O2 – E2)2/ E2} + {(O3 – E3)2/ E3} + {(O4 –
E4)2/ E4}
= {(30 – 25)2/25} + {(35 – 25)2/25} + {(20 – 25)2/25} + {(15 –
25)2/25}
= 10
57
Gizi baik Gizi sedang Gizi kurang Gizi buruk
O 30 40 10 10
E 37 30 15 8
Contoh :
Sebuah penelitian dilakukan oleh seorang kepala rumah sakit untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelas
ruang rawat inap. Untuk kepentingan tersebut diambil sampel sebanyak 200
orang penderita dengan hasil sebagai berikut.
Ho : variabel 1 dan variabel 2 disebut independen
Ha : variabel 1 dan variabel 2 disebut dependen
1) 70 orang dengan pendidikan SD
20 memilih kelas 1
40 memilih kelas 2
10 memilih kelas 3
2) 50 orang berpendidikan SLTP
25 memilih kelas 1
15 memilih kelas 2
10 memilih kelas 3
3) 40 orang berpendidikan SLTA
58
15 memilih kelas 1
10 memilih kelas 2
15 memilih kelas 3
4) 40 orang berpendidikan akademi dan perguruan tinggi
20 memilih kelas 1
5 memilih kelas 2
15 memilih kelas 3
Pendidikan
Kelas
Jumlah
ruang
SD SLTP SLTA PT
1 20 25 15 20 80
2 40 15 10 5 70
3 10 10 15 15 50
Jumlah 70 50 40 40 200
Hasil perhitungan :
O E (O – E) (O – E)2 (O – E)2/E
20 28 -8 64 2,29
25 20 5 25 1,25
15 16 -1 1 0,06
20 16 4 16 1,00
10 14 -4 16 1,14
5 14 -9 81 5,75
59
10 17,5 -7,5 56,25 3,21
15 10 5 25 2,5
15 10 5 25 2,5
Jumlah 30,11
X2 = 0,05, dk 6 = 12,59
Hipotesis ditolak pada derajat kemaknaan 0,05 atau p > 0,05.
Kesimpulannya, kita 95% percayat bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kelas ruang rawat inap.
Variabel Dependen
I II
1 a B a + b = r1
Variabel
Independen
2 c D c + d = r2
a + c = s1 b + d = s2 N
Atau
Contoh:
Hasil penelitian mengenai tingkat tekanan psikologis dikaitkan dengan usia
responden yang diakibatkan pekerjaanya tampak pada tabel berikut :
< 25 20 18 22
60
25 – 40 50 46 44
40 – 60 58 63 59
> 60 34 43 43
Ujilah apakah ada hubungan antara usia dan tingkat tekanan psikologis pada
taraf natay sebesar 0,01 ?
Pemecahan :
1. Formulasi
H0 : Tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat tekanan psikologis
Ha : Ada hubungan antara usia dengan tingkat tekanan psikologis
Fo Fe Fo Fe Fo Fe Fo Fe
< 25 20 19 18 20 22 20 60 60
25 – 40 50 46 46 48 44 48 140 140
40 – 60 58 58 63 61 59 60 180 180
61
Total 162 162 170 170 168 168 500 500
Hitung X2
X2 = (20-19)2/19 + (18-20)2/20 + (22-20)2/20+(50-45)2/45 + (46-48)2/48 + (44-
47)2/47 +(58-58)2/58 + (63-61)2/61 + (59-60)2/60 +(34-39)2/39 + (43-
41)2/41 + (43-40)2/40
X2 = 2,191
Kesimpulan , Karena 2,191 < 16,812, maka ho diterima berarti tidak
ada hubungan antara usia dengan tekanan psikologis.
Contoh lain:
Suatu penelitian ingin mengetahui: “apakah ada perbedaan cita-cita kelak
setelah tamat S1 diantara mahasiswa & mahasiswi AN Fisip UNS semester-
VII?”
Hipotesis:
H0 = tidak ada perbedaan antara mahasiswa dan mahasiswi dalam hal cita-cita
mereka kelak setelah tamat S1.
Ha = proporsi mahasiswi lebih banyak yang bercita-cita sebagai PNS setelah
mereka tamat S1 ketimbang mahasiswa.
Tabel kerja:
PNS 10 11 21
Bukan PNS 46 13 59
Jumlah 56 24 80
Perhitungan:
Besarnya degree of freedom (df) :
Df = (k-1) (b-1)
= (2-1) (2-1)
=1
62
Adapun contoh lain:
Misalkan, kita akan meneliti efek semacam obat influenza. Untuk kepentingan
tersebut diambil 2 kelompok penderita yang masing-masing 10 orang penderita
influenza.
Kelompok 1 diberi obat, sedangkan kelompok 2 diberi plasebo. Setelah 3 hari
kemudian dievaluasi dan hasilnya pada kelompok 1 terdapat 7 orang sembuh
dan 3 orang tidak, sedangkan kelompok 2 terdapat 4 orang sembuh dan 6 orang
tidak.
Derajat kemaknaan 0,05
H0 : obat placebo
Ha : obat plasebo
Efek
Obat 7 3 10
Plasebo 4 6 10
Jumlah 11 9 20
63
Uji Validitas dan Reliabilitas
BAB V
5.1 Validitas
1. Pengertian Validitas
Menurut Gronlund dan Linn (1990): Validitas adalah ketepatan
interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi
Menurut Anastasi (1990): Validitas adalah ketepatan mengukur konstruk,
menyangkut; “What the test measure and how well it does”
Menurut Arikunto (1995): Validitas adalah keadaan yang
menggambarkan tingkat instrumen bersangkutan yang mampu mengukur
apa yang akan diukur.
Menurut Sukadji (2000): Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu
tes mengukur apa yang seharusnya diukur.
Menurut Azwar (1986):Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen. Prinsif validitas adalah pengukuran atau
pengamatan yang berarti prinsif keandalan instrumen dalam mengumpulkan
data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi
validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan.
Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran
tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data
yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Terkandung di sini pengertian bahwa ketepatan pada validitas suatu alat ukur
tergantung pada kemampuan alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran
yang dikehendaki dengan tepat. Suatu tes yang dimaksudkan untuk mengukur
variabel A dan kemudian memberikan hasil pengukuran mengenai variabel A,
dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas tinggi. Suatu tes yang
dimaksudkan mengukur variabel A akan tetapi menghasilkan data mengenai
variabel A’ atau bahkan B, dikatakan sebagai alat ukur yang memiliki validitas
64
rendah untuk mengukur variabel A dan tinggi validitasnya untuk mengukur
variabel A’ atau B (Azwar 1986).
Sisi lain dari pengertian validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu
alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan
tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
2. Macam-macam validitas
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas dibagi menjadi 3 yaitu
1. Validitas isi (content validity)
Validitas isi suatu tes mempermasalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur
tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai
sesuai dengan tujuan pengajaran. Dengan kata lain, tes yang mempunyai
validitas isi yang baik ialah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi
yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum
dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Menurut Gregory (2000) validitas isi menunjukkan sejauhmana pertanyaan,
tugas atau butir dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara
keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut.
Artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau
yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak harus dilakukan melalui
penelaahan kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu sudah
mewakili atau mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang seharusnya
dikuasai secara proporsional. Oleh karena itu, validitas isi suatu tes tidak
memiliki besaran tertentu yang dihitung secara statistika, tetapi dipahami
bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes. Oleh karena itu,
wiersma dan Jurs dalam Djaali dan Pudji (2008) menyatakan bahwa validitas
isi sebenarnya mendasarkan pada analisis logika, jadi tidak merupakan suatu
koefisien validitas yang dihitung secara statistika.
Untuk memperbaiki validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus diusahakan
agar mencakup semua pokok atau sub-pokok bahasan yang hendak diukur.
Kriteria untuk menentukan proporsi masing-masing pokok atau sub pokok
65
bahasan yang tercakup dalam suatu tes ialah berdasarkan banyaknya isi
(materi) masing-masing pokok atau sub-pokok bahasan seperti tercantum
dalam kurikulum atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran(GBPP).
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face
validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis).
Face Validity (Validitas Muka)
Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya
karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur.
Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur
maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.
Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas
hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi
pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada
validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya
memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau
alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat
membuktikan validitasnya yang kuat.
Logical Validity (Validitas Logis)
Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity).
Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan
representasi dari aspek yang hendak diukur.
Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus
dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang
relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu
objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi
lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan
perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang
tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang
seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes
prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau
tabel spesifikasi.
66
2. Validitas Konstruk (Construct validity)
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang
mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa
yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi
konseptual yang telah ditetapkan.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang
dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya
performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat, konsep
diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain,
maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk
mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan
emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses
penelaahan teoritis dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai
dari perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada
penjabaran dan penulisan butir-butir item instrumen. Perumusan konstruk
harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel
yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan
cermat.
3. Validitas empiris
Validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas
ditentukan berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria
eksternal. Kriteria internal adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi
kriteria, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil ukur instrumen atau tes lain
di luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria. Ukuran lain yang sudah
dianggap baku atau dapat dipercaya dapat pula dijadikan sebagai kriteria
eksternal.
Validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria internal disebut validitas
internal, sedangkan validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria eksternal
disebut validitas eksternal.
Validitas internal
67
Validitas internal merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang
menggunakan instrumen sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir)
sebagai kriteria untuk menentukan validitas item atau butir dari instrumen
itu. Dengan demikian validitas internal mempermasalahkan validitas butir
atau item suatu instrumen dengan menggunakan hasil ukur instrumen
tersebut sebagai suatu kesatuan dan sebagai kriteria, sehingga biasa
disebut juga validitas butir.
Pengujian validitas butir instrumen atau soal tes dilakukan dengan
menghitung koefesien korelasi antara skor butir instrumen atau soal tes
dengan skor total instrumen atau tes. Butir atau soal yang dianggap valid
adalah butir instrumen atau soal tes yang skornya mempunyai koefesien
korelasi yang signifikan dengan skor total instrumen atau tes.
Validitas eksternal
Kriteria eksternal dapat berupa hasil ukur instrumen yang sudah baku atau
instrumen yang dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang
sudah tersedia dan dapat dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau
varaibel yang hendak diukur. Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu
besaran yang merupakan hasil perhitungan statistika. Jika kita
menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai kriteria
eksternal, maka besaran validitas eksternal dari instrumen yang kita
kembangkan didapat dengan jalan mengkorelasikan skor hasil ukur
instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukur instrumen baku
yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefesien korelasi yang didapat,
maka validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik. Kriteria
yang digunakan untuk menguji validitas eksternal adalah nilai table r (r-
tabel).
Jika koefesien korelasi antara skor hasil ukur instrumen yang
dikembangkan dengan skor hasil ukurinstrumen baku lebih besar dari pada
r-tabel, maka instrumen yang dikembangkan dapat valid berdasarkan
kriteria eksternal yang dipilih (hasil ukur instrumen baku). Jadi keputusan
uji validitas dalam hal ini adalah mengenai valid atau tidaknya instrumen
68
sebagai suatu kesatuan, bukan valid atau tidaknya butir instrumen seperti
pada validitas internal.
Ditinjau dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat
dibedakan atas dua macam yaitu:
1. Validitas prediktif apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah
adalah ukuran atau penampilan masa yang akan datang.
2. Validitas kongkuren apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah
ukuran atau penampilan saat ini atau saat yang bersamaan dengan
pelaksanaan pengukuran.
3. Metode Pengujian Validitas
Uji validitas adalah suatu langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi
(content) dari suatu instrumen, dengan tujuan untuk mengukur ketepatan
instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian. Untuk menguji validitas
setiap butir soal maka skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud
dikorelasikan dengan skor totalnya. Skor tiap butir soal dinyatakan skor X
dan skor total dinyatakan sebagai skor Y, dengan diperolehnya indeks
validitas setiap butir soal, dapat diketahui butir-butir soal manakah yang
memenuhi syarat dilihat dari indeks validitasnya (Arikunto, 1999: 78).
Cara Mengetahui Validitas Alat Ukur:
1. Korelasi Product Moment
Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah
teknik Korelasi Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson.
69
Contoh:
1. Persiapan Untuk Mencari Validitas Tes dengan Simpangan:
Penyelesaian:
Dimasukkan ke rumus:
70
2. Persiapan Untuk Mencari Validitas Tes dengan angka kasar:
Penyelesaian:
Bila dilihat pada kedua hitungan diatas terdapat perbedaan 0,003 lebih besar
pada simpangan ini wajar karena adanya pembulatan.
Koefisien Korelasi adalah sebagai berikut:
Antara 0,800 sampai dengan 1,00 = sangat tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 = tinggi
71
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 = cukup
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 = rendah
Antara 0,00 sampai dengan 0,200 = sangat rendah
72
Untuk menghitung validitas item nomor 6, dibuat terlebih dahulu tabel
persiapannya sebagai berikut:
Penyelesaian:
73
Koefisien validitas item nomor 6 adalah 0,421.Validitas items tersebut kurang
meyakinkan, validitas tidak tinggi.
1. Koefisien Korelasi Biserial
Apabila item memili skor 1 dan 0 saja, bisa menggunakan Koefisien
Korelasi Biserial.
Responden No.3 memiliki skor total hanya 4, sedangkan No.2 dan No. 4
memiliki nilai yang sama yaitu 5.
Rumus:
Keterangan :
γpbi = Koefisien korelasi biserial.
Mp = Rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya.
Mt = Rerata skor total.
St = Standar deviasi dari skor total.
p = Proporsi siswa yang menjawab benar.
74
75
Penyelesaian:
76
Menghitung korelasi rpbi:
5.2 Reliabilitas
1. Pengertian Reabilitas
Kata reliabillitas dalam bahasa Indonesia diambil dari reliability dalam bahasa
inggris, berasal dari kata, reliable yang artinya dapat di percaya. “reliabilitas”
merupakan kata benda, sedangkan “reliable” merupakan kata sifat atau
keadaan. Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang
mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas
tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel (reliable).Walaupun
reliabilitas mempunyai berbagai arti seperti kepercayaan, keterandalan,
keajegan, kestabilan dan konsistensi, namun ide pokok yang terkandung dalam
konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya.
Reliabilitas atau keandalan, adalah konsistensi dari serangkaian pengukuran
atau serangkaian alat ukur. Hal tersebut bisa berupa pengukuran dari alat ukur
yang sama (tes dengan tes ulang) akan memberikan hasil yang sama, atau untuk
pengukuran yang lebih subjektif, apakah dua orang penilai memberikan skor
yang mirip (reliabilitas antar penilai). Reliabilitas tidak sama dengan validitas.
Artinya pengukuran yang dapat diandalkan akan mengukur secara konsisten,
tapi belum tentu mengukur apa yang seharusnya diukur.
77
Dalam penelitian, reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu tes
tetap konsisten setelah dilakukan berulang-ulang terhadap subjek dan dalam
kondisi yang sama. Penelitian dianggap dapat diandalkan bila memberikan
hasil yang konsisten untuk pengukuran yang sama. Tidak bisa diandalkan bila
pengukuran yang berulang itu memberikan hasil yang berbeda-beda.
Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat
statistik (Feldt & Brennan, 1989: 105). Berdasarkan sejarah, reliabilitas
sebuah instrumen dapat dihitung melalui dua cara yaitu kesalahan baku
pengukuran dan koefisien reliabilitas (Feldt & Brennan: 105). Kedua statistik
di atas memiliki keterbatasannya masing-masing. Kesalahan pengukuran
merupakan rangkuman inkonsistensi peserta tes dalam unit-unit skala skor
sedangkan koefisien reliabilitas merupakan kuantifikasi reliabilitas dengan
merangkum konsistensi (atau inkonsistensi) diantara beberapa kesalahan
pengukuran.
Dalam kerangka teori tes klasik, suatu tes dapat dikatakan memiliki reliabilitas
yang tinggi apabila skor tampak tes tersebut berkorelasi tinggi dengan skor
murninya sendiri. Interpretasi lainnya adalah seberapa tinggi korelasi antara
skor tampak pada dua tes yang pararel. (Saifuddin Azwar, 2006: 29).
2. Macam-macam Reliabilitas
Walizer (1987) menyebutkan bahwa ada dua cara umum untuk mengukur
reliabilitas, yaitu:
1. Relibilitas stabilitas.
Menyangkut usaha memperoleh nilai yang sama atau serupa untuk setiap orang
atau setiap unit yang diukur setiap saat anda mengukurnya. Reliabilitas ini
menyangkut penggunaan indicator yang sama, definisi operasional, dan
prosedur pengumpulan data setiap saat, dan mengukurnya pada waktu yang
berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas stabilitas setiap kali unit diukur
skornya haruslah sama atau hampir sama.
2. Reliabilitas ekivalen.
Menyangkut usaha memperoleh nilai relatif yang sama dengan jenis ukuran
yang berbeda pada waktu yang sama. Definisi konseptual yang dipakai sama
78
tetapi dengan satu atau lebih indicator yang berbeda, batasan-batasan
operasional, paeralatan pengumpulan data, atau pengamat-pengamat.
Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen pada waktu yang
sama bias menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum disebut
teknik belah-tengah. Cara ini seringkali dipakai dalam survai.Apabila satu
rangkaian pertanyaan yang mengukur satu variable dimasukkan dalam
kuesioner, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dua bagian persis lewat
cara tertentu. (Pengacakan atau pengubahan sering digunakan untuk teknik
belah tengah ini.) Hasil masing-masing bagian pertanyaan diringkas ke dalam
skor, lalu skor masing-masing bagian tersebiut dibandingkan. Apabila dalam
skor kemudian skor masing-masing bagian tersebut dibandingkan. Apabila
kedua skor itu relatif sama, dicapailah reliabilitas belah tengah.
Reliabilitas ekivalen dapat juga diukur dengan menggunakan teknik
pengukuan yang berbeda. Kecemasan misalnya, telah diukur dengan laporan
pulsa. Skor-skor relatif dari satu indikator macam ini haruslah sesuai dengan
skor yang lain. Jadi bila seorang subyek nampak cemas pada ”ukuran gelisah”
orang tersebut haruslah menunjukkan tingkatan kecermatan relatif yang sama
bila tekanan darahnya yang diukur.
79
mengetahui seberapa jauh konsistensi suatu tes mengukur apa yang ingin
diukur (Sukardi, 2008).
Sedangkan Arikunto (1997: 88) Metode tes ulang (tes-retes) dilakukan
untuk menghindari dua penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan
teknik atau metode ini pengetes hanya memiliki satu seri tes tapi dicobakan
dua kali. Oleh karena tesnya satu dan dicobakan dua kali, maka metode ini
dapat disebut juga dengan single-test-double-trial-method.
Reliebelitas tes retes dapat dilakukan dengan cara seperti berikut:
Selenggarakan tes pada suatu kelompok yang tepat sesuai dengan
rencana.
Setelah selang waktu tertentu, misalnya satu minggu atau dua minggu,
lakukan kembali tes yang sama dengan kelompok yang sama tersebut.
Korelasikan kedua hasil tes tersebut.
Jika hasil koefisien menunjukkan tinggi, berarti reliabilias tes adalah
bagus. Sebaliknya, jika korelasi rendah, berarti tes tersebut mempunyai
konsistensi rendah (Sukardi, 2008).
80
Tentukan sasaran yang hendak dites.
Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut.
Administrasinya hasilnya secara baik.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan yang kedua
kalinya pada kelompok tersebut
Korelasikan kedua hasil skor tersebut (Sukardi, 2008).
Perlu diketahui juga bahwa tes ekivalensi mempunyai kelemahan yaitu
bahwa membuat dua buah tes yang secara esensial ekivalen adalah sulit.
Akibatnya akan selalu terjadi kesalahan pengukuran (Sukardi, 2008).
Pernyataan lain juga disampaikan oleh Arikunto (1997: 88) kelemahan dari
metode ini adalah pengetes pekerjaannya berat karena harus menyusun dua
seri tes. Lagi pula harus tersedia waktu yang lama untuk mencobakan dua
kali tes.
Bagi tes yang ada menjadi dua atas dasar dua item, yang paling umum
dengan membagi item dengan nomor ganjil dengan item dengan nomor
genap pada kelompok tersebut.
Hitung skor subjek pada kedua belah kelompok penerima item genap dan
item ganjil.
Korelasikan kedua skor tersebut, menggunakan formula korelasi yang
relevan dengan teknik pengukuran (Sukardi, 2008).
81
Rumus yang digunaka dalam uji reliabilitas adalah :
Contoh :
Penyelesaian:
Mencari Nilai Jumlah Varians Butir (Σσb2) dengan mencari dulu varian
setiap butir, kemudian di jumlahkan.
82
Mencari Nilai Varians Total
83
DAFTAR PUSTAKA
http://alisanana.blogspot.com/2011/08/materi-kuliah-uji-validitas-dan.html
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/35145863/STATISTIKA.docx
?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=141750396
9&Signature=b8RndeQW0OJLDhCCEAp9%2FcdnerU%3D
Teori Online. Tutorial Statistik Validitas dan Reliabilitas. Diakses melalui URL:
http://teorionline.wordpress.com/
84
KONTRAK PERKULIAHAN
Kompetensi:
85
Jadwal Perkuliahan
86
9 - cara menarik kesimpulan dari
hipotesis, analisis, keimpulan
UAS
Tugas
1. Membuat resume pengertian statistik dari tiga buku (pendapat para ahli)
2. Mencari data statistik di sekolah tempat observasi dibuat diagram tabel
3. Latihan soal cara mencari rata-rata, modus, median, kuartil, desil, persentil
standar deviasi, t-test, product moment.
4. Latihan menganalisis dengan cara mencari judul skripsi, hipotesis, analisis
dan kesimpulan.
Penilaian
87
Standard Normal Probabilities
Table entry
Table entry for z is the area under the standard normal curve
to the left of z.
z
z .00 .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 .08 .09
–3.4 .0003 .0003 .0003 .0003 .0003 .0003 .0003 .0003 .0003 .0002
–3.3 .0005 .0005 .0005 .0004 .0004 .0004 .0004 .0004 .0004 .0003
–3.2 .0007 .0007 .0006 .0006 .0006 .0006 .0006 .0005 .0005 .0005
–3.1 .0010 .0009 .0009 .0009 .0008 .0008 .0008 .0008 .0007 .0007
–3.0 .0013 .0013 .0013 .0012 .0012 .0011 .0011 .0011 .0010 .0010
–2.9 .0019 .0018 .0018 .0017 .0016 .0016 .0015 .0015 .0014 .0014
–2.8 .0026 .0025 .0024 .0023 .0023 .0022 .0021 .0021 .0020 .0019
–2.7 .0035 .0034 .0033 .0032 .0031 .0030 .0029 .0028 .0027 .0026
–2.6 .0047 .0045 .0044 .0043 .0041 .0040 .0039 .0038 .0037 .0036
–2.5 .0062 .0060 .0059 .0057 .0055 .0054 .0052 .0051 .0049 .0048
–2.4 .0082 .0080 .0078 .0075 .0073 .0071 .0069 .0068 .0066 .0064
–2.3 .0107 .0104 .0102 .0099 .0096 .0094 .0091 .0089 .0087 .0084
–2.2 .0139 .0136 .0132 .0129 .0125 .0122 .0119 .0116 .0113 .0110
–2.1 .0179 .0174 .0170 .0166 .0162 .0158 .0154 .0150 .0146 .0143
–2.0 .0228 .0222 .0217 .0212 .0207 .0202 .0197 .0192 .0188 .0183
–1.9 .0287 .0281 .0274 .0268 .0262 .0256 .0250 .0244 .0239 .0233
–1.8 .0359 .0351 .0344 .0336 .0329 .0322 .0314 .0307 .0301 .0294
–1.7 .0446 .0436 .0427 .0418 .0409 .0401 .0392 .0384 .0375 .0367
–1.6 .0548 .0537 .0526 .0516 .0505 .0495 .0485 .0475 .0465 .0455
–1.5 .0668 .0655 .0643 .0630 .0618 .0606 .0594 .0582 .0571 .0559
–1.4 .0808 .0793 .0778 .0764 .0749 .0735 .0721 .0708 .0694 .0681
–1.3 .0968 .0951 .0934 .0918 .0901 .0885 .0869 .0853 .0838 .0823
–1.2 .1151 .1131 .1112 .1093 .1075 .1056 .1038 .1020 .1003 .0985
–1.1 .1357 .1335 .1314 .1292 .1271 .1251 .1230 .1210 .1190 .1170
–1.0 .1587 .1562 .1539 .1515 .1492 .1469 .1446 .1423 .1401 .1379
–0.9 .1841 .1814 .1788 .1762 .1736 .1711 .1685 .1660 .1635 .1611
–0.8 .2119 .2090 .2061 .2033 .2005 .1977 .1949 .1922 .1894 .1867
–0.7 .2420 .2389 .2358 .2327 .2296 .2266 .2236 .2206 .2177 .2148
–0.6 .2743 .2709 .2676 .2643 .2611 .2578 .2546 .2514 .2483 .2451
–0.5 .3085 .3050 .3015 .2981 .2946 .2912 .2877 .2843 .2810 .2776
–0.4 .3446 .3409 .3372 .3336 .3300 .3264 .3228 .3192 .3156 .3121
–0.3 .3821 .3783 .3745 .3707 .3669 .3632 .3594 .3557 .3520 .3483
–0.2 .4207 .4168 .4129 .4013 .3974 .3936 .3897 .3859
.4090 .4052
–0.1 .4602 .4562 .4522 .4404 .4364 .4325 .4286 .4247
.4483 .4443
–0.0 .5000 .4960 .4920 .4801 .4761 .4721 .4681 .4641
.4880 .4840
88
Standard Normal Probabilities
Table entry
Table entry for z is the area under the standard normal curve
to the left of z.
z
z .00 .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 .08 .09
0.0 .5000 .5040 .5080 .5120 .5160 .5199 .5239 .5279 .5319 .5359
0.1 .5398 .5438 .5478 .5517 .5557 .5596 .5636 .5675 .5714 .5753
0.2 .5793 .5832 .5871 .5910 .5948 .5987 .6026 .6064 .6103 .6141
0.3 .6179 .6217 .6255 .6293 .6331 .6368 .6406 .6443 .6480 .6517
0.4 .6554 .6591 .6628 .6664 .6700 .6736 .6772 .6808 .6844 .6879
0.5 .6915 .6950 .6985 .7019 .7054 .7088 .7123 .7157 .7190 .7224
0.6 .7257 .7291 .7324 .7357 .7389 .7422 .7454 .7486 .7517 .7549
0.7 .7580 .7611 .7642 .7673 .7704 .7734 .7764 .7794 .7823 .7852
0.8 .7881 .7910 .7939 .7967 .7995 .8023 .8051 .8078 .8106 .8133
0.9 .8159 .8186 .8212 .8238 .8264 .8289 .8315 .8340 .8365 .8389
1.0 .8413 .8438 .8461 .8485 .8508 .8531 .8554 .8577 .8599 .8621
1.1 .8643 .8665 .8686 .8708 .8729 .8749 .8770 .8790 .8810 .8830
1.2 .8849 .8869 .8888 .8907 .8925 .8944 .8962 .8980 .8997 .9015
1.3 .9032 .9049 .9066 .9082 .9099 .9115 .9131 .9147 .9162 .9177
1.4 .9192 .9207 .9222 .9236 .9251 .9265 .9279 .9292 .9306 .9319
1.5 .9332 .9345 .9357 .9370 .9382 .9394 .9406 .9418 .9429 .9441
1.6 .9452 .9463 .9474 .9484 .9495 .9505 .9515 .9525 .9535 .9545
1.7 .9554 .9564 .9573 .9582 .9591 .9599 .9608 .9616 .9625 .9633
1.8 .9641 .9649 .9656 .9664 .9671 .9678 .9686 .9693 .9699 .9706
1.9 .9713 .9719 .9726 .9732 .9738 .9744 .9750 .9756 .9761 .9767
2.0 .9772 .9778 .9783 .9788 .9793 .9798 .9803 .9808 .9812 .9817
2.1 .9821 .9826 .9830 .9834 .9838 .9842 .9846 .9850 .9854 .9857
2.2 .9861 .9864 .9868 .9871 .9875 .9878 .9881 .9884 .9887 .9890
2.3 .9893 .9896 .9898 .9901 .9904 .9906 .9909 .9911 .9913 .9916
2.4 .9918 .9920 .9922 .9925 .9927 .9929 .9931 .9932 .9934 .9936
2.5 .9938 .9940 .9941 .9943 .9945 .9946 .9948 .9949 .9951 .9952
2.6 .9953 .9955 .9956 .9957 .9959 .9960 .9961 .9962 .9963 .9964
2.7 .9965 .9966 .9967 .9968 .9969 .9970 .9971 .9972 .9973 .9974
2.8 .9974 .9975 .9976 .9977 .9977 .9978 .9979 .9979 .9980 .9981
2.9 .9981 .9982 .9982 .9983 .9984 .9984 .9985 .9985 .9986 .9986
3.0 .9987 .9987 .9987 .9988 .9988 .9989 .9989 .9989 .9990 .9990
3.1 .9990 .9991 .9991 .9991 .9992 .9992 .9992 .9992 .9993 .9993
3.2 .9993 .9993 .9994 .9994 .9994 .9995 .9995 .9995
.9994 .9994
3.3 .9995 .9995 .9995 .9996 .9996 .9996 .9996 .9997
.9996 .9996
3.4 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9998
.9997 .9997
89
t Table
cum. prob t .50 t .75 t .80 t .85 t .90 t .95 t .975 t .99 t .995 t .999 t .9995
one-tail 0.50 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.025 0.01 0.005 0.001 0.0005
two-tails 1.00 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.05 0.02 0.01 0.002 0.001
df
1 0.000 1.000 1.376 1.963 3.078 6.314 12.71 31.82 63.66 318.31 636.62
2 0.000 0.816 1.061 1.386 1.886 2.920 4.303 6.965 9.925 22.327 31.599
3 0.000 0.765 0.978 1.250 1.638 2.353 3.182 4.541 5.841 10.215 12.924
4 0.000 0.741 0.941 1.190 1.533 2.132 2.776 3.747 4.604 7.173 8.610
5 0.000 0.727 0.920 1.156 1.476 2.015 2.571 3.365 4.032 5.893 6.869
6 0.000 0.718 0.906 1.134 1.440 1.943 2.447 3.143 3.707 5.208 5.959
7 0.000 0.711 0.896 1.119 1.415 1.895 2.365 2.998 3.499 4.785 5.408
8 0.000 0.706 0.889 1.108 1.397 1.860 2.306 2.896 3.355 4.501 5.041
9 0.000 0.703 0.883 1.100 1.383 1.833 2.262 2.821 3.250 4.297 4.781
10 0.000 0.700 0.879 1.093 1.372 1.812 2.228 2.764 3.169 4.144 4.587
11 0.000 0.697 0.876 1.088 1.363 1.796 2.201 2.718 3.106 4.025 4.437
12 0.000 0.695 0.873 1.083 1.356 1.782 2.179 2.681 3.055 3.930 4.318
13 0.000 0.694 0.870 1.079 1.350 1.771 2.160 2.650 3.012 3.852 4.221
14 0.000 0.692 0.868 1.076 1.345 1.761 2.145 2.624 2.977 3.787 4.140
15 0.000 0.691 0.866 1.074 1.341 1.753 2.131 2.602 2.947 3.733 4.073
16 0.000 0.690 0.865 1.071 1.337 1.746 2.120 2.583 2.921 3.686 4.015
17 0.000 0.689 0.863 1.069 1.333 1.740 2.110 2.567 2.898 3.646 3.965
18 0.000 0.688 0.862 1.067 1.330 1.734 2.101 2.552 2.878 3.610 3.922
19 0.000 0.688 0.861 1.066 1.328 1.729 2.093 2.539 2.861 3.579 3.883
20 0.000 0.687 0.860 1.064 1.325 1.725 2.086 2.528 2.845 3.552 3.850
21 0.000 0.686 0.859 1.063 1.323 1.721 2.080 2.518 2.831 3.527 3.819
22 0.000 0.686 0.858 1.061 1.321 1.717 2.074 2.508 2.819 3.505 3.792
23 0.000 0.685 0.858 1.060 1.319 1.714 2.069 2.500 2.807 3.485 3.768
24 0.000 0.685 0.857 1.059 1.318 1.711 2.064 2.492 2.797 3.467 3.745
25 0.000 0.684 0.856 1.058 1.316 1.708 2.060 2.485 2.787 3.450 3.725
26 0.000 0.684 0.856 1.058 1.315 1.706 2.056 2.479 2.779 3.435 3.707
27 0.000 0.684 0.855 1.057 1.314 1.703 2.052 2.473 2.771 3.421 3.690
28 0.000 0.683 0.855 1.056 1.313 1.701 2.048 2.467 2.763 3.408 3.674
29 0.000 0.683 0.854 1.055 1.311 1.699 2.045 2.462 2.756 3.396 3.659
30 0.000 0.683 0.854 1.055 1.310 1.697 2.042 2.457 2.750 3.385 3.646
40 0.000 0.681 0.851 1.050 1.303 1.684 2.021 2.423 2.704 3.307 3.551
60 0.000 0.679 0.848 1.045 1.296 1.671 2.000 2.390 2.660 3.232 3.460
80 0.000 0.678 0.846 1.043 1.292 1.664 1.990 2.374 2.639 3.195 3.416
100 0.000 0.677 0.845 1.042 1.290 1.660 1.984 2.364 2.626 3.174 3.390
1000 0.000 0.675 0.842 1.037 1.282 1.646 1.962 2.330 2.581 3.098 3.300
z 0.000 0.674 0.842 1.036 1.282 1.645 1.960 2.326 2.576 3.090 3.291
0% 50% 60% 70% 80% 90% 95% 98% 99% 99.8% 99.9%
Confidence Level
90
t-table.xls 7/14/2007
Tabel Distribusi ²
91